Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting


dan menjadi yang terutama di dunia pada sekarang ini. Pada tahun 1993 WHO
telah mencanangkan tuberculosis sebagai Global Emergency atau kedaruratan di
tingkat dunia. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta
kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah BTA positif. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB
di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000
penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per
100.000 penduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortalitas sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensi HIV yang cukup
tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Indonesia sendiri menduduki peringkat pertama dalam jumlah kasus
tertinggi TB di Asia Tenggara dan tertinggi ketiga di dunia setelah China dan
India. Tidak kurang dari 100 hingga 200 kasus baru per 100.000 penduduk setiap
tahunnya, dan yang lebih mengejutkan lagi Indonesia menyumbang tidak kurang
dari 10 % jumlah penderita TB di seluruh dunia.
Besar dan luasnya permasalahan akibat TB mengharuskan kepada semua
pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan
penanggulangan TB. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar, bukan hanya
dari aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi.
Seluruh negara di dunia sepakat untuk menyatakan TB sebagai ancaman terhadap
kesehatan dunia.

1
BAB II
PENYAJIAN KASUS

I. ANAMNESIS
Identitas
Nama : Nn. RS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 17 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kp Bongkok RT 004/009 Padaasih
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Masuk RS : 06 Agustus 2017 / 13.00 WIB

Anamnesis dilakukan pada tanggal 7 Agustus 2017 pukul 06.00 WIB

Keluhan Utama
Batuk berdahak

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak berwarna putih sejak satu
bulan sebelum masuk rumah sakit, keluhan disertai dengan sesak napas sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan demam dan
keringat saat malam hari. Pasien juga merasakan penurunan berat badan. Pusing
dan mual dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya riwayat mengkonsumsi obat paru 6 bulan,
asma, alergi, penyakit darah tinggi, kencing manis.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal di keluarganya ada yang menderita TB paru ataupun
penyakit dengan gejala yang serupa dengan yang dideritanya sekarang ini.

Riwayat Kebiasaan Sosial Ekonomi

2
Pasien merupakan pelajar, tidak ada riwayat kebiasaan merokok ataupun
terpajan gas-gas inhalasi berbahaya.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 7 Agustus 2017 pukul 06.30 WIB

Status Generalis
Keadaan umum : Kesan gizi kurang, sesak napas (+)
Keadaan sakit : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis, GCS : E4M6V5
Tanda vital
- Nadi : 74 x/menit, isi cukup, irama teratur
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Napas : 28 x/menit, teratur, kedalaman cukup,
jenis pernapasan abdomino-torakal
- Suhu : 37,0 oC (afebris)
Berat badan : 43 kg
Tinggi badan : 155 cm

Kulit : warna kulit sawo matang, sianosis (-), dekubitus (-)


Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris, dan nyeri tekan (-)
Mata : konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), palpebra cekung
Telinga : sekret (-)
Hidung : sekret (-), deviasi septum (-)
Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : pembesaran limfonodi (-), kaku kuduk (-),
deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-)
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis terlihat di ICS 5 - lin. midklavikula sinistra
- Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari ICS 5 lin. midklavikula sinistra
- Perkusi : dalam batas normal (tidak ada pembesaran jantung)

3
- Auskultasi : bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-),
ejection click (-), opening snap (-)

Abdomen
- Inspeksi : datar, venektasi (-), asites (-)
- Palpasi : hepar (teraba 2 jari di bawah arkus costa), lien tidak teraba
- Perkusi : asites undulasi tes (-), timpani (+)
- Auskultasi : bising usus normal (3 x/menit)

Ekstremitas
- Inspeksi : Edema tungkai (-), edema lengan (-), sianosis (-),
jari tabuh (-), capillary refill < 2 detik,
- Palpasi : pitting edema (-), tenderness (-), tumor (-), sikatriks (-),
hematom (-)

Status Lokalis
Paru
- Inspeksi : statis : simetris
dinamis : gerakan simetris, tidak ada paru tertinggal
- Palpasi : vokal fremitus normal, kanan = kiri di seluruh lapang paru
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : bunyi primer : vesikuler di kedua lapang paru
bunyi tambahan : ronki di kedua lapang paru

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium (hasil pemeriksaan tanggal 06 Agustus 2017)
Hemoglobin : 13,2 gr/dL
Eritrosit : 5,2 106 /uL
Leukosit : 12,5 103/uL
Hematokrit : 38,3 %

4
Trombosit : 282.000 / uL
MCV : 73,9 fL
MCH : 25,5 Pq
MCHC : 34,5 gr/dL
RDW : 13,2 %
Basofil : 0,5%
Eosinofil : 0,8%
Neutrofil Segmen : 78,6 %
Limfosit : 9,1%
Monosit : 11%

Rontgen thorax PA

Ekspertise:
Cor, sinus, dan diafragma normal.
Pulmo: hili kasar, corakan bronkhovaskular normal. Tampak bercak lunak pada
lapangan kanan tengah, kiri perihiler, tengah dan bawah.
Kesan: Bronchopneumonia, kemungkinan TB paru perlu dipertimbangkan.

IV. RESUME

5
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa keluhan batuk berdahak
berwarna putih sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit, keluhan disertai
dengan sesak napas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluhkan demam dan keringat saat malam hari. Pasien juga merasakan
penurunan berat badan. Pusing dan mual dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan; kesan gizi kurang, kesadaran
kompos mentis, TTV dalam batas normal, jantung dalam batas-batas normal; px.
Abdomen, dalam batas-batas normal; px. Paru bunyi napas primer vesikuler di
kedua lapang paru, bunyi napas tambahan ronki di kedua lapang paru.
Hasil pemeriksaan darah rutin dalam batas normal, sedangkan hasil
rontgent thorax menunjukkan kesan bronkhopneumonia dengan DD TB paru.

V. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : TB Paru
Diagnosis banding : Bronkhopneumonia

VI. TATALAKSANA
Non Medikamentosa :
- Tirah baring
- Terapi cairan RL 20 tpm
- Terapi nutrisi lunak (tinggi kalori, tinggi protein)

Medikamentosa :
- Rifampisin 1 x 450 mg
- Isoniazid 1 x 300 mg
- Etambutol 1 x 750 mg
- Pirazinamid 1 x 1500 mg
- Hepa-Q 1x1
- vectrin 3xCI

6
Usulan Pemeriksaan Lanjutan :
- Sputum BTA

VII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat
merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri
pathogen, tetapi hanya strain Bovin dan manusia yang patogenik terhadap
manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2-4 m, ukuran ini lebih kecil
daripada sel darah merah.
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 m dan tebal 0,3-0,6 m.
Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculose complex adalah M.
tuberculose, Varian Asian, Varian African I, Varian African II, M bovis.
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
Kelompok kuman Mycobacterium Other Than TB (MOTT, atypical) adalah
M. kansasi, M. avium, M. intra cellular, M. scrofulaceum, M. malmacerse, dan
M. xenopi.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid),
kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri
tahan asam (BTA) dan ia juga hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin (dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari sifat dorman inilah
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis aktif
kembali. Stuktur dinding mikobakterium tergolong unik dibandingkan dengan
prokariot lainnya, dinding lapisan dalamnya terdiri dari peptidoglikan yang
dimana sangat berperan terhadap bentuk dan integritas struktur dinding sel
bakteri tersebut. Struktur dari lapisan peptidoglikan pada mikobakterium agak
berbeda dari kebanyakan bakteri, karena memiliki beberapa residu kimiawi
khusus dan jumlah ikatan silangnya begitu banyak. Adapun persentase ikatan
silang pada M. tuberculosis ialah 70-80 % jika dibandingkan dengan bakteri

8
lain, contohnya E.coli yang memiliki ikatan silang peptidoglikan 20-30 %
saja.
Struktur lainnya yaitu Arabinogalaktan/ arabinomannan, suatu
polisakarida yang berikatan kovalen dengan peptidoglikan; dimana batas luar
struktur tersebut ter-ester-fikasi dengan asam lemak molekul besar yang
disebut asam mikolat (mycolic acid). Komponen asam mikolat ini memiliki
molekul panjang dan rantai bercabang, sekitar 60-90 atom karbon. Genus yang
memiliki asam mikolat ini antara lain; Mycobacterium, Dietzia, Rhodococcus,
Nocardia, Gordona. Susunan dari asam mikolat ini khas pada setiap
speciesnya, sehingga dapat menjadi alat identifikasi dari banyak spesies
mikobakterium. Asam mikolat yang spesifik untuk Mycobacterium
ruberculosis ialah alpha, keto, methoxymycolates; dengan rantai karbon 76-82,
84-89, dan 83-90.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intaseluler yakni
dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah
kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini
adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada
bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal
ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Dalam keadaan
dimana kadar oksigen menipis, kuman ini memperlihatkan penipisan dari
dinding selnya dengan mekanisme yang belum diketahui dengan jelas,
mungkin hal ini yang dapat dijadikan salah satu alasan mengapa kuman TB
lebih menyukai tempat atau jaringan dengan kandungan oksigen tinggi.
Tidak seperti bakteri Gram-negatif, mikobakterium tidak memiliki
tambahan membran di lapisan luar dinding selnya. Secara struktural
mikobakterium hampir mirip dengan bakteri Gram-positif. Namun begitu,
mikobakterium tidak cocok untuk dimasukkan dalam kategori bakteri Gram-
positif, karena molekul yang menempel pada dinding selnya sebagian besar
merupakan lipid, dan bukan protein ataupun polisakarida. Lagipula,
mikobakterium tidak menyerap warna kristal violet/ ungu gentian pada
pewarnaan Gram. Dinding selnya yang berlemak dari mikobakterium tidak

9
permeabel terhadap aniline dan pewarnaan rutin lainnya, walaupun sudah
dikombinasikan dengan fenol.
Untuk menemukan penyebab dari mikobakterium atau agen TB, maka
Robert Koch telah mengembangkan pewarnaan khusus yang menggunakan
pencelupan ke alkali. Pada penelitian selanjutnya, Ehrlich menemukan sifat
tahan asam dari basil tuberkel, dimana menjadi karakteristik utama dari
mikobakterium hingga sekarang ini. Kata tahan asam bermakna ketahanan
dari mikroorganisme terhadap pelunturan warna (decolorization) dengan
menggunakan larutan asam-alkohol setelah pencelupan dengan senyawa
arylmethane, yaitu karbolfuchsin. Pewarnaan ini menjadi standar diagnosis
dalam penampakan basil mikobakterium dari pemeriksaan terhadap spesimen
patologis; misalnya sputum atau jaringan paru.

B. Epidemiologi
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien

10
TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95%
kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara
berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak
daripada kematian karena kehamilan, persalinan, dan nifas.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif
secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 15 tahun. Selain
merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Munculnya pandemik HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan
TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan resiko kejadian TB secara
signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat
anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus
yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya epidemik TB yang sulit ditangani.
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah
India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB
di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru
dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per
100.000 penduduk.
Morbiditas TB Paru pada tahun 2000
NEGARA ESTIMASI JUMLAH KASUS (JUTA) KASUS/ 100.000 PENDUDUK
India 1,85 184
Cina 1,36 102
Indonesia 0,59 280
Nigeria 0,35 305
Filipina 0,25 330
Pakistan 0,25 175
Rusia 0,20 130
Vietnam 0,15 66
Thailand 0,09 142

C. Cara Penularan
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah
perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan
berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi
oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, suatu cara yang sangat mudah

11
menular dan rentan serta beresiko tinggi pada semua orang; sehingga TB paru
merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya.
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman dalam waktu
kurang dari 2 jam. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam bahkan
hingga satu hari dalam keadaan yang gelap dan lembab. Oleh karena itu situasi
dari lingkungan dalam rumah sendiri juga berperan besar dalam penularan TB
dalam satu keluarga.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
bakteri dalam percikan di udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan
tubuh yang rendah; diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
HIV merupakan faktor resiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya
tahan tubuh seluler (celluler immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta
(oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutann akan menjadi
sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi
HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian
penularan TB di masyarakat meningkat pula.

D. Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan

12
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh
orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel kurang dari 5 m.
kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia
dan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer
atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap jaringan
paru. Bila menjalar hingga ke pleura, maka tejadilah efusi pleura. Kuman
dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe,
orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri
masuk ke vena dan menjalar ke seluruh organ sperti paru, otak, ginjal,
tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh
bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal
+ limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya menjadi :
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak
terjadi.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia
yang luasnya lebih dari 5 mm dan 10% di antaranya dapat terjadi
reaktivasi lagi karena kuman yang dorman.
Berkomplikasi dan menyebar secara :
Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya,

13
Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya, kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus,
Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya,
Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

2. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)


Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis
dewasa (tuberkulosis post primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun
seperti pada malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal
ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di region atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau
inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus
hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma
yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan
ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia
muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung jumlah
kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi :
Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat,
Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras,
menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai
granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan
bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk
jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah
kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan

14
kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh
enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan
sitokin yang dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang
adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan
usia lanjut.

Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi sangat banyak bakteri.


Kavitas dapat menjadi :
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi
kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi
TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan
masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus.
Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.
Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif
kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik
kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergilus dan
kemudian menjadi mycetoma.
Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga
menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-
kadang berakhir sebagai kabitas yang terbungkus, menciut dan
berbentuk sepeerti bintang disebut stellate shaped.

Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni :


Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu
pengobatan lagi.
Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang
lengkap dan sempurna.
Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini
dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya
eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna
juga.

E. Manifestasi Klinis

15
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam
atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali
dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :
1. Batuk / batuk darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk
baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang
lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
2. Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
3. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah samapai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik / melepaskan nafasnya.
4. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

Pada pemeriksaan fisis, pemeriksaan terhadap keadaan umum pasien


mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,
suhu demam (afebris), badan kurus, atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu
kelainan apapun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi
secara asimptomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam,

16
akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran
getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi,
perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit
dibedakan dengan pneumonia biasa.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian
apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka
didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronkhial. Akan
didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring.
Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi
vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi
memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara
amforik. Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru
yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernafasan. Perkusi memberikan
suara pekak. Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
Untuk kasus TB ekstra paru, ada beberapa jenis yang sering menjadi
penyulit pada kasus TB paru sebagai penyakit primer infeksi mikobakterium.
Manifestasi TB ekstra paru tersebut antara lain :
1. TB kelenjar getah bening (Limfadenitis TB)
TB kelenjar getah bening pada kebanyakan kasus melibatkan KGB
daerah supraklavikula, rantai servikal anterio atau posterior. Berbeda
dengan infeksi mikobakterium yang berasal dari lingkungan luar paru;
kelenjar getah bening yang terkena paling sering melibatkan nodus
preaurikula, submandibula, sublingual, dan KGD lainnya yang drainase
menuju ke daerah orofaring. Terkadang kasus limfadenitis TB melibatkan
daerah axilla dan rantai inguinal. Catatan epidemiologi menggambarkan
bahwa limfadenitis TB lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dari
ras Oriental dan Indian.
2. TB pleura
Kejadian TB pleura pada TB primer di paru, diperkirakan
berhubungan dengan inflamasi pada permukaan pleura yang berdekatan
dengan lesi primer di parenkim paru. Inflamasi tersebut yang
menyebabkan robeknya pleura dan kemudian terjadilah efusi pleura. Ada

17
ditemukannya tuberkel di dekat daerah efusi, menunjukkan penyebab efusi
tersebut. TB pleura biasanya menunjukkan manifestasi seperti batuk, nyeri
dada tajam terutama ketika menarik napas, demam, sesak napas, lemah,
3. TB tulang dan sendi
TB tulang dan sendi lebih sering melibatkan daerah yang menjadi
tumpuan beban tubuh; seperti panggul, lutut, dan tulang belakang. Akan
tetapi, TB dapat juga mengenai tulang lainya, bahkan tulang pelvis dan
tengkorak. Biasanya infeksi pada tulang akan menyebar ke daerah
sekitarnya, termasuk persendian, dan kemudian menyebabkan artritis. Pada
tulang belakang, kondisi tersebut akan menyebabkan spondilitis dan
diskitis.
Daerah vertebra yang terkena bervariasi dan dipengaruhi oleh usia
pula. Pada orang remaja dan dewasa muda, daerah yang terlibat biasanya
dari vertebra torakal pertengahan hingga ke atas. Dikarenakan ukuran dari
medula spinalis hampir sama dengan kanalis spinalis, maka resiko
kompresi akan semakin meningkat pada lesi di tingkat segmen vetebra
yang lebih tinggi. Sebaliknya pada orang usia pertengahan dan yang lebih
tua, daerah torakal bawah dan lumbosakral yang lebih sering terkena,
sehingga dapat menyebabkan nyeri punggung belakang (Low Back Pain).
Hal ini menyebabkan diagnosis teliti diperlukan agar tidak dikelirukan
dengan kasus spinal yang murni non-infeksi atau degeneratif.
4. TB genitourinari
TB genitourinari, termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, uterus,
tuba fallopi, prostat, epididimis, dll. Kasus ini lebih sering pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki. Pasien TB dengan manifestasi TB
genitourinari dapat memberikan gambaran disfungi organ yang terkena,
hematuri, demam, menggigil, berkeringat, kelemahan, dan nyeri kolik.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan mikrobial, sering digunakan kultur
dari urin.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik.

18
Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit
yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal dan jumlah
limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
2. Pemeriksaan Sputum
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas.
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di tempat pelayanan
kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

b. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberculosis pada
penanggulangan TB khusunya untuk mengetahui apakah pasien yang
bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama
fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila
dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi :
Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak
Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda

c. Pemeriksaan Resistensi

19
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium
yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes
resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan
pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional
TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memeberikan
simpulan yang benar sehingga kemungkinan kesalahan dalam
pengobatan MDR dapat dicegah.

3. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Dalam beberapa hal, ia memberikan
keuntungan seperti pada tuberkulosis anak dan tuberkulosis milier. Pada
kedua hal di atas, diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan
radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen
apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai
tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumosia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan
dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini
dikenal dengan sebagai tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula
berdinding tipis. Lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat
menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada
kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi.
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis
fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non-sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis
dan emfisema.
Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan
adanya aktifitas penyakit, kecuali suatu infiltrat yang bertul-betul nyata.

20
Lesi penyakit yang sudah non-aktif, sering menetap selama hidup pasien.
Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, sering dijumpai pada orang-
orang yang sudah tua.
Menurut penampakannya pada organ paru, TB dibedakan menjadi
3 bentuk khusus; yaitu (Balkisson et al., 2003) :
TB Primer
TB primer secara umum dikenali dengan adanya infeksi baru pada
anak atau bayi, walaupun begitu hal tersebut dapat terlihat sekali-
sekali pada orang dewasa ataupun penderita HIV. Gambaran utama
dari TB primer ialah fokus pada parenkim (tempat dimana basil
mikobakterium berkumpul sementara) dan limfadenopati mediastinum
dan hilus ipsilateral yang reaktif mencolok. Terkadang efusi pleura
yang kecil hingga moderat dapat menjadi penyerta pada gambaran TB
primer. Fokus di parenkim secara umum tidak berbatas jelas, dan
terdapat infiltrat tanpa adanya kavitas. Kasus-kasus primer ini
biasanya ditemukan secara tidak sengaja ataupun setelah melakukan
tes Tuberkulin dengan hasil positif.
TB Reaktivasi
TB reaktivasi atau bentuk dewasa, biasanya terdapat gambaran
atau corakan pada lobus atas/ superior, infiltrat fibronodular dengan
berbagai gambaran konsolidasi dan/atau kavitas. Daerah paling sering
adalah pada segmen posterior-apeks paru dari lobus paru kanan
ataupun kiri, atau pada segmen superior dari lobus bawah. Namun
begitu, pada kasus penderita HIV, sepertiga dari orang dewasa dengan
HIV, memberikan gambaran atipik/ khusus dimana gambaran
mencolok pada lobus bawah saja. Gambaran pada gangguan lobus atas
paru, diduga diakibatkan oleh penyebaran hematogen selama infeksi
primer.
TB Milier
Gambaran Milier atau infeksi diseminata dari paru, terjadi ketika
terdapat penyebaran hematogen. Gambaran klasik terdapat nodul
tegas, berbatas jelas, seragam dalam ukuran sebesar biji kacang/
benih, paling banyak menempati lobus bawah paru. TB paru milier

21
biasanya sering pada orang dengan usia sangat lanjut atau pada pasien
imunokompromis. Akan tetapi, terkadang juga terdapat pada orang
dengan sistem imun baik. Seiring dengan perkembang proses TB
milier, nodul tersebut dapat semakin membesar dan bertambah
banyak, kemudian menyebabkan pembentukan kantong-kantong udara
di parenkim, yang selanjutnya menyebabkan obstruksi pernapasan.

4. Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosis, M. Bovis, vaksinasi
BCG dan Mycobacteria patogen lainnya. Pada penularan yang patogen
baik virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh
manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi
seluler pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibosi
humoral yang dalam perannya akan menekankan antibosi seluler.
Bila pembentukan antibodi seluler cukup, misalnya pada penularan
kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada
keadaan dimana pembentukan antibodi humoral amat berkurang (pada
hipogama-globulin), maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi
persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak
sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen tuberkulin
amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin beasr pengaruh antibodi
humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkannya.
Hasil tes Mantoux ini dibagi dalam :
Indurasi 0-5 mm (diameternya) Mantoux negatif (golongan no
sensitifity). Di sini peran antibodi humoral paling menonjol.
Indurasi 6-9 mm hasil meragukan (golongan low grade sensitifity).
Di sisni peran antibodi humoral masih menonjol.
Indurasi 10-15 mm Mantoux positif (golongan normal sensitifity).
Di sisni peran kedua antibodi seimbang.
Indurasi > 15 mm Mantoux positif kuat (golongan hypersensitifity).
Di sini peran antibodi seluler paling menonjol.

22
Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux 5 mm, dinilai positif.

G. Klasifikasi dan Tipe Pasien


Penentuan klasifikasi peyakit dan tipe pasien tuberkulosis
memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal :
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA positif
atau BTA negative
3. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati

Adapun beberapa istilah dalam definisi kasus ialah :


Kasus TB : pasien TB yang telah dibuktikan secara miroskopis atau
didiagnosis oleh dokter
Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan,
sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena


Tuberkulosis paru, ialah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura dan kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis ekstra paru, ialah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu


pada TB paru :
Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberculosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA psoitif dan biakan kuman T
positif.

23
1 atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Tuberkulosis paru BTA negatif


Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan

3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit


TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum
pasien buruk.
TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu :
TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi,
dan kelenjar adrenal.
TB ekstra paru berat, misalnya : meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang,
TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu :
Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh (Relaps)

24
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
Kasus setelah putus obat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari unit pelayanan kesehatan yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif seteleh selesai pengobatan ulangan.

H. Diagnosis
1. Diagnosis TB Paru Dewasa
Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau
lebih yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis.
Semua orang tersebut harus melakukan pemeriksaan dahak dalam waktu
dua hari yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB pada orang
dewasa di tegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Penemuan
BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan radiologi dada, biakan dan
uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.

25
Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan


dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan
foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu
dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut :
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada
kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung
diagnosis TB paru BTA positif
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negative setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti pneumothorax, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleura) dan pasien yang
mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis
atau aspergiloma).

26
2. Diagnosis TB Paru Anak
Diagnosis TB anak agak berbeda dari yang umum digunakan,
karena TB anak sebagian besar menimbulkan gejala yang tidak khas dan
gambaran radiologis yang tidak khas pula untuk TB. Untuk itu digunakan
sistem skoring pada diagnosis dan regimen pemberian obat untuk TB
anak, lebih lengkapnya bisa dilihat di penjelasan mengenai pengobatan
TB anak di halaman selanjutnya.

I. Pengobatan
1. Pengobatan TB Dewasa
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Terdapat 2 macam aktivitas / sifat obat terhadap tuberkulosis,
yakni :
Aktivitas bakterisidal, obat bersifat membunuh kuman-kuman yang
sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakterisid
biasanya diukur dari kecepatan obat tersebut membunuh atau
melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan
hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan).
Aktivitas bakteriostatik, obat ini hanya menghambat pertumbuhan
kuman-kuman tersebut tetapi tidak membunuh kuman tersebut.

Tebel 1. Jenis, Sifat, dan Dosis OAT

27
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

28
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia :
Kategori 1 : 2(HRZE)/4 (HR)3
Kategori 2 : 2(HRZE)/(HRZE)/5(HR)3E3
Kategori anak : 2 HRZ/4HR
Selain kategori tersebut, disediakan obat sisipan (HRZE), selama 1 bulan.

Paduan OAT kategori 1 dan 2 disediakan dlam bentuk paket berupa


kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara
disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT-KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 (Isoniazid dan Rifampisin) atau 4 (Isoniazid, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Etambutol) jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien. Sedangkan paket kombipak adalah paket obat lepas yang
terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol yang dikemas
dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan
dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT-KDT.
Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu pasien dalam satu masa
pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB :
Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan
penulisan resep.
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi lebih sederhana dan meningkatkan kepatuhan
pasien.

29
Paduan OAT dan Peruntukannya
a) Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
Pasien baru TB paru BTA positif
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru

Tabel 2.Dosis untuk Paduan OAT-KDT Kategori-1

Tabel 3. Dosis Paduan OAT-Kombipak Kategori-1

b) Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya :
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat

Tabel 4. Dosis paduan OAT-KDT Kategori-2

30
Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu
tiap hari
Berat RH(150/150) + E
RHZE (150/75/400/275) + S
Badan (400)
Selama 28
Selama 56 hari Selama 20 minggu
hari
30 37 2 tab 4KDT + 500 mg 2 tab 2KDT + 2 tab
2 tab 4KDT
kg Streptomisin Inj. Etambutol
38 54 3 tab 4KDT + 750 mg 3 Tab 2KDT + 3 Tab
3 tab 4KDT
kg Streptomisin inj. Etambutol
55 70 4 tab 4KDT + 1000 mg 4 tab 2KDT + 4 tab
4 tab 4KDT
kg Streptomisin inj. Etambutol
5 tab 4KDT + 1000 mg 5 tab 2KDT + 5 tab
71 kg 5 tab 4KDT
Streptomisin inj. Etambutol

Tabel 5. Dosis Paduan OAT-Kombipak Kategori-2

Catatan :
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal
untuk Streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat
badan.
Cara melarutkan Streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan air steril hingga 4 ml. (Jadi, 1 ml = 250 mg)

c) OAT Sisipan (HRZE)

31
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selam sebulan (28 hari).
Tabel 6. Dosis KDT untuk sisipan

Tabel 7. Dosis OAT-Kombipak untuk sisipan

2. Pengobatan TB Anak
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi
misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-
anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada
anak biasanya sulit,maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan
menggunakan sistem skor. Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI
telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan
menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap
gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi
digunakan oleh program nasional penanggulangan tuberculosis untuk
diagnosis TB anak.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem
skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 ( 6),
harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT. Bila skor
kurang dari 6 (< 6) tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka
perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti

32
bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto
tulang dan sendi, funduskopi, CT-scan dan lain-lain.

Tabel 8. Sistem Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB

Gambar 2. Alur Tatalaksana Pasien TB Anak

33
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan
cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik
klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak
merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan.
Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik
tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.

Kategori Anak (2HRZ/4RH)


Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan
diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari,
baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus
disesuaikan dengan berat badan anak.
Tabel 9. Dosis OAT-Kombipak pada Anak

Tabel 10. Dosis OAT-KDT pada Anak

34
Keterangan :
Bayi dengan berat badan < 5 kg dirujuk ke rumah sakit
Anak dengan BB 15-19 kg diberikan 3 tablet
Anak dengan BB 33 kg, dirujuk ke rumah sakit
Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
OAT-KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau
digerus sesaat sebelum diminum.

Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak


Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau
kontak erat dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan
pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan
sistem skoring didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid
(INH) dengan dosis 5-10 mm/kg/BB/hari selama 6 bulan. Bila anak
tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG
dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.

3. Pengobatan TB pada Keadaan Khusus


a. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak
berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO,
hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali Streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat
permanent ototoxic dan dapat menembus barrier placenta. Keadaan
ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya
sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar

35
dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular
TB.
b. Ibu Menyusui dan Bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak
berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman
untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB
harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang
tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB
kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi
tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
c. Pasien TB pengguna Kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil
KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya menggunakan
kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung
estrogen dosis tinggi (59 mcg).
d. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi
HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada
pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak
disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah
dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV
(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai
dengan standar WHO. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan untuk
menilai jumlah CD4.
Bila CD4 < 200 maka pengobatan ARV dimulai setelah
penggunaan OAT tolerable selama 2 minggu-2 bulan.
Bila CD4 200-350, pemberian ARV diberikan setelah selesai
pengobatan dengan OAT.
Bila CD4 > 350, maka pengobatan ARV tidak perlu terburu-buru
diberikan.
Pada pasien TB dengan infeksi HIV seharusnya diberikan
Cotrimoxazole, seebagai pencegahan infeksi lainnya.

36
e. Pasien TB dengan Hepatitis Akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut atau
klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB sangat
diperlukan dapat diberikan Streptomisin dan Etambutol maksimal 3
bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan
Rifampisin dan Isoniazid selama 6 bulan.
f. Pasien TB dengan Kelainan Hati Kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan
pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TB. Jika SGOT/SGPT
meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam
pengobatan, harus dihentikan. Jika peningkatannya kurang dari 3
kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan
pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirazinamid tidak
boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
g. Pasien TB dengan Gagal Ginjal
Isoniazid, Rifampisin, dan Pirazinamid dapat diekskresi
melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang
tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada
pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol
diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya
pada pasien dengan gangguan ginjal. Paduan OAT yang paling aman
untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
h. Pasien TB dengan DM
Kadar gula darah pasien harus selalu dikontrol dan dikoreksi
dengan obat antidiabetik. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi
efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonilurea) sehingga dosis obat
anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk
mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan
dengan anti diabetes oral. Pada pasien DM sering terjadi komplikasi
retinopati diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian
Etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.
i. Pasien TB yang perlu Tambahan Kortikosteroid

37
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang
membahayakan jiwa pasien seperti :
Meningitis TB
TB milier dengan atau tanpa meningitis
TB dengan pleuritis eksudativa
TB dengan perikarditis konstriktiva
Selama fase akut, Prednison diberikan dengan dosis 30-40
mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian
disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
j. Indikasi Operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi
paru), adalah :
1. Untuk TB paru
Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan
cara konservatif
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif
Pasien MDR-TB dengan kelainan paru yang terlokalisir
2. Untuk TB ekstra paru :
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB
tulang yang disertai dengan kelainan neurologik.
J. Efek Samping Pengobatan
Dalam pemakaian OAT tidak jarang ditemukan efek samping yang
mempersulit sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin
OAT yang bersangkutan masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang
kecil, tetapi bila efek samping ini sangat mengganggu, OAT yang
bersangkutan harus dihentikan pemberiannya, dan pengobatan OAT dapat
diteruskan dengan obat lain.
Tabel berikut menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan
pendekatan gejala.
Tabel 11. Efek Samping Ringan OAT

38
Tabel 12. Efek Samping Berat OAT

*) Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-


gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti
histamin seperti CTM, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan
ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada
sebagian pasien justru terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan
seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu hingga kemerahan kulit
tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien
perlu dirujuk.

K. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB


a. Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan

39
pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju
endap darah (LED) tidak digunakan unutk memantau kemajuan
pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan
spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan
dinyatakan negatif bila kedua spesimen tersebut negatif. Bila salah satu
spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak
tersebut dinyatakan positif.
Tindak lanjut dari pemeriksaan dahak mikroskopis tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 13. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Dahak

40
Tabel 14. Tatalaksana Pasien yang Berobat Tidak Teratur

41
*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama
pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan : lanjutkan pengobatan dulu
hingga seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan harus
diperiksa dahak.

b. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif


Sembuh

42
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan
pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.
Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab
apapun.
Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03
yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
Default (Putus Berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat minimal 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatnnya selesai.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

43
BAB IV

KESIMPULAN

Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan


oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organisme M. tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infksi
TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya droplet nuclei yang berisikan
organisme basil tuberkel dari seseorang penderita.
Pada Nn. RK ini memiliki masalah antara lain; batuk sejak 1 bulan
terakhir, demam disertai keringat saat malam hari. Pasien didiagnosis TB Paru dan
mendapatkan terapi Non-medikamentosa dan Medikamentosa. Non-
medikamentosa yaitu; tirah baring, diet TKTP dan cairan RL. Untuk terapi
Medikamentosa pasien mendapat OAT sesuai kategori 1, Hepa-Q untuk
memelihara fungsi hatinya, serta vectrine untuk keluhan gejala batuk.

44
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z., Bahar, A. 2007. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI

Amin, Z., Bahar, A. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI

Anonim. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2.


Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Brunton LL, et al. 2005. Goodman & Gilmans : The Pharmacological Basis of
Therapeutics. Edisi 11. California : The McGraw-Hill Company.

Chapman S, et al. 2005. Oxford Handbook of Respiratory Medicine, 1st Edition.


United Kingdom : Oxford University Press.

Danusantoso, H. 2000. Buku saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates

Hanley ME, Welsh CH. 2003. Current Diagnose & Treatment in Pulmonary
Medicine. Colorado : The McGraw-Hill Company.

Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar
Edisi 2. Jakarta: Widya Medika

Price, SA., Wilson, LM. 2006. Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Vol 1 Edisi 6. Jakarta: EGC

45

Anda mungkin juga menyukai