Anda di halaman 1dari 10

BAB I : KLASIFIKASI JALAN DAN KENDARAAN

1.1 Umum

Jalan raya dapat digolongkan dalam klasifikasi menurut

fungsinya, dimana peraturan ini mencakup tiga golongan penting,

yaitu Jalan Utama, Jalan Sekunder dan Jalan Penghubung.

Jalan Utama : Jalan Raya Utama adalah jalan raya yang

melayani lalu lintas yang tinggi antara kota-kota

yang penting atau antara pusat-pusat produksi

dan pusat-pusat eksport. Jalan-jalan dalam

golongan ini harus direncanakan untuk dapat

melayani lalu lintas yang cepat dan berat.

Jalan Sekunder : Jalan Raya Sekunder ialah jalan raya yang

melayani lalu lintas yang cukup tinggi antara

kota-kota penting dan kota-kota yang lebih kecil,

serta melayani daerah-daerah di sekitarnya.

Jalan Penghubung : Jalan Penghubung adalah jalan untuk

keperluan aktivitas daerah yang juga dipakai

sebagai jalan penghubung antara jalan-jalan

dari golongan yang sama atau berbeda.

1.2 Klasifikasi Fungsional

1.2.1 Klasifikasi Fungsional dijabarkan dalam peraturan pemerintah

nomor : 26, 1985 yang berbunyi:

1
Pasal 3

1) Pembina jalan wajib mengusahakan agar jalan dapat

digunakan lagi sebesar-besar kemakmuran rakyat,

terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

nasional, dengan mengusahakan agar biaya operasi

kendaraan menjadi serendah-rendahnya.

2) Pembina jalan wajib mengusahakan agar jalan dapat

mendorong ke arah terwujudnya keseimbangan antar

daerah dalam tingkat pertumbuhannya dengan

mempertimbangkan satuan wilayah pengembangan dan

orientasi geografis pemasaran sesuai dengan struktur

pengembangan wilayah tingkat nasional yang dituju.

3) Dalam usaha mewujudkan pelayanan jasa distribusi yang

seimbang. Pembina jalan wajib memperhatikan bahwa jalan

merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan tersendiri

dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jalan sekunder

yang terjalin dalam hubungan hirarki.

Pasal 4

1) Sistem Jaringan Jalan Primer disusun mengikuti ketentuan

pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah

tingkat nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa

distribusi sebagai berikut:

2
a. Dalam Satuan Wilayah Pengembangan

menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu,

kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota

jenjang dibawahnya sampai ke Persil.

b. Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota

jenjang kesatu antar Satuan Wilayah Pengembangan.

2) Jalan Arteri Primer menghubungkan kota jenjang kesatu

yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota

jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.

3) Jalan Kolektor Primer menghubungkan kota jenjang kedua

dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota

jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.

4) Jalan Lokal Primer menghubungkan kota jenjang kesatu

dengan Persil atau menghubungkan kota jenjang kedua

dengan Persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga

dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan

kota jenjang di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan

Persil, atau kota di bawah jenjang ketiga sampai Persil.

Pasal 5

1) Sistem Jaringan Jalan Sekunder disusun mengikuti

ketentuan pengaturan tata ruang kota yang

menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai

fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder

3
kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke

perumahan.

2) Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer

dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan

kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder

kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder ke satu

dengan kawasan sekunder kedua.

3) Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan

sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau

menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan

kawasan sekunder ketiga.

4) Jalan Lokal Sekunder menghubungkan kawasan sekunder

kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan

sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder

ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

1.2.2 Klasifikasi Perencanaan

Dalam perencanaan geometrik jalan kota, klasifikasi

perencanaan jalan dibagi dua tipe yang berbeda dan beberapa

kelas (klasifikasi perencanaan) yang ditentukan berdasarkan

karakteristik lalu lintas dan volumenya.

1.3 lalu Lintas (Traffic)

1.3.1 Satuan Mobil Penumpang (SMP)

4
Satuan volume kendaraan dinyatakan dalam Satuan Mobil

Penumpang (SMP). Untuk menilai setiap kendaraan kedalam

Satuan Mobil Penumpang (SMP), bagi jalan-jalan di daera

datar digunakan koefisien di bawah ini:

Sepeda : 0,5

Mobil penumpang/sepeda motor :1

Truk ringan (berat kotor < 5 ton) :2

Truk sedang > 5 ton : 2,5

Bus :3

Truk berat > 10 ton :3

Kendaraan tak bermotor :7

Pada daerah berbukit/gunung faktor koefisien di atas

dapat diperbesar.

1.3.2 Volume Rencana

Klasifikasi perencanaan jalan-jalan kota terutama oleh

volume lalu lintas di samping oleh fungsi lainnya. Volume

lalu lintas (DTV) dinyatakan dalam SMP, yang

menyatakan volume harian lalu lintas kedua arah.

Beberapa elemen perencanaan jalan tertentu sangat

tergantung pada volume lalu lintas pada jam puncak, dan

dinyatakan dalam Volume Perjam Perencanaan IDHV).

Volume perjam dihitung sebagai berikut:

5
Untuk jalan 2 jalur:

(DHV) = DTV x (K / 100)

Untuk jalan berjalur banyak:

(DHV) = DTV x (K / 100) x (D / 100)

Dimana:

DHV = Volume Per Jam Perencanaan (PCU / 2

arah/jam) unuk jalan 2 jalur.

DTV = Volume lalu lintas rencana (PCU / 2 arah/hari)

K = Koefisien puncak (%)

K adalah perbandingan volume lalu lintas pada

jam ke-13 dibagi AADT (LHR tahunan), namun

bila data tersebut tidak tersedia, dapat

dipergunakan nilai koefisien 10%.

D = Koefisien arah (%)

D adalah koefisien arah hasil dari pengamatan

lapangan, bila data lapangan tidak ada dapat

dipergunakan D = 60%

1.4 Klasifikasi Perencanaan

1.4.1 Jenis Perencanaan

Berdasarkan jenis hambatannya, jalan-jalan di perkotaan

dibagi dalam dua tipe, yaitu:

6
Tipe I : Pengaturan jalan masuk secara penuh.

Tipe II : Sebagian atau tanpa pengaturan jalan masuk.

1.4.2 Kelas Perencanaan

Jalan-jalan tipe I terbagi dalam dua kelas, dan jalan-jalan

tipe II dibagi dalam 4 kelas seusai dengan klasifikasi fungsional

dan perencanaan volume lalu lintas

Jalan Tipe I

Fungsi Kelas
Arteri 1
Primer
Kolektor 2
Sekuder Arteri 2

Jalan Tipe II

Fungsi DTV (SMP) Kelas


Arteri - 1
Primer Kolektor > 10.000 1
< 10.000 2
Arteri > 20.000 1
< 20.000 2
Kolektor > 6.000 2
Sekunder
< 6.000 3
Jalan Lokal > 500 3
< 500 4

Catatan: Dalam perhitungan perencanaan volume lalu lintas

(DTV) untuk menentukan klasifikasi perencanaan

7
jalan, kendaraan tak bermotor tidak perlu ikut

diperhitungkan.

1.4.3 Dasar Klasifikasi Perencanaan

Tipe I, kelas I : Adalah jalan dengan standar tertinggi untuk

melayani lalu lintas yang cepat antar-regional

atau antar-kota dengan pengaturan jalan

masuk secara penuh.

Tipe I, kelas II : Jalan dengan standar tertinggi untuk

melayani lalu lintas cepat antar-regional atau

dalam melayani lalu lintas cepat antar-

regional atau di dalam kota-kota metropolitan

dengan sebagian atau tanpa pengaturan

jalan masuk.

Tipe II, kelas I : Standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 4

lane atau lebih, memberikan pelayanan

angkutan cepat bagi angkutan antar kota

atau dalam kota, dengan kontrol.

Tipe II, kelas II : Standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 2

atau 4 lane dalam melayani angkutan cepat

antar-kota dan dalam kota, teruatam untuk

persimpangan tanpa lampu lalu lintas.

Tipe II, kelas III : Standar menengah bagi jalan dengan 2 jalur

untuk melayani angkutan dalam distrik

8
dengan keepatan sedang, untk

persimpangan tanpa lampu lalu lintas.

Tipe II, kelas IV : Standar terendah bagi jalan satu arah yang

melayani hubungan dengan jalan-jalan

lingkungan MHT.

1.5 Kecepatan Rencana

Batas kecepatan untuk jalan di perkotaan haruslah dengan tipe

dan kelas yang bersangkutan

Tipe Kelas Kecepatan Rencana (km/jam)


Kelas I 100, 80
Tipe I
Kelas II 80, 60
Kelas I 60
Kelas II 60, 50
Tipe II
Kelas III 40, 30
Kelas IV 30, 20
* pada kondisi khusus

1.6 Pengaturan Jalan Masuk

Pertemuan antara jalan tipe I haruslah bebas hambatan, keluar

masuknya dari jalur utama harus mempergunakan jalur khusu.

Pertemuan antara jalan tipe II kelas II sekurang-kurangnya

menggunakan lampu lalu lintas.

Pertemuan antara jalan tipe II kelas II dapat mempergunakan

lampu lalu lintas atau tanpa lampu lalu lintas. Fungsi dari jalan lah

yang menentukan kebutuhan akan lampu lalu lintas. Kolektor

9
primer atau arteri sekunder dengan 4 jalur atau lebih dapat

mempergunakan lampu lalu lintas, sedangkan untuk tipe II kelas II

pada kolektor sekunder pada umtumnya tidak menggunakan

lampu lalu lintas.

Semua jalan tipe II kelas II dan kelas IV tidak memerlukan lampu

lalu lintas

Sumber :

University College London (1970). Standard Specification for

Geometric Design of Rural Highways.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga (1988).

Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (1985)

10

Anda mungkin juga menyukai