Journal Reading
Journal Reading
Pendahuluan
Penyakit hepar merupakan penyakit yang sering terjadi dan dapat di klasifikasikan
menjadi akut (dengan ciri perubahan yang cepat dan resitusi lengkap dari struktur organ dan
fungsi jika faktor yang menyebabkan telah dihilangkan) dan kronis (dengan ciri kerusakan yang
persisten dengan kerusakan fungsi organ yang tidak dapat diperbaiki dan peningkatan tingkat
kehancuran sel hepar). Bergantung dari waktu dan asal kerusakan, hepar kronis meliputi
steatosis atau fatty liver, sampai hepatocellular carcinoma, dan termasuk didalamnya hepatitis,
fibrosis, dan circhosis. Penyakit liver juga dapat di klasifikasi sebagai penyakit infeksius
tuberculosis) atau non-infeksius (substance abuse seperti alkolhol dan obat-obatan seperti
Hepar mempunyai fungsi yang luas dalam mengatur hemostasis dan kesehatan: pada
sintesis serum esensial terbanyak (albumin, transpoter protein, factor koagulan darah V, VII, IX
dan X, prothrombin dan fibrinogen, juga beberapa hormone dan growth factor), prosedur bile
dan transortasinya (bile acid, kolesterol, lecithin, phospholipids), intervenes dalam regulasi
nutrisi (glukosa, glikogen, lemak, kolesterol, asam amino), dan juga metabolism dan konjugasi
dalam bile atau urin. Disfungsi hepar mengubah metabolism dari karbohidrat, lemak, protein,
mnegetahui riwayat pasien secara rinci, mengevaluasi seluruh system tubuh, dan juga obat-
obatan yang di gunakan oleh pasien. Kapasitas metabolisme obat pada pasien dapat dievaluasi
berdasarkan analisis dari enzim seperti alanin aminotransferase (ALT) atau aspartate
aminotransferase (AST), dan beberapa tes fungsi hepar. Pada penyakit liver yang sudah parah,
kadar vitamin K turun secara signifikan yang menyebabkan peningkatan reduksi faktor koagulasi
darah. Sebagai tambahan, hipertensi portal dapat menghancurkan platelet yang terbentuk dalam
merupakan efek samping yang sering terlihat pada pasien dengan gangguan fungsi liver. Dokter
gigi berisiko dalam penularan hepatitis B dan C, karena transmisi dari virus ini, ketika praktis
terkena atau terpapar darah dan sekresi oral dari individu yang berpotensi terinfeksi, khususnya
VIRUS HEPATITIS
Virus hepatits berasal dari sekelompok penyakit heterogen yang terdiri dari dari
setidaknya 6 tipe virus : A, B, C, D, E dan G. Lima juta kasus virus hepatitis diperkirakan terjadi
di seluruh dunia setiap tahunnya, dan berdasarkan penelitian oleh Chandler-Gutierrez et al.
Hepatitis A
tersebut di transmisikan melewati rute pencernaan, sebagai hasil dari proses pencernaan dari
makanan dan air yang terkontaminasi (molluskus), penularan dalam keluarga (intrsfamilial), dan
Tipe dari penyakit ini adalah ringan dan self-limmiting, dan ditandai dengan onset yang
tiba-tiba dari gelaja-gejala yang tidak spesifik. Tidak ada carrier/ pembawa. Pada anak keci latau
yang remaja penyakit ini biasanya asimtomatik atau tanpa gejala, sementara pada dewasa timbul
gejala yang merupakan cirri-ciri seperti demam, lelah, rasa tidak nyaman pada abdomen, diare,
mual atau bahkan penyakit kuning (jaundice). Pasien dapat mentransmisikan infeksi selama
Diagnosis ditegakan berdasarkan dari tanda-tanda dan gejala dan tes serilogi untuk anti-
HAV IgM dan IgG antibody. Host merespon anti-HIV sebagai pertahanan/antibody untung
imunitas selama hidupnya, melindungi pasien dari infeksi virus HIV selanjutnya.
Resiko penularan infeksi nosokomial diantara praktisi kesehatan cukup rendah. Tersedia
vaksin-vaksin yang menghasilkan imunitas terhadap HAV (havrix, Vaqta) bagi individu yang
beresiko (ex: individu yang bepergian ke tempat endemic, pencandu obat-obatan, pasien dengan
penyakit hepar kronis dan individu dengan pekerjaan yang merupakan factor resiko dari penyakit
tersebut).
Hepatitis B
Virus hepatitis B (HBV) adalah virus DNA berkapsul yang bereplikasi dalam hepatocyte.
Hepatitis B merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, dengan perkiraan 400 juta orang
merupakan pengidap/carrier virus hepatitis B. Dan telah diperhitungkan bahwa 1,53% dari
Penularan diperkirakan karena adanya kontak fisik, pengguna obat-obatan intravena, dan
transfusi darah. Di Asia penularan perinatal sering terjadi. Pertimbangan yang penting di antara
praktisi gigi adalah resiko penularan percutaneous melalui tusukan atau sayatan benda tajam
yang telah terinfeksi oleh pasien dengan HBV-positif, atau absorbsi melalui permukaan mukosa
(mata atau rongga mulut). Penularan melalui saliva dapat timbul akibat absorbsi dari permukaan
mukosa. Beberapa penilitian melaporkan adannya HBsAg pada saliva dan cairan crevicular dari
pasien HBV-positif. Praktisi gigi, terutama yang bekerja sebagai dokter bedah mulut, mempunyai
resiko terinfeksi HBV 3-4 kali lebih besar dibandingan GP, walaupun vaksin dan metode
pencegahan telah dilakukan untuk memperkecil resiko. Inokulasi berikut, resiko seroconversi
adalah 30%. Periode inkubasi bertahan sekitar 2-6 bulan. Lebih dari 50% yang terinfeksi adalah
Dalam hal ini, karena penyakit terbukti asimtomatik, banyak orang yang tidak sadar
bahwa mereka mengidap infeksi pada awalnya. Kurang lebih 90% dari pengidap infkeksi HBV
yang telah dewasa memperihatkan penyembuhan sempurna, tapi 5-10% nerkembang menjadi
hepatitis kronis dengan komplikasi berupa cirrhosis dan hepocellular carcinoma, menyebabkan
Penyakit ini didiagnosis dengan mengukur tingkat HBV DNA, HbsAG dan rasio
antigen/antibodi. Vaksin telah dikembangkan untuk dapat menimbulkan respon kekebalan yang
efektif melawan virus pada kebanyakan pasien. Apabila seseorang yang kekebalan tubuhnya
kurang terpapar HBV, imunoglobulin dapat diberikan untuk memberikan perlindungan setelah
terkena paparan. Manajemen penting saat ini ialah termasuk imunisasi HBV sebagai bagian dari
Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama penyakit hepar kronis dan
penyakit hepar yang terkait morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Diperkirakan 8000
sampai 10000 kematian per tahun disebabkan oleh HCV, dan yang terakhir merupakan indikasi
utama untuk transplantasi hepar di Eropa dan Amerika Serikat. Perkiraan prevalensi global
penyakit ini adalah 2,2%, yang mewakili sekitar 130 juta terinfeksi secara individu di dunia.
Setelah mengamati beragam daerah geografis besar, penyakit ini mungkin terjadi sebagai akibat
dari faktor immunogenetik. Prevalensi terendah ditemukan di United Kingdom dan Skandinavia,
HCV merupakan virus RNA yang ditularkan melalui rute parenteral dari darah yang
terinfeksi. Sumber penularan termasuk transfusi darah (meskipun risikonya telah diminimalkan
sejak tes dan kontrol donor darah dibuat), perkutan terpapar melalui instrumen yang
terkontaminasi, dan terpapar ke darah. Individu yang berisiko terbesar adalah penderita
hemofilia, pasien dialisis, dan pecandu obat parenteral. Rute transmisi lainnya adalah kontak
seksual, dan penularan perinatal dan idiopatik. Prevalensi infeksi di kalangan profesional gigi
mirip dengan yang ditemukan pada populasi umum, meskipun studi epidemiologi menunjukkan
Setelah inokulasi, resiko serokonversi diperkirakan 1,8%. Masa inkubasi yang panjang
(sampai tiga bulan). Dan 85% dari semua pasien dengan infeksi HCV mengidap hepatitis kronis.
Dalam kasus-kasus dimana gejala diamati, kasus ini cenderung ringan, dan subyek yang paling
tetap relatif asimtomatik selama dua dekade pertama setelah infeksi dengan virus. Morbiditas
terkait dengan infeksi HCV adalah karena tidak hanya konsekuensi dari penyakit hati kronis
tetapi juga manifestasi dari ekstrahepatik. Kondisi terbaik yang didokumentasikan terkait
Hodgkin atau membran proliferatif glomerulonephritis. Gangguan terkait lainnya adalah porfiria
cutanea tarda, lichen planus, sialadenitis, gangguan kelenjar tiroid, diabetes melitus, dan
neuropati perifer. Lebih dari 74% dari pasien yang terinfeksi HCV pada akhirnya mengidap
recombinant immunoblast assay (RIBA) telah dikembangkan untuk diagnosis HCV, meskipun
tetap standar diagnostik deteksi genome virus menggunakan teknologi real time polymerase
Belum ada vaksin yang efektif terhadap HCV, dan resolusi spontan tidak biasa. Terapi
yang ada terdiri dari pengobatan kombinasi dengan interferon dan ribavirin, yang menawarkan
HEPATITIS KRONIS
Hepatitis kronis adalah gangguan inflamasi difus hepar dengan durasi lebih dari 6 bulan
dimana penyebab yang mendasarinya bisa menular (terutama virus hepatitis C dan, pada tingkat
Penyakit ini dapat berkembang tanpa gejala atau dengan manifestasi non-spesifik seperti
kelelahan, mual, atau nyeri abdomen. Penjalarannya biasanya lambat dan progresif, dan gejala
biasanya tidak termanifestasi selama berthaun-tahun setelah peristiwa kausal awal (misalnya,
infeksi). Beberapa pasien mengidap gangguan tanpa kerusakan hepar yang signifikan, sementara
yang lain dapat dengan cepat menuju cirrhosis dan mungkin hepatocarcinoma. Hepatitis kronis
akibat infeksi HCV adalah penyebab utama dari cirrhosis dan hepatocellular carcinoma.
menunjukkan ambang batas 80 gram alkohol pada laki-laki dan 20 gram pada wanita, yang
dikonsumsi setiap hari selama 10-12 tahun, yang akan menyebabkan kerusakan hepar. Sepuluh
gram etanol murni setara dengan segelas anggur atau bir, sedangkan segelas wiski setara dengan
dua kali lipatnya. Faktor-faktor seperti infeksi hepatitis C kronis, obesitas dan faktor genetik
dapat mempercepat terbentuknya penyakit hepar alkoholik bahkan dengan dosis alkohol yang
lebih kecil.
Alkoholisme dalah ditandai dengan ketergantungan fisik yang mencakup toleransi yang
besar dengan jumlah besar alkohol dalam darah, dorongan yang kuat untuk minum, kesulitan
pada akhirnya akan menyebabkan malnutrisi, anemia, fungsi kekebalan tubuh berkurang, dan
Spektrum klinis berkisar dari penyakit hepar alkoholik dimulai dari simple liver steatosis
(hepar berlemak) dengan hepatitis alkohol (beracun) sampai lebih parah seperti steatohepatitis
atau cirrhosis. Simple steatosis adalah presentasi yang paling umum, ditemukan dalam 90%
peminum berat, dan membuktikan keharusan untuk meninggalakan kebiasaan itu. Hepatitis
alkoholik diamati di lebih dari 35% dari semua peminum berat dan cenderung menjadi pelopor
dari cirrhosis. Kondisi dimulai dari bentuk tanpa gejala sampai kegagalan hati, dan situasi yang
membahayakan jiwa, dan biasanya disertai dengan febricula, jaundice, leukositosis dan
trigliserida) pada hati, yang mewakili 5% dari berat organ keseluruhan. Hal ini tidak ada pada
Kerusakan hati yang diamati sangat beragam dari simple steatosis (akumulasi dari lemak
dalam hati) hingga steatohepatitis ( akumulasi lemak dengan disertai inflamsi), yang berlanjut
resistensi insulin. Terdapat hubungan yang kuat antara resistensi insulin dan akumulasi
Namun, 16.4% dari semua pasien dengan lemak hati non-alkoholik tidak terdapat faktor
predisposisi. Kondisi ini berpotensi reversibel setelah menghilangkan atau meminimalkan faktor-
faktor penyebabnya.
Tidak ada perawatan yang jelas untuk lemak hati non-alkoholik, meskipun intervensi
seperti bariatric surgery ( pada kasus orang-orang yang obesitas) dan obat antidiabetes
(glitazone) pad apasien dengan diabetes tipe 2 dengan menunjukan hasil yang baik.
CIRRHOSIS
Sirosis hati sangat umum pada keadaan ini , dengan karakteristik morphopathological
mengarah kerusakan parenchyma hati. Penyakit ini disertai oleh serangkaian manifestasi
ekstrahepatik pada organ-organ tubuh lainnya dan sistem organ. Sirosis hati bersfat irreversible,
dan ditandai oleh pembentukan jaringan parut fibrosa di dalam hati, dengan pembentukan nodul
yang meningkatkan resistensi terhadap aliran darah melalui organ. Hasil dari kekurangan perfusi
hati merusak struktur vital dari organ dan mempengaruhi fungsi fisiologisnya. Penyebab utama
dari sirosis hati adalah infeksi hepatitis B dan C dan penyalahgunaan alkohol. Penyebab
potensial lainnya adalah steatohepatitis non-alkohol, perubahan genetik dan penyakit autoimun .
Komplikasi utama dari sirosis adalah hipertensi portal, karsinoma hepatoseluler dan
hilangnya fungsi organ. Sirosis sendiri merupakan faktor risiko untuk pengembangan karsinoma
hepatoseluler. Pilihan pengobatan meliputi mengilangkan faktor penyebab, terapi antivirus dan
HEPATOCELLULAR CARCINOMA
Karsinoma hepatoseluler adalah kanker kelima yang paling sering di seluruh dunia.
Dengan demikian, hal itu merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, dan
merupakan salah satu keganasan yang paling umum dan mengancam nyawa di dunia - dengan
Telah diperkirakan bahwa HBV dan termasuk dari 80% dari semua hepatocarcinomas.
Penyebab lainnya adalah steatohepatitis alkohol dan non-alkohol. Banyak pasien dengan
hepatocellular carcinoma memiliki riwayat cirrhosis, yang dengan sendirinya merupakan kondisi
preneoplastic.
Sirosis hati memiliki sifat yang berkepanjangan, dan menghasilkan gejala hanya pada
stadium lanjut dari penyakit, ketika pilihan penyembuhan tidak ada perawatan yang tersedia.
Pengobatan utama untuk karsinoma hepatoseluler adalah operasi (dalam kasus-kasus dimana
tumor diharuskan dioperasi), meskipun sayangnya banyak kasus non-operasi karena kedekatan
TUJUAN
Penelitian ini menawarkan tinjauan literatur dari manifestasi oral yang dapat ditemukan
pada pasien dengan virus hepatitis, penyakit hati alkoholik dan non-alkohol, sirosis dan
karsinoma hepatoseluler, dan pengaturan dental pada pasien dengan gangguan hati.
Sebuah pencarian literatur dibuat dari artikel diindeks di PubMed - Medline database,
menggunakan kata-kata kunci berikut MESH divalidasi: hepatitis, hepatitis alkoholik, lemak
Pencarian terbatas pada artikel dalam bahasa Inggris atau Spanyol diterbitkan selama 15
tahun terakhir. Sebanyak 28 artikel yang terakhir, yang terdiri dari tinjauan literatur 20, panduan
HASIL
Rongga mulut dapat mencerminkan disfungsi hati dalam bentuk ikterus membran mukosa,
gangguan perdarahan, petekie, peningkatan kerentanan terhadap memar, perdarahan radang gusi,
gingiva (bahkan dalam respon terhadap trauma minimal) (3, 19), foetor hepaticus (bau
karakteristik penyakit hati lanjut), keilitis, halus dan lidah atrofi, xerostomia, bruxism dan
berkerak perioral ruam (1). Pada pasien ini, penyakit periodontal kronis umum ditemukan.
Pasien dengan hepatitis alkoholik terdapat glositis, angle chelitis dan gingivitis, terutama
dalam kombinasi dengan kekurangan gizi. Beberapa pasien yang mengkonsumsi sejumlah besar
alkohol untuk jangka waktu yang lama dapat berkembang sialadenosis. Seperti komentar dari
Friedlander , ini diyakini hasil dari etanol yang diinduksi neuropati otonom perifer menimbulkan
Pasien dengan sirosis yang lebih lanjut cenderung untuk memperlihatkan kebersihan
mulut yang kurang, terutama dalam kasus-kasus di mana kerusakan hati berhubungan dengan
penyalahgunaan alkohol. Bagan et al melaporkan kondisi gigi memburuk pada pasien dengan
sirosis hati, dalam kebetulan dengan penulis lain seperti Novacek et al yang menganggap bahwa
karena keparahan dan karakteristik sirosis, pasien cenderung mengabaikan perawatan rongga
mulut.
HCV menggambarkan kesehatan gigi yang buruk - situasi yang memberikan kontribusi untuk
memperburuk kualitas hidup mereka. Manifestasi ekstrahepatik telah dilaporkan di 74% dari
semua individu yang terinfeksi HCV (19), dan beberapa kondisi ini terutama atau eksklusif
mempengaruhi daerah mulut. Gangguan utama yang berhubungan dengan infeksi HCV
xerostomia, sindrom Sjgren (SS), sialadenitis dan terutama lichen planus (LP) .
Xerostomia meningkatkan kerentanan pasien untuk karies dan penyakit jaringan lunak
mulut, dan kombinasi dengan kebersihan yang kurang baik, sehingga pada akhirnya
Belum terdapat bukti apakah infeksi HCV menyebabkan penyakit yang sama dengan
sindrom Sjgren primer atau apakah infeksi HCV bertanggung jawab langsung terhadap
munculnya sindrom Sjgren pada beberapa macam pasien. Walaupun begitu, sudah jelas
diketahui bahwa beberapa subjek dapat menimbulkan hubungan berkali lipat dengan infeksi
HCV secara signifikan, walaupun data terbaru masih kontroversial. Hubungan ini muncul
berdasarkan pada pengaturan geografis, dan menjadi lebih sering di negara-negara Mediterania
dan Jepang. Bagan et al menemukan bahwa prevalensi infeksi HCV lebih besar pada pasien
dengan oral lichen planus (OLP) dibandingkan pada grup control. Walaupun masih dibutuhkan
studi lebih lanjut, data terbaru menyatakan bahwa pasien cenderung pertama kali terinfeksi HCV
dan lalu berkembang menjadi lichen planus meskipun dalam cara apa hal ini terjadi masih
belum diketahui.
2. DENTAL MANAGEMENT
Penyakit liver mempunyai implikasi pada pasien ketika menjalani perawatan gigi.
Masalah utama yang paling sering berhubungan dengan penyakit liver di klinik mengarah
pada resiko penularan virus kepada dokter gigi mapun pasien lain (infeksi silang), resiko
perdarahan pada pasien dengan penyakit liver berat, serta perubahan metabolisme karena
beberapa zat yang terkandung dalam obat, di mana dapat meningkatkan resiko toksisitas.
HCV telah terdeteksi pada permukaan alat-alat di klinik setelah merawat pasien dengan
Hepatitis C, dan virus tersebut dapat bertahan pada temperature ruangan selama lebih dari 5
hari. Langkah sterilisasi yang sempurna sangat dibutuhkan, karena sterilisasi yang tidak
sempurna dapat memberikan paparan terhadap dokter gigi dan pasien lain terhadap infeksi
hepatitis. Langkah proteksi universal harus diaplikasikan demi mencegah infeksi silang,
contohnya adalah penggunaan barrier dengan langkah sterilisasi yang tepat disertai disinfeksi.
Telah terbukti bahwa teknik sterilisasi konvensional dapat mengurangi protein spesifik dan
asam nukleat (HBV DNA dan HCV RNA) pada instrumen dental yang sebelumnya telah
terinfeksi HBV dan HCV. Walaupun belum ada data yang membuktikan kemampuannya
dalam mengurangi resiko penularan, langkah ini tetap disarankan jika terdapat kasus
kecelakaan perforasi instrument atau jarum ke dalam kulit, di mana disarankan untuk
membasuh luka secara hati-hati (tanpa menggosok luka, karena hal ini dapat menyebabkan
inokulasi virus ke jaringan yang lebih dalam) dengan sabun dan air, atau menggunakan
desinfektan yang telah terbukti ampuh melawan virus (larutan iodine atau formulasi klorin).
Selanjutnya, diaplikasikan juga tekanan di bawah luka untuk memicu perdarahan, sehingga
mukosa telah terpapar, segeralah dilakukan irigasi dengan air mengalir sebanyak-banyaknya,
disarankan menggunakan larutan saline steril atau air steril, selama beberapa menit. Langkah
ini dilakukan untuk mengurangi jumlah unit virus sampai di bawah batas ambang yang dapat
menyebabkan infeksi (dosis infeksi). Sebab, pelarutan dengan air dapat mengurangi jumlah
virus hingga di bawah batas ambang infeksi ini. Kapanpun memungkinkan, status antigen
hepatitis pada pasien harus ditentukan. Jika terjadi paparan terhadap antigen virus positif
hepatitis secara parenteral, dokter gigi harus menerima perawatan dengan immunoglobulin
guna mengidentifikasi pasien yang kemungkinan beresiko terhadap penyakit ini. Hal ini juga
harus dibarengi dengan pemeriksaan oral yang teliti. Disarankan juga untuk berkonsultasi
dengan dokter pasien atau dokter spesialis guna menentukan rencana perawatan yang aman
dan memadai disesuaikan dengan kondisi medis pasien, serta mempertimbangkan derajat
kerusakan fungsional liver pada pasien. Pemeriksaan rongga mulut harus dapat
memperkirakan tanda apapun yang menandai adanya penyakit sistemik. Pasien harus
mendapatkan penjelasan mengenai resiko yang berkaitan dengan perawatan, dan diperlukan
Pada pasien virus hepatitis yang sedang dalam masa akut, hanya perawatan emergensi
yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan. Sedangkan pada pasien hepatitis kronik,
penting untuk menentukan kemungkinan adanya penyakit lain yang berhubungan (proses
autoimun, diabetes, dll) dengan tujuan mencegah komplikasi langsung dan masalah lanjutan
dari medikasi yang digunakan (kortikosteroid dan/ atau imunosupresor). Dibutuhkan juga
evaluasi terhadap kondisi medis yang kemungkinan berhubungan dengan penularan HCV,
konsentrasi factor koagulasi plasma. Pada pasien dengan penyakit liver, resiko bedah
berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit, jenis pembedahan yang direncanakan, dan
kondisi seperti hepatitis akut, acute liver failure, atau hepatitis alkoholik. Jika dibutuhkan
langkah invasive, diperlukan tes koagulasi dan hemostasis terlebih dahulu, yang meliputi:
Complete Blood Count, Bleeding Time, Prothrombin Time/ International Normalized Ratio
(INR), Thrombin Time, Thrombloplastin Time, dan biokimia liver (GOT, GPT, dan GGT). Tabel 2
menunjukkan nilai normal pada tes koagulasi. Jika terdapat perubahan pada nilai tes, harap
dikonsultasikan dengan dokter spesialis liver, dengan penundaan pilihan perawatan. Berbagai
perawatan emergensi juga harus disediakan di rumah sakit. Ketika dilakukan pembedahan, trauma
harus diminimalisasi untuk mengoptimalkan hemostasis, dengan cara teknik pembedahan yang hati-
hati, pengaplikasian tekanan untuk mengontrol perdarahan, dan penggunaan agen hemostatik.
Berdasarkan temuan tes laboratorium dan perawatan yang dilakukan, disarankan penggunaan agen
hemostatik local (selulosa teregenerasi dan teroksidasi), juga agen antifibrinolisis (asam traneksamik),
plasma segar, platelet, dan vitamin K. Disarankan juga penggunaan antibiotic profilaksis, karena
tertentu. Oleh karena itu dokter harus mengkonsultasikan untuk menentukkan obat mana yang
akan digunakan, dosis dan kemungkinan interaksinya (3). Administrasi dari analgesik tertentu,
antibiotik dan anestetik lokal umumnya ditoleransi dengan baik oleh pasien dengan disfungsi
liver yang ringan hingga sedang, walaupun modifikasi dapat membuktikan kebutuhan individu
dengan penyakit liver stadium lanjut (2). Dalam hal ini, obat-obat yang dimetabolisme dalam
hati mungkin harus digunakan dengan harti-hati atau dosis nya dikurangi (1,26) (tabel.3). dan
sepenuhnya. Kebanyakan penulisan resep antibiotik untuk infeksi oral dan maksilofasial dapat
digunakan dengan pasien dengan penyakit liver kronik dan pada umumnya beta lactam dapat
dengan penyakit liver dan harus dihindaari. Metabolisme dari klindamisin menjadi panjang pada
gastrointestinal dan gastritis salalu disertai pada penyakit hati. Profilaksis dapat dilakuakan
dalam bentuk antasid atau antagonis reseptor histamin. Acetaminopen (paracetamol) dihindari
pada pasien dengan penyakit liver yang serius, dan aspirin dan NSAID tidak diindikasikan untuk
yang aman untuk aspirin atau NSAID yang dapat diadministrasian pada dosis hingga 4g/hari
selama dua minggu tanpa pengaruh hati yang berlawanan, peringatan pasien untuk menghindari
konsumsi alkohol sementara menerima perawatan dengan obat. Pada pasien yang menggunakan
benzodiazepine, dosis harus dikurangi dengan prolongasi dari interval antara dosis. Lokal
anestesi umumnya aman diberikan dengan total pemberian dosis tidak melebihi 7mg/kg,
dikombinasikan denga efinprin. Tabel 4 menunjukkan obat yang kontraindikasi dan dapat
digunakan dengan hati-hati. Walaupun beberapa dari substansi ini dimetabolisme dalam liver,
dosis yang diunakan pada praktek dokter gigi bisa diterima kecuali pasien menderita disfungsi
dan agen hipnotik sehingga dosis anestetik harus dinaikkan. Keamanan dan keefisienan dari
banyak substansi obat dipengaruhi seiring dengan konsumsi alkohol. Perhatian dicurahkan lebih
besar pada efek-efek dari pengkombinasian alkohol dan depresor CNS,dan efek-efek yang
komplek dari alkohol diatas kapasitas liver untuk memetabolisme substansi obat. Parasetamol
yang dikombinasikan dengan alkohol berbahaya karena metabolisme kedua substannsi tersebut
melibatkan enzim yang sama (isoenzyme CYP2E1 of the P-450 cytochrome system), dan
perawatan tidak membutuhkan pemberian resep kumur yang mengandung alkohol selama masa