PENDAHULUAN
Puncak kejayaan maritim bangsa ini terjadi pada masa Kerajaan Majapahit.
Di bawah Raden Jaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada menguasai dan
mempersatukan nusantara.Pengaruhnya bahkan sampai ke negara asing, Siam
Lagor, Campa(Kamboja), Anam, Filipina dan India. Paradigma masyarakat kala
itu menciptakan visi maritim sebagai bagian utama dari sosial-budaya, ekonomi,
politik dan pertahanan-keamanan. Jadi kekuatan maritim bangsa Indonesia
sejak dahulu sudah tidak diragukan lagi. Sayangnya, nenek moyang bangsa
Indonesia malas mencatat sejarah. Pengetahuan yang sudah kita miliki, tapi
karena tidak dicatat akhirnya diklaim orang lain. Itu yang biasa dilakukan
orang-orang Eropa. Kalau bicara prasejarah, bangsa Eropa tidak memiliki
bukti yang kuat bahwa mereka pandai melaut. Karena gambar-gambar
yang ditemukan hanya perburuan. Berbeda dengan Indonesia yang
gambarnya ada perburuan dan laut.
PEMBAHASAN
Pada masa yang sama, dalam relief Candi Borobudur (abad ke-7-8 Masehi)
dipahatkan beberapa macam bentuk kapal dan perahu. Dari relief ini dapat
direkonstruksi dugaan bentuk-bentuk perahu atau kapal yang sisanya banyak
ditemukan di beberapa tempat nusantara, misalnya Sumatera.
Fakta sejarah lain yang menandakan bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa
martim dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah di gua-gua
pulau Muna, Seram dan Arguni yang dipenuhi lukisan perahu-perahu layar,
menggambarkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia merupakan bangsa
pelaut. Selain itu ditemukan kesamaan benda-benda sejarah antara suku Aborigin
di Australia dengan di Jawa. Ini menandakan bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia telah memiliki hubungan dengan bangsa lain.
Gambar lukisan perahu di gua pulau Muna
Selain itu, bukti-bukti arkeologis transportasi laut banyak ditemukan di
berbagai wilayah Indonesia, seperti papan-papan kayu yang merupakan bagian
dari sebuah perahu dan daun kemudi,yangukurannya cukup besar:
a) Situs Sambirejo
Secara administratif,Situs Sambirejo terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan
Mariana Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatera Selatan).Situs ini berada di suatu
tempat lahan gambut. Sebagian besar arealnya merupakan rawa-rawa. Beberapa
batang sungai yang berasal dari daerah rawa bermuara di Sungai Musi.
Dari lahan rawa basah ini, pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa perahu
kayu. Sisa perahu yang ditemukan terdiri dari Sembilan bilah papan dan sebuah
kemudi. Dari Sembilan bilah papan tersebut, dua buah diantaranya berasal dari
sebuah perahu dan tujuh bilah lainnya berasal dari perahu lain.
Situs ini terletak di kaki sebelah barat Bukit Siguntang, sekitar 5 km ke arah
barat dari kota Palembang. Eskavasi yang dilakukan pada 1989 ditemukan lebih
dari 60 bilah papan sisa sebuah perahu kuno. Meskipun ditemukan dalam jumlah
banyak, namun keadaannya sudah rusak akibat penduduk masa lampau untuk
mencari harta karun. Papan kayu tersebut pada ujungnya dilancipkan kemudian
ditancapkan ke dalam tanah untuk memperkuat lubang galian. Papan kayu yang
ditemukan berukuran sekitar 5 cm dan lebar antara 20-30 cm. Seluruh papan ini
mempunyai kesamaan dengan papan yang ditemukan di situs Sambirejo, yaitu
Tambuko yang terdapat di salah satu permukaannya dan lubang-lubang yang
ditatah pada tambuko-tambuko tersebut seperti halnya pada tepian papan untuk
memasukkan tali ijuk yang memasukkan tali ijuk yang menyatukan papan perahu
dengan gading-gading, serta menyatukan papan satu denga lain. Pada bagian tepi
terdapat lubang-lubang yang digunakan untuk menempatkat pasak kayu atau
bambu untuk memperkuat badan perahu.Pertanggalan karbon C-14 menghasilkan
pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.
Selain itu,perairan Indonesia memiliki potensi sumber data arkeologi bawah air
yang cukup banyak, baik yang berada di jalur sungai-sungai yang
menghubungkan pusat-pusat kerajaan besar, antara lain Sumatera dan Jawa
maupun di jalur-jalur pelayaran laut(pantai utara Jawa, Selat Malaka, Selat
Makassar, Maluku) dari berbagai periode sejarah. Data di bawah ini
menggambarkan sebagian data tersebut yang sudah berhasil diidentifikasi
berdasarkan hasil survei dan studi pustaka (Praktiko, Widi Agoes 2005).
Sumber Jumlah
Sejarah Maritim Indonesia Ribuan kapal
BRKP, LIPI, Dishidros TNI AL, dan Litbang 463 kapal
Oceanologi
Arsip Organisasi Arkeologi di Belanda 245 kapal VOC
Tony Wells, Shipwrecks & Sunken Treasure 186 kapal VOC
Arsip Spanyol, Korea, Jepang, Cina, dan Proses inventarisasi
Eropa lainnya
Adapun data kapal yang tenggelam dan sebaran lokasi yang berhasil
dihimpun oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan ( BRKP), Departemen
Kelautan dan Perikanan adalah sebagai berikut:
No. Daerah Persebaran Lokasi
1 Selat Bangka 7
2 Belitung 9
3 Selat Gaspar, Sumatera Selatan 5
4 Selatan Karimata 3
5 Perairan Riau 17
6 Selat Malaka 37
7 Kepulauan Seribu 18
8 Perairan Jawa Tengah 9
9 Karimun Jawa, Jepara 14
10 Selat Madura 5
11 NTB / NTT 8
12 Pelabuhan Ratu 134
13 Selat Makasar 8
14 Perairan Cilacap, Jawa Tengah 51
15 Perairan Arafuru, Maluku 57
16 Perairan Ambon Buru 13
17 Perairan Halmahera Tidore 16
18 Perairan Morotai 7
19 Teluk Tomini, Sulawesi Utara 3
20 Irian Jaya 31
21 Kepulauan Enggano 11
Sumber: BRKP, DKP
2.3 Manfaat Sejarah Kemaritiman yang Ditinjau dari Bukti Arkeologisnya Bagi
Bangsa Indonesia
Kilasan sejarah yang disertai dengan bukti-bukti arkeologisnya, tentunya
memberikan gambaran-gambaran betapa kuatnya kemaritiman Indonesia pada
waktu itu. Ditambah lagi kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu mampu menyatukan
wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena paradigma masyarakatnya
yang mampu menciptakan visi maritim sebagai bagian utama dari kemajuan
budaya, ekonomi, politik dan sosial. Akan tetapi, saat ini dunia maritim Indonesia
telah mengalami kemunduran yang cukup signifikan, jika pada zaman dahulu
mencapai kejayaan baik dalam bidang politik maupun ekonomi, sekarang ini tidak
tampak sedikit pun kemajuan yang dapat dilihat.
Berkaca dari masa lalu, melihat bagaimana kejayaan masa lampau diperoleh
karena mengoptimalkan potensi laut sebagai sarana dalam suksesnya
perekonomian dan ketahanan politik suatu negara, maka menjadi suatu
kesempatan yang berharga bagi bangsa Indonesia untuk mampu memetik
pelajaran dari sejarah ini agar Indonesia bisa kembali menjadi negara maritim dan
tujuan nasional Indonesia dapat terwujud.
Sejarah Indonesia sebagai Negara maritim tidak hanya terbatas pada bukti
tertulis, akan tetapi terdapat pula bukti-bukti arkeologi kemaritiman Indonesia
seperti perahu, prasasti, lukisan-lukisan perahu yang terdapat di gua-gua seperti
pulau Muna, Seram, Arguni. Dengan adanya bukti-bukti arkeologis tersebut,
Indonesia dapat menjadikannya sebagai suatu tempat wisata sehingga dapat
berdaya guna.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
a) Indonesia terlahir sebagai Negara maritim. Hal ini terbukti dari berbagai
fakta sejarah berupa penemuan-penemuan sebagai bukti arkeologis seperti
prasasti, lukisan pada dinding gua berupa kapal atau perahu dan
penemuan-penemuan kapal kuno di bawah air dan beberapa situs-situs di
beberapa tempat.
b) Dengan adanya bukti arkeologis kemaritiman Indonesia, bangsa Indonesia
dapat mengambil manfaat, seperti membangkitkan semangat bangsa
Indonesia untuk kembali mengoptimalkan potensi laut sebagai sarana
dalam suksesnya perekonomian dan ketahanan politik suatu negara, agar
Indonesia bisa kembali menjadi negara maritim dan tujuan nasional
Indonesia dapat terwujud dan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan
perahu-perahu modern.
3.2 Saran
Adapun saran dari penulisan makalah ini yaitu, sebaiknya pemerintah
bersama pemimpin-pemimpin lainnya menciptakan persepsi kelautan
yang tepat bagi bangsa Indonesia, yakni laut sebagai tali kehidupan dan masa
depan bangsa. Dengan persepsi tersebut, dapat memacu kesadaran bangsa
Indonesia akan arti penting maritim dalam pembangunan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
content/uploads/sites/17/2014/12/Amoghapasa-2009-13-sugi.pdf
http://www.slideshare.net/RahmatSaputra7/meyka-makalh
http://maritimemagz.com/budaya-maritim-keluhuran-nusantara/
http://www.wacananusantara.org/arkeologi-danpengenalan-prasejarah-
perahu-nusantara/