Disusun Oleh :
Katarina (G1F014061)
Kelas : A
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi,
perkembangan di dunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari
semakin banyak jenis penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan
pun terus dikembangkan. Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu
liquid, solid dan semi solid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan
industri. Penggunaan suatu eksipien dalam sediaan farmasi dilakukan
berdasarkan karakteristiknya, contohnya eksipien untuk tablet enterik
harus memiliki sifat yang tahan terhadap pH lambung. Pemahaman
terhadap karakteristik tiap eksipien sangat penting dalam suatu tahap
formulasi, misalnya suatu eksipien tablet enterik harus memiliki sifat
yang sensitif terhadap pH basa, sedangkan untuk sediaan gel diperlukan
eksipien yang memiliki daya menyerap air dan mengembang baik agar
didapatkan sifat gel yang baik.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis
yang sesuai untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Kelebihan dari sediaan
semi solid yaitu praktis, mudah digunakan pada bagian luar tubuh serta
dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaannya. Sediaan
semi solid memiliki kekurangan, salah satu diantaranya yaitu mudah
ditumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut, para ahli
farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara
tepat. Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah
yang tepat untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan
cara menentukan formulasi yang baik dan benar dengan memperhatikan
konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan
dikombinasikan dengan baik dan benar.
B. Rumusan Masalah
2
Apakah peran dan contoh eksipien dalam sediaan semi solid?
Apakah fungsi eksipien dalam suatu formula sediaan semi solid?
C. Tujuan
Mengetahui peran dan contoh eksipien dalam sediaan semi solid.
Mengetahui fungsi eksipien dalam suatu formula sediaan semi solid.
BAB II
PEMBAHASAN
3
A. Definisi Eksipien
Eksipien atau bahan penolong adalah materi yang terdapat dalam obat
namun tidak memiliki zat aktif. Fungsinya adalah sebagai pembawa atau pelarut
zat aktif sehingga memungkinkan penyampaian obat. Eksipien meningkatkan
kualitas fisik obat dengan mempengaruhi transport obat dalam tubuh, mencegah
kerusakan sebelum sampai ke sasaran, meningkatkan kelarutan dan
bioavailabilitas, meningkatkan stabilitas obat, menjaga pH dan osmolaritas,
menstabilkan emulsi, mencegah disosiasi zat aktif dan memperbaiki penampilan
sediaan. Tahapan awal dalam proses pembuatan sediaan farmasi yang berpusat
pada sifat-sifat fisika kimia zat aktif, dimana dapat mempengaruhi penampilan
obat dan perkembangan suatu rancangan bentuk sediaan (Ansel, 1989).
Eksipien adalah zat tambahan yang tidak mempunyai efek farmakologi.
Macam-macam fungsi dan contoh eksipien yaitu penyalut, pelicin, pengisi,
penghancur, pewarna, pemanis, pengikat dan pengawet. Kriteria eksipien yaitu
harus netral secara fisiologis, stabil, tidak mempengaruhi bioavailibilitas obat,
sesuai peraturan undang-undang (Ansel,1989).
Eksipien farmasetika adalah bahan (substansi) yang terdapat dalam proses
pembuatan sediaan yang tidak memiliki aktivitas farmakologi atau terdapat
dalam produk obat jadi (finished pharmaceutical product dosage form)
(Lachman, 1994).
Eksipien dapat mempengaruhi (Lieberman, 1988) :
1. Mempengaruhi transport obat dalam tubuh
2. Mencegah obat rudak sebelum sampai ke target
3. Meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas
4. Meningkatkan stabilitas obat
5. Menjaga pH dan osmolaritas
6. Sebagai antioksidan dan penstabil emulsi
7. Sebagai propelan dalam aerosol
8. Mencegah disosiasi zat aktif
9. Memperbaiki penampilan sediaan
Eksipien penting karena (Lieberman, 1988) :
1. Untuk keamanan
2. Mempermudah proses pembuatan
3. Berdampak pada kualitas produk
Interaksi eksipien dan zat aktif akan memberikan implikasi terhadap
(Lieberman, 1988) :
1. Stabilitas produk terutama jika terdapat air
4
2. Produk jadi
3. Proses pelepasan obat
4. Mempengaruhi aktivitas terapeutik zat aktif
5. Mempengaruhi profil efek samping zat aktif
Sifat fungsional eksipien yang dapat diperbaiki (Lieberman, 1988) :
1. Meningkatkan laju alir
2. Kompressibilitas
3. Penghomogenisasian massa
4. Meningkatkan kelarutan
5. Meningkatkan sensitifitas lubrikan
6. Sebagai superdisintegran
7. Mengubah profil laju disolusi
Co-processed compound (Lieberman, 1988) :
1. Mengurangi sifat lengket
2. Meningkatkan retensi air
3. Mengontrol kandungan udara
4. Meningkatkan proses pembasahan dan kelarutan
5. Menambah hidrofobisitas.
C. Contoh zat dari masing-masing fungsi disertai monografi dan kelebihan serta
kekurangannya
1. Pelarut
a) Alkohol (Rowe, 2009).
7
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P,
dan dalam eter P
Bobot Jenis : 0,8119 sampai 0,813
Titik didih : 78,29C
Titik lebur : -114,14C
pKa : 15,9
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya; ditempat sejuk, jauh dari nyala api
Keuntungan (Anief, 2002) :
Alkohol rendah dapat larut dalam air dengan tidak terbatas
Titik didih maupun kelarutan alkohol dalam air cukup tinggi.
Pengurang rasa sakit
Mudah menguap
Tidak tahan panas
b) Air
8
Tegangan permukaan yang rendah dibanding cairan biologi dan
jaringan sehingga meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan
adhesi sel.
2. Pengental
a) Gelatin (Rowe, 2009)
9
Selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi
peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi
pembentukan gel.
b) Paraffin
Tidak berfluoresensi.
10
Mudah tengik karena oksidasi, kurang sesuai dengan kondisi kulit
dan dapat menyebabkan iritasi.
Dapat teroksidasi oleh panas dan cahaya.
3. Pembawa
a) Adeps Lanae / Lemak Bulu Domba / Lanolin
Pemerian : Massa seperti lemak, lengket, warna kunig, bau
khas.
Kelarutan : Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air
lebih kurang 2 kali beratnya, agak sukar larut dalam
etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah
larut dalam eter, dan dalam kloroform.
Titik lebur : 38-44C
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu
kamar terkendali.
(Depkes RI, 1995)
Inkompatibilitas : Lanolin mungkin mengandung prooksidan yang
dapat mempengaruhi stabilitas bahan aktif obat.
(Rowe, 2009)
Keuntungan (Ansel, 1989) :
Meningkatkan sifat serap air
Memudahkan salep melekat pada mukosa yang basah
Kerugian (Anonim, 1978) :
Praktis tidak larut dalam air, agar sukar larut dalam etanol.
11
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Keuntungan (Asfi, 2012) :
Memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak
sebagai pembalut penutup.
Tidak bercampur dan tidak larut dalam air.
Tidak tengik
Tidak terabsobsi pada kulit
Kerugian (Asfi, 2012) :
Sukarnya bercampur atau tidak larut dalam air, sehingga sukar
dihilangkan atau dicuci bila melekat pada kulit, sehingga yang
menggunakan kurang menyenanginya
Berlemak dan tidak dapat dikombinasikan dengan cairan yang
mengandung air, hanya dapat menyerap air 5 %, jarang
dipengaruhi oleh udara, kelembaban kebanyakan bahan obat dan
bahan kimia
4. Pengawet
a) Nipagin / Methylis Parabenum (Rowe, 2009)
Kekurangan :
b) Nipasol
13
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
14
Memperbaiki konsistensi dan mutu terhapusnya suatu krim jika
dipergunakan pada kulit sehingga memungkinkan krim dapat
menyebar tanpa digosok.
b) Tween 80
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau
asam lemak, khas (Anonim, 2013).
15
Terjadi penghilangan warna dan atau pengendapan dengan bahan-
bahan seperti fenol, tannin, tar.
6. Suspending agent
a) Gom Arab (Rowe, 2009)
b) CMC
16
Pemerian : Putih atau hamir putih, higroskopik (Anonim,
2013)
7. Humektan
a) Gliserin (Depkes RI,1979)
17
Kelarutan : Larut dengan air dan dengan etanol 95 %, praktis
tidak larut dalam kloroform dalam eter dan dalam
minyak lemak dan dalam minyak menguap.
Titik lebur : 18C
Titik didih : 290C
Bobot jenis : 1,261 g/ml
pH larutan :7
Stabilitas : Higroskopik dengan adanya udara dari luar (mudah
teroksidasi), mudah terdekomposisi dengan adanya
pemanasan, mengkristal dalam suhu rendah, kristal
tidak akan mencair sampai dengan suhu 20C akan
timbul ledakan jikadicampur dengan bahan
teroksidasi.
Kelebihan :
Bersifat hidroskopis (menyerap air) sehingga dapat mencegah
kekeringan pada sediaan semi solid (Setyaningtyas, 2008).
Larut baik dalam air (Pahan, 2006).
Menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut
kontak) dan meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut
(Syamsuni, 2006).
Kekurangan :
b) Sorbitol
18
pH : 4,5-7 (Rowe, 2009)
Kelebihan :
Sangat mudah larut dalam air
Mempunyai berat molekul dan viskositas paling tinggi
dibandingkan dengan propilen glikol dan gliserol (Sagarin, 1957)
Merupakan bahan kimia yang relatif inert dan kompatibel dengan
sebagian besar eksipien (Boylan, 1986)
Kekurangan (Depkes RI, 1995) :
Sukar larut dalam etanol, metanol dan dalam asam asetat
8. Enhancer
a) Asam Oleat (Anonim,1979)
19
Merupakan asam lemak tidak jenuh dengan konfigurasi cis yang
efektif meningkatkan permeabilitas kulit (Kanikkannan et al.,
2006).
Dapat meningkatkan penetrasi senyawa-senyawa yang bersifat
hidrofilik atau lipofilik (Swarbrick dan Boylan, 1995; Williams
dan Barry, 2004).
Kekurangan :
Bersifat mengabsorbsi oksigen dan lama kelamaan menjadi gelap
sehingga harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya dan berada di tempat kering (Cable, 2006).
9. Antioksidan
a) BHA (Butil Hidroksi Anisol) (Rowe,2009)
C. Kesimpulan
Eksipien dalam setiap sediaan, baik dalam sediaan padat, semi padat
maupun cairan berperan penting dalam menghantarkan zat aktif hingga
mencapai target aksinya. Peran yang dimiliki oleh eksipien yaitu antara
22
lain pelarut, pengental, pembawa, pengawet, emulgator, suspending agent,
humektan, enhancer, dan antioksidan.
Fungsi eksipien dalam suatu sediaan semi solid dalam jurnal yang kami
gunakan yaitu CMC-Na, digunakan sebagai basis yang bertujuan untuk
memperoleh gel yang jernih, bersifat netral, dan memiliki daya pengikat
zat aktif yang kuat; gliserin dan propilenglikol bekerja sebagai humektan
atau penahan lembab yang berfungsi meningkatkan daya sebar sediaan dan
melindungi dari kemungkinan sediaan menjadi kering.
D. Daftar Pustaka
Anief, Moh. 2002. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Anonim. 2011. Japanese Pharmacopeia Sixteenth Edition. Japan: Minister of
Health, Labour and Welfare.
Anonim. 2013. British Pharmacopeia. London: Council of Europe.
Ansel, H.C.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta :
UI Press
Ansel, H. C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.
Arvanitoyannis, Psomiadou E., Nakayama A., Alba S. and Yamamoto N. 1997.
Edible Film from Gelatin, Solube Starch and Polyol. Journal Food
Chemistry, 60(4).
Asfi, Dzul. 2011. Ilmu Resep. Makassar: Smk Kesehatan Terpadu Mege Rezky.
23
Aulton, M. E. 2002. Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design,
Second Edition. ELBS Fonded by British Government.
Aulton, M. E. 2003. Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design,
Second Edition, 408, ELBS Fonded by British Goverment.
Barel, O. A., Paye, M., Mailbach, H. I. 2001. Handbook of Science and
Technology. New York: Marcel Dekker Inc.
Boylan, J. C. 1986. Handbook of Pharmaceutical Excipient. Washington DC:
American Pharmaceutical Association and The Pharmaceutical Society
of Great Britain.
Cable, C.G. 2006. Oleic Acid, in Handbook of Pharmaceutical Excipients,
Fifth Edition. Rowe, R.C., Sheskey, P. J., Owen,S.C, Pharmacutical
Press, London, 412.
Cooper, J. W., Gunn. 1975. Dispensing for Pharmaceutical Students, Twelfth
Ed.10. London: Pitman Medical Publishing Co. Ltd.
Departemen Kesehatan RI . 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Han, C., et al. 2004. Edible Coatings to Improve Storability and Enhance
Nutritional Value of Fresh and Frozen Strawberries (Fragaria ananassa)
and Raspberries (Rubusideaus). Postharvest Biology Technology, 33:67-
78.
Jenkins, G.L., Don, E.F., edward, A.B., Gleen, J.S., 1957. Scovilles The Art
Of Compounding. London: McGraw-Hill Book Company.
Johanes, H. 1973. Pengantar Kimia Koloid dan Kimia Permukaan. Yogyakarta:
UGM Press.
Kanikkannan, N., R. J. Babu, and M. Singh. 2006. Penetration Enhancer
Classification, in: Percutaneous Penetration Enhancer, 2nd ed. Taylor
and Francis Group.
Karim, Djuniasti. 2014. Farmasetika Dasar. Makassar: Politeknik Kesehatan
Kemenkes Jurusan Farmasi.
Lieberman et al., 1990, Pharmaceutcal Dosage Form. New York: Marcel
Dekker Inc.
Martindale, W. 1997. Martindale : The Extra Pharpacopoeia, 27th Editions.
London: The Pharmaceutical Press.
Pahan, Iyung. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Bogor : Penebar
Swadaya, 244.
24
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Weller, P.J. 2003. Hand Book of
Pharmaceutical Excipient 4th Edition. London: Pharmaceutical Press
and American Pharmaceutical Association.
Rowe, Raymond C; Paul J Sheskey; Marian E Quinn. 2009. Handbook of
Pharmacetical Exipients sixth edition. London: Pharmaceutical Press.
Sagarin, E. 1957. Cosmetics Science and Technology. New York: Interscience
Publishers Inc.
Saifullah, T.N, dan Rina Kuswahyuning. 2008 .Teknologi dan Formulasi
Sediaan.
Setyaningtyas, Anggraeni Gigih. 2008. Formulasi Produk Pangan Darurat
Berbasis Tepung Ubi Jalar, Tepung Pisang, Dan Tepung Kacang Hijau
Menggunakan Teknologi Intermediate Moisture Foods (Imf). (Skripsi).
Institut Pertanian Bogor.
Titaley, Stany, Fatimawali dan Widya A. Lolo. 2014. Formulasi dan Uji
Efektifitas Sediaan Gel Ekstra Etanol Daun Mangrove Api-Api
(Avicennia marina) sebagai Antiseptik Tangan. Pharmacon, 3(2): 99-
106.
Sulaiman,T.N.S dan Rina Kuswahyuning. 2008. Sediaan Cair Semi Padat.
Yogyakarta: Laboratorium Teknologi Formulasi Fakultas Farmasi Gadjah
Mada University.
Syamsuni, A. 2006.Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Swarbrick, J. dan Boylan, J. 1995. Percutaneous Absorption, in Encyclopedia
of Pharmaceutical Technology, Volume 11. New York: Marcel Dekker
Inc.
Trommer, H., dan Neubert, R.H.H. 2006. Overcoming The Stratum Corneum:
The Modulation of Skin Penetration. Skin Pharmacology and
Physiology. 19: 106-121.
Wade, Ainley and Paul J. Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical
Excipients, edisi kedua. London: The Pharmaceutical Press.
Williams, A. C., dan Barry. 2004. Penetration Enhancer. Advanced Drug
Delivery Review, 56: 603-618.
25