Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak diantara
meningen (membran duramater) dan tulang tengkorak yang terjadi akibat trauma.
Duramater merupakan suatu jaringan fibrosa atau membran yang melapisi otak dan
medulla spinalis. Fraktur tengkorak yang menyertai dijumpai pada 80% - 95% kasus,
sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada
fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya
sementara). Hematom epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi.

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma


epidural dan sekitar 10% diantaranya mengakibatkan koma. Secara Internasional
frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di
Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang
memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.
60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan
jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian
meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun.
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.
Epidural hematoma merupakan kasus emergensi di bedah saraf karena
progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga
langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra
tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri
kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan
diperiksa dengan teliti.

A. ANATOMI

0
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi
neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun
permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan kerusakankemampuan kognitif dan
fungsi fisik 10

a.Kulit Kepala

Gambar 1. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut sebagai SCALP yaitu:


1. Skin atau kulit
2. Connective tissue atau jaringan penyambung
3. Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan
langsung dengan tengkorak
4. Loose areolar tissue tau jaringan penunjang longgar.
5. Perikranium Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika
dari perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan

1
subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi
perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan
darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama
terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkannya 11

b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri
dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus
frontalis,fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian
bawah batang otak dan serebelum 11
c. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu :
1) Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal.Duramater merupakan selaput yang
keras,terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan
dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di
bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang
terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural 10
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging Veins dapat mengalami robekan dan menyebabkan
perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke

2
sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat
mengakibatkan perdarahan hebat10
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea
media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

2) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang.Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura
mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater
oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater
oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.Perdarahan
subarakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala 11
3) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri
dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus
saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk
kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater 10
d. Otak

3
Gambar 1. Anatomi Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang


dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon
(otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon
(otak tengah) dan rhombensefalon(otak belakang) terdiri dari pons,medula
oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan
dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus
parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus
temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung
jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi
sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan.
Pada medulla oblongata terdapat pusat kardio respiratorik. Serebellum
bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan11
e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel
lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius
menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui
granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya
darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga

4
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS
sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari(Hafidh, 2007).
f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang
infratentorial (berisi fosa kranii posterior) 10
g. Vaskularisasi
Otak Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak
dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan
otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena
tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis10

B. DEFINISI
Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak diantara
meningen (membran duramater) dan tulang tengkorak yang terjadi akibat trauma.
Duramater merupakan suatu jaringan fibrosa atau membran yang melapisi otak dan
medulla spinalis. Epidural dimaksudkan untuk organ yang berada disisi luar
duramater dan hematoma dimaksudkan sebagai masa dari darah. Hematom jenis ini
biasanya berasal dari perdarahan arteriel akibat adanya fraktur linier yang
menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-arteri meningens atau pada salah
satu cabangnya ( Arteri Meningea media berasal dari A. Carotis eksterna dan masuk
ke dalam rongga tengkorak melalui foramen spinosum).

Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras.Otak juga di kelilingi
oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk
melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula
interna.Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan
terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan
atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh

5
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan
tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.

Gambar 2. Epidural Hematom

Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan


biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih
besar, sehingga menimbulkan perdarahan.Venous epidural hematom berhubungan
dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom
terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal.
Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka
hematom akan cepat terjadi.
Manifestasi neurologik akan terjadi beberapa jam setelah trauma kapitis.
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran yang menurun secara progresif. Pupil
pada sisi perdarahan pertama-tama sempit, tetapi kemudian menjadi lebar dan tidak
bereaksi terhadap penyinaran cahaya. Inilah tanda bahwa herniasi tentorial sudah
menjadi kenyataan. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya,
mencerminkan tahap-tahap disfungsi rostrokaudal batang otak. Pada tahap kesadaran
sebelun stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparesis atau seranagan epilepsi fokal.
Hanya dekompresi bisa menyelamatkan keadaan.

6
C. ETIOLOGI

Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya
benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat
trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi pembuluh darah.(2,9)

Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada
kranium. Dura melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur
tengkorak bagian temporal parietal yang mana terjadi laserasi pada arteri atau vena
meningea media. Pada kasus yang jarang, pembuluh darah ini dapat robek tanpa
adanya fraktur. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya perlekatan antara dura
dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang berlanjut akan
memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan hematoma menjadi
massa yang mengisi ruang.

Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak
terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah
pada ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat,
herniasi dari unkus dan kompresi batang otak.1,4,5,6

Etiologi yang menyebabkan terjadinya hematom epidural meliputi :


1. Trauma kepala
2. Sobekan a/v meningea media
3. Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum
4. Ruptur v. diplorica

Hematom epidural biasanya berasal dari perdarahan arterial akibat adanya


fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri meningea

7
mediana.Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai 85-95% kasus, sedang
sisanya ( 9% ) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur
terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya sementara.
Hematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan dalam waktu yang
lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir selalu berhubungan dengan
fraktur cranial linier. Pada kebanyakan pasien, perdarahan terjadi pada arteri
meningeal media, vena atau keduanya. Pembuluh darah meningeal media cedera
ketika terjadi garis fraktur melewati lekukan minengeal pada squama temporal.

D. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma


epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi
kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika
Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki
masalah berjalan dan sering jatuh.(2,9)

60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan


jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian
meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun.
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.
Orang yang berisiko mengalami EDH adalah orang tua yang sering mengalami
masalah berjalan dan sering jatuh (9)

Tipe- tipe : (6)

1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri


2. Subacute hematoma ( 31 % )

3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

E. PATOFISIOLOGI

8
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang
tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau
oksipital.(8)

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen


spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar. (8)

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada


lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.(1)

Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons
motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.
(1)

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong
kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul
tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi
dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.(1)

9
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini
selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena
lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom.
Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural
hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien
langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. (8)

Sumber perdarahan : (8)

Arteri meningea ( lucid interval : 2 3 jam )


Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a.


diploica dan vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf


karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura
sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans
dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh
nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di
rawat dan diperiksa dengan teliti.(8,10)

10
Gambar 3. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral.

F. GEJALA KLINIS

Gejala yang sangat menonjol dari EDH ialah kesadaran menurun secara
progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata
dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung
atau telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti.

Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan


kesadaran. Pada kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan adanya
lucid interval diikuti adanya penurunan kesadaran secara perlahan sebagaimana
peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid interval tidak dijumpai, dan penurunan
kesadaran berlangsung diikuti oleh detoriasi progresif. Epidural hematoma terkadang
terdapat pada fossa posterior yang pada beberapa kasus dapat terjadi sudden death
sebagai akibat kompresi dari pusat kardiorespiratori pada medulla. Pasien yang tidak
mengalami lucid interval dan mereka yang terlibat pada kecelakaan mobil pada
kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai prognosis yang lebih buruk.1

11
Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil
ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan
reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula
kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir kesadaran akan menurun
sampai koma yang dalam, pupil kontralaterak juga akan mengalami pelebaran sampai
akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi, yang merupakan tanda
kematian.3

Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari


cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.
Gejala yang sering tampak :

1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma


2. Bingung
3. Penglihatan kabur
4. Susah bicara
5. Nyeri kepala yang hebat
6. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
7. Mual
8. Pusing
9. Pucat
10. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :7

1. Lucid interval (+)


2. Kesadaran makin menurun

3. Late hemiparese kontralateral lesi

4. Pupil anisokor

5. Babinsky (+) kontralateral lesi

6. Fraktur daerah temporal

12
Gejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :7

1. Lucid interval tidak jelas


2. Fraktur kranii oksipital

3. Kehilangan kesadaran cepat

4. Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan

5. Pupil isokor

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardi.
Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral
juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi
cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul
berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.Jika EDH
disertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat,
sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.
Gejala klinis hematom epidural terdiri dari trias gejala:
1. Interval lusid (interval bebas)
Setelah periode pendek ketidaksadaran, ada interval lucid yang diikuti
dengan perkembangan yang merugikan pada kesadaran dan hemisphere
contralateral. Lebih dari 50% pasien tidak ditemukan adanya interval lucid, dan
ketidaksadaran yang terjadi dari saat terjadinya cedera. Sakit kepala yang sangat
sakit biasa terjadi, karena terbukanya jalan dura dari bagian dalam cranium, dan
biasanya progresif bila terdapat interval lucid. Interval lucid dapat terjadi pada
kerusakan parenkimal yang minimal. Interval ini menggambarkan waktu yang

13
lalu antara ketidak sadaran yang pertama diderita karena trauma dan dimulainya
kekacauan pada diencephalic karena herniasi transtentorial. Panjang dari interval
lucid yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang dimungkinkan
berasal dari arteri.
2. Hemiparesis
Gangguan neurologis biasanya collateral hemipareis, tergantung dari efek
pembesaran massa pada daerah corticispinal. Ipsilateral hemiparesis sampai
penjendalan dapat juga menyebabkan tekanan pada cerebral kontralateral
peduncle pada permukaan tentorial.
3. Anisokor pupil
Yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan
mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan
menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.pada tahap
ahir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga
mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi
cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.

G. DIAGNOSIS

Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan


penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur yang
menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral dengan
pupil yang melebar garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi hematoma. Adanya
gejala neurologist merupakan langkah pertama untuk mengetahui tingkat keparahan
dari trauma kapitis. Kemampuan pasien dalam berbicara, membuka mata dan respon
otot harus dievaluasi disertai dengan ada tidaknya disorientasi (apabila pasien sadar)

14
tempat, waktu dan kemampuan pasien untuk membuka mata yang biasanya sering
ditanyakan. Apabila pasiennya dalam keadaan tidak sadar, pemeriksaan reflek cahaya
pupil sangat penting dilakukan. 3

Pada epidural hematom dan jenis lainnya dapat mengakibatkan peningkatan


tekanan intra kranial yang akan segera mempengarungi nervus kranialis ketiga yang
mengandung beberapa serabut saraf yang mengendalikan konstriksi pupil. Tekanan
yang menghambat nervus ini menyebabkan dilatasi dari pupil yang permanen pada
satu atau kedua mata. Hal tersebut merupakan indikasi yang kuat untuk mengetahui
apakah pasien telah mengalami hematoma intrakranial atau tidak.

Pada pasien dengan epidural spinal hematom, onset gejalanya dapat timbul
dengan segera, yaitu berupa nyeri punggung atau leher sesuai dengan lokasi
perdarahan yang terjadi. Batuk atau gerakan -gerakan lainnya yang dapat
meningkatkan tekanan pada batang tubuh atau vertebra dapat memperberat rasa
nyeri. Pada anak, perdarahan lebih sering terjadi pada daerah servikal (leher) dari
pada daerah toraks.

Pada saat membuat diagnosa pada spinal epidural hematom, seorang dokter
harus memutuskan apakah gejala kompresi spinal tersebut disebabkan oleh
hematom atau tumor. CT- Scan atau MRI sangat baik untuk membedakan antara
kompresi pada medulla spinalis yang disebabkan oleh tumor atau suatu hematom.
Untuk membedakan antara epidural, subdural dan intracranial hematom dapat
dilakukan dengan CT Scan atau MRI. Dari hasil tersebut, maka seorang dokter
ahli bedah dapat menentukan apakah pembengkakannya terjadi pada satu sisi otak
yang akan mengakibatkan terjadinya pergeseran garis tengah atau mid line shif dari
otak. Apabila pergeserannya lebih dari 5 mm, maka tindakan kraniotomi darurat
mesti dilakukan.

H. GAMBARAN RADIOLOGI

15
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih
mudah dikenali.

a. Foto Polos Kepala

Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang
mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong
sulcus arteria meningea media.

Gambar 4. Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal, frontal dan temporal

b. Computed Tomography (CT Scan)

16
Gambar 5. Gambaran CT-Scan fraktur tulang frontal kanan di anterior sutura
coronalis

Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan


potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja
(single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks,
paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen
(hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula
garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang
akut ( 60 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

17
Gambar 6. Gambaran MRI Hematoma Epidural

MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser


posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis
pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.

I. DIAGNOSIS BANDING
1. Subdural Hematoma
Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat
robeknya vena jembatan. Gejala klinisnya adalah :
a. sakit kepala
b. kesadaran menurun (+ / -)

18
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens
(perdarahan) diantara duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari
bridging vein dan tampak seperti bulan sabit.

2. Subarakhnoid hematoma
Gejala klinisnya yaitu :
a. kaku kuduk
b. nyeri kepala
c. bisa didapati gangguan kesadaran
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang
subarakhnoid.

J. PENATALAKSANAAN
1) Penanganan darurat :
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
2) Terapi Medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan
intracranial dan meningkatkan drainase vena.

19
Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan
dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),
mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema
cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana
yang terbaik.
Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini
mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan
untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin.
Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang
dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium
bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial.
Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang
meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik
dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit
dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1
mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.
3) Terapi Operatif
Operasi dilakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
b. Keadaan pasien memburuk
c. Pendorongan garis tengah > 3 mm
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini disebabkan oleh lesi desak
ruang.

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
a. > 25 cc = desak ruang supra tentorial
b. > 10 cc = desak ruang infratentorial
c. > 5 cc = desak ruang thalamus

20
Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
a. Penurunan klinis
b. Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift> 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
c. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
Hasil segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya
pergeseran garis tengah, kembalinya tekanan intrakranial ke dalam batas normal,
kontrol pendarahan dan mencegah perdarahan ulang.Indikasi operasi yang harus
dipertimbangkan adalah status neurologis, status radiologis, dan tekanan
intracranial.

Preparasi Pra Operasi:


a. Inform consent
b. Pencegahan hipotensi dan hipoksia
c. Pemeriksaan foto thoraks dan cervikal
d. Infus line
e. Pemeriksaan darah, meliputi, darah rutin, elektrolit, crossmatch, dan bila perlu
AGD.
f. Pasang kateter
g. Profilaksis antibiotik
h. ETT yang adekuat
i. Perlindungan kedua mata dari cairan dan tekanan

Teknik Operasi:
a. Predileksi lokasi: 50% ditemporal, 15-20% di frontal, dan sisanya di occipital,
fossa posterior, dan parietal.
b. Bila ada mix lessi (hipodens clans hiperdens) curigai adanya gangguan
pembekuan darah
c. Teknik:
- Incisi bentuk question mark atau tapal kuda
- Burr hole I di daerah yang paling banyak clothing biasanya di lobus
temporal, bila perlu dilanjutkan dulu kraniektomi kecil dan evakuasi clothing
untuk mengurangi tekanan, lalu dilanjutkan kraniotomi untuk mengevakuasi
massa
- Bila durameter tegang kebiruan lakukan intip dura dengan incisi kecil

21
- Kemudian durameter dijahit Dan dilakukan gantung dura

K. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada :
1. Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )
2. Besarnya
3. Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik,


karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar
antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Apabila cepat dioperasi, mortalitas
kurang dari 10%. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum
operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5


2. Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran USU. [serial online] 2004. [cited 20 Mei 2008]. Didapat
dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi61.pdf
3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC,
2003. p. 818-9
4. Waxman SG. Correlative Neuroanatomy. USA: Lange Medical Books, 2000.
p. 183-5
5. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.
Jakarta: EGC, 1994. p. 329-30
6. Agamanolis DP. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial Pressure.
Northeastern Ohio Universities College of Medicine. [serial online] 2003.
[cited 20 Mei 2008]. Didapat dari :
http://www.neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.html

22
7. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma
Spinal. Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006. p. 9-11
8. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: Gaya Baru, 2006. p.
359-65, 382-87
9. Evans RW. Neurology and Trauma. Philadelphia: W.B. Saunders Company,
1996. p. 144-5
10. Japardi iskandar. 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif .
SumatraUtara: USU Press.
11. American college of Surgeons, 1997. Advance Trauma Life Suport . United
States of America: Firs Impression

23

Anda mungkin juga menyukai