Frida Kusumastuti 1
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti
renungan inspiratif
BELAJAR SEBAGAI
MANUSIA
Frida Kusumastuti 2
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti
Dipublikasikan oleh:
Pustaka E-Book
www.pustaka-ebook.com
2014
Lisensi Dokumen
E-book ini dapat disebarkan secara bebas untuk tujuan non-komersial (non-
profit) dan tidak untuk diperjualbelikan, dengan syarat tidak menghapus
atau merubah sedikit pun isi, atribut penulis dan pernyataan lisensi yang
disertakan.
Frida Kusumastuti 3
Belajar sebagai Manusia 2014
KATA PENGANTAR
Frida Kusumastuti 4
Belajar sebagai Manusia 2014
Selamat merenunginya.
Frida Kusumastuti
Frida Kusumastuti 5
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 6
Belajar sebagai Manusia 2014
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 4
Daftar Isi 7
Spiritual 8 - 31
Kebeningan Hati 32 - 67
Lautan Kesabaran 68 - 84
Frida Kusumastuti 7
Belajar sebagai Manusia 2014
1
Spiritual
Frida Kusumastuti 8
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (1)
Frida Kusumastuti 9
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 10
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 11
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (2)
Frida Kusumastuti 12
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 13
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 14
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (3)
Hahaha, dia tertawa, Aku ingat Frid, dulu aku kecil suka
telanjang kaki. Sandalku kumasukkan tas karena sayang nanti rusak.
Nah, itu kan aku sudah berpikir bisnis tho?
Frida Kusumastuti 15
Belajar sebagai Manusia 2014
Arya Raya D !
Frida Kusumastuti 16
Belajar sebagai Manusia 2014
1
Sebenarya, redaksi haditsnya bukan tentang nasi. Di dalam sebuah riwayat
dikatakan,Sesungguhnya setan bersama kalian dalam segala keadaan, sampai-
sampai setan bersama kalian pada saat makan. Oleh karena itu jika makanan kalian
jatuh ke lantai maka kotorannya hendaknya dibersihkan kemudian di makan dan
jangan dibiarkan untuk setan. Jika sudah selesai makan maka hendaknya jari-jemari
dijilati karena tidak diketahui di bagian manakah makanan tersebut terdapat
berkah. (HR Muslim no. 2033 dan Ahmad 14218). Ed.
Frida Kusumastuti 17
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (4)
Aku sungguh malu jika mengingat diri sebagai anak. Ini soal
kepatuhan pada orang tua. Seringkali bila diutus (disuruh) ibu atau
bapak, aku bilang Injih, sekedap (iya, sebentar). Artinya perintah
atau permintaan orang tua itu tidak selalu aku laksanakan atau
penuhi. Aku malu karena sekarang melihat hal yang sebaliknya pada
Wildan. Dia tidak pernah diperintah dua kali. Dalam keadaan apa
pun kalau kami minta tolong, dia akan bilang Iya dan langsung
beranjak dari urusannya untuk penuhi permintaan kami.
Subhanallah.
Frida Kusumastuti 18
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 19
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 20
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (5)
Frida Kusumastuti 21
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 22
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 23
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (6)
Frida Kusumastuti 24
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (7)
Frida Kusumastuti 26
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 27
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (8)
Frida Kusumastuti 28
Belajar sebagai Manusia 2014
Rina Arliny Unik ya, mbak... Ikut gak habis pikir, kok
bisa? Btw adakah tayangan favoritnya?
Frida Kusumastuti 29
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (9)
Frida Kusumastuti 31
Belajar sebagai Manusia 2014
2
Kebeningan Hati
Frida Kusumastuti 32
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (10)
Frida Kusumastuti 34
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (11)
Frida Kusumastuti 35
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (12)
Frida Kusumastuti 38
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 39
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (13)
Frida Kusumastuti 40
Belajar sebagai Manusia 2014
seorang anak juga akan belajar dari kita bagaimana memilih kawan.
Dengan sok percaya diri saya mennyimpulkan, bahwa siapa saja
orang yang membuat Wildan enjoy, itulah orang yang tulus
menerima dia. Ah..... bisa juga kesimpulan saya ini salah.
Frida Kusumastuti 41
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (14)
Topik Manusia kali ini belajar dari sikap rendah hati anakku
Wildan apabila aku mengingatkannya. Sebagai anak-anak, eh, anak
remaja, kadang dia juga ada khilaf (Haduh...ini juga menimpa
manusia dewasa ya). Misalnya, meskipun hampir 99% dia pasti cuci
kaki saat masuk rumah setelah bepergian, ada juga saat kulihat dia
lupa cuci kaki. Nah, meskipun dia sudah di depan laptopnya dan
sudah pakai kaos kaki, bila kuingatkan, Kakak, tadi belum cuci kaki
ya? Dia akan langsung beranjak dan bilang, Iya. Lalu dia segera
melepas headset, melepas kaos kaki dan membasuh kakinya. Atau
ketika dia habis bermain dan langsung mencomot makanan, aku
mengingatkan, Tadi sudah cuci tangan? Langsung seketika itu juga
makanan diletakkannya dan dia ke belakang untuk mencuci
tangannya.
Frida Kusumastuti 42
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 43
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (15)
Frida Kusumastuti 45
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 46
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (16)
Frida Kusumastuti 48
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 49
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (17)
Frida Kusumastuti 50
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 51
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (18)
Frida Kusumastuti 52
Belajar sebagai Manusia 2014
Muherni Asri Utami, Reza Praditya Yudha, Emy Sri Purwani dan 23
lainnya menyukai ini.
Eva Dweh Sungguh membuat saya iri
buu...bagaimana caranya mmpunyai cara tidur yang
seperti itu (" _ ") mm
Pranadhe Rosi Anwar Gimana bisa tidur dengan
kualitas yang boleh dibilang"sempurna" kaya gitu
yaaaaa....????
Bintang Manahbiru Lepaskan dunia dari pikiranmu,
dari hatimu, baca syahadat .
Ainur Rochmaniah Sama bu....anak keduaku, juga
gitu....gak ada lima menit, seramai apapun rumah,
langsung ples, kalau sudah waktunya tidur.
Guni Nugroho bu Frida, tidur berkualitas itu katanya
cirinya kita tidak ingat mimpi, dan bangun dalam
keadaan segar meskipun hanya 2~3 jam. Kalau
mendengkur, sy kr tdk berhubungan dengan kualitas tidur bu.
Itu terjadi karena kurang lancarnya saluran nafas, karen aposisi
leher yang tidak sempurna (biasanya karena bantal). itu malah
bahaya lho bu. Asupan oksigen ke otak terganggu. Jangka
panjang bisa kena kerusakan syaraf otak.
Sulicha Matematika menurutku karena otak Wildan
masih bersih, belum terpolusi oleh masalah-masalah
pelik dunia. Berbahagialah mbak Frida masih memiliki
harta anak yang masih suci bersih seperti wildan.
Frida Kusumastuti 53
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (19)
Frida Kusumastuti 54
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 55
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (20)
Sore itu, kami semua kaget. Kami minta Wildan mandi saat
di rumah ibuku. Setelah mandi, Wildan masuk kamar yang biasa dia
tempati jika harus menginap di rumah ibu. Waktu keluar kamar,
nampak dengan gaya cueknya, Wildan mengenakan sweater om!
Satu hal yang tidak mungkin dia lakukan sebelumnya. Wildan tidak
suka (hampir tidak pernah mau) memakai baju yang bukan miliknya.
Wildan juga tidak suka (hampir tidak pernah mau) mengenakan
jaket, apalagi sweater dengan leher tinggi. Sudah begitu, sesampai
di rumah, dia menyimpan sweater itu dengan cara digantung di
hanger. Tidak biasanya Wildan menyimpan baju dengan cara itu.
Biasanya baju yang telah dikenakan akan dilipat atau diletakkan di
keranjang cucian kotor. Kami bertanya-tanya, apakah Wildan
kangen sama almarhum omnya? Atau apakah Wildan ingin
mengenang om? Entahlah.
Frida Kusumastuti 56
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 57
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (21)
Frida Kusumastuti 59
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 60
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (22)
Frida Kusumastuti 61
Belajar sebagai Manusia 2014
dia masih sibuk sambil bawa kaleng susu. andaikan waktu bisa
diulang.
Frida Kusumastuti 62
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (23)
Kadang, aku dan suami saling salah paham akan suatu hal
sehingga bertengkar. Bahkan pertengkaran itu tidak bisa kami tahan
terjadi di depan anak kami Wildan. Aku sendiri mengira itu tidak
akan berpengaruh banyak bagi Wildan yang autis. Namun, ternyata
dia merespon pertengkaran kami. Saat dia masih kanak-kanak,
kelihatannya saja dia cuek dengan pertengkaran kami. Tapi saat
kami saling diam karena kemarahan, Wildan mencuri-curi
kesempatan untuk kami bisa berdua. Dan biasanya aku akan
didorong-dorong mendekati ayahnya supaya bisa duduk berdua.
Tidak jarang, Wildan juga mengambil tanganku supaya tanganku
memegang tangan ayahnya.
Frida Kusumastuti 64
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (24)
Anik Dwi Hariyani, Chinend Izhc Antich, Muherni Asri Utami dan 33
lainnyamenyukai ini.
Frida Kusumastuti 66
Belajar sebagai Manusia 2014
Lautan Kesabaran
Frida Kusumastuti 68
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (25)
Frida Kusumastuti 70
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 71
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (26)
Frida Kusumastuti 72
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (27)
Frida Kusumastuti 73
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 74
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (28)
Frida Kusumastuti 75
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 76
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (29)
Manusia (30)
Anda, Reza Praditya Yudha, Miskari Sp, Kadang Kadang Sari, dan
18 orang lainnya menyukai ini.
Frida Kusumastuti 80
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (31)
Frida Kusumastuti 81
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 82
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (32)
Frida Kusumastuti 83
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 84
Belajar sebagai Manusia 2014
4
Kepribadian Berkarakter
Frida Kusumastuti 85
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (33)
Frida Kusumastuti 86
Belajar sebagai Manusia 2014
karena dia harus tidur, tanpa berisik. Wajahnya begitu damai. Tiada
keletihan. Tiada kekecewaan pada hari yang telah berlalu.
Frida Kusumastuti 87
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 88
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (34)
juga akan ganti baju pergi. Sekarang dia sudah mengerti, kapan
harus ganti baju pergi dan kapan tidak, walaupun sama-sama keluar
rumah.
Malang, 12 Juli 2012
Manusia (35)
Frida Kusumastuti 92
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 93
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (36)
Ah, ide ini muncul di siang hari, Jumat kemarin. Saat udara
panas karena terik mentari yang menyengat, aku berniat
menampung semilir angin di gazebo kecil pojok taman rumah kami.
Tadi pagi, gazebo itu kubersihkan dengan mengganti karpet dengan
bekas banner untuk sementara. Saat tiba di gazebo, rupanya Wildan
mengikutiku di belakang. Lho?! Kaget aku, kok alas gazebo basah?
Padahal tidak hujan? Oo...rupanya Wildan kurang hati-hati saat
menyirami taman tadi pagi. Air dari selang menyiprat-nyiprat ke alas
gazebo.
Frida Kusumastuti 94
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 95
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (37)
Frida Kusumastuti 96
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 97
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (38)
Frida Kusumastuti 98
Belajar sebagai Manusia 2014
Frida Kusumastuti 99
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (39)
Manusia (40)
perilaku generasi penerus kita, maka tidak ada tawaran lagi untuk
memberi tauladan yang baik pada generasi penerus kita. Anak
sendiri maupun anak orang lain.
Manusia (41)
Baiklah, ini untuk mama ya. Lalu kuralat, Oh Bu, dia tidak
mau pecel...jadi yang satu lagi urap-urap saja.
Manusia (42)
Anda, Roy Wirawan Khoe, Reza Praditya Yudha, Sari Di Sini, dan
14 orang lainnya menyukai ini.
Manusia (43)
Manusia (44)
Manusia (45)
Manusia (46)
Manusia (47)
Mita Selalu Ceria, Rita Dita Fanani, Evi Lestari, dan 20 orang
lainnya menyukai ini.
Manusia (48)
Manusia (49)
Rassey Cast, Erliza Qkay, Rina Arliny dan 18 lainnya menyukai ini.
Manusia (50)
Manusia (51)
Manusia (52)
Manusia (53)
Manusia (54)
Deny Supraini, Tia Made Zang, Muherni Asri Utami, dan 32 orang
lainnya menyukai ini.
Manusia (55)
dikerjakan dalam waktu dia sedang senang.. Ada juga sekolah ala
"butik".. Itulah homeschooling, atau flexischool. Tiap anak unik &
tidak ada yang sama persis. Kebetulan untuk anak autis sepert
anak saya, saya ingin sekali mengajarinya sendiri, belajar dimana
saja, kapan saja. Namun, tetap kadang ragu, karena kendala
bahwa anak saya butuh stimulus dari lingkungannya. Dia butuh
tahu norma apa saja yang boleh & tidakboleh dilakukan. Juga
butuh tahu mana orang yang tulus, nakal, jahat.. Jadi dilema
kalau mikirin sistem pendidikan di sekolah umum.
Manusia (56)
Manusia (57)
Manusia (58)
Manusia (59)
Manusia (60)
Kemanusiaan
Manusia (61)
Manusia (62)
Manusia (63)
Manusia (64)
Dari hal itu aku belajar, anak tidak boleh dicela apa pun
pilihan bajunya. Biarkanlah dia nyaman dengan pilihannya. Solusi
terbaik adalah begitu dia mandi, cepat-cepat saya susun baju dan
Frida Kusumastuti 154
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (65)
Har Minhar Bu, kalo waktu saya masih kuliah ndak ada
tempelan atau peringatan gituan, cuma kalo pas lagi
bertamu / ngapel tuh kalo dah pk 20.00 lampu teras
langsung Ma PET.???
Manusia (66)
Selama ini kami menduga Wildan akan tidak suka bila diajak
menonton karena dua hal: ruangan gelap dan suara sound yang
keras. Di samping itu, kita juga khawatir mengganggu penonton lain
karena suara-suara yang keluar dari mulut Wildan (dulu adik
menyebutnya kakak berbunyi) saat tayangan berlangsung. Nah,
pada suatu waktu, kami terpaksa ajak Wildan karena tidak ada yang
jaga di rumah, sementara saya wajib datang di suatu acara
pemutaran film dokumenter. Berhubung pemutarannya malam hari,
maka ayah harus mengantar dan itu artinya Wildan harus ikut serta.
Kami sudah berdebar-debar saja, khawatir dugaan-dugaan di atas
benar. Semenit dua menit, hingga 1,5 jam sudah berlalu, ternyata
Wildan tenang-tenang saja ikut menonton. Yang lebih mengagetkan
lagi, ketika sudah hampir pukul 21.00 WIB, jam tidurnya, kami mulai
mengajaknya beranjak meninggalkan ruangan. Eh, ternyata oh
ternyata, si dia singa ndutku itu tidak berkenan! Dia masih ingin di
dalam ruangan meskipun filmnya sudah berakhir, karena sesi
berikutnya adalah sesi diskusi. Ya Allah...jangan-jangan selama ini
sebenarnya dia ingin diajak menonton. Maaf ya, Nak.
Manusia (67)
Manusia (68)
Kesimpulanku: Dia mau mengerjakan tugas itu, tapi dia tidak mau
kalau tidak tuntas dan sempurna. Namun jika sempurna, dia merasa
sangat capek. Maka solusi Wildan sendiri adalah lebih baik menolak
tugas itu sekalian! Subhanallah.
Manusia (69)
Sang adik melapor, Ma, kakak tadi pup (buang air besar)
dan kakak bersihkan sendiri.
Sejak itu, walau sering kami tidak tega saat kakak meminta
bantuan, kami mencoba keras untuk konsisten menolaknya. Ayah
sering sembunyi di saat-saat seperti itu karena tidak tega melihat
ekspresi kakak saat meminta bantuan. Tapi, kadang kami bertiga
saling menguatkan dengan kompak bilang, Tidak! saat Wildan
meminta bantuan. Akhirnya, konsistensi itu membawa hasil
menggembirakan. Wildan menjadi semakin mandiri mengurus diri
sendiri. Konsistensi adalah kata kuncinya. (Malang, 21 Juli 2012)
Manusia(70)
Manusia (71)
Manusia (72)
Resi Adi Pratama, Dewie Slalu Hepie, Rumput Liar dan 21 lainnya
menyukai ini.
Manusia (73)
Manusia (74)
Manusia (75)
Manusia (76)
Manusia (77)
Manusia (78)
Manusia (79)
Manusia (80)
Manusia (81)
Ini hari kedua kami melewati jalan yang sama, jalan menuju
ke sebuah sekolahan yang pernah tidak disukai anakku Wildan.
Meskipun tujuan kami bukan ke tempat itu, namun Wildan selalu
rewel alias rese melewatinya, seolah dia sangat traumatik. Baru
setelah merasa yakin dan pasti kami tidak ke sekolah itu, dia akan
diam. Kami bersyukur sekali tidak memutuskan agar Wildan sekolah
di sana, padahal semua guru saat itu memotivasi bahwa meskipun
Wildan menangis dan mengamuk, tapi itu tidak apa-apa, lama-lama
dia akan diam walau harus berbulan-bulan. Begitu kata para guru.
Mereka memberi contoh dengan menceritakan kisah beberapa anak
yang awalnya memberontak dan menangis berbulan-bulan. Bahkan
katanya, ada yang sampai 8 bulan hanya menangis dan
memberontak. Menurut para guru di sana, anak autis harus
ditundukkan supaya mau bersekolah. Walau harus berkelahi
dengan guru sekali pun, anak-anak autis harus dibuat patuh pada
guru, baru diberi pelajaran sekolah.
Manusia (82)
Manusia (83)
Aku belajar dari hal ini, bahwa (1) Anak ingin segera pulang
dan bebas di rumah. (2) Anak menuntut perhatian orang tua
berkaitan dengan jadwal hariannya, dan yang paling kutakutkan (3)
Apakah anak merasa takut bahwa kami tidak akan menjemputnya?
Bahwa kami akan membuangnya? Sering aku menduga, apakah
poin ketiga itu yang ada di benak Wildan? Aku juga melihat hal yang
mirip pada salah satu temannya di SLB. Walau tidak menangis, tapi
temannya itu akan berjingkrak-jingkak senang bila penjemputnya
datang. Dia terlihat sangat exited! Lalu aku menduga-duga, apakah
dia merasa tidak aman bila kami tiada? Aku jadi tak karuan
membayangkan, bagaimanakah bila kami telah tiada?
Fatmala Sari, Phie Thie, Dyah Erni dan 21 lainnya menyukai ini.
Dwi Endang Kusumaningsih Ahmad juga berprilaku
seperti itu. Dia akan seketika berlari menyongsong
kedatangan saya walau saya masih jauh dihalaman
parkir. Dan bila saya tinggal diklat untuk waktu lebih dari 5 hari
maka pada hari ke 3 dia sudah akan menangis sepanjang hari
dan cenderung rewel meski dirumah dijaga nenek atau uwaknya.
Mereka merasakan "sentuhan" kasih saying yang berbeda bila
bersama kita orang tuanya mungkin.
Frida Kusumastuti Maaf sista Dwi Endang
Kusumaningsih ....aku menyesal menulis kalimat
terakhir...kita tidak boleh pesimis, ok? Cepat atau
lambat, anak-anak kita tidak akan tergantung lagi pada kita.
Mereka kuat! mereka kokoh!
Linda Yusmina Iya,bu Frida..... ^^ ... semua ada yang
ngatur (pesimis di delete jadi optimis). Wildan akan
menginjak dewasa dalam segala hal (seperti yang
diajarkan...) dengan keyakinan .. "Wildan-Wildan" yang lain
(anak-anak kita) takut kehilangan kita sebagai orangtua mereka,
kami (orang tua) juga begitu.
Rachmad K Dwi Susilo mungkin butuh balance
(tawazunitas) dalam melihat hidup...tidak boleh
ekstrim pada optimis maupun pesimis. Btw, anakku
kok malahan kadang terganggu aku jemput tepat waktu. Dia
Frida Kusumastuti 201
Belajar sebagai Manusia 2014
Manusia (84)
Manusia (85)
Manusia (86)
lapisan bibir, kuku, dan kulit telapak kaki kananku dulu mengelupas
karena Stephen Johnson Syndrome. Duh! Dus, jika Wildan jadi pilot,
dia pasti akan fokus dengan apa yang dilihat dan didengar, seperti
saat ini jika sudah mengenakan head set dan bermain Zuma. Tapi,
timbul juga pertanyaanku, Adakah yang mau jadi pasien dan
penumpangnya?
Manusia (87)
Manusia (88)
Manusia (89)
Manusia (90)
Manusia (91)
Manusia (92)
Sore kemarin, aku dapat SMS dari ayah, Ma, kakak minta
potong rambut dan dia memilih model sendiri.
Hah?! Serasa aku tidak percaya dengan SMS itu. Selama ini,
mengajak anakku Wildan potong rambut adalah hal yang dipenuhi
dengan bujuk rayu. Dia hanya mau pangkas di salon tertentu. Itu
pun dia pula yang memilih gunting dan tidak bisa ditawar, hehe.
Nah, sore kemarin, sebenarnya ayah yang berkepentingan potong
rambut, tapi Wildan diajaknya ikut serta. Setelah giliran ayah
selesai, tiba-tiba Wildan menggandeng tukang potong rambut
menuju tempat untuk keramas. Wildan naik dan membaringkan
tubuh tambunnya itu, siap untuk dikeramasi. Lalu usai keramas, dia
duduk di depan cermin, siap dipotong. Saat rambutnya mulai
dipotong, dia memberi isyarat dengan tangannya digerak-gerakkan
di rambut bagian atas. Ayah dan tukang potong berusaha
menerjemahkan keinginan Wildan. Ooo...rupanya Wildan ingin
model mohawk! Ketika ditunjukkan sebuah model, dia meng-iya-
kan dengan wajah senang. Oalah, ternyata tidak hanya pakaian saja,
sekarang Wildan juga mulai memilih model rambut untuk dirinya
sendiri, khas remaja masa kini.
Manusia (93)
------------------------
(1): Tidak jarang sejak Manusia (29), aku seolah kehabisan ide di
rumah. Sementara setiap pagi aku harus mengajar kuliah sela.
Alhasil, sering pula kugali-gali ide dalam perjalanan ke kantor.
Kadang kudapat ide itu dalam perjalanan, kadang tidak juga dapat
hingga sampai di kantor. Seperti biasa, para TU sudah duduk manis
di kantor jurusan. Dan seperti biasa, mereka sudah paham kalau aku
bilang, Mbak, komputernya nganggur gak? Saat di depan
komputer. aku sering bertanya pada mereka atau lebih tepatnya
bergumam, Aduuh..kok belum muncul ide ya? Enaknya nulis apa
nih mbak? Seringnya mereka hanya senyum bingung, hehehe. Atau
kadang aku dengan semangat berkata, Mbak...boleh nyelani
internet tidak? Saya lagi ada ide menulis nih. Waktunya kurang 10
menit lagi harus diunggah. Dewi dan Ayu pun bergeser, bahkan
sering membantu aku menyalakan internet. Terima kasih Dewi dan
Ayu.
------------------------
------------------------
------------------------
------------------------
------------------------
------------------------
(7): Sabtu (8/9), seharian aku berada di rumah karena ayah sakit.
Wildan juga libur sekolah. Hari ini telah kusiapkan dua tulisan untuk
edisi Minggu (manusia 79) dan edisi Senin (manusia 80), mumpung
ada inspirasi. Saat Isya, tiba-tiba koneksi jaringan internet melalui
modemku mengalami error terus. Aku bisa buka, namun tak bisa
unggah apa pun. Ya sudahlah, akhirnya aku tidur saja. Pukul 22.00
aku terbangun. Kucek ada pesan di inbox dari seseorang yang sangat
disukai Wildan saat-saat di kampus karena beliau begitu perhatian
pada Wildan. Aku terpana. Beliau mengirim tulisannya sendiri yang
berbasis hikmah yang didapat dari pertemuannya dengan Wildan di
hari Jumat (7/9). Tulisan itu, kesan itu, hikmah itu adalah persis
dengan yang telah kutulis untuk edisi senin (9/9)! Luar biasa. Betapa
aku terharu mendapati ada orang lain yang bisa melihat Wildan
sebagai paradigma. Seperti apa hikmah itu? Selamat menunggu
edisi Manusia (80) yaaa. Terima kasih bu Fardini Sabilah.
------------------------
------------------------
(9): Menulis, selain persoalan ide, juga persoalan bahasa. Nah, bila
MANUSIA ide utamanya adalah anakku Wildan dan manusia-
manusia di sekitarku, maka persoalan bahasa sangatlah berbeda.
Alhamdulillah, aku mendapat kehormatan untuk banyak belajar
bahasa manusia dari Asdar Muis. Sungguh asyik mengikuti kritik-
kritik tajamnya pada tulisanku. Persoalan kalimat yang harus
diperhatikan unsur Subjek Predikat Objek Keterangan (SPOK), soal
penggunaan tanda baca, dan imbuhan. Asdar Muis dengan baik hati
juga memberi ide cara membuat kesimpulan. Tentu selain kritik dan
koreksi, kami juga berdiskusi dan aku mendapat pujian, hehe. Asdar
Muis mengaku sangat senang dengan gaya essay-ku. Minggu lalu
aku mendapat kiriman buku Essay-nya, Tuhan Masih Pidato.
Semakin aku mengenal karakter tulisannya, semakin aku berani
diskusi dan kadang membela diri atas kritik-kritiknya, hahaha.
Namun harus kuakui, apa yang dikatakannya selalu benar perihal
tulisanku. Uniknya, Asdar Muis bisa dengan tepat menilai saat mana
aku tergesa-gesa menyimpulkan tulisan, seperti pada Manusia (44).
Aku begitu merasa ditelanjangi saat Asdar Muis merasakan aku
belum menemukan hikmah dari hal yang kutulis dan membuat
kesimpulan yang tidak jelas. Melalui bimbingannya, tulisan-tulisan
itu direvisi dan didiskusikan dari sisi yang berbeda. Sungguh, aku
merasa sangat bersyukur mendapatkan guru seperti dia.
------------------------
Tentang Penulis