Bahyan 1
Bahyan 1
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Beradasarkan latar belakang di atas , maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah Apakah ada Hubungan Peran Ibu dalam Keberhasilan Toilet Training pada
Anak Usia Toddler di Paud Melati II Desa Bumirejo Kec. Kebumen Kab. Kebumen
tahun 2014? .
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan peran ibu dalam keberhasilan toilet training pada anak
usia toddler di PAUD Melati II Desa Bumirejo Kab. Kebumen.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi peran ibu dalam toilet training di PAUD Melati II Desa
Bumirejo Kab. Kebumen.
b. Mengidentifikasi keberhasilan toilet training di PAUD Melati II Desa
Bumirejo Kab. Kebumen.
c. Menganalisis hubungan peran ibu dalam keberhasilan toilet training di
PAUD Melati II Desa Bumirejo Kab. Kebumen.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang toilet
training pada balita.
2. Bagi institusi
Dapat sebagai tambahan kepustakaan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
kesehatan serta membantu pelaksanaan proses belajar mengajar terutama mata
kuliah tentang pembelajaran toilet training.
3. Ibu
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan tentang toilet
training dan sikap serta peran orang tua dalam menerapkan praktek toilet training.
4. Peneliti
Peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan, sikap
serta praktik dan penerapan toilet training pada balita .
E. KEASLIAN PENELITIAN
1. Pusparini (2009) melakukan penelitian dengan judul hubungan pengetahuan ibu
tentang toilet training dengan perilaku ibu dalam melatih toilet training pada anak
usia toddler di Desa Kadokan Sukoharjo. Hasil dari penelitian ini adalah
pengetahuan ibu terhadap toilet training di Desa Kadokan Sukoharjo sebagian
besar dalam kategori baik, perilaku ibu dalam melatih toilet training pada anak
usia toddler di Desa Kadokan Sukoharjo juga sebagian besar dalam kategori baik,
dan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang toilet
training dengan perilaku ibu dalam melatih toilet training pada anak usia toddler
di Desa Kadokan Sukoharjo. Persamaan dengan penelitian ini adalah variable
yang diteliti adalah toilet training pada anak usia toddler, pengumpulan data
dilakukan dengan memberikan kuesioner dan observasi pada orang tua. Perbedaan
dengan penelitian ini adalah pengetahuan ibu dengan perilaku ibu dalam melatih
toilet training sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah hubungan peran
ibu dalam keberhasilan toilet training, penelitian tersebut menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif sedangkan penelitian yang akan dilakukan
menggunakan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan cross
sectional, perbedaan yang lain adalah lokasi penelitian yang diambil di Desa
Kadokan Sukoharjo sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah di PAUD
Melati II Desa Bumirejo Kab. Kebumen.
2. Rosita. 2008, melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Tingkat
Pendidikan dan Sikap Ibu Terhadap Penerapan Toilet Training Pada Anak Usia
Toddler di TK Al Fath Kecamatan Pare Kabupaten Kediri. Peneliti tersebut
Menggunakan metode Cross Sectional , hasilnya menunjukan bahwa Terdapat
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Sikap Ibu Dalam Penerapan Toilet
Training Pada Anak Toldder ( p = 0,371 ). Persamaan dengan penelitian ini
adalah toileting pada anak, pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan
observasi pada orang tua . Sedangkan perbedaanya adalah pada variable peran
ibu, Jenis penelitian survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional,
perbedaan yang lain adalah tempat penelitian yang diambil di TK Al Fath
Kecamatan Pare Kabupaten Kediri sedangkan penelitian yang akan dilakukan
adalah di di PAUD Melati II Desa Bumirejo Kab. Kebumen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Kesiapan fisik
1) Kontrol volunter sfingter anal dan utrtral, biasanya pada usia 18
sampai 24 bulan.
2) Mampu tidak mengompol selama 2 jam, Jumlah popok yang basah
berkurang, tidak mengompol selama tidur siang.
3) Defekasi teratur.
4) Keterampilan motorik kasar yaitu duduk, berjalan dan berjongkok.
5) Keterampilan motorik halus, membuka pakaian.
b. Kesiapan mental
1) Mengenali urgensi defekasi atau berkemih.
2) Keterampilan komunikasi verbal atau non verbal untuk
menunjukkan keinginan buang air besar atau buang air kecil.
3) Saat basah atau memiliki urgensi defekasi atau berkemin.
4) Keterampilan kognitif untuk menirukan perilaku yang tepat dan
mengikuti perintah.
c. Kesiapan psikologis
1) Mengekspresikan keinginan untuk menyenangkan orang tua.
2) Mampu duduk di toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa bergoyang
atau terjatuh.
3) Keingintahuan mengenai kebiasaan toilet orang dewasa atau
kakak.
4) Ketidaksabaran akibat popok yang kotor oleh feses atau basah,
ingin untuk segera diganti.
d. Kesiapan parental
1) Mengenali tingkat kesiapan anak.
2) Berkeinginan untuk meluangkan waktu untuk toilet training.
3) Ketiadaan stres atau perubahan keluarga, seperti perceraian, pindah
rumah, sibling baru atau akan bepergian.
3. Tahapan Toilet Training
a. Biasakan anak ke toilet dan lakukan secara rutin.
b. Latih anak untuk buang air besar atau buang air kecil di toilet.
c. Jelaskan fungsi toilet.
Ada 3 aspek dalam pra- toilet training yaitu :
a. Menyebutkan istilah untuk buang air besar atau buang air kecil.
Misalnya menyebutkan kata pipis untuk buang air kecil dan eek untuk
buang air besar.
b. Memberi kesempatan melihat orang lain memakai toilet, ini
memungkinkan anak melihat, mengajukan pertanyaan dan belajar cara
menggunakan toilet.
c. Mengajari mengganti celana
Ganti celana balita secepatnya jika basah karena ompol atau kotoran.
Dengan begitu, anak akan merasa risih bila memakai celana basah atau
kotor. Tapi jangan memarahi balita jika mengompol atau buang air besar
di celana.
4. Pengkajian Masalah Toilet Training (Hidayat,2004)
Pengkajian kebutuhan toilet training merupakan sesuatu yang harus
diperhatikan sebelum anak melakukan buang air besar atau kecil, mengingat
bahwa anak yang melakukan buang air besar atau kecil akan mengalami proses
keberhasilan dan kegagalan, selama buang air kecil dan besar. Proses tersebut
anak dialami oleh setiap anak, untuk mencegah terjadinya kegagalan maka
dilakukan suatu pengkajian sebelum melakukan toilet training yang meliputi :
a. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan
melakukan buang air besar dan kecil dapat meliputi kemampuan motorik
kasar seperti berjalan, duduk, meloncat dan kemampuan motorik halus
seperti mampu melepas celana sendiri. Kemampuan motorik ini harus
mendapat perhatian karena kemampuan untuk buang air besar ini lancar
dan tidaknya dapat ditunjang dari kesiapan fisik sehingga ketika anak
berkeinginan untuk buang air besar atau kecil sudah mampu dan siap
untuk melaksanakannya. Selain itu, yang harus dikaji adalah pola buang
air besar yang sudah teratur, sudah tidak ngompol setelah tidur dan lain-
lain.
b. Pengkajian Psikologis
Pengkajian psiokologis yang dapat dilakukan adalah gambaran
psikologis anak ketika melakukan buang air besar dan air kecil seperti
anak rewel ketika akan buang air besar, anak tidak menangis sewaktu
buang besar atau kecil, ekspresi wajah menunjukan kegembiraan dan ingin
melakukan secara mandiri, anak sabar dan sudah mau tetap tinggal di
toilet selama 5-10 menit tanpa rewel atau meninggalkannya, ada
keingintahuan kebiasaan toilet training pada orang dewasa atau
saudaranya, ada ekspresi untuk menyenangkan pada orang tuannya.
c. Pengkajian Intelektual
Pengkajian intelektual pada latihan buang air besar atau kecil antara
lain kemampuan anak untuk mengerti buang air besar dan kecil,
kemampuan mengkomunikasikan buang air besar dan kecil, anak
menyadari timbulnya buang air besar atau kecil, mempunyai kemampuan
kognitif untuk meniru perilaku yang tepat seperti buang air kecil atau
besar pada tempatnya serta etika dalam buang air kecil atau besar. Dalam
melakukan pengkajian kebutuhan buang air kecil dan besar, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya :
1) Hindari pemakaian popok sekali pakai atau diapetz dimana anak
akan merasa aman.
2) Ajari anak untuk mengucapkan kata-kata yang khas yang
berhubungan dengan buang air besar atau kecil.
3) Mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci
muka saat bangun tidur, cuci tangan, cuci kaki dan lain-lain.
4) Jangan marah bila anak gagal dalam melakukan toilet training.
5. Aspek Psikologis Toilet Training
Menurut Freud (1923) dalam Papalia (2003), toilet training dilakukan
pada masa anal perkembangan psikologis anak. Banyak psikolog terkemuka yang
berpendapat bahwa fase anal merupakan salah satu fase penting perkembangan
psikologis seseorang. Dalam fase ini anak pertama kali dihadapkan pada kondisi
dimana keadaan fisiologis dan biologis tubuhnya harus disesuaikan dengan faktor
lingkungan dan sosial. Fase ini merupakan fase yang tepat untuk mengajarkan
anak untuk menahan kebutuhan biologis misalnya buang air besar atau buag air
kecil. Hal ini penting untuk menyesuaikan perkembangannya dengan faktor
lingkungan, yaitu menjaga kebersihan dan faktor sosial, yaitu ajaran orangtua atau
pengasuh.
Usia 18 bulan sampai 3 tahun merupakan saat di mana anak mengalami
konflik autonomy versus shame and doubt, yaitu mulai mengetahui tentang
kapabilitas dirinya dan membentuk zona pribadi miliknya. Mereka ingin memilih
apa yang dilakukan dan didapatkan sendiri. Konflik akan terselesaikan jika orang
tua mampu memberikan arahan yang baik dan pilihan-pilihan bijak. Freud (1923)
dalam Papalia (2003) mengidentifikasikan toilet training sebagai salah satu
momen yang menentukan kesehatan psikologis seseorang pada fase
perkembangan ini. Perilaku orang tua saat pelatihan mempengaruhi aspek ini.
Seorang anak berusia dua tahun, seharusnya sudah mampu menjalani toilet
training, makan dengan menggunakan sendok dan merapikan mainannya setelah
bermain. Peran orang tua dalam pelatihan hanya mengontrol dan memberikan
dukungan saja. Hal ini akan mengembangkan kemampuan toleransi diri dan
pengertian. Menurut Erikson (1992) dalam Berk (1998), orang tua yang terlalu
ikut campur dalam perkembangan kemampuan anaknya akan membuat anak
kehilangan beberapa momen yang menentukan aspek-aspek hidupnya. Anak bisa
berkembang menjadi pribadi yang penakut dan pemalu, tidak mampu menentukan
pilihan, merasa tertekan, dan tidak mampu mengendalikan diri.
6. Penerapan Toilet Training Pada Anak Perempuan Dan Anak Laki-Laki
Cara buang air kecil anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Anak
perempuan buang air kecil dengan jongkok, sedangkan anak lelaki dengan berdiri.
Namun demikian, untuk awal toilet training sebaiknya baik anak lelaki maupun
perempuan diajarkan sama yaitu dengan jongkok atau duduk, bila anak laki-laki
langsung belajar buang air kecil dengan gaya berdiri, maka nanti akan sulit
baginya untuk belajar buang air besar sambil duduk /jongkok. Hanya saja, banyak
juga laki-laki yang memilih melakukannya sambil berdiri, kalau kebiasaan duduk
ini sudah terbentuk, orang tua dari jenis kelamin yang sama ( ayah) dapat
memperkenalkan gaya pipis berdiri kepada anaknya, karena dengan memberi
contoh anak akan cepat meniru, anak perempuan memang belajar lebih cepat,
tatapi masih harus belajar cara duduk yang benar dan membersihkan alat
kelaminnya dengan bersih. Berikut adalah cara melatih toilet training pada anak
laki-laki dan perempuan :
a. Anak perempuan
1) Perlengkapan
Gunakan toilet khusus anak supaya otot-otot panggulnya akan
rileks, karena kaki anak tetap menginjak lantai, jika memakai toilet
dewasa, berikan kursi untuk pijakan.
2) Posisi
Minimalkan cipratan pipis atau pup dengan cara menempatkan
pantat atau vagina benar-benar diatas toilet. Suruhlah anak untuk
duduk dengan kedua lutut terbuka lebar, ini akan membuka otot-
otot panggul menjadi tetap rileks.
3) Penerapan
Ajarkan anak untuk membersihkan alat kelaminnya dari arah
kelamin depan ke belakang, berilah contoh terlebih dahulu, buatlah
anak tetap asik dan betah duduk lama dengan menaruh buku,
mainan, atau memutar lagu faforit anak di dekat toilet.
b. Laki laki
1) Perlengkapan
Biarkan anak menggunakan toilet khusus untuk buang air
kecil atau tetap memakai toilet biasa dipakai dirumah, ibu bisa
menambahkan tempat duduk pada toilet.
2) Posisi
Meminta anak mendorong penisnya lurus kebawah sebelum
anak duduk diatas toilet, dengan begitu cipratan pipis tidak
kemana-mana. Jika anak memilih berdiri, pastikan posisinya sudah
pas, kedua kaki terbuka lebar dan anak tepat didepan toilet.
3) Penerapan
Biarkan ayah melihat anaknya, atau tunjukkan bagaimana
cara mengarahkan penisnya, untuk membuktikan tembakan sudah
benar atau belum, ada beberapa cara mengetesnya. Jatuhkan
beberapa cracker ke toilet, kemudian minta anak untuk
menembakannya dengan cara pipis, beri anak pujian atau hadiah
jika anak berhasil melakukannya. Jika anak akan buang air besar
sediakan buku, mainan atau lagu-lagu di dekatnya.
7. Cara Toilet Training pada anak (Hidayat, 2004)
Latihan buang air besar atau kecil pada anak atau dikenal dengan nama
toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada orang tua anak,
mengingat dengan latihan itu diharapkan anak mempunyai kemampuan sendiri
dalam melaksanakan buang air besar atau kecil tanpa merasakan ketakutan atau
kecemasan sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan
sesuai usia tumbuh kembang anak. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang
tua dalam melatih toilet training kepada anaknya diantaranya :
a. Tekhnik lisan
Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan
instruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air
besar atau kecil. cara ini kadang-kadang menjadi hal yang biasa dilakukan
pada orang tua akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa tekhnik lisan ini
mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk
buang air besar atau kecil dimana dengan lisan ini persiapan psikologis
anak akan semakin matang dan akhirnya anak akan mampu dengan baik
dalam melaksanakan buang air besar atau kecil.
b. Tekhnik modeling
Merupakan suatu usaha untuk melatih anak dalam melakukan
buang air besar dengan cara meniru untuk buang air besar atau memberi
contoh. Cara ini
juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh buang air besar
dan kecil membiasakan buang air besar dan kecil secara benar. Dampak
yang jelek pada cara ini adalah apabila contoh yang diberikan salah
sehingga anak dapat diperlihatkan kepada anak akhirnya anak juga
mempunyai kebiasaan yang salah. Selain cara tersebut terdapat beberapa
hal yang bisa dilakukan seperti melakukan observasi waktu pada saat anak
merasakan buang air besar atau kecil, tempatkan anak diatas pispot atau
ajak ke kamar mandi, berikan pispot dalam posisi aman dan nyaman,
ingatkan pada anak jika akan buang air besar atau kecil , dudukan anak
diatas pispot atau orang tua jongkok didepannya sambil mengajak
bercerita atau bicara, berikan anak pujian jika berhasil tetapi sebaliknya
jangan marahi dan salahkan anak jika salah, biasakan anak pergi ke toilet
di jam jam tertentu dan beri anak celana yang mudah dilepas dan dipakai
kembali.
8. Cara Mempermudah Toilet Training
a. Memberi contoh.
Ajak anak bersama anda, pasangan, saudara atau teman bermain yang
lebih besar, bila akan pergi ke toilet dan biarkan anak duduk di atas toilet
tanpa perlu membuka celananya bila anak tidak mau. Tujuannya hanya
memperkenalkannya sehingga jika saatnya tiba anak sudah mengenali dan
merasa aman dengan toilet.
b. Untuk toilet duduk, anda dapat menggunakan dudukan toilet yang
disesuaikan dengan ukuran anak yang banyak dijual sekarang ini sehingga
anak merasa aman dan nyaman saat duduk di atasnya.
c. Berikan bangku kecil yang kuat untuknya sehingga dia dapat naik ke toilet
dan berikan tempat duduk toilet khusus untuk anak agar dia merasa aman.
Anak akan meminta anda untuk memeganginya saat dia sedang di toilet.
Meskipun anak sudah dapat turun dan naik dengan mudah, dia masih
memerlukan anda untuk membersihkannya.
d. Untuk anak perempuan, ajarkan dia untuk membersihkan diri setelah
buang air besar atau buang air kecil dari arah depan ke belakang untuk
menghindari kontak kotoran dengan vagina yang dapat menyebabkan
infeksi saluran kencing.
e. Toilet jongkok lebih mudah untuk anak laki-laki saat buang air kecil.
Untuk anak perempuan, ajarkan dia untuk berjongkok saat buang air,
contohkan anak untuk jongkok. Biasanya anak takut terjatuh, biarkan dia
berjongkak hanya pada salah satu sisi sambil dipegangi. Setelah lebih
besar dia akan dapat memulai jongkok seperti biasanya.
f. Ajarkan anak kebiasaan mencuci tangan setelah selesai menggunakan
toilet.
g. Jagalah kebersihan toilet anda, pastikan tidak 11 cm dan bersih, sehingga
toilet nyaman dan aman buat anak.
(Suririnah, 2009)
9. Yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan dalam latihan memakai toilet
(Thompson, 2003)
a. Tidak boleh membiarkan anak memilih sendiri dudukan toiletnya karena
akan berbahaya bagi anak.
b. Membiarkan anak menyiram toilet jika anak mau.
c. Memastikan anak mencuci tangan dengan baik setelah buang air.
d. Memastikan anak perempuan cebok dari arah depan kebelakang.
e. Membandingkan kemajuan dengan anak lain.
10. Hal - hal yang perlu diperhatikan selama toilet training, (Hidayat, 2005)
a. Menghindari pemakain popok sekali pakai.
b. Mengajari anak mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan
dengan buang air besar.
c. Mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka
saat bangun tidur, cuci tangan, atau cuci kaki.
d. Jangan marahi anak bila gagal melakukan toilet training.
11. Masalah yang bisa timbul dalam pelatihan toilet training (Thompson, 2003)
a. Rasa takut akan siraman air toilet adalah biasa, namun dapat mengganggu
latihan memakai toilet.
b. Bagi beberapa anak rasa takut akan toilet membuatnya menahan trauma
buang air besar.
c. Anak yang sudah dilatih dapat mengalami kemunduran dan mulai buang
air lagi ditempat yang tidak seharusnya.
d. Anak bisa tertarik dengan fesesnya sendiri(anak tidak rela apabila
fesesnya di siram). Baginya prestasi buang air besar adalah prestasi
menakjubkan dan anak sangat bangga bisa melakukannya.
e. Ada tahap ketika anak merasa tertarik dengan bagaimana anak yang jenis
kelaminnya berbeda buang air kecil.
12. Dampak Toilet Training
Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya
perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat
mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat relatif dimana anak
cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan orang tua
apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau kecil, atau melarang
anak saat bepergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet
training maka anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak
lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara ,emosional dan
seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2005)
a. Anak terlambat memberi tahu bila merasa membuang air kecil atau buang
air besar.
b. Anak terlambat mengatakan pada ibu bila buang air kecil atau buang air
besar.
c. Anak terlambat mampu menahan buang air kecil atau buang air besar.
d. Anak ngompol terus atau buang air besar dicelana.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi peran
ibu Peran orang tua
terhadap toilet
1. Pendidikan training
orang tua 1. Perhatian
2. Pekerjaan
Peran Keberhasi secara emosi
atau 2. Bantuan
pendapatan orang tua lan toilet
instrumental
3. Jumlah anak training
3. Pemberian
4. Usia orang informasi
tua 4. Peran
5. Pengalaman
penilaian
sebelumnya
dalam
mengasuh
anak Faktor yang
6. Stress orang Cara toilet
mendukung
tua training :
kesiapan anak:
7. Hubungan
suami istri 1. Tekhnik
lisan 1. Kesiapan
2. Tekhnik fisik
modelingg 2. Kesiapan
mental
3. Kesiapan
psikologis
4. Kesiapan
parental
Faktor internal :
1. Pengetahuan ibu
2. Usia anak
3. Pengalaman
Faktor eksternal :
1. Lingkungan
2. Sosial budaya
Keterangan :
:variabel pengganggu
Ha : ada hubungan peran ibu dalam keberhasilan toilet training pada anak usia toddler
di Pos PAUD Melati 2 Desa Bumirejo Kec. Kebumen Kab. Kebumen.
Ho : tidak ada hubungan peran ibu dalam keberhasilan toilet training pada anak usia
toddler di Pos PAUD Melati 2 Desa Bumirejo Kec. Kebumen Kab. Kebumen
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional
yaitu untuk meneliti beberapa variabel yang dilakukan satu kali dalam satu kejadian.
(Notoatmojo,2010)
D. Variabel Penelitian
Menurut Notoatmojo, (2002) variabel yang mengandung pengertian sesuatu yang
digunakan ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian
tentang suatu konsep pengertian tertentu.
Variabel penelitian ini terdiri dari variabel independen dan dependen . Variabel
independen penelitian ini yaitu peran orang tua, sedangkan variabel dependen penelitian
ini adalah keberhasilan toilet training.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang
dapat diobservasi dari apa yang didefinisikan (Al Ummah, 2009). Definisi operasional
tersebut mencakup variabel, definisi operasional, alat ukur, hasil ukur dan skala, definisi
operasional dalam penelitian ini adalah :
Tabel. 3.1 Definisi Operasional
no Variabel Devinisi Alat ukur Parameter Skala
operasional
1 Peran ibu Peran orang tua Kuesioner Hasil skor Nominal
terhadap terhadap toilet peran ibu dipresentasik
toilet training pada dengan an, kemudian
training anak dapat jawaban Ya dibagi
diwujudkan dan Tidak menj adi 2
dalam bentuk berisi 20 item kategori yaitu
peran yaitu : pertanyaan :
perhatian secara dengan 1. Berperan
emosi, bantuan jawaban Ya (Jika
instrumental, skor 1, jawaban
pemberi jawaban benar
informasi, dan Tidak skor 0 100%)
peran penilaian. dan 2. Tidak
menggunaka berperan
n skala (Jika
guttman, jawaban <
100%)
2 Keberhas Keberhasilan Kuesioner Hasil skor Nominal
ilan toilet toilet training keberhasilan keberhasilan
training dapat di capai toilet training toilet training
apabila anak dengan dipresentasik
mampu jawaban Ya an, kemudian
mengenali dan Tidak dibagi
keinginan dan berisi 4 menj adi 2
mengontrol untuk pertanyaan kategori yaitu
buang air besar item. :
dan buang air jawaban Ya 1. Berhasil
kecil. skor 1, (jika
jawaban jawaban
Tidak skor 0. benar
100%)
2. Tidak
berhasil
(jika
jawaban
benar <
100%)
F. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah suatu alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam
arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah ( Arikunto, 2006).
Dalam penelitian ini instrument disusun sendiri oleh peneliti yang terdiri dari kuesioner.
Kuesioner penelitian dari masing-masing variabel disusun berdasarkan dimensi atau kisi
kuesioner, yang kemudian dituangkan dalam sebuah pertanyaan atau pernyataan tertutup.
Instrument yang digunakan sebagai penjaring data variabel tingkat peran ibu
terhadap keberhasilan toilet training pada anak usia toddler juga digunakan instrumen
ceklist dengan menyentang ( ^ ) dengan model jawaban Ya dan Tidak yang dibuat
dengan mengacu pada landasan teori dengan teknis wawancara per item pertanyaan.
Dalam penelitiannya peneliti dibantu oleh teman dengan kapasitas pengetahuan yang
sama atau setara. Jawaban Ya mendapat skor 1 dan jawabanTidak mendapat skor 0.
kisi-kisi kuesioner peran ibu dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Selanjutnya untuk menjaring data variabel keberhasilan toilet training pada anak
usia toddler di Paud Melati II Bumirejo Kabupaten Kebumen, instrument yang digunakan
sebagai penyaring data variabel tingkat keberhasilan toilet training pada anak usia
toddler berupa kuesioner dengan model jawaban Ya dan Tidak yang dibuat oleh peneliti
dengan mengacu pada landasan teori. Jawaban Ya mendapat skor 1 dan jawaban Tidak
mendapat skor 0 kisi-kisi keberhasilan toilet training dapat dilihat pada tabel berikut :
rxy = N ( XY ( X) (Y)
2 2
{NX ( X) 2 } { N Y ( Y) 2
Keterangan :
rxy : angka indeks korelasi r product moment
X : skor item soal
Y : skor total item
N : jumlah subjek uji coba ( Arikunto, 2006)
2
Z 2
Keterangan :
a : koefisien reliabilitas yang dicari
K : jumlah butir pertanyaan
2
Si : varian butir-butir perrtanyaan
2
St : varian skor total test
Hasil uji reliabilitas terhadap semua item kuesioner atau angket dikatakan
reliable jika memiliki nilai alpha minimal 0,7 lebih besar dari koefisien alpha
yang ditentukan yaitu 0,5. Pengujian ini tetap menggunakan internal consistency
dengan alat yang diajukan hanya satu kali. Dengan demikian seluruh butir
pertanyaan yang ada pada butir instrument penelitian dinyatakan layak sebagai
instrument untuk mengukur data penelitian. Dari hasil uji reliabilitas peran ibu
didapatkan hasil a = 0,942 0,954. Sedangkan hasil uji reliabilitas keberhasilan
toilet training didapatkan hasil 0,825 0,908. Ini berarti kedua item pertanyaan
ini dikatakan reliable karena nilai alpha > 0,7 dan lebih besar dari koefisien alpha
yang ditentukan yaitu 0,5.
Koreksi data bila ditemukan penomoran yang salah atau huruf- huruf yang
kurang jelas.
2. Analisa Data
a. Analisa univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo,
2010). Analisis univariat pada penelitian ini untuk mengetahui gambaran
distribusi frekuensi.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisa untuk mengetahui interaksi dua
variabel baik komparatif, asosiatif, maupun korelasi ( Saryono, 2008).
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi ( Notoatmojo, 2005). Dalam analisis ini
dapat dilakukan pengujian statistik untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan peran ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak toodler.
Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan
uji chi square atau x 2 yang dapat digunakan untuk mengevaluasi frekuensi
yang diteliti, apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan
atau bermakna antara variabel terikat dan variabel bebas.
2
x 2 : fo
( fh )
fh
Keterangan :
X2 : chi square
fo : frekuensi yang diperoleh dari hasil pengamatan sampel
Fh : frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan
dan frekuensi yang diharapkan dari populasi
Pengujian hipotesis ini dilakukan pada taraf signifikan dengan kriteria sebagai
berikut :
a. Ho ditolak dan Ha diterima jika p< 0,05 yang berarti terdapat hubungan
yang signifikan antara peran ibu dengan keberhasilan toilet training pada
anak toddler.
b. Ho di terima dan Ha ditolak jika p> 0,05 yang berarti tidak ada hubungan
yang signifikan antara peran ibu dengan keberhasilan toilet training pada
anak toddler dan Ho diterima bila r > 3,84 .
J. Etika Penelitian
Dalam penelitian menjunjung tinggi prinsip etika penelitian sebagaimana dikemukakan
oleh Hidayat (2009) dengan isi sebagai berikut :
1. Informed consent
Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan ( Informed consent).
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan menjadi responden. Tujuan Informed consent
adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui hal-
hal yang akan terjadi. Jika subjek bersedia menjadi responden maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan, dan jika subjek tidak bersedia, maka peneliti
harus menghormati hak calon responden.
2. Anonymity (Tanpa Nama)
Anonymity merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan
dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Condidentiality (Kerahasiaan)
Condidentiality merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasian dari hasil penelitian baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data yang akan dilaporkan pada hasil