Anda di halaman 1dari 15

Pendahuluan

Pasien dengan HNSCC yang diterapi dengan tindakan bedah primer


memiliki tingkat rekurensi yang sangat tinggi bila batas reseksi masih positif
dan/atau bila terdapat metastasis ekstra-kapsular kelenjar getah bening. Analisis
kombinasi dari tiga studi mendemonstrasikan bahwa pasien-pasien ini menerima
manfaat pada pemberian dosis tinggi cisplatin (100 mg/m2 pada hari ke-1, hari
ke-22, dan hari ke-43), yaitu kontrol lokal-regional, terbebas dari penyakit, dan
berkaitan dengan peningkatan ketahanan hidup secara umum [13]. Kombinasi
radioterapi adjuvan dan dosis tinggi cisplatin menginduksi toksisitas akut dan
toksisitas jangka panjang yang serius, dan bahkan pada kondisi percobaan klinis
hanya 61% dan 64% pasien yang dapat menyelesaikan tiga siklus kemoterapi
sampai tuntas [1,2].

Sebagai alternatif, diterapkan cisplatin dengan pemberian dosis lebih


rendah yang diberikan sekali seminggu. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa
regimen yang diberikan sekali seminggu lebih tidak toksik dan sama
efektivitasnya dengan dosis tinggi cisplatin yang diberikan sekali tiap 3 minggu.
Pada sebuah percobaan klinis kecil, didemonstrasikan manfaat pemberian
cisplatin post-operasi sekali seminggu terhadap tingkat ketahanan hidup pasien
[4]. Namun efek terapi sekali seminggu belum pernah dibandingkan dengan terapi
sekali tiap 3 minggu pada percobaan klinis acak dan studi-studi lain yang lebih
kuat. Satu-satunya studi yang membandingkan secara retrospektif terapi cisplatin
sekali seminggu (n=53) dengan sekali tiap 3 minggu (n=51) menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan ketahanan hidup pada pasien yang menerima dosis
tinggi cisplatin sekali tiap 3 minggu. Namun, yang perlu diperhatikan pada studi
ini adalah pasien-pasien yang menerima dosis cisplatin sekali seminggu usianya
lebih tua, tingkat karsinoma yang dihubungkan oleh infeksi virus HPV lebih
rendah, dan tingkat merokok (bungkus/tahun) lebih tinggi [5]. Ketiga hal ini
dikenal sebagai faktor prognostik yang buruk pada pasien dengan HNSCC. Oleh
karena itu studi ini tidak bernilai kuat karena terdapat bias, yaitu pasien yang
menerima dosis cisplatin sekali seminggu adalah pasien-pasien yang kondisinya
lebih buruk dibandingkan pasien yang menerima dosis cisplatin sekali tiap 3
minggu.

Tujuan
Penelitian ini ingin membandingkan secara kohort pasien HNSCC dari dua
pusat rumah sakit pusat kanker tersier, dimana salah satu rumah sakit ini
memberikan terapi post-operatif cisplatin sekali tiap 3 minggu dan satu rumah
sakit lainnya memberikan cisplatin post-operatif sekali seminggu. Jika dosis

1
cisplatin sekali seminggu ditoleransi lebih baik, maka mungkin terdapat dosis
kumulatif yang lebih tinggi pada dosis tersebut. Penelitian ini juga bertujuan
untuk membandingkan dosis kumulatif cisplatin dan toksisitas yang ditimbul
diantara pemberian dosis sekali seminggu dan sekali tiap 3 minggu.

Metode
Desain Studi, Pasien, dan Terapi
Pada studi retrospektif kohort ini, dilakukan inklusi pada semua
pasien dengan HNSCC pada kavitas oral, laring, hipofaring, dan orofaring,
yang telah menjalani tindakan pembedahan primer dan batas reseksi yang
positif (<1 mm) dan/atau metastasis ekstrakapsular kelenjar getah bening
dan kemudian memulai radioterapi adjuvan antara 1 Maret 2005 sampai 12
Desember 2012 di Princess Margaret Cancer Center (PM, Toronto,
Kanada) dan antara 15 Desember 2008 sampai dengan 15 Juli 2013 di
University Medical Center Groningen (UMCG, Belanda). Informasi
mengenai karakteristik penyakit, detail terapi, dan toksisitas akut maupun
toksititas jangka panjang diekstraksi dari database institusi secara
prospektif dan diulas kembali dengan catatan medis elektronik pasien [6,7].
Pada pasien yang menerima radioterapi adjuvan saja, alasan tidak
menerima kemoterapi dikumpulkan. Dilakukan inklusi untuk semua pasien
yang menerima radioterapi adjuvan di PM sampai tiga siklus dengan
regimen sekali tiap 3 minggu dengan dosis cisplatin 100 mg/m2 dan
pasien yang diterapi di UMCG yang menerima tujuh minggu siklus
dengan regimen sekali seminggu cisplatin 50 mg/m2, untuk diteliti
mengenai dosis kemoterapi kumulatif dan perbandingan toksisitas diantara
kedua kelompok [1,2]. Pasien yang dapat mentoleransi terapi dengan baik
ditawarkan siklus ketujuh selama minggu terakhir radioterapi. Untuk
kedua jenis regimen jadwal terapi cisplatin ini, pasien dirawat inap
semalam untuk regimen hidrasi yang ekuivalen. Semua pasien menerima
3000-4000 ml larutan garam normal dengan suplementasi magnesium dan
kalium, dan dipremedikasi dengan antagonis reseptor 5-HT3, antagonis
neurokinin-1, dan deksamethasone.
Pasien yang diterapi di PM menerima IMRT (intensity modulated
radiotherapy) seperti telah disebutkan sebelumnya [8]. Pasien beresiko
tinggi yang diterapi di UMCG menerima IMRT simultan dengan teknik
penguatan yang terintegrasi. Pasien menerima 66 Gy pada 2 fraksi pada
area-area beresiko tinggi (area kelenjar getah bening dengan ekstensi
ektrakapstular dan/atau batas post-reseksi yang positif); 59.4 Gy dengan

2
1.8 Gy/fraksi pada area beresiko sedang (kelenjar getah bening dengan
nodul positif tanpa ekstensi ektrakapsular) dan 52.8 Gy pada area nodul
elektif.
Semua pasien yang diterapi dengan dosis tinggi cisplatin sekali
tiap 3 minggu mendapat profilaksis berupa insersi selang makan dengan
profilaksis endoskopik gastrostomi perkutan (percutaneous endoscopic
gastrostomy (PEG)), kecuali bila terdapat kontraindikasi atau pasien
menolak. Pada kohort pasien yang menerima cisplatin sekali seminggu,
semua pasien yang diterapi antara Desember 2008-Desember 2009
menerima selang PEG. Setelah Desember 2009, oleh karena ketentuan
terapi standar diubah, hanya pasien yang mengalami kesulitan menelan
atau penurunan berat badan signifikan sebelum dimulainya kemoterapi
saja yang menerima profilaksis pemasangan selang makan PEG. Pada
kohort pasien yang menerima terapi sekali seminggu dan tidak mengalami
kesulitan menelan dan tidak mengalami penurunan berat badan signifikan
sebelum dimulainya kemoterapi, dilakukan pemasangan pipa nasogastric
selama perawatan bila intake kalori per-oral tidak cukup. Studi ini telah
disetujui oleh badan review intitusi di PM. Sedangkan di UMCG, klaim
tertulis harus diberikan untuk ulasan retrospektif.

Tujuan studi dan analisis data


Outcome utama yang dicari dari studi ini adalah mengetahui dosis
kumulatiif cisplatin. Dosis kumulatif cisplatin dedefinisikan sebagai dosis
dalam mg/m2 yang diterima pasien selama radioterapi adjuvan. Outcome
kedua dari studi ini adalah tingkat ketergantungan selang makanan enam
bulan setelah kemoradiasi; tingkat oseoradionekrosis tulang rahang setelah
terapi; tingkat demam dengan neutropenia selama terapi; perubahan
terburuk serum kreatinin berdasarkan kriteria terminologi umum untuk
efek samping; dan perubahan berat badan selama terapi. Untuk
pembandingan hasil dan karakteristik antara pasien yang diterapi sekali
seminggu dan sekali tiap minggu dengan cisplatin, rata-rata variabel
kontinyu dibandingkan menggunakan two-sample t-tests dan frekuensi
dari variable kategorikal dibandingkan menggunakan tes chi-squared atau
tes Fishers exact. Odd ratio dan korespondensi nilai p dikalkulasi
menggunakan model binary logistic regression.
Hasil keefektifan dilaporkan sebagai tingkat rekurensi satu tahun
termasuk tipe rekurensi ditiap grup. Tidak ada uji statistik formal yang
dilakukan untuk membandingkan hasil klinis karena ini merupakan studi

3
retrospektif dengan heterogenitas klinis yang signifikan di antara dua grup.
Semua analiisi diuji dengan SPSS versi 19.

4
Hasil
Secara total, 270 pasien HNSCC dengan fitur resiko tinggi
diidentifikasikan. Dari 178 pasien di PM, 104 (58%) menerima hanya radioterapi.
Serupa, 44 (48%) dari 92 pasien di UMCG tidak menerima kemoterapi (Fig. 1).
Alasan yang paling sering didokumentasikan pada pasien yang tidak menerima
kemoterapi antara lain adalah usia, respon yang jelek, morbiditas kardiovaskular,
dan pasien yang menolak (Table 5). Masalah penyembuhan luka disebutkan
sebagai kontraindikasi kemoterapi pada 7 (4%) pasien PM dan 6 (7%) pasien
UMCG. 14 pasien UMCG dieksklusi dari studi dosis kumulatif dan toksisitias
karena terapi dengan cisplatin sekali seminggu (n=11) atau carboplatin (n=1), atau
rekurensi penyakit sebelum dimulainya kemoterapi (n=2)

5
6
Perbandingan Kohort Kemoradioterapi
60 pasien diterapi dengan dosis tinggi cisplatin sekali tiap 3
minggu dan 48 pasien menerima dosis cisplatin 50 mg/m2 sekali seminggu
selama radioterapi adjuvan. Kelompok-kelompok ini dikelompokkan
sesuai umur, jenis kelamin, dan klasifikasi T (tumor), tapi tidak
dikelompokkan sesuai lokasi tumor, klasifikasi N (nodus), status
merokok, status performans WHO, dan tipe serta luas pembedahan (Table
1). Semua pasien diterapi dengan IMRT. Semua pasien kecuali satu pasien
pada kelompok terapi sekali tiap 3 minggu menyelesaikan terapi. Pasien
dengan terapi cisplatin sekali tiap 3 minggu menerima 60-72 Gy pada
fraksi 30-36. Semua kecuali satu pasien pada kelompok terapi cisplatin
sekali seminggu dapat menyelesaikan terapi dengan 66 Gy dalam 33 fraksi
(Table 2).

7
8
Dosis kumulatif cisplatin
Dosis kumulatif cisplatin rata-rata lebih tinggi pada pasien yang
diterapi dengan cisplatin sekali seminggu (193.8 mg/m2, SE 11.0)
dibandingkan pada pasien yang diterapi dengan dosis tinggi cisplatin
sekali tiap 3 minggu (199/4 mg/m2 SE 5.4, P = 0.0001). Juga persentase
pasien yang menerima cisplatin dengan dosis 200 mg/m2 lebih tinggi
pada kohort pasien yang menerima cisplatin sekali seminggu (85.2%)
dibandingkan pasien yang menerima cisplatin sekali tiap 3 minggu
(67.7%, P = 0.039). Tidak terdapat interaksi signifikan antara jadwal dosis
RT, regimen cisplatin, dan dosis kumulatif cisplatin (p =0.34)

Morbiditas terapi
Tingkat toksisitas diantara pasien-pasien yang diterapi dengan
cisplatin sekali tiap 3 minggu dan regimen sekali seminggu sama (Table 3).
dari semua pasien yang diterapi sekali seminggu, 40% pasien
menyelesaikan terapi tanpa pemasangan selang makanan. Enam bulan
setelah selesainya kemoradioterapi, 18% pasien diterapi dengan cisplatin
sekali tiap 3 minggu dan 10% pasien yang diterapi dengan cisplatin sekali
seminggu dependen terhadap selang makan (OR : 2.1; P = 0.19, Table 3).

Penurunan berat badan rata-rata lebih tinggi pada kohort pasien


yang diterapi cisplatin sekali tiap 3 minggu (7% SE 0.64) dibandingkan
kohort pasien yang diterapi cisplatin sekali seminggu (2.7%, SE 0,61,
p<0.0001). Tingkat demam neutropenia rendah dan tidak berbeda secara
signifikan diantara kohort kedua kelompok terapi (Table 3).

Nilai dasar kreatinin dibandingkan antara nilai kreatinin tertinggi


antara awal pertama terapi dan enam minggu setelah terapi untuk tiap
pasien, dan tidak terdapat toksisitas renal grade 4, hanya terdapat toksisitas
renal grade 3 di kedua kohort kelompok terapi. Pada kohort pasien yang
diterapi cisplatin sekali seminggu, toksisitas renal grade 1 dan 2 lebih
sering ditemukan, namun pada pasien-pasien yang diterapi sekali
seminggu pemeriksaan kreatinin lain tersedia (Table 3). Enam minggu
setelah selesainya terapi, toksisitas renal grade 1 muncul pada dua kohort
pasien yang diterapi sekali tiap 3 minggu dan tiga pada kohort pasien yang
diterapi sekali seminggu. Hanya satu pasien kohort dari kelompok terapi
sekali tiap 3 minggu yang mengalami toksisitas renal permanen grade 2.
Osteoradionekrosis terjadi pada tiga pasien (5%) pada kelompok
kohort terapi cisplatin sekali tiap 3 minggu dan pada enam pasien (13%,

9
P=0.18) pada kelompok kohort terapi cisplatin sekali seminggu. Dosis
kumulatif cisplatin sama diantara pasien dengan atau tanpa
osteoradionekrosis

Tingkat rekurensi
Pada studi kohort terapi cisplatin sekali tiap 3 minggu, median
follow-up adalah 28.3 bulan (range 1.2094). 19 pasien (32%) mengalami
rekurensi, dan 16 diantaranya mengalami relaps satu tahun setelah
penyelesaian terapi (Table 4). Untuk kohort pasien yang diterapi dengan
cisplatin sekali seminggu, median follow up adalah 35.7 tahun (range 4.7-
60). 11 pasien (23%) mengalami rekurensi, dimana diantaranya 6 pasien
mengalami rekurensi dalam 1 tahun setelah penyelesaian terapi pola relaps
yang dominan di kedua kohort adalah kegagalan akibat penyebaran kanker
yang jauh.

10
Diskusi
Studi ini merupakan studi pertama kali pada pasien HNSCC beresiko
tinggi yang telah menjalani prosedur reseksi, yang membandingkan
kemoradioterapi adjuvan pada dua pusat kanker tersier dengan ketentuan praktik
institusional yang berbeda. Kami menemukan bahwa regimen pengobatan
cisplatin sekali seminggu memungkinkan lebih banyak cisplatin disebar ke tubuh
selama radiasi tanpa adanya bukti toksisitas tambahan. Regimen hidrasi yang ketat
dengan rawat inap tiap minggu mungkin berkontribusi terhadap tolerabilitas ini.
Terdapat keterbasan data yang menyokong regimen alternatif pada setting
terapi adjuvan selain dosis tinggi cisplatin sekali tiap 3 minggu yang dikombinasi
denga radiasi [4,5,918]. Sebuah studi acak prospektif membandingkan terapi
cisplatin yang diberikan sekali seminggu dibandingkan cisplatin yang diberikan
sekali tiap 3 minggu pada kondisi post operatif memberikan laporan bahwa pasien
yang diterapi dengan regimen cisplatin sekali seminggu mengalami mukositis
yang lebih sering dan berat, namun efek samping hematologik dan renal yang
sama dengan regimen sekali tiap 3 minggu [9]. Studi ini menggunakan dosis
cisplatin 40 mg/m2 sekali seminggu dan penulis menduga bahwa peningkatan
toksisitas dikarenakan komplians terapi yang lebih rendah pada kohort pasien
dengan regimen sekali seminggu dan perawatan pasca kemoterapi yang lebih baik
pada kohort pasien dengan regimen sekali tiap 3 mingggu. Dosis kumulatif rata-
rata sama (208.5 mg/m2 untuk regimen sekali tiap 3 minggu dan 200.4 mg/m2
pada pasien yang diterapi dengan cisplatin sekali seminggu), namun persentase
pasien yang menerima dosis kumulatif lebih dari sama dengan 200 mg/m2 lebih
tinggi pada kohort pasien yang mendapat regimen sekali tiap 3 minggu (88.5%)
dibandingkan yang mendapat regimen sekali seminggu (62.5%). Hal ini sangat
berbeda dengan hasil penelitian kami. Walaupun begitu, tidak ada bukti yang
menyatakan bahwa batasan dosis kumulatif 200 mg/m2 cisplatin secara klinis
relevan pada kondisi post operatif.
Beberapa senter rumah sakit berpengalaman memberikan terapi cisplatin
dengan regimen sekali seminggu versus sekali tiap 3 minggu telah dilaporknan
pada pasien HNSCC pada kondisi terapi adjuvant saja atau kondisi terapi adjuvant
yang dikombinasi dengan terapi definitive, dengan dosis cisplatin sekali seminggu
bervariasi dari 25-40 mg/m2 [5,1012]. Berbeda dari hasil penelitian kami. Pasien
yang diterapi dengan regimen sekali seminggu menerima dosis kumulatif cisplatin
yang lebih rendah dibandingkan dengan regimen dosis tinggi sekali tiap 3 minggu
[5,10,11]. Hal ini mungkin disebabkan bias seleksi dimana pasien yang menerima
regimen cisplatin sekali seminggu adalah pasien yang kondisinya tidak fit yang
kemungkinan besar tidak dapat menyelesaikan jadwal terapi yang telah
ditentukan, Sebagai kontras, pada studi kami kohort pasien yang menerima

11
cisplatin sekali seminggu lebih sering memiliki status performans ECOG 0 (60%
dengan 13 data yang telah hilang) dibandingkan pada kohort pasien yang
menerima cisplatin sekali tiap 3 minggu (40%), hal ini dapat mempengaruhi
tolerabilitas cisplatin yang menguntungkan regimen terapi sekali seminggu.
Walaupun tingkat ketergantungan terhadap selang makanan selama terapi
lebih rendah. penurunan berat badan lebih rendah pada pasien yang diterapi
dengan regimen cisplatin sekali seminggu pada studi kami. Namun, kami tidak
dapat membantah bahwa perbedaan lapang radiasi dan dosis radiasi
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mempertahankan intake oral dan berat
badannya. Pada sebuah studi retrospektif pada satu senter, pemasangan selang
makan dilakukan pada 90% pasien dengan regimen sekali tiap 3 minggu dan 41%
pada pasien denganr regimen sekali seminggu, namun berbeda dengan hasil
penelitian kami dimana lebih banyak pasien yang mendapat regimen sekali
seminggu yang mengalmai penurunan berat bedan 10% atau lebih [12]. Studi
pembandingan retrospektif lain terhadap regimen sekali seminggu dan sekalit iap
3 minggu selama radioterapi definitive melaporkan tidak ada perbedaan pada
tingkat penggunaan selang makan selama terapi dan dependensi terhadap selang
makan selama 3 -12 bulan setelah terapi [19]. Lebih lanjut, pada percobaan klinis
terkontrol kecil yang dilaporkan oleh Bachaud et al, satu dari 30 pasien pada
kelompok kemoradioterapi pos-operatif memerlukan gastrostomy permanen untuk
selang makan dan 1 pasien memerlukan diet cair permanen, dibandingkan dengan
3 dari 26 pasien yang memerlukan diet cair permanen pada kelompok yang
menjalani radioterapi post operatif saja [4].

Tingkat demam neutropenia yang rendah dan toksisitas renal grade 3 yang
kami temukan sama dengan studi-studi lain [1,2,9,11,15,19]. persentase
oseoradionekrosis lebih tinggi pada grup yang diterapi denganr egimen sekali
seminggu walaupun perbedaannya tidak ssignifikan secara statistic. Penjelasan
yang paling mungkin adalah tingkat mandibulektomi yang lebih tinggi pada
kohort pasien yang diterapi sekali seminggu dibandingkan yang diterapi sekali
tiap 3 minggu (32 % vs 13 %), yang mungkin menjadi faktor resiko penting
terjadi osteoradionecrosis [20,21]. Faktor resiko independen lainnya adalah dosis
radioterapi terhadap tulang [20,21]. Pada kohort pasien yang diterapi sekali
seminggu, lebih banyak pasien yang memiliki batas reseksi yang positif (79% vs
45%) dan menerima 66 Gy terhadap area tumor primer. Pengaruh kemoradioterapi
terhadap terjadinya osteroradionekrosis tidak jelas. Sebuah tinjaun pustaka
sitematik melaporkan bahwa tingkat osteoradionekrosis setelah kemoradioterapi
adalah 6.8% dibandingkand dengan 7.4% pada radioterapi konvensional dan 5.2%
untuk IMRT [22]. Bagaimana jadwal kemoterapi mempengaruhi hal ini belum
jelas.

12
Prevalensi dan tingkat keparahan dari toksisitas klinis yang berhubungan
seperti mukositis, disfagia, ototoksisitas, dan neurotoksisitas tidak dapat
dievaluasi karena studi kami yang bersifat retrospektif. Beberapa studi lain
memperlihatkan persentase yang lebih tinggi dari mukositis berat yang titerapi
dengan regimen sekali seminggu dibandingkan pasien yang diterapi sekali tiap 3
minggu [912]. Namun, data kami mengenai penurunan berat badan dan
ketergantungan terhadap selang makan tidak menujukkan mukositis yang
berlebihan dan disfagia akut pada kohort pasien yang diterapi cisplatin sekali
seminggu.
Pasien yang dimasukkan dalam studi retrospektif kohort ini
merepresentasikan populasi pasien HNSCC pada umumnya. Untuk alasan lain,
sekitar setengah dari pasien-pasien dengan HNSCC beresiko tinggi tidak
menerima kemoradioterapi adjuvant. Umur dan status performans merupakan
alaan utama pasien-pasien ini tidak menerima kemoterapi, dan hasil ini sama dari
2 institusi yang kami teliti. Persentase yang tinggi komorbid dan status
performans yang buruk mungkin berhubungan dengan etiologi dan faktor resiko
yaitu merokok dan minum minuman alkohol pada pupulasi pasien HNSCC. 2
pasien dengan karsinoma orofaring, ekspresi protein -16 merupakan marker yang
paling dapat dipercaya untuk infeksi virus HPV dan merupakan faktor
prognostikasi. Dibandingkan dengan Amerika Utara, insiden infeksi HPV yang
menyebabkan karsinoma orofaring di Belanda rendah [23]. untuk HNSCC non-
orofaring, ekspresi p16 juga dihubungkan dengan outcome yang baik [24]. oleh
karena itu p16 ridak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin pada HNSCC
non-orofaring.
Studi ini tidak mengevaluasi efikasi regimen cisplatin sekali seminggu
dibandingkan dengan sekali tiap 3 minggu. Tingkat relaps dapat dilaporkan,
namun tidak dibandingkan pada studi ii, dan tidak terdapat kesimpulan yang dapat
ditarik sebagai efikasi karena perbedaan signifikan diantara kedua kohort pasien.
secara umum, tidak jelas apakah dosis kumulatif cisplatin pada kondisi terapi
adjuvant memberikan dampak terhadap ringkat relaps dan ketahanan hidup. pada
grup terapi radiasi onkologi (radiation therapy oncology group), pasien diacak
antara radioterapi saja atau radioterapi ditambah dengan dosis tinggi cisplatin
sekali tiap 3 minggu setelah pembedahan [2]. Pasien yang menyelesaikan 3 siklus
kemoterapi yang telah dijadwalkan memiliki kontrol lokal-regional yang sama
dengan seluruh kelompok yang diberikan kemoradioterapi. Sebuah studi
retrospektif cisplatin sekali tiap 3 minggu dengan dosis 75 mg/m2 selama
radioterapi post operatif tidak dapat mendemonstrasikan hubungan antara jumlah
siklus kemoterapi dengan tingkat ketahanan hidup [18]. Namun, ketahan hidup
secara keseluruhan lebih baik pada pasien yang menerimsa dosis kumulatif

13
cisplatin 240 mg/m2 pada pasien yang diberikan terapi cisplatin sekali seminggu
dan cisplatin sekali tiap 3 minggu pada terapi yang mengkombinasikan
kemoradioterapi definitive dan adjuvant [10]. Sebuah tinjauan pustaka sistematik
baru-baru ini menunjukkan asosiasi linear antara ketahanan hidup secara
keseluruhan dengan dosis cisplatin kumulatif selama radioterapi definitive yang
tidak dipengaruhi oleh jadwal pemberian kemoterapi [25].

Pemilihan terapi adjuvant yang optimal disesuaikan antara toksisitas dan


efikasi. Jadwal kemoterapi alternative yang memiliki efek klinis yang sama
namun efek samping jangka pendek dan jangka panjang yang lebih rendah
daripada regimen sekali tiap 3 minggu akan lebih dipilih, namun sampai sekarang
alternative itu belum ada. Keterbatasan dari studi retrospektif kami yang penting
adalah ketidakseimbangan antara kelompok terapi, yaitu lokasi tumor, stadium N
(nodul), tipe dan luas pembedahan, lapang radioterapi, status performans, dan
distribusi fitur patologis beresiko tinggi. karena perbedaan-perbedaan ini dan
jumlah pasien yang sedikit pada studi kami, tidak dapat ditarik kesimpulan
mengenai perbedaan efikasi antara 2 kelompok yang diuji. Lebih lanjut, informasi
mengenai toksisitas yang penting seperti mukositis tidak tersedia. Untuk
mengatasi masalah ini, sebuah percobaan klinis acak prospektif diperlukan. Sejak
Oktober 2012, sebuah studi acak fase II/III (JCOG 1008) di Jepang telah
mengevaluasi kelebihan terapi cisplatin sekali seminggu (40 mg/m2, 7 siklus)
dibandingkan dengan cisplatin dosis 100 mg/m2 sekali tiap 3minggu [26].
Outcome utama yang dicari dari percobaan klinis acak fase II adalah penyelesaian
terapi dan pada fase III outcome utama yang dicari adalah ketahanan hidup secara
keseluruhan. Sampai hasil studi ini dipublikasikam, dosis tinggi cisplatin sekali
tiap 3 minggu dengan radiasi untuk HNSCC beresiko tinggi yang telah direseksi
tetap menjadi terapi standar yang ditunjuang oleh bukti ilmiah level 1 (evidence
based level 1).

Kesimpulan
Perbandingan retrospektif ini menunjukkan bahwa sekitar setengah dari
pasien HNSCC berseiko tinggi tidak layak untuk terapi cisplatin selama periode
radioterapi post-operatif. Dosis cisplatin 50 mg/m2 yang diberikan seminggu
semakli memungkinkan dosis akumulatif lebih tinggi yang dapat didistribusikan
ke tubuh tanpa adanya bukti toksisitas yang lebih dibandingkan regimen dosis
tinggi cisplatin 100 mg/m2 sekali tiap 3 minggu selama periode radioterapi post
operatif. Efikasi belum dapat ditentukan dan tidak jelas apakah data-data dari
peneltiian ini dapat diaplikasikan untuk penerapan regimen cisplatin 40mg/m2

14
sekali seminggu, yang secara umum digunakan sebagai alternative untuk dosis
tinggi cisplatin sekali tiap 3 minggu.

15

Anda mungkin juga menyukai