Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA,
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Pustaka
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus,
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun,
termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah
ada hak tertentu yang membebaninya (Sumarjono, 2009).
Pendaftaran berasal dari kata Cadaster (Bahasa Belanda kadaster) yaitu istilah untuk record
(rekaman), menunjukkan tentang luas, nilai dan kepemilikan atau lain lain atas hak terhadap suatu
bidang tanah. Selain itu, pendaftaran berasal dari bahasa latin Capilastrum yang berarti suatu
register atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi. Dalam artian yang tegas Cadaster
adalah rekord (rekaman daripada lahan lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk
kepentingan hukum lainnya) (Purba, 2006)
UUPA memberi pengertian pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yaitu rangkaian kegiatan
yang meliputi :
1.) Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah.
2.) Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut.
3.) Pembuktian surat surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktiaan yang kuat.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan yang berupa pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah akan menghasilkan pula peta-
peta pendaftaran tanah dan surat ukur. Di dalam peta pendaftaran tanah dan surat ukur akan diperoleh
keterangan tentang letak, luas, dan batas-batas tanah yang bersangkutan, sedangkan kegiatan yang
berupa pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut akan diperoleh keterangan-keterangan
tentang status tanahnya, beban-beban apa yang ada diatasnya, dan subyek dari haknya. Kegiatan
terakhir dari pendaftaran tanah adalah pemberian surat bukti atas tanah yang lazim disebut dengan
sertifikat.
Sedangkan pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997 adalah :
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai
bidang bidang tanah dan satuan satuan rumah susun termasuk pemberian surat bukti haknya bagi
bidang bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak hak
tertentu yang membebani (Santoso, 2008)
Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah secara
terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu yang ada di wilayah
wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam
memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda bukti dan
pemeliharaannya.
Universitas Sumatera Utara
Pendaftaran tanah mengandung unsur unsur sebagai berikut :
1.) Dilakukan secara terus menerus
Terus menerus dimaksudkan apabila sekali tanah itu didaftarkan maka setiap terjadi perubahan atas
tanah maupun subyeknya harus diikuti dengan pendaftaran tanah. Boedi Harsono berpendapat bahwa
kata terus menerus menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang sekali dimulai tidak akan ada
akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia selalu harus disesuaikan dengan perubahan
perubahan yang kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.
2.) Pengumpulan Data Tanah
Data yang dikumpulkan pada dasarnya meliputi 2 macam, yaitu :
a. Data fisik, yaitu data mengenai letak tanahnya, batas batas tanahnya dan luasnya berapa serta,
bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.
b. Data yuridis, yaitu mengenai nama hak atas tanah, siapa pemegang hak tersebut, serta peralihan
dan pembebanannya jika ada.
3.) Tujuan tertentu
Pendaftaran tanah diadakan untuk menjamin kepastian hukum (legal cadastre) dan kepastian hak
atas sebagaiman tercantum dalam ketentuan Pasal 19 UUPA. Hal tersebut berbeda dengan
pendaftaran tanah sebelum UUPA, yang bertujuan untuk dasar penarikan pajak (fiskal cadastre).
4.) Penerbitan alat bukti hak / sertifikat
Sertifikat adalah surat tanda bukti hak, diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang
bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridis yang telah di
daftar dalam buku tanah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 sertifikat terdiri atas
salinan buku tanah yang memuat data
Universitas Sumatera Utara
yuridis dan surat ukur yang memuat data fisik hak yang bersangkutan, yang dijilid menjadi satu
dalam suatu sampul dokumen. Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya
tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang
dikuasakan olehnya.
Konsep agraria tidak hanya mencakup tanah atau pertanian saja, tetapi memiliki cakupan yang lebih
luas dari itu. Konsep agraria juga merujuk pada berbagai hubungan antara manusia dengan sumber-
sumber agraria serta hubungan antar manusia dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan sumber-
sumber agraria (Sitorus,2002).
Pengembangan dan penyederhanaan proses-proses pelayanan pertanahan terus dijalankan, dengan
membangun terobosan-terobosan baru menjadi keniscayaan ketika menghadapi kenyataan bahwa
masih ada 69% dari 85 juta bidang tanah yang belum teregalisasi. Jika menggunakan skema yang
sudah dijalankan selama ini, maka perlu 110 tahun untuk dapat mensertifikatkan semua tanah
diseluruh Indonesia.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala. BPN berperan aktif
didalam mensukseskan program PPAN (Program Pembaharuan Agraria Nasional) dan di dalam
pembuatan sertifikat tanah untuk petani sehingga dapat meningkatkan hak tanah juga daya saing
petani pedesaan.
Paradigma pembangunan yang mengejar pertumbuhan telah membawa kondisi pertanian dan
pedesaan Indonesia menjadi terpuruk. Padahal, pedesaan dan pertanian merupakan dua wilayah vital
dalam pembangunan. Dimulai dari
Universitas Sumatera Utara
bergulirnya revolusi hijau yang justru telah menggadaikan kemandirian dan kedaulatan para petani.
Saat ini arah pembangunan masih diarahkan semata-mata pada pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan ekspor. Ujung-ujungnya, kondisi sosial ekonomi menjadi keropos dan negara tidak
mampu memenuhi hak sebagian besar rakyatnya untuk hidup layak dan bermartabat (Sumardjono,
2009).
Secara kategoris, subyek agraria dibedakan menjadi tiga yaitu komunitas (sebagai kesatuan dari unit-
unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi negara), dan swasta (private sector). Ketiga
subyek agraria tersebut memiliki ikatan dengan sumber-sumber agraria melalui institusi
penguasaan/pemilikan (tenure institution). Dalam hubungan-hubungan itu akan menimbulkan
kepentingan-kepentingan social ekonomi masing-masing subjek berkenaan dengan
penguasaan/pemilikan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria tersebut. Bentuk dari hubungan ini
adalah hubungan sosial atau hubungan sosial agraria yang berpangkal pada akses (penguasaan,
pemilikan, penggunaan) terhadap sumber agraria.
Komunitas
Sumber
Agraria
Swasta
Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
: hubungan teknis agraria
: hubungan sosio agraria
Gbr 1. Lingkup Hubungan - Hubungan Agraria ( Sitorus, 2002 )
Makna Reforma Agraria adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan
sumber-sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila makna ini di dekomposisikan, terdapat lima komponen
mendasar di dalamnya, yaitu:
1) Resturukturisasi penguasaan aset tanah ke arah penciptaan struktur sosial ekonomi dan politik
yang lebih berkeadilan (equity),
2) Sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare),
3) Penggunaan atau pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara optimal
(efficiency),
4) Keberlanjutan (sustainability), dan
5) Penyelesaian sengketa tanah (harmony).

Berdasarkan makna Reforma Agraria di atas, dirumuskan tujuan Reforma Agraria sebagai berikut:
1) Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil,

2) Mengurangi kemiskinan,

3) Menciptakan lapangan kerja,

Universitas Sumatera Utara


4) Memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi, terutama tanah,

5) Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan,

6) Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup, dan

7) Meningkatkan ketahanan pangan.

Badan Petanahan Nasional RI (2007)


Inti dari reforma agraria adalah upaya politik sistematis untuk melakukan perubahan struktur
penguasaan tanah dan perbaikan jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang
memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertainya, dan yang diikuti pula oleh perbaikan
sistem produksi melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian, perbaikan metode bertani,
hingga infrastruktur sosial lainnya.
Adapun tujuan dari Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) adalah:
1) Menciptakan pemerataan hak atas tanah diantara para pemilik tanah. Ini dilakukan melalui usaha
yang intensif yaitu dengan redistribusi tanah, untuk mengurangi perbedaan pendapatan antara petani
besar dan kecil yang dapat merupakan usaha untuk memperbaiki persamaan diantara petani secara
menyeluruh.

2) Untuk meningkatkan dan memperbaiki daya guna penggunaan lahan. Dengan ketersediaan lahan
yang dimilikinya sendiri maka petani akan berupaya meningkatkan produktivitasnya terhadap lahan
yang diperuntukkan untuk pertanian tersebut, kemudian secara langasung akan

Universitas Sumatera Utara


mengurangi jumlah petani penggarap yang hanya mengandalkan sistem bagi hasil yang cenderung
merugikan para petani.

Tanah merupakan sumberdaya strategis yang memiliki nilai ekonomis. Saat ini, jumlah luasan tanah
pertanian tiap tahun terus mengalami penurunan. Berkurangnya jumlah lahan pertanian ini
merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk serta aktivitas
pembangunan. Hal tersebut mengakibatkan permintaan akan lahanpun meningkat. Pada akhirnya,
terjadilah konversi lahan pertanian ke non-pertanian seperti perumahan, industri, dan lain sebagainya
untuk memenjuhi permintaan yang ada. Konversi lahan yang terjadi tak lepas dari kepentingan
berbagai pihak seperti pemerintah dan pihak swasta yang cenderung membawa dampak negatif
terhadap lingkungan.
Pembaruan agraria merupakan prasyarat utama bagi rakyat pedesaan yang selalu dalam posisi
termarginalkan untuk melepaskan diri dari eksploitasi kekuatan ekonomi besar dan penindasan
kekuasaan politik rezim yang dominan. Pembaruan agraria bertugas untuk menciptakan proses
perombakan dan pembangunan kembali struktur sosial masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan,
sehingga tercipta dasar pertanian yang sehat, terjaminnya kepastian pemilikan tanah bagi rakyat
sebagai sumber daya kehidupan, terciptanya sistem kesejahteraan sosial dan jaminan sosial bagi
rakyat pedesaan, serta penggunaan sumberdaya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dengan demikian pembaruan agraria yang dicita-citakan harus menganut falsafah kedaulatan rakyat
(Santoso,2008).
Universitas Sumatera Utara
Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mengingatkan pemerintah agar tidak sekadar
merealisasikan PPAN tapi juga memberi dukungan modal dan pemberdayaan petani sehingga dapat
produktif. Ketika PPAN digulirkan, maka pemerintah segera mem-back up dengan kebijakan
penyediaan sarana pendukung pertanian seperti penyediaan pasar, akses permodalan, dan penguatan
kelembagaan petani lewat koperasi.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di
bawah pemerintah dan bertanggung jawab kepada presiden dan dipimpin oleh kepala (Sesuai dengan
Perpres No. 10 Tahun 2006). Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral (Anonimus,2009).
Menurut Badan Petanahan Nasional RI (2007) makna Reformasi agraria melalui Program Pembaruan
Agraria Nasional (PPAN) adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan
pemilikan sumber-sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila makna ini di dekomposisikan, terdapat lima komponen
mendasar di dalamnya, yaitu:
1) Resturukturisasi penguasaan aset tanah ke arah penciptaan struktur sosial-ekonomi dan politik
yang lebih berkeadilan (equity),
2) Sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare),
3) Penggunaan atau pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara optimal
(efficiency),
4) Keberlanjutan (sustainability), dan
5) Penyelesaian sengketa tanah (harmony).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan makna Reforma Agraria di atas, maka tujuan Reforma Agraria diantaranya adalah untuk
menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil,
mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki akses rakyat kepada sumber-
sumber ekonomi, terutama tanah, mengurangi sengketa dan konflik pertanahan, memperbaiki dan
menjaga kualitas lingkungan hidup, dan meningkatkan ketahanan pangan.
Untuk menunjang keberhasilan PPAN, maka tanah atau obyek PPAN harus tersedia dalam jumlah
yang memadai dan dengan kualitas yang baik. Demikian pula jangka waktu penyediaan tanahnya
tidak boleh terlalu lama, dengan cara yang sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
sejalan dengan tahapan perencanaan yang telah ditentukan.
Tanah-tanah obyek reforma agraria pada dasarnya adalah tanah negara yang menurut peraturan
perundang-undangan dapat dijadikan sebagai obyek reforma agraria. Dengan pertimbangan-
pertimbangan di atas, tanah-tanah yang dapat dijadikan sebagai obyek reforma agraria adalah :
1) Tanah yang haknya tidak diperpanjang atau tidak mungkin diperpanjang;

2) Tanah yang berasal dari pelepasan hak

3) Tanah hak yang pemegangnya melanggar ketentuan dan atau yang tidak sejalan dengan keputusan
pemberian haknya;

4) Tanah obyek landreform;

5) Tanah bekas obyek landreform;

6) Tanah timbul;

7) Tanah bekas kawasan pertambangan

Universitas Sumatera Utara


8) Tanah yang dihibahkan oleh Pemerintah untuk reforma agraria;

9) Tanah tukar menukar dari pemerintah;

10) Tanah yang diadakan oleh pemerintah untuk reforma agraria;

11) Tanah pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi;

12) Tanah yang sudah dilepaskan dari kawasan kehutanan menjadi tanah negara yang pemanfaatan
tanahnya tidak sesuai dengan peruntukannya.

Tanah-tanah obyek Reforma Agraria ini, tersebar baik di wilayah padat maupun kurang padat
penduduk. Keberadaan tanah obyek Reforma Agraria dalam wilayah yang berpenduduk padat
dipandang strategis dan diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan pertanahan
seperti sengketa dan konflik pertanahan. Sengketa dan konflik pertanahan diperkirakan lebih
terkonsentrasi di wilayah-wilayah yang berpenduduk padat.
Sedangkan untuk wilayah berpenduduk kurang padat, tanah diperkirakan lebih tersedia dan lebih luas
sehingga lebih dimungkinkan untuk melaksanakan restrukturisasi penguasaan dan penggunaannya.
Untuk wilayah berpenduduk kurang padat, alternatif penyediaan tanah yang dapat dilaksanakan
adalah tanah yang berasal dari kawasan hutan, tepatnya pada kawasan Hutan Produksi yang dapat di-
Konversi (HPKv).
Pertimbangan penyediaan tanah dari kawasan Hutan Produksi yang dapat di-Konversi ini antara lain
adalah:
1) Menata penguasaan dan penggunaan tanahnya, sehingga fungsi ekosistem kawasan ini tetap
terjaga,
2) Peruntukan penggunaan sebagai kawasan hutan produksi dapat lebih diefektifkan,
Universitas Sumatera Utara
3) Peraturan perundang-undangan yang ada memungkinkan dilepaskannya tanah-tanah tersebut dari
kawasan hutan, dan
4) Meminimalkan persinggungan dengan tanah-tanah yang telah dikuasai oleh masyarakat.
Landasan Teori
Reforma Agraria, yang dalam implementasinya disebut juga Program Pembaruan Agraria Nasional
(PPAN), merupakan upaya bersama seluruh komponen bangsa dalam rangka menata kembali
ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah menuju struktur yang lebih
menjamin keadilan, keberlanjutan dan meningkatkan kesejahteraan, sesuai dengan prinsip tanah
untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. PPAN merupakan suatu proses yang berkesinambungan
berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan
kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia (Sumarjono, 2009).
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap objek
tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap
diarahkan kepada benda- benda, orang, peristiwa, pemandangan, lembaga, norma, dan lain- lain. Jika
individu bersikap positif terhadap objek tertentu, maka ia akan cenderung membantu atau memuji
atau mendukung objek tersebut , jika ia bersikap negatif, maka ia akan cenderung untuk
mengganggu, atau menghukum atau merusak objek tersebut. (Soetarno,1989)
Universitas Sumatera Utara
Definisi sikap antara lain sebagai berikut :
1) Berorientasi kepada respon
Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable)
maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada suatu objek.
2) Berorientasi kepada kesiapan respon
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Suatu pola perilaku, tendenasi
atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan.
3) Berorientasi kepada skema triadik
Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan
sekitarnya.
Komponen atau Struktur Sikap, antara lain terdiri dari :
1) Komponen kognisi yang berhubungan dengan belief (kepercayaan atau keyakinan), ide, konsep,
persepsi, stereotipe, opini yang dimiliki individu mengenai sesuatu.
2) Komponen Afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang, menyangkut
perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi.
3) Komponen Kognisi yang merupakan kecenderungan belum berperilaku.
(Marat ,1984).
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:
- Pengalaman pribadi

- Kebudayaan

- Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers)

- Media massa

- Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama

- Faktor Emosional

Pengamatan terhadap indikator sikap sewaktu individu berkesempatan untuk mengungkap sikapnya.
Dalam berbagai bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab dengansetuju atau tidak setuju.
Prosedur penskalaan dengan metode likert didasari oleh dua asumsi, yaitu:
1) Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai termasuk pertanyaan yang
favorable atau pertanyaan yang tak favorable
2) Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai
yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negatif.

(Azwar,1995).
Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif yang
berhubungan dengan kepercayaan atau keyakinan, ide, konsep persepsi, opini yang dimiliki individu
mengenai sesuatu, komponen afektif yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang
menyangkut perasaan individu terhadap objek, sikap dan menyangkut masalah emosi serta
bertingkah laku (Rahayuningsih, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Para petani dalam kemampuannya menerima pemberitahuan atau hal hal yang baru sifatnya tidak
sama atau akan sangat tergantung kepada keadaan status sosial, ekonomi, psikologis serta tingkat
pengetahuan dan pendidikannya. Petani yang berusia lanjut berumur sekitar lebih dari 50 tahun
biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian pengertian yang dapat
mengubah cara berfikir, cara bekerja dan cara hidupnya. Petani ini bersikap apatis terhadap adanya
tekhnologi baru (Kartasapoetra,1991).
Luas lahan pertanian akan dipengaruhi oleh skala usaha dan skala usaha ini pada akhirnya akan
mempengaruhi efisiensi atau tidaknya suatu peningkatan usaha pertanian ( Kartasapoetra, 1991).
Hubungan antara nilai nilai individu dan sikapnya tidaklah sederhana. Dalam satu hal, sejauh mana
berbagai sistem nilai individu membentuk perkembangan dan pengaturan sikap tampaknya
merupakan fungsi dari keterpusatan nilai. Jika bagi seorang ini merupakan nilai sentral (pusat) maka
sikap kelompok minoritas dapat bersifat sama nilainya dengan kelompok mayoritas (Krech dkk,
1996).
Sikap sikap yang selaras dengan sikap sikap lain dalam suatu kumpulan seyogyanya relatif lebih
mudah bergerak kearah yang selaras dibandingkan dengan sikap sikap yang tidak selaras dengan
sikap sikap lain. Teori keseimbangan memperkirakan bahwa suatu sikap yang dalam keadaan yang
tidak seimbang dengan sikap lain dalam suatu kumpulan akan bergerak cenderung menurut arah yang
akan menyeimbangkan sistem tersebut (Krech dkk, 1996)
Universitas Sumatera Utara
Kerangka Pemikiran
Tanah mempunyai ciri khusus yang bersegi dua, yakni sebagai benda dan sumberdaya alam. Seperti
halnya air dan udara, yang merupakan sumber daya alam karena tidak dapat diciptakan oleh manusia.
Tanah menjadi benda bila telah diusahakan oleh manusia, misalnya menjadi tanah pertanian atau
dapat pula dikembangkan menjadi tanah perkotaan. Pengembangannya dilakukan oleh pemerintah
melalui penyediaan prasarana yang akan meningkatkan nilai tanah dan disadari bahwa tanah adalah
benda yang dimiliki oleh masyarakat kerena di ciptakan melaui investasi dan keputusan masyarakat
melalui pemerintah.
Dalam implementasi program PPAN tersebut memunculkan sikap yang bervariasi sesuai apa yang
dialami masing-masing petani di daerah penelitian terhadap program PPAN tersebut yang
dipangaruhi oleh dorongan-dorongan dari dalam diri petani, baik faktor sosial seperti umur, tingkat
pendidikan, dan faktor ekonomi seperti luas lahan pertanian yang dimiliki, dan total pendapatan
keluarga.
Dimana sikap petani terhadap program PPAN merupakan bentuk dari reaksi ataupun respon terhadap
stimulus, yakni memunculkan dalam bentuk sikap positif atau negatif.
Universitas Sumatera Utara
Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Program PPAN
Faktor sosial:
Umur
Tingkat pendidikan

Faktor Ekonomi:
Luas Lahan
Total Pendapatan Petani

Petani
Sikap Petani
----------
Negatif
Postif
Keterangan : : Menyatakan Hasil
: Menyatakan Proses
---------- : Menyatakan Hubungan
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran, dapat diidentifikasikan beberapa hipotesis yang
berhubungan dengan penelitian sebagai berikut :
1) Sikap petani sampel terhadap program PPAN adalah positif

2) Ada hubungan karakteristik sosial ( umur, tingkat pendidikan formal,) ekonomi ( luas lahan, dan
total pendapatan keluarga) petani di daerah penelitian dengan program PPAN.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai