Anda di halaman 1dari 6

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (IT)

UNDANGUNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN


TRANSAKSI ELEKTRONIK

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dalam lima tahun
terakhir ini telah bahan membawa tampak terhadap tingkat peradaban manusia yang
membawa suatu perubahan besar dalam membentuk suatu pola dan perilaku masyarakat.
Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut antara lain terjadi pada bidang
telekomonikasi, informasi, dan komputer. Terlebih dengan terjadinya konvergensi antara
telekomonikasi, informasi, dan komputer. Dari fenomena konvergensi tersebut, saat ini orang
menyebutnya sebagai revolusi teknologi informasi. Istilah teknologi informasi sebenarnya
telah mulai di pergunakan secara luas pada awal tahun 1980. Teknologi ini merupakan
pengembangan dari teknologi komputer yang di padukan dengan teknologi telekomonikasi.
Teknilogi informasi sendiri diarti sebagai suatu teknologi yang berhubungan dengan
pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran data/ informasi tersebut dalam
batas-batas ruang dan waktu. Penggunaan teknologi informasi yang marak saat ini telah
mengindikasikan bahwa peradaban teknologi informasi yang merukan ciri dari masyarakat
kelombang ketiga telah nampak. Dengan demikian wujut peradaban yang diuraikan oleh
Alvin Toffler sebagian telah dapat dilihat kenyataannya. Toffler menguraikan bahwa
peradaban yang pernah dijalani oleh umat manusia terbagi dalam tiga gelombang.
Gelombang pertama terentang dari tahun 8000 sebelum masehi sampai sekitar tahun 1700.
Pada tahapan ini kehidupan manusia ditandai oleh peradaban agraris dan pemanfaatan energi
yang terbaru (renewable). Gelombang kedua berlangsung antara tahun 1700 hingga 1970 an
yang dimulai dengan munculnya revolusi industri. Selanjutnya adalah peradaban gelombang
ketiga yang kini mulai jelas bentuknya. Beradaban ini mulai di tandai dengan kemajuan
teknologi komonikasi dan informasi (pengolahan data). Dapak yang ditimbulkan dari
perdaban tersebut adalah arus informasi dalam kehidupan manusia moderen.

Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dalam 5 tahun ini telah membawa
dampak kepada tingkat peraban manusia yang membawa suatu perubahan besar dalam
bentuk pola dan perilaku masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut
antara lain terjadi pada bidang komonikasi , informasi, telekominikasi, dan komputer.
Kecendurungan terus berkembangnya teknologi tentunya membawa berbagai implikasi dan
juga diwaspadai. Upaya itu skarang telah melahirkan suatu produk hukum dalam bentuk
undang-undang No 11 tahun 2008 tentang informasi dan trasaksi elektronik (UU ITE).
Persoalan tersebut antara lain di karenakan :

pertama, dengan lahirnya undang-undang No 11 tahun 2008 tentang transaksi dan


elektronik tidak semata-mata UU ini bisa di ketahui oleh masyarakan dan pengguna
teknologi informasi dan praktisi hukum.

Kedua, berbagai bentuk berbagai perkembangan teknologi yang menimbulkan


penyelenggaraan dan jasa baru harus dapat diidentifikasikan dalam rangka antisipasi terhadap
pemecahan berbagai bersoalan teknis yang harus diangaap baru sehingga dapat dijadikan
bahan untuk penyusunan berbagai peraturan berbagai pelaksanaanya.

Ketiga, pengayaan di bidang-bidang hukum yang sifatnya sektoral (rejim hukum


baru) akan makin menambah semarak dinamika hukum yang akan menjadi bagian sistem
hukum nasional. Konvergensi bidang telekomonikasi salah satunya adalah aktifitas dalam
dunia siber yang telah berimplikasi luas pada seluruh aspek kehidupan. Persoalan yang
muncul adalah basgaimana untuk penggunaannya tidak terjadi singgungan yang
menimbulkan persoalan hukum. Kegiatan siber tidak lagi bisa dibatasi oleh teori suatu negara
dan aksesnya denga mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun, karena itu kerugian
dapat terjadi baik pada pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan
sekalipun misalnya dalam pencurian dana kartu kregit melalui pembelanjaan di internet.
Meskipun secara nyata kita merasakan semua kemudahan dan manfaat atas hasil konfergensi
itu, namun bukan hal yang mustahil dalam berbagai penggunaannya terdapat berbagi
permasalahan hukum. Sebagai contoh misalnya, dari suatu konvergensi di dalamnya terdapat
data yang harus diolah pada hal masalah data elektronik ternyata sangat rentang untuk
diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim keberbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan
detik. Proses konvergensi teknologi tersebut menghasilkan sebuah revolusi peradaban yang
mencipkan berbagai aplikasi baru yang pada ahirnya mengaburkan pula batasan-batasan jenis
layanan, misalnya VOIP yang merupakan layanan turun dari internet, BROADCATING VIA
internet. (RADIO INTERNET DAN TV INTERNET) dan sebagainya. Dengan semakin
pesatnya perkembangan teknologi informasi, maka pengaturan teknologi informasi tidak
cukup hanya peraturan perundang-undangan yang konvensional, namun di butuhkan
pengaturan kusus yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari kondisi masyarakat,
sehingga tidak ada jurang antara suptansi peraturan hukum dengan realitas yang berkembang
dalam masyarakat. Secara yuridis untuk ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk
mengkatagorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional untuk dapat di
jadikan objek dan berbuatan, sebab jika cara ini ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan
hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan siber adalah kegiatan virtual yang berdampak
sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Aplikasi yang sangat banyak dipakai
dari kegiatan siber adalah trasaksi-transaksi elektronik, sehingga transaksi secara Onlain saat
ini menjadi isu yang paling aktual. Tanpa pengaman ketat dan canggih, perkembangan
teknologi informasi tidak memberikan manfaat yang maksimal kepada masyarakat.
Pendekatan keamanan informasi harus dilakukan secara holistik, karena itu terdapat tiga
pendekatan untuk mempertahangkan keamanan di dunia maya, Hukum sebagai alat
pembaharuan sosial (A TOOL OF SOCIAL ENGINEERING) harus dapat digunakan untuk
memberikan jalan terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat, terutama terhadap
perkembangan-perkembangan di bidang teknologi. Perkembangan elektronik sebagai bentuk
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi inilah yang menjadi landasan filosofi
dibentuknya UU ITE. Penggunaan elektronik sudah sedemikian rupa, mulai dari aktivitas
keuangan sampai dengan aktivitas lainnya yang sifatnya menghasilkan informasi dan bersifat
transaksional dimana alat elektronik adalah hal yang semakin hari semakin vital.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi
elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik telah menjadi bagian dari
perniagaan nasional dan internasional. Kegiatan melalui media sistem elektronik meskipun
bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan hukum yang nyata, sebab akibat dari
tindakan dalam ruang cyber berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat
elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikategorikan sebagai pihak yang telah
melakukan perbuatan hukum secara nyata. Berkaitan dengan hal ini maka diperlukan adanya
peraturan yang mengatur serta melindungi pihak-pihak yang terkait.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik


mengatur secara jelas mengenai hal-hal yang terkait dengan cyberspace dan transaksi
elektronik, sebagaimana yang akan dijelaskan sebagai berikut :

Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik

Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara gambar peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (Electronic Mail), telegram teleks, telecopy, atau sejenisnya, dan lain
sebagainya. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa informasi
Elektronik dan/atau hasil cetaknya adalah alat bukti hukum yang sah dan merupakan
perluasan dari alat bukti yang sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Transaksi Elektronik
Penyelenggaraan transaksi elektronik dalam dilakukan dalam lingkup ataupun privat.
Hal ini pun harus didukung oleh itikad baik dari para pihak yang melakukan interaksi
dan/atau pertukaran selama berjalannya transaksi. Hal ini diatur secara jelas dalam Pasal 17.
Transaksi Elektronik dapat dituangkan dalam kontrak elektronik, dimana apabila sebuah
transaksi elektronik dituangkan dalam sebuah kontrak elektronik, maka kontrak tersebut akan
mengikat para pihak.

Transaksi Elektronik dalam ruang cyber dapat juga dituangkan dalam sebuah kontrak
elektronik yang mengikat para pihak yang menyetujui kontrak tersebut. Dimana dalam
kontrak tersebut para pihak dapat memilih kewenangan hukum untuk mengadili jika terjadi
sengketa terhadap transaksi elektronik yang dibuat.

Tanda Tangan Elektronik


Adanya UU ITE memberikan pengakuan secara tegas adanya tanda tangan elektronik
yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan
konvesional selama tanda tangan tersebut dapat dijadikan alat untuk melakukan verifikasi dan
autentifikasi penandatangan yang bersangkutan.

Kontrak Elektronik
Dalam UU ITE terdapat penegasan terhadap pengakuan kontrak yang dibuat secara
elektronik. Pasal 1 angka 17 menjelaskan bahwa Kontrak Elektronik adalah perjanjian para
pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik. Dengan demikian pada dasarnya Kontrak
Elektronik ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang perbuatannya yang dilakukan melalui
Sistem Elektronik. UU ITE tidak mengatur secara tegas syarat-syarat suatu kontrak dapat
diakui sebagai kontrak elektronik. Dengan demikian segala syarat yang diatur mengenai
kontrak (perjanjian) dalam Buku III KUHP Perdata berlaku untuk menentukan syarat sahnya
suatu kontrak elektronik tersebut.

Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana


Mengingat dalam penggunaan suatu sistem elektronik dan teknologi informasi kerap
menimbulkan suatu permasalahan, maka UU ITE telah mengatur secara tegas setiap
perbuatan yang dikategorikan sebagai Perbuatan yang Dilarang (Cyber Crime) yang dapat
menimbulkan kewajiban pidana bagi setiap orang yang melakukan perbuatan tersebut.
Perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 Undang-Undang ITE.

Penyelesaian Sengketa
Terkait dengan penyelesaian sengketa perdata, UU ITE telah mengatur kemungkinan
diajukannya gugatan terhadap setiap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik
dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian (Pasal 38). Dengan
demikian setiap pihak yang merasa dirugikan dengan adanya Sistem Elektronik atau
penggunaan suatu teknologi informasi dapat mengajukan gugatan terhadap pihak tertentu.
Tata cara mengajukan gugatan ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Selain daripada itu UU ITE juga membuka kemungkinan bagi masyarakat untuk
mengajukan
gugatan perwakilan (Class Action) terhadap pihak-pihak yang menyelenggarakan Sistem
Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan
masyarakat (Pasal 38 ayat 2). Gugatan Class Action inilah yang kerap dilakukan oleh
masyarakat terhadap setiap penyelenggara Sistem Elektronik.
Selain penggunaan forum pengadilan dalam penyelesaian sengketa terkait dengan
penyelenggaraan Sistem Elektronik dan/atau penggunaan Teknologi Informasi, UU ITE
membuka kemungkinan dilakukannya penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute
resolution) untuk menyelesaikan sengketa tersebut, dengan demikian UU ini memungkinkan
para pihak untuk mengajukan sengketa tersebut untuk diselesaikan melalui forum arbitrase.

Penyidikan
Penyidikan terhadap setiap dugaan tindak pidana Cyber, dilakukan berdasarkan
ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UU ITE, dimana selain Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
dilingkungan pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik juga diberikan wewenang khusus sebagai penyidik tindak
pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 43).
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi
elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai
informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti
UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature Bagian
ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan
masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi
elektronik.

Beberapa materi yang diatur, antara lain:

1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5
& Pasal 6 UU ITE);
2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14
UU ITE); dan
4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE)
5. perbuatan yang dilarang (cybercrimes). Beberapa cybercrimes yang diatur dalam UU
ITE, antara lain:

Penyelenggaran Sistem Transaksi Elektronik

Dalam perjalanannya, poin no. 1-7 dijadikan satu peraturan pemerintah, dan juga
sudah disahkan yaitu Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Sistem Transaksi Elektronik ('PP PSTE'). Peraturan Pemerintah ini disusun sejak pertengahan
tahun 2008 dan disampaikan ke Kemkumham awal tahun 2010. Kemudian dilakukan
harmonisasi pertama, dan Menkumham menyerahkan hasilnya ke Menkominfo pada 30 April
2012. Menkominfo menyerahkan Naskah Akhir RPP ini ke Presiden pada 6 Juli 2012 dan
ditetapkan menjadi PP 82 tahun 2012 pada 15 Oktober 2012. PP ini mengatur sistem
elektronik untuk pelayanan publik dan nonpelayanan publik, sanksi administratif,
tanggungjawab pidana serta perdata penyelenggara, sertifikasi, kontrak, dan tanda tangan
elektronis, serta penawaran produk melalui sistem elektronik. (Aspek Hukum
Penyelenggaraan Sistem dan mahkama konstitusi Transaksi Elektronik, Ronny, 2013)

Tata Cara Intersepsi

Poin nomor 8 tadinya sempat direncakan menjadi Peraturan Pemerintah tersendiri,


akan tetapi koalisi masyarakat menggugat pasal ini ke tahun 2011. Mahkamah menyetujui
serta mengharuskan Pasal ini dibuat Undang Undang tersendiri bukannya Peraturan
Pemerintah karena intersepsi atau penyadapan membatasi sebagian hak asasi manusia yang
menurut pasal 28J UUD 1945, harus berbentuk Undang Undang.

Perdagangan Elektronis

Terbaru, Pemerintah sedang menggodok dasar hukum untuk perdagangan elektronis atau e-
Commerce. Meskipun bukan amanat UU ITE, tetapi ini merupakan amanat UU Perdagangan
(pasal 66 ayat 4) dan mengacu kepada UU ITE dan UU Perlindungan Konsumen Selain itu
memang perkembangan e-Commerce yang tumbuh cepat membutuhkan dasar hukum dan
melindungi konsumen, produsen dan para pemain e-Commerce. Pembuatan RPP tersebut
diharmonisasi oleh kementerian terkait seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika,
Kementerian Hukum dan HAM, Bank Indonesia serta Kementerian Perdagangan. Akan
tetapi, meskipun naskah akademik RPP sudah beredar sejak tahun 2011 pengesahannya molor
dan tidak ada perkembangan hingga terdengar kembali pasca boomingnya e-Commerce
diawal tahun 2015 dimana Presiden dan Menteri sudah berganti. Menteri Kominfo
Rudiantara menjanjikan Blueprint e-Commerce untuk meningkatkan pertumbuhan e-
Commerce dan akan bersama Menteri Perdagangan untuk merumuskan aturan e-Commerce

Pencemaran Nama Baik


Pasal Pencemaran nama baik paling sering digugat ke MK. Terdapat dua kasus diawal
UU ITE, yaitu PUTUSAN Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Putusan Nomor 2/PUU-VII/2009.
Dalam putusan tersebut, MK menolak permohonan pemohon bahwa Pasal 27 ayat (3) dan
Pasal 45 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Bahwa menurut
Mahkamah, penghinaan yang diatur dalam KUHP (penghinaan off line) tidak dapat
menjangkau delik penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan di dunia siber
(penghinaan on line) karena ada unsur di muka umum. Dapatkah perkataan unsur
diketahui umum, di muka umum, dan disiarkan dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2)
KUHP mencakup ekspresi dunia maya? Memasukkan dunia maya ke dalam pengertian
diketahui umum, di muka umum, dan disiarkan sebagaimana dalam KUHP, secara
harfiah kurang memadai, sehingga diperlukan rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu
kata mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diakses.

Anda mungkin juga menyukai