Tugas Wato.........
Tugas Wato.........
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dalam lima tahun
terakhir ini telah bahan membawa tampak terhadap tingkat peradaban manusia yang
membawa suatu perubahan besar dalam membentuk suatu pola dan perilaku masyarakat.
Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut antara lain terjadi pada bidang
telekomonikasi, informasi, dan komputer. Terlebih dengan terjadinya konvergensi antara
telekomonikasi, informasi, dan komputer. Dari fenomena konvergensi tersebut, saat ini orang
menyebutnya sebagai revolusi teknologi informasi. Istilah teknologi informasi sebenarnya
telah mulai di pergunakan secara luas pada awal tahun 1980. Teknologi ini merupakan
pengembangan dari teknologi komputer yang di padukan dengan teknologi telekomonikasi.
Teknilogi informasi sendiri diarti sebagai suatu teknologi yang berhubungan dengan
pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran data/ informasi tersebut dalam
batas-batas ruang dan waktu. Penggunaan teknologi informasi yang marak saat ini telah
mengindikasikan bahwa peradaban teknologi informasi yang merukan ciri dari masyarakat
kelombang ketiga telah nampak. Dengan demikian wujut peradaban yang diuraikan oleh
Alvin Toffler sebagian telah dapat dilihat kenyataannya. Toffler menguraikan bahwa
peradaban yang pernah dijalani oleh umat manusia terbagi dalam tiga gelombang.
Gelombang pertama terentang dari tahun 8000 sebelum masehi sampai sekitar tahun 1700.
Pada tahapan ini kehidupan manusia ditandai oleh peradaban agraris dan pemanfaatan energi
yang terbaru (renewable). Gelombang kedua berlangsung antara tahun 1700 hingga 1970 an
yang dimulai dengan munculnya revolusi industri. Selanjutnya adalah peradaban gelombang
ketiga yang kini mulai jelas bentuknya. Beradaban ini mulai di tandai dengan kemajuan
teknologi komonikasi dan informasi (pengolahan data). Dapak yang ditimbulkan dari
perdaban tersebut adalah arus informasi dalam kehidupan manusia moderen.
Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dalam 5 tahun ini telah membawa
dampak kepada tingkat peraban manusia yang membawa suatu perubahan besar dalam
bentuk pola dan perilaku masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut
antara lain terjadi pada bidang komonikasi , informasi, telekominikasi, dan komputer.
Kecendurungan terus berkembangnya teknologi tentunya membawa berbagai implikasi dan
juga diwaspadai. Upaya itu skarang telah melahirkan suatu produk hukum dalam bentuk
undang-undang No 11 tahun 2008 tentang informasi dan trasaksi elektronik (UU ITE).
Persoalan tersebut antara lain di karenakan :
Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara gambar peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (Electronic Mail), telegram teleks, telecopy, atau sejenisnya, dan lain
sebagainya. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa informasi
Elektronik dan/atau hasil cetaknya adalah alat bukti hukum yang sah dan merupakan
perluasan dari alat bukti yang sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
Transaksi Elektronik
Penyelenggaraan transaksi elektronik dalam dilakukan dalam lingkup ataupun privat.
Hal ini pun harus didukung oleh itikad baik dari para pihak yang melakukan interaksi
dan/atau pertukaran selama berjalannya transaksi. Hal ini diatur secara jelas dalam Pasal 17.
Transaksi Elektronik dapat dituangkan dalam kontrak elektronik, dimana apabila sebuah
transaksi elektronik dituangkan dalam sebuah kontrak elektronik, maka kontrak tersebut akan
mengikat para pihak.
Transaksi Elektronik dalam ruang cyber dapat juga dituangkan dalam sebuah kontrak
elektronik yang mengikat para pihak yang menyetujui kontrak tersebut. Dimana dalam
kontrak tersebut para pihak dapat memilih kewenangan hukum untuk mengadili jika terjadi
sengketa terhadap transaksi elektronik yang dibuat.
Kontrak Elektronik
Dalam UU ITE terdapat penegasan terhadap pengakuan kontrak yang dibuat secara
elektronik. Pasal 1 angka 17 menjelaskan bahwa Kontrak Elektronik adalah perjanjian para
pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik. Dengan demikian pada dasarnya Kontrak
Elektronik ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang perbuatannya yang dilakukan melalui
Sistem Elektronik. UU ITE tidak mengatur secara tegas syarat-syarat suatu kontrak dapat
diakui sebagai kontrak elektronik. Dengan demikian segala syarat yang diatur mengenai
kontrak (perjanjian) dalam Buku III KUHP Perdata berlaku untuk menentukan syarat sahnya
suatu kontrak elektronik tersebut.
Penyelesaian Sengketa
Terkait dengan penyelesaian sengketa perdata, UU ITE telah mengatur kemungkinan
diajukannya gugatan terhadap setiap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik
dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian (Pasal 38). Dengan
demikian setiap pihak yang merasa dirugikan dengan adanya Sistem Elektronik atau
penggunaan suatu teknologi informasi dapat mengajukan gugatan terhadap pihak tertentu.
Tata cara mengajukan gugatan ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Selain daripada itu UU ITE juga membuka kemungkinan bagi masyarakat untuk
mengajukan
gugatan perwakilan (Class Action) terhadap pihak-pihak yang menyelenggarakan Sistem
Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan
masyarakat (Pasal 38 ayat 2). Gugatan Class Action inilah yang kerap dilakukan oleh
masyarakat terhadap setiap penyelenggara Sistem Elektronik.
Selain penggunaan forum pengadilan dalam penyelesaian sengketa terkait dengan
penyelenggaraan Sistem Elektronik dan/atau penggunaan Teknologi Informasi, UU ITE
membuka kemungkinan dilakukannya penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute
resolution) untuk menyelesaikan sengketa tersebut, dengan demikian UU ini memungkinkan
para pihak untuk mengajukan sengketa tersebut untuk diselesaikan melalui forum arbitrase.
Penyidikan
Penyidikan terhadap setiap dugaan tindak pidana Cyber, dilakukan berdasarkan
ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UU ITE, dimana selain Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
dilingkungan pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik juga diberikan wewenang khusus sebagai penyidik tindak
pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 43).
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi
elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai
informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti
UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature Bagian
ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan
masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi
elektronik.
1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5
& Pasal 6 UU ITE);
2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14
UU ITE); dan
4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE)
5. perbuatan yang dilarang (cybercrimes). Beberapa cybercrimes yang diatur dalam UU
ITE, antara lain:
Dalam perjalanannya, poin no. 1-7 dijadikan satu peraturan pemerintah, dan juga
sudah disahkan yaitu Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Sistem Transaksi Elektronik ('PP PSTE'). Peraturan Pemerintah ini disusun sejak pertengahan
tahun 2008 dan disampaikan ke Kemkumham awal tahun 2010. Kemudian dilakukan
harmonisasi pertama, dan Menkumham menyerahkan hasilnya ke Menkominfo pada 30 April
2012. Menkominfo menyerahkan Naskah Akhir RPP ini ke Presiden pada 6 Juli 2012 dan
ditetapkan menjadi PP 82 tahun 2012 pada 15 Oktober 2012. PP ini mengatur sistem
elektronik untuk pelayanan publik dan nonpelayanan publik, sanksi administratif,
tanggungjawab pidana serta perdata penyelenggara, sertifikasi, kontrak, dan tanda tangan
elektronis, serta penawaran produk melalui sistem elektronik. (Aspek Hukum
Penyelenggaraan Sistem dan mahkama konstitusi Transaksi Elektronik, Ronny, 2013)
Perdagangan Elektronis
Terbaru, Pemerintah sedang menggodok dasar hukum untuk perdagangan elektronis atau e-
Commerce. Meskipun bukan amanat UU ITE, tetapi ini merupakan amanat UU Perdagangan
(pasal 66 ayat 4) dan mengacu kepada UU ITE dan UU Perlindungan Konsumen Selain itu
memang perkembangan e-Commerce yang tumbuh cepat membutuhkan dasar hukum dan
melindungi konsumen, produsen dan para pemain e-Commerce. Pembuatan RPP tersebut
diharmonisasi oleh kementerian terkait seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika,
Kementerian Hukum dan HAM, Bank Indonesia serta Kementerian Perdagangan. Akan
tetapi, meskipun naskah akademik RPP sudah beredar sejak tahun 2011 pengesahannya molor
dan tidak ada perkembangan hingga terdengar kembali pasca boomingnya e-Commerce
diawal tahun 2015 dimana Presiden dan Menteri sudah berganti. Menteri Kominfo
Rudiantara menjanjikan Blueprint e-Commerce untuk meningkatkan pertumbuhan e-
Commerce dan akan bersama Menteri Perdagangan untuk merumuskan aturan e-Commerce