Anda di halaman 1dari 21

ANAMNESIS

Autoanamnesis pada tanggal 18 September 2017 pukul 14.00 WIB di Ruang Kebidanan RS
Simpangan Depok
Keluhan Utama : Keluar darah dari vagina sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang ke Polklinik Kebidanan RS Simpangan Depok dengan keluhan perdarahan
pada vagina sejak 4 hari yang lalu. Awalnya Perdarahan dikatakan hanya bercak lalu ke
esokannya keluar darah cukup banyak dan kadang berupa gumpalan berwarna merah gelap.
Keluhan disertai dengan rasa nyeri pada daerah kemaluan terutama setelah aktivitas berat.
Aktivitas pasien sehari-hari bekerja di sebuah pabrik dan sepulangnya sore hari pasien
menyuci baju dan bersih-bersih rumah. Pasien mengaku tidak ada keluhan BAB dan BAK.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat asma, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung dan penyakit lainnya
disangkal Os.
Riwayat alergi obat-obatan dan makanan juga disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat asma, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung dan penyakit lainnya
dalam keluarga disangkal Os.

Riwayat Pemakaian Obat


Os menyangkal mengonsumsi obat-obatan jangka panjang. Selama kehamilan ini os
mengaku hanya mengonsumsi vitamin untuk kehamilan dari Puskesmas.

Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus : tidak teratur
Lamanya : 7-8 hari
Dismenorhe : Tidak ada
Hari Pertama Haid Terakhir : 14 juli 2017
Umur Kehamilan Sekarang : 8-9 minggu
Riwayat Pemeriksaan Antenatal
Os sudah 1x melakukan pemeriksaan antenatal ke Puskesmas.
1
Status Pernikahan
Status : Menikah
Pernikahan : 1 kali
Menikah umur : 20 tahun

Riwayat Obstetri
G3P2A0
Anak Tahun Jenis Berat Badan Jenis Keadaan
ke- Persalinan Kelamin Lahir Persalinan
1 2005 Perempuan 2800 gram Normal Hidup

2 2011 Laki-laki 2900 gram Normal Hidup

Riwayat KB
Os mengatakan 6 bulan terakhir menggunakan KB suntik,

Riwayat Operasi
Os mengaku belum pernah melakukan operasi apapun.

Riwayat Sosial
Riwayat merokok, konsumsi alkohol, pemakaian obat-obatan dan jamu disangkal os.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sehat
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 110 / 80 mmHg
Frekuensi Nadi : 87 kali/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi Napas : 18 kali/menit
Suhu : 36.2 oC
Berat Badan : 69 kg
Tinggi Badan : 157 cm

2
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Kulit : sawo matang
Thoraks
Inspeksi : bentuk thoraks normal, gerakan dinding dada statis dan dinamsis
simetris.
Palpasi : pelebaran sela iga (-)
Perkusi : sonor seluruh lapang dada
Jantung : BJ I-II, reguler murni, gallop (-), murmur (-)
Paru-Paru : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : tampak sedikit membuncit, lesi (-), bekas luka operasi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani di seluruh abdomen
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, CRT < 2 detik
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : tidak ditemukan pembesaran
Supraklavikula : tidak ditemukan pembesaran
Lipat paha : tidak ditemukan pembesaran
Leher : tidak ditemukan pembesaran
Ketiak : tidak ditemukan pembesaran

PEMERIKSAAN GINEKOLOGIS
Wajah : chloasma gravidarum (-)
Payudara : bentuk simetris, papila mamae menonjol, areola mamae tampak
kecoklatan, benjolan (-), retraksi puting (-), ASI (-)
Pemeriksaan Perut
Inspeksi : sikatriks (-), linea nigra (-), striae gravidarum (-).
Palpasi :
Leopold I : TFU tidak teraba
Leopold II : tidak dilakukan
Leopold III : tidak dilakukan
Leopold IV : tidak dilakukan
Pemeriksaan Dalam ( Vaginal Toucher)
3
- Fluksus (+), Flour (-)
- Vulva/ Vagina : tidak ada kelainan
- Portio : teraba tebal dan lunak
- Pembukaan : 1 jari
- Teraba jaringan lunak
DJJ Doppler: Tidak terdengar denyut jantung janin

PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG
Hasil : sisa konsepsi (+)
Laboratorium Darah
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 13,2 g/dL 12 16
Leukosit 9600 mm3 5.000 - 10.000
Hematokrit 38 % 37 47
Trombosit 201.000 mm3 150.000- 400.000

RESUME
Seorang perempuan usia 39 tahun, G3P2A0 datang dengan keluhan bercak darah dari
vagina diikuti dengan perdarahan yg cukup banyak sejak 4 minggu SMRS. Perdarahan diikuti
dengan keluar gumpalan berwarna merah gelap disertai rasa nyeri terutama setelah aktivitas
berat. Pasien mengatakan sedang hamil usia 9 minggu dengan HPHT 14 juli 2017. Pasien
mengatakan 6 bulan terakhir menggunakan KB jenis suntik dan sebelumnya juga
menggunakan KB jenis IUD. Riwyat 2 persalinan sebelumnya normal dan berat badan lahir
bayi juga normal dengan keadaan anak sekarang keduanya sehat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sehat dengan kesadaran
CM, TD 110/80mmHg, N 87x/menit, RR 18x/menit dan suhu 36,2oC. Pemeriksaan obstetri
didapatkan Leopold I TFU tidak teraba, Auskultasi DJJ dengan Doppler tidak terdengar detak
jantung janin. Pada pemeriksaan dalam didapatkan portio tebal dan teraba lunak, pembukaan
1-2 cm dengan teraba jaringan.
Pada pemeriksaan USG didapatkan hasil sisa konsepsi (+). Pemeriksaan laboratorium
darah didapatkan hasil Hb : 13,2 g/dL, Leukosit :9600 mm3,Ht : 38%, Trombosit : 201.000
mm3.

4
DIAGNOSIS
G3P2A0 hamil 8-9 minggu dengan abortus inkomplit

TATALAKSANA
Kuretase pada tanggal 18 september 2017
Rencana Terapi
- Misoprostol 1 tab pervaginam
- Anastesi ( TIVA)
- Metergin 1 ampul

Tanggal 13 Juni 2017 pukul 12.30 WIB


Tindakan Kuretase
Laporan kuretase :
- Pasien di posisikan litotomi
- Dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daeah vulva, vagina dan sekitarnya
- Dipasang spekulum atas dan bawah
- Dengan bantuan spekulum atas bibir portio dijepit dengan tenaculum
- Dilakukan pengukuran dengan sonde
- Dilakukan kuretase dengan sendok kuret untuk mengeluarkan sisa kehamilan
- Jumlah perdarahan : 50 cc
-
Diagnosa Post Kuretase
P2A1 Post Kuretase
Observasi Post Kuretase
Pada tanggal 18 september 2017 pukul 15.30 WIB
S : nyeri (+), sakit kepala (+)
O : Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 81 x/menit
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Suhu : 360C
A : P2A1 Post Kuretase
P :
5
- Observasi TTV 2 jam
- Cefadroxil tablet 2 x 500 mg PO
- Asam mefenamat tablet 3 x 500 mg PO
- Metergin tablet 3 x 1 PO

Edukasi
- Jangan melakukan hubungan intim terlebih dahulu selama 1 minggu
- Jangan hamil dahulu selama 3 bulan
- Konseling pasien terhadap KB
- Kontrol setelah 1 minggu post kuretase

PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

6
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat mencapai berat 500 gram
atau kurang dari 20 minggu, dimana dapat terjadi tanpa pengeluaran hasil konsepsi atau
disertai dengan pengeluaran sebagian hasil konsepsi. Abortus yang berlangsung tanpa
tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan
tindakan disebut abortus provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus
provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila
didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu, dan kriminalis bila
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang
dan dilarang oleh hukum.1

Epidemiologi

Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan
sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan perdarahan akibat
mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10%
dari seluruh kehamilan. Angka-angka tersebut berasal dari data-data dengan sekurang-
kurangnya ada dua hal yang selalu berubah, kegagalan untuk menyertakan abortus dini yang
tidak diketahui, dan pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan
sebagai abortus spontan5.

Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka
tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali
kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada trimester pertama,
kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10 % pada trimester ketiga5.

Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di samping


dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis
bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada
wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah

7
dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi
umur 3 bulan5,6.

Etiologi
- Faktor Janin
Abnormalitas Kromosom (Abortus Aneuploidi)
Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan.
Sebuah penelitian menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar 49 % dari
abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling sering
ditemukan pada aborstus trimester pertama, kemudian diikuti oleh monosomi X,
yaitu kelainan kromosom spesifik tunggal tersering (13 %). Monosomi X
menyebabkan Sindrom Turner. Sindroma Turner merupakan penyebab 20-25 %
kelainan sitogenetik pada abortus. Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia. Trisomi 13, 16, 18, 21, dan 22 merupakan penyebab
terbanyak, paling banyak trisomi 16. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down
(trisomi 21) bisa bertahan. Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan
genetik amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu di atas
35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat
setelah usia 55 tahun. 1
- Faktor Maternal
Penyebab Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik,
seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan
bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan
riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27 % pasien. Penyebab terbanyak
abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80 %),
kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10-30 %). Mioma
uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko
kejadiannya antara 10-30 % pada perempuan usia reproduksi. Sebagian besar
mioma tidak memberikan gejala, hanya yang berukuran besar atau yang
memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan menimbulkan gangguan. Untuk
mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi (HSG) dan
ultrasonografi.1
Infeksi

8
Organisme seperti bakteri (Listeria monocytogenes, Chlamydia
trachomatis, Ureaplasma urealyticun, Mycoplasma hominis, Bacterial Vaginosis),
virus (Cytomegalovirus, Virus herpes simplex, Rubella, HIV, Parvovirus), parasit
(Treponema pallidum, Spirokaeta, Toksoplasmosis gondii) dicurigai berperan
sebagai penyebab abortus. Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan
peran infeksi terhadap risiko abortus, di antaranya sebagai berikut:
- Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, yang berdampak lang-
sung pada janin atau unit fetoplasenta.
- Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga
janin sulit bertahan hidup.
- Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin
- Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah
(misal mikoplasma bominis, klamidia, ureaplasma urealitikum, HSV) yang
bisa mengganggu proses implantasi
- Amnionitis (oleh kuman gram positif dan gram negatif, Listeria
monositogenes).
- Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena
virus selama kehamilan awal (misalnya rubela, parvovirus B19,
sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela-zoster, kronik sitomegalovirus
CMV, HSV). 1
Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabtetes
mellitus, dan defesiensi progesteron. Perempuan dengan diabetes yang dikelola
dengan baik risiko abortusnya tidak lebih jelek jika disbanding perempuan yang
tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada
trimester pertama, risiko abostus dan malformasi janin meningkat signifikan.
Defisiensi iodium berat dapat berkaitan dengan keguguran. Defisiensi
hormon tiroid sering terjadi pada wanita, biasanya disebabkan oleh penyakit
autoimun, tetapi efek hipotiroidisme pada abortus dini belum diteliti secara
mendalam. Autoantibody tiroid saja pernah dilaporkan berkaitan dengan
peningkatan insiden keguguran.
Progesterone punya peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas
endometrium terhadap implantasi embrio. Defesiensi progesteron karena
9
kurangnya sekresi hormon dari korpus luteum yang mempunyai hubungan dengan
kenaikan insiden abortus. Progesteron berfungsi mempertahankan desidua
sehingga defesiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada
hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.2
Faktor-Faktor Imunologis
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit
autoimun. Misalnya, pada Systemic Lupus Erymathosus (SLE) dan
Antiphospolipid Antibodies (aPA), aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati
pada perempuan dengan SLE. Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan
adanya aPA. aPA ditemukan kurang dari 2 % pada perempuan hamil yang sehat,
kurang dari 20 % pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33 %
pada perempuan dengan SLE. Diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan
terhenti kehamilannya. Pada kejadian abortus berulang ditemukan infark plasenta
yang luas, akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular kini dianjurkan
pemeriksaan darah terhadap -2 glikoprotein 1 yang lebih spesifik.1
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan, aspirin
dosis rendah, prednison, immunoglobulin, atau kombinasi semuanya. Studi case
control menunjukkan pemberian heparin 5000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari
aspirin meningkatkan daya tahan janin dari 50 % menjadi 80 % pada perempuan
yang pernah mengalami abortus lebih dari 2 kali. Yang perlu diperhatikan
penggunaan heparin jangka panjang, perlu diperhatikan terhadap risiko kehilangan
massa tulang, perdarahan serta trombositopenia.1
Inkompetensi Serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya
terjadi pada trimester kedua. Dimana terjadi ketidakmampuan serviks untuk
mempertahankan suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur pada
serviks. Serviks mengalami penipisan dan dilatasi sebelum waktunya tanpa rasa
sakit. Pengeluaran jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta mengalami
ruptur dengan prolaps yang disertai dengan menggembungnya membran plasenta
ke dalam vagina. Di laporkan bahwa riwayat dilatasi dan evakuasi (D&E) atau
dilatasi dan ekstrasi (D&X) setelah 20 minggu tidak meningkatkan kemungkinan
inkompetensi servikis 2
Faktor Hematologik

10
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan
adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen
koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio,
invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi
dikarenakan:
- Peningkatan kadar faktor prokoagulan
- Penurunan faktor antikoagulan
- Penurunan aktivitas fibrinolitik
Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan
normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu. Bukti lain menunjukkan
bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian
menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat
peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4-6
minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8 - 1 1 minggu.
Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi
trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta juga
sering disertai penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida. Juga pada
perempuan dengan sickle cell anemia berisiko tinggi mengalami abortus, hal ini
karena adanya mikroinfark pada plasenta. Kelainan hematologik lain yang
menyebabkan abortus misalnya disfibrinogenemi, defisiensi faktor XIII.1
- Faktor Eksternal
Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1-10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya rokok
diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah
diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta. Merokok dilaporkan berkaitan dengan peningkatan resiko abortus
euploidi. Risiko abortus meningkat seiring dengan jumlah batang rokok yang
dihisap setiap hari. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan
janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi
fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya
abortus.1
- Faktor Paternal

11
Faktor Paternal
Adanya kelainan kromosom dalam sperma dilaporkan memiliki
peningkatan resiko abortus. Peningkatan usia ayah secara bermakna dikaitkan
dengan peningkatan resiko abortus.2

Patogenesis
Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan dalam desidua
basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah yang mengalami
perdarahan. Dengan demikian hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya dari tempat
implantasinya. Hasil konsepsi yang telah lepas dari perlekatannya merupakan benda asing di
dalam uterus dan merangsang rahim untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin
lama semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim keluar. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus dan mengawali proses abortus.3
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi korialies belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8
minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya
plasenta tidak dilepaskan sempurna dan dapat menyebabkan banyak perdarahan. Sebagian
dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Pada
kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban
pecah adalah janin, disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan
tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Kadang-kadang plasenta masih
tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi
perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa
nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya
perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam.3

Gambaran Klinis
Gejala klinis pada abortus pada umumnya sama, antara lain:
a. Perdarahan, atau gumpalan darah dari jalan lahir yang bewarna kecoklatan hingga
merah segar
b. Kaku dan nyeri pada perut bagian bawah
c. Perdarahan bisa berlangsung hingga beberapa hari

12
d. Mengeluarkan sebagian jaringan dan masih ada bagian yang tertinggal di dalam
uterus
e. Pembesaran uterus lebih kecil dari usia kehamilan
f. Tes kehamilan masih bisa positif namun kehamilan tidak dapat dipertahankan.3

Diagnosis Banding
1. Abortus Iminens
Abortus iminens merupakan suatu ancaman keguguran dan didiagnosis bila
seseorang wanita hamil < 20 minggu mengeluarkan darah sedikit per vaginam atau
berupa flek darah. Pendarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang,
dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat
menstruasi, bahkan tidak ada keluhan sama sekali. Setengah dari abortus iminens
akan menjadi abortus komplet atau inkomplet, sedangkan pada sisanya kehamilan
akan terus berlangsung. Pada kasus seperti ini menyebabkan adanya risiko untuk
terjadinya prematuritas atau gangguan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth
retardation).1
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan
pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas
sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium
uteri masih tertutup, hasil konspesi masih baik dalam kandungan, serta besarnya
uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif.
Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar
hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin
tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya
maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka
prognosisnya dubia ad malam.1
Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent yang
diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan
harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan
untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta
apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran kantong gestasi
apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan
gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya pembukaan kanalis servikalis.
Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal.1
13
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti.
Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon
progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Penderita boleh
dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh
berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.1

2. Abortus Insipien
Abortus insipien (abortus sedang berlangsung) didiagnosis apabila wanita
hamil sebelum 20 minggu ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar
gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan
adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba.
Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang
tertinggal dapat menyebakan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin
biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi. Terapinya dilakukan evakuasi atau pembersihan kavum uteri ( suction
curettage ) sesegera mungkin.2
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar
dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri
dan dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang
sering dan kuat. Perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus
dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes
urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran
uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin
masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, Biasanya terlihat penipisan
serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta
dari dinding uterus.2
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan
keadaan hemodinamik yang terjadi. Segera lakukan tindakan pengeluaran hasil
konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan di
atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan
kuretase harus hati-hati. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi pada
dinding uterus. Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umu, pemberian uterotenika,
dan antibiotika profilaksis.2

14
3. Abortus Kompletus
Abortus kompletus adalah proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi
telah keluar melalui jalan lahir pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram. Pada kasus-kasus yang meragukan, pencitraan uterus dengan
USG akan merinci hasil konsepsi tersisa. Setelah pengamatan selesai, pasien yang
mengalami abortus kompletus dapat pulang ke rumah dengan intruksi untuk
diperhatikan adanya tanda-tanda infeksi (demam, mengigil, nyeri), mengamati adanya
perdarahan pervaginam dan jangan melakukan hubungan seksual sampai pemeriksaan
ulang dalam waktu sekitar 2 minggu untuk menentukan ada kelainan lainnya.4
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus
sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur
kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis
sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari
setelah abortus.1

4. Abortus Tertunda ( Missed Abortion )


Abortus tertunda (Missed Abortion) adalah berakhirnya suatu kehamilan
sebelum 20 minggu, namun keseluruhan hasil konsepsi ini tertahan dalam uterus
selama 8 minggu atau lebih. Dengan pemeriksaan USG tampak janin tidak utuh, dan
membentuk gambaran kompleks, diagnosis USG tidak selalu harus tertahan 8
minggu. Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan pervaginam sedikit
sehingga menimbulkan gambaran abortus iminen. Selanjutnya rahim tidak membesar
bahkan mengecil karena absorpsi air ketuban dan maserasi janin. Penatalaksanaan
missed abortion adalah dengan induksi persalinan.1
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan
di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin
mengecil. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong
gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang
tidak ada tanda-tanda kehidupan.1
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya
secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan
komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya kuretase dalam sekali tindakan. Pada
umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara
15
langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan.
Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan
serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu
untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis.1
Dapat juga digunakan prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi
pada missed abortion, dengan pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400
mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak 6 jam. Dengan obat ini akan terjadi
pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga tindakan
evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri.
Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat
jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat.
Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar atau
fibrinogen. Pascatindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan
oksitosin dan pemberian antibiotika.1

5. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abrotus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Penyebab abortus habitualis paling mungkin adalah kelainan genetik,
kelainan anatomis saluran reproduksi, kelainan hormonal, infeksi, kelainan faktor
imunologis atau penyakit sistemik. Namun pada sepertiga kasus abortus habitualis
penyebabnya tidak diketahui. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit
untuk menjadi hamil kembali, namun kehamilannya berakhir dengan keguguran
secara berturut-turut.1
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensua serviks, yaitu
keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan
menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks akan
membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules atau kontraksi rahim dan akhirnya
terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada
kehamilan sebelumnya, misalnya robekan serviks yang luas, sehingga diameter
kanalis servikalis sudah melebar.1
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat.
Dengan pemeriksaan dalam (inspekulo) kita bisa menilai diameter kanalis servikalis
dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki
trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan penderita
16
inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil sedini mungkin dan bila
dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan
fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya umur
kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14 minggu dengan cara
Shirodkar atau Mcdonald dengan melingkari kanalis servikalis dengan benang yang
tebal dan simpul baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.1
6. Abortus Infeksiosus dan Abortus Septik
Abortus infeksiosus adalah suatu abortus yang telah disertai komplikasi
berupa infeksi, baik yang diperoleh dari luar RS maupun yang terjadi setelah tindakan
di RS. Tandanya amenore, perdarahan, dan keluar jaringan. Abortus septik adalah
keguguran yang disertai dengan infeksi berat, penyebaran kuman sampai peredaran
darah atau peritoneum. Tandanya sakit berat, panas tinggi, nadi cepat, tekanan darah
turun, dan syok. Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang
paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan
antisepsis. Abortus infeksiosus dan abortus septik perlu segera mendapatkan
pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain di sekitar
alat genitalia juga ke rongga peritoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis,
septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik.1
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan
abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan
tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar, serta nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan tanda
infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan
tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun. Pengelolaan pasien
ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian
antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang
diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang keluar pervaginam. Untuk tahap
pertama dapat diberikan penisilin 4x1,2 juta unit atau ampisilin 4x1 gram ditambah
gentamisin 2x80 mg dan metronidazol 2x1 gram. Selanjutnya antibiotik disesuaikan
dengan hasil kultur. 1
Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6
jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus
dilindungi dengan uterotonika. Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan
bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan
17
antibiotik yang lebih sesuai. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah
dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina/uterus dengan larutan peroksida, bila
perlu histerektomi total secepatnya. Semua hasil konsepsi harus dikeluarkan meskipun
kuretase menyeluruh uterus yang terinfeksi akan sangat memperbesar risiko sinekia
uteri (sindrom Asherman).4

7. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)


Blighted Ovum atau yang dikenal sebagai kehamilan tanpa embrio yang
terbentuk sejak awal walaupun kantung gestasi tetap terbentuk. Pada saat terjadi
pembuahan, sel-sel tetap membentuk kantung ketuban, plasenta, namun telur yang
telah dibuahi (konsepsi) tidak berkembang menjadi sebuah embrio. Pada kondisi
blighted ovum dan tidak dilakukan tindakan, kantung kehamilan akan terus
berkembang, layaknya kehamilan biasa, namun sel telur yang telah dibuahi gagal
untuk berkembang secara sempurna, maka pada ibu hamil yang mengalami blighted
ovum, akan merasakan bahwa kehamilan yang dijalaninya biasa-biasa saja, seperti
tidak terjadi sesuatu karena memang kantung kehamilan berkembang seperti biasa.4
Pada saat awal kehamilan, produksi hormon HCG tetap meningkat, ibu hamil
ketika dites positif, juga mengalami gejala seperti kehamilan normal lainnya, mual
muntah, pusing-pusing, sembelit dan tanda-tanda awal kehamilan lainnya. Jadi
diagnosa blighted ovum dapat terdeteksi melalui pemeriksaan USG atau hingga
adanya perdarahan layaknya mengalami gejala keguguran mengancam (abortus
iminens) karena tubuh berusaha mengeluarkan konsepsi yang tidak normal.4
Untuk penanganan kehamilan blighted ovum tidak ada jalan lain kecuali
mengeluarkan hasil konsepsi dari dalam rahim. Caranya bisa dilakukan dengan
kuretase atau dengan menggunakan obat. Bila tidak dilakukan tindakan, kehamilan ini
akan berkembang terus walaupun tanpa ada janin di dalamnya. Biasanya sampai
sekitar 1 4 - 1 6 minggu akan terjadi abortus spontan. Diagnosis kehamilan
anembrionik ditegakkan pada usia kehamilan 7-8 minggu bila pada pemeriksaan USG
didapatkan kantong gestasi tidak berkembang. Untuk itu, bila pada saat USG pertama
kita mendapatkan gambaran seperti ini perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu
kemudian. Bila tetap tidak dijumpai janin dan diameter kantong gestasi sudah
mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik.
Pengelolaan kehamilan anembrionik dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi
dan kuretase secara elektif.1
18
Gambar 2. Contoh USG Blighted Ovum

Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan
mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase.
Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil
konsepsi secara manual agar jaringan yang menghalangi terjadinya kontraksi uterus segera
dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti.
Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase.2
Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih dahulu.
Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi.
Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar dan bentuk
uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia eksterna, vagina
dan serviks.
Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks dipresentasikan dengan
tenakulum.
Uterus disondase dengan hati-hati untuk menentukan besar dan arah uterus.
Masukkan kanula yang sesuai dengan dalam kavum uteri melalui serviks yang
telah berdilatasi. Dalam memilih ukuran kanula yang sesuai diperlukan
pertimbangan terhadap faktor-faktor yang saling bersaing, kanula kecil
memiliki risiko tersisanya jaringan intrauterus, kanula besar memiliki risiko
cedera serviks dan rasa tidak nyaman yang lebih besar.
Kanula digerakkan perlahan-lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil
diputar 360.

19
Bila kavum uteri sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan
terdengar gesekan kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam
botol penampung jaringan akan timbul gelembung udara.
Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30 menit tanpa anestesi
dan selama 1-2 jam bila dengan anestesi umum. Serta periksa juga kadar
hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar hb >8g/dl
pasien dapat dipulangkan

Komplikasi
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok akibat
perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil konsepsi yang lama didalam
uterus. Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase adalah:
1. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Sering terjadi
sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak profesional.
2. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila perdarahan sedikit
dan berhenti, tidak perlu dijahit.
3. Perdarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi. Penanganannya
adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
4. Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya berupa
pemberian antibitoka yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun anaerobik.
Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan kavum uteri setelah
pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.
5. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh:
- Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik
- Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik.3

Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Abortus inkomplit yang dievakuasi
lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik terhadap ibu. Kecuali
adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat sesudah mengalami tiga kali
abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85% tanpa tergantung pada pengobatan yang
dilakukan.

20
Kesimpulan
Abortus inkomplit adalah berakhirnya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram disertai dengan pengeluaran sebagian hasil konsepsi
sehingga sisa konsepi harus segera di keluarkan. Secara garis besar penyebab terjadinya
abortus dapat dibagi menjadi faktor fetal, maternal dan paternal. Patogenesis terjadinya
abortus inkomplit, berawal terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti nekrosis
jaringan sekitarnya. Pada umur kehamilan 8 sampai 14 minggu vili korealis telah menembus
desidua terlalu dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal, maka
terjadilah abortus inkomplit. Sisa abortus yang tertahan di dalam rahim harus segera di
keluarkan karena akan mengganggu kontraksi sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan
dan dapat menyebabkan shock.

Daftar Pustaka
1. Saifuddin AB. Ilmu kebidanan sarwono prawirohardjo: Pendarahan pada
kehamilan muda. Edisi ke 4. Cetakan ke 4. Jakarta: Bina pustaka sarwono
prawirohardjo; 2014.h.460-91.
2. Abortion. In: Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. William
Obsetrics. 23rd ed. USA: The McGraw-Hills Companies; 2009.p.226-80.
3. Sastrawinata S. Ilmu kesehatan reproduksi: obstetri patologi. Edisi ke 2. Jakarta:
EGC; 2004.h.1-9.
4. Anwar M. Ilmu kandungan. Edisi ke 3. Jakarta: Bina pustaka sarwono
prawirohardjo; 2011.h.197-211.

21

Anda mungkin juga menyukai