Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abdomen akut merupakan keadaan mendadak dalam rongga abdomen
yang memerlukan tindakan segera. Hal-hal yang apat menimbulkan abdomen
akut antara lain :
1. Keadaan di dalam abdomen sendiri, yaitu peradangan
mendadak salah satu organ intra abdominal,
perforasi,perdarahan intra abdominal dan ileus obstruksi atau
paralitik.
2. Keadaan di luar abdomen misal,kelainan di organ thorak yang
dapat menimbulkan ileus paralitik
Secara teori ada tiga proyeksi dasar yang digunakan dalam
pemeriksaan abdomen akut yaitu, AP Supine, AP setengah duduk/tegak dan
LLD. Pada pemeriksan ini tidak memerlukan persiapan khusus. Dalam hal ini
penulis akan membahas tentang pelaksnaan pemeriksaan abdomen akut di
RSUD DR. Moewardi Surakarta dengan kasus Ileus Obstruksi.
Pelaksanaanya dan proyeksi yang digunakan akan di bahas pada bab
selanjutnya.

1.2 Pembatasan Masalah


Pada laporan kasus ini penulis membatasi permasalahan pada
pelaksanaan pemeriksaan abdomen akut pada kasus ileus obstruksi
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana mengetahui teknik pemeriksaan abdomen akut pada kasus
ileus obstruksi di RSUD DR. Moewardi Surakarta?
2. keuntungan apa saja yang dapat di ambil dengan menggunakan proyeksi
tersebut diatas?
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Penulis ingin mengetahui teknik pemeriksaan abdomen 3 posisi pada
kasus ileus.
2. Penulis ingin mengetahui latar belakang dari pemeriksaan abdomen 3
posisi pada kasus ileus.
3. Untuk mengetahui apakah radiograf yang dihasilkan telah cukup
memberikan informasi diagnostik yang diharapkan.

1.5 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diperoleh dari penulian laporan kasus ini adalah untuk
menambah wawasan ilmu pemgetahuan bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya mengenai teknik radiografi abdomen 3 posisi pada
kasus ileus.

1.6 Sistematika penulisan


Untuk mempermudah memahami tulisan ini, maka penulis
menyusun sistematika penilisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, pembatasan masalah, tujuan penulisan,
mafaat penulisan, sitematika penulisan.
BAB II DASAR TEORI
Berisi landasan teori
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang profil kasus beserta pembasannya
BAB IV PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Anatomi dan Fisiologi
2.1.1.1. Sistem Pencernaan Makanan
Sistem pencernaan makanan merupakan suatu saluran yang
menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserapkan oleh
tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan) dengan
bantuan enzim dan zat cair. Susunan saluran pencernaan terdiri dari : mulut
(oris0, faring, oesofagus, lambung, intestinum minor (usus halus) yang
terbagi tiga bagian (doedenum, Yeyenum, dan ileum), Intestinum mayor
yang terbagi 5 bagian yaitu seikum colon asendens colon transversum
colon desendens colon sigmoid rectum dan berakhir pada anus.

Gambar 1. Sistem Pencernaan Manusia


2.1.1.2. Usus halus dan Usus besar
Usus halus atau Intestinum minor adalah bagian dari system
pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus lambung dan berakhir
pada sekum, usus halus memiliki panjang sekitar 6 meter. Lapisan usus
halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar,
lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Ada 3 bagian utama pada usus
halus yaitu :
Duodenum disebut juga usus 12 jari panjangnya kira-kira 25 cm,
berjalan melengkung kekiri pada lengkungan kiri terdapat pankreas dan
bagian lengkungan kanan terdapat saluran empedu. Dinding duodenum
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar berfungsi
untuk memproduksi getah intestinum.
Yeyenum dan ileum memiliki panjang sekitar 6 meter. Dua perlima
bagian atas yeyenum dengan panjang kira-kira 2-3 meter dan ileum dengan
panjang kira-kira 4-5 meter. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak
mempunyai batas yang tegas ujung bawah ileum berhubungan dengan
sekum yang disebnut Orifisium Ileosekalis, orifisium inii diperkuat oleh
spinter yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asendens tidak
masuk kembali kedalam ileum.

Gambar 2. Lambung dan Usus Halus


Usus besar atau intestinum mayor memiliki panjang kira-kira 1,5
meter, lebarnya 5-6 cm berfungsi dalam penyerapan air dan mineral dan juga
sebagai tempat tinggal bakteri dan tempat sementara feces sebelum
dikeluarkan. Ada beberapa bagian dari usus besar yaitu :

Gambar 3. Usus Besar Manusia

Seikum, dibawah sekum terdapat apendiks/umbai cacing dengan


panjang 6 cm seluruhnya ditutupi oleh rongga peritoneum.
Colon Asendens, terletak dibawah abdomen sebelah kanan
membujur keatas dari ileum dan membengkok kekiri membentuk fleksure
hepatica dilanjutkan ke colon transversum.
Colon transversum, panjangnya kira-kira 38 cm membujur dari
colon asendens sampai dengan colon desendens berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat flexsure hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksure
lienalis.
Colon Desendens, panjangnya kira-kira 25 cm, terletak dibawah
abdomen bagian kiri membujur dari atas kebawah dari fleksure lienalis
sampai kedepan ileum kiri, bersambung dennngan kolon sigmoid.
Colon Sigmoid, merupakan lanjutan dari colon desendens terletek
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S,
ujung bawahnya berhubungan dengan rectum.
Rectum, terletak dibawah colon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os
sacrum dan os cocsigis.
Anus, adalah bagian dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rectum dengan dunia luar. Terlek didasar pelvis.

2.1.2. Patologi saluran pencernaan yang berhubungan abdomen


Pada umunya untuk patofisiologi abdomen diindikasikan dalam 2
macam yaitu Akut Abdomen dan Non Akut Abdomen. Istilah akut abdomen
diartikan sebagai gejala-gejala pada abdomen yang datangnya mendadak
(tanpa persiapan), sedangakan non akut abdomen merupakan gejala-gejala
yang datangnya sudah diketahui sebelumnya.
Akut Abdomen
1. Ileus merupakan sumbatan pada colon yang disebabkan oleh trauma
atau hernia yang dapat mengakibatkan terjadinya distensi/desakan
terhadap colon yang tersumbat. Ileus dapat dibagi menjadi 2 yaitu
Ileus Paralitik dan Ileus Obstruktif.
2. Perforasi, adalah adanya udara bebas pada rongga abdomen sebagai
akibat dari usus yang mengalami kebocoran.
3. Ascites, merupakan istilah patologis untuk cairan bebas yang berada
dalam rongga abdomen.
4. Massa intra abdominal, adalah suatu massa pada abdomen dapat
berupa tumor atau kanker yang berakibat terganggunya fungsi
fisiologis tubuh.
5. Abdominal surgery adalah indikasi yang timbul setelah pasca operasi.
Nonakut abdomen
Untuk nonakut abdomen dalam patologsinya sering disebabkan
oleh kasus batu ginjal yang terdapat dalam saluran sistem urinary. Dalam
kasus non akut abdomen gejala-gejala baru dapat teridentifikasi jika sudah
mengganggu fungsi fisiologis

2.1.3. Teknik Radiografi Abdomen 3 Posisi


Pemeriksaan radiologi untuk kasus ileus umumnya menggunakan
teknik radiografi abdomen 3 posisi, akan tetapi ada juga yang hanya
menggunakan teknik abdomen 2 posisi saja.
2.1.3.1 Persiapan Penderita
Pada umumnya tidak ada persiapan khusus bagi pasien, sebab
kasus ileus merupakan penyakit yang datangnya mendadak, hanya saja
kita memberikan instruksi-instruksi mengenai posisi penderita dengan
jelas. Sebelum pemotretan penderita disarankan untuk melepas benda-
benda yang bersifat opak.
2.1.3.2 Persiapan Alat
Persiapan alat yang digunakan meliputi:
1. Pesawat X-Ray yang siap pakai
2. Kaset dan film yang berukuran 30x40 cm
3. Gunakan stasionary grid / buky
4. Marker R atau L sesuai dengan posisi tubuh yang diperiksa
5. Alat immobilisasi seperti soft / sand bag
2.1.3.3 Teknik Radiografi Abdomen 3 Posisi
Teknik radiografi abdomen 3 posisi merupakan teknik radiograf
yang saling berhubungan dan kompleks. Teknik pemotretan ini
menggunakan proyeksi sebagai berikut:
1. Proyeksi antero-posterior (AP)
Proyeksi ini untuk menampakkan struktur abdomen dari arah
anterior (depan). Teknik pemotretannya yaitu :
Penderita tiduran atau berdiri menghadap sumber sinar kedua
lengan diletakkan di samping tubuh dengan kedua bahu simetris.
Bila penderita tiduran, mid sagital plane (MSP) tubuh diatur tepat
pada pertengahan meja pemeriksaan dan di bawah knee diberi
pengganjal. Jikalau penderita berdiri kedua kaki harus lurus dan
punggung harus menempel kaset.
Pusat sinar diarahkan setinggi crista iliaka dengan
mengaccu batas atas sinar pada diafragma dan batas bawah pada
simpisis pubis. Arah sumbu sinar tegak lurus kaset dengan jarak
fokus ke film 100 cm. Eksposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi
dan tahan napas.
Pada radiograf yang dihasilkan akan tampak ukuran
bayangan abdomen, liver hati, ginjal, dan keadaan dalam abdomen,
tampak gambaran tulang rusuk dan prosesus spinosus, columna,
vertebrae pada satu garis lurus. Jika pasien tidak mengalami rotasi
maka tampak prosesus spinosus pada pertengahan vertebrae lumbal,
kedua SIAS terlihat simetris, os iliaca simetris. Selain dari itu, pada
radiograf juga menunjukkan gambar soft tissue seperti lapisan pro
peritoneal fat
Muskulus psoas dan diafragma

Gambar 4. posisi penderita AP Abdomen


Gambar 5. radiograf proyeksi AP ABDOMEN
2. Proyeksi Setengah Duduk
Proyeksi ini dilakukan untuk menampakkan keadaan
diafragma pasien. Penderita berada dalam kondisi setengah duduk di
depan sumbu sinar. Penderita diposisikan dengan mid sagital plane
(MSP) tegak lurus pada mid line meja atau pada mid line kaset kedua
lengan disamping tubuh, usahakan tidak ada rotasi pada shoulder dan
pelvis.
Pusat sinar diarahkan pada MSP tubuh kira-kira 2 inchi di
atas kedua crista iliaka. Arah sumbu sinar horizontal tegak lurus
terhadap film. Jarak focus dengan film sejauh 100 cm, eksposi
dilakukan pada saat inspirasi penuh dan tahan napas. Pada radiograf
yang dihasilkan akan tampak kedua diafragma dan bagian bawah
abdomen, tampak udara bebas di hemidiafragma kanan, gaster terisi
udara dan terdapat air fluid level pada fundus.
Gambar 5. posisi penderita AP setengah duduk

Gambar 6. Radiograf Proyeksi Setengah Duduk.


3. Left lateral decubitus (LLD)
Proyeksi LLD ini dilakukan dengan tujuan untuk
menampakkan air fluid level (udara bebas pada colon). Prosedur
pemotretan adalah posisi pasien tidur miring pada sisi kiri, kedua
genu fleksi maksimal untuk fiksasi. Kedua tangan diarahkan ke atas
di samping kepala. Kaset dan grid diletakkan di belakang pasien
bagian punggung. Eksposi dilakukan setelah ekspirasi dan tahan
napas.
Pusat sinar disentrasikan pada pertengahan film menuju 2
inchi di atas crista iliaka dengan arah sumbu sinar horizontal tegak
lurus terhadap kaset, jarak focus dengan film 100 cm. Pada radiograf
yang ddihasilkan akan tampak bayangan daerah abdomen (liver,
ginjal, hati) dan air fluid level, tampak diafragma, tampak udara
bebas pada abdomen.

Gambar 7. Posisi Penderita LLD Abdomen

Gambar 8. Radiograf Proyeksi LLD Abdomen


BAB III
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1. Profil Kasus


Pada tanggal 30 November 2006 penderita datang kebagian
radiologi dengan diantar oleh perawat. Penderita dalam keadaan tiduran
dibrankat dengan kondisi yang sangat lemah dan merintih kesakitan pada
bagian perutnya
Anamnese dari dokter : perut kembung dan keras, sesak napas,
mengalami nyeri tekan dan nyeri lepas bagian perutnya. Penderita membawa
blangko permintaan foto rontgen ke bagian radiologi dengan identitas
penderita sebagai berikut :
Nama : Tn. Agus Tri
Umur : 44 Thn
Pekerjaan : -
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : -
Pemerikasaan : BNO
Diagnosis : Suspect Ileus dd Paralitik, obstruksi
3.1.1. Teknik Pemotretan
Teknik pemotretan yang dilakukan sesuai dengan permintaan
pemeriksaan yaitu abdomen 3 posisi, proyeksi yang dipakai adalah AP
Supine, AP Setengah duduk dan LLD Abdomen
1. Proyeksi AP Supine
Tujuan dari proyeksi ini untuk menampakkan pelebaran khusus
yang mengalami distensi karena terisi udara / massa yang disebabkan
mungkin karena usus tersumbat / hernia. Pada proyeksi ini penderita tidur
supine kedua kaki lurus serta lengan diletakkan di samping tubuh. MSP
(mid sagital plane) tubuh diatur tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan, pusat sinar diarahkan setinggi crista iliaka atau 2 jari di
bawah umbilicus arah sumbu sinar vertical tegak lurus pada film, FFD
yang digunakan 100 cm dengan memakai faktor eksposi kV 70 dan mAs
32, penempatan kaset diletakkan dalam bucky table. Radiograf yang
dihasilkan memperlihatkan dinding usus yang menebal karena tersumbat
dan tidak beraturan. Pada mukosa usus tampak gambaran opak (putih).

2. Proyeksi AP Setengah duduk


Proyeksi ini dilakukan untuk menampakkan keadaan diafragma
pasien. Penderita berada dalam kondisi setengah duduk di depan sumbu
sinar. Penderita diposisikan dengan mid sagital plane (MSP) tegak lurus
pada mid line meja atau pada mid line kaset kedua lengan disamping
tubuh, usahakan tidak ada rotasi pada shoulder dan pelvis.
Pusat sinar diarahkan pada MSP tubuh kira-kira 2 inchi di atas
kedua crista iliaka. Arah sumbu sinar horizontal tegak lurus terhadap film.
Jarak focus dengan film sejauh 100 cm, eksposi dilakukan pada saat
inspirasi penuh dan tahan napas. Pada radiograf yang dihasilkan akan
tampak kedua diafragma dan bagian bawah abdomen, tampak udara bebas
di hemidiafragma kanan, gaster terisi udara dan terdapat air fluid level
pada fundus.

3. Proyeksi LLD Abdomen


Tujuan dari proyeksi (Left Lateral Decubitus) adalah untuk
menampakkan udara bebas akibat dari perforasi pada colon yang
mungkin dapat terjadi. Pada proyeksi ini penderita tidur miring pada sisi
kiri dan kedua tangan diarahkan ke atas di samping kepala. Kaset dan
grid diletakkan melintang pada bagian punggung pasien, sumber sinar
diarahkan setinggi crista iliaca atau 2 jari di bawah umbilicus. Jarak
penyinaran dari focus ke film 100 cm dengan faktor eksposi kV 75 dan
mAs 50. Radiograf yang dihasilkan menampakkan gambaran air fluid
level/ udara bebas yang naik ke atas dikarenakan adanya suatu perforasi
atau trauma.
3.2. Pembahasan
Setelah penulis melakukan pengamatan dan pemotretan secara
langsung terhadap jalannya pemeriksaan, untuk itulah dalam pembahasan ini
akan penulis bahas hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang teknik dan
hasil dari teknik abdomen 3 posisi.
3.2.1 Pembahasan masalah
Pemeriksaan abdomen akut di RSUD DR. Moewardi
Surakarta pada kasus ileus obstruksi tidak diperlukan suatu
persiapan khusus,karena pada dasarnya kasus ini adalah
suatu keadaan mendadak dan memerlukan tindakan segera
dan proyeksi yang dipergunakan adalah AP supine, AP
setengah duduk dan LLD.
Keuntungan yang dapat diambil dengan proyeksi tersebut
adalah :
Mengurangi pergerakan pasien karena pada
umumnya pasien dengan kasus abdomen
akut agak sulit diposisikan dan harus hati-
hati dalam memposisikan.
Bisa memberikan informasi yang sejelas-
jelasnya dalam pendiagnosaan

3.2.2 Pembahasan setelah dilakukan pemeriksaan


BNO 3 posisi tampak kalsifikasi paralumbal kanan yang perlu di
dd, dengan batu ginjal kanan tak jelas gambaran ileus
membingingkan.
3.2.3 Kriteria Radiograf
a. Aspek Anatomi
Radiograf AP Supine dan AP setengah duduk
- Tampak vertebrae lumbalis, sacrum dan coccyges segaris
- Tampak costae melayang ke kanan dan kiri
- Diafragma sedikit terlihat
- Tampak bayangan kontur ginjal
- Simpisis pubis tidak terpotong
- Tampak gambaran colon radiolusent dan haustranya opak
- Tampak mukosa berwarna opak seperti benang
- Tabrekulasi tulang tampak
Radiograf LLD
- Tampak sinuscosteprenicus kanan
- Tampak sinuscardioprenicus kiri
- Tampak colon asenden radiolusent
- Tampak air fluid level pada hemidiafragma kanan
b. Aspek Radiofotografi
Dilihat dari kualitas radiograf yang dihasilkan mempunyai
kualitas radiograf sebagai berikut :
- kontras : baik
- densitas : baik
- ketajaman : baik
- detail : baik
Pada saat pemotretan memakai stasionary grid/ buky untuk
menyerap radiasi hambur karena dalam pemotretan faktor eksposi yang
dipakai sangat tinggi dengan demikian kontras yang dihasilkan akan
optimum. Pada radiograf yang dihasilkan tampak artefak yang
diakibatkan keadaan screen yang kotor sehingga mengganggu dalam
penerimaan informasi yang dihasilkan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN
Dalam laporan ini dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Penggunaan proyeksi abdomen 3 posisi (AP,AP setengah duduk dan LLD)
didasarkan atas permintaan dokter untuk menegakkan diagnosa penyakit
yang diderita oleh pasien. Radiograf yang dihasilkan ternyata sudah cukup
untuk mendiagnosa indikasi ileus abdomen.
2. teknik periksaan abdomen akut adalah untuk memperlihatkan struktur
anatomis, fisiologi dan patologi di dalam rongga abdomen.

4.2 SARAN
Dalam laporan ini penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :
1. Sebaiknya dalam setiap kali pemeriksaan, diusahakan tidak terjadi
pengulangan foto karena dapat menambah dosis radiasi yang diterima
penderita.
2. Dalam setiap kali pemotretan baik AP,AP setengah duduk dan LLD
memakai grid untuk menyerap radiasi hambur karena faktor eksposi yang
digunakan umumnya sangat tinggi. Atur kolimasi secukupnya dan
gunakan gonad shield bila tidak menutup objek yang dilihat.

DAFTAR PUSTAKA

Syaifudin, B. AC. 1994. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Buku kedokteran
EGC. Jakarta

Nurhasan. 1997. Standar Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta

Nikce, Lother. 1986. Atlas Radiologi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai