Anda di halaman 1dari 14

Revitalisasi Nilai Nilai Pancasila dalam Menghadapi

Tantangan Era Globalisasi

ABSTRAK
Kata Kunci: Revitalisasi, Nilai Nilai Pancasila, Globalisasi

Pancasila sebagai dasar Negara sebagaimana tercantum dalam


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan perjanjian luhur dari para
pendiri negara, yang kemudian didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Nilai inti
Pancasila sebagai dasar negara ini tersirat dari pemaknaan terhadap nilai yang
terkandung pada setiap sila Pancasila yang kelimanya saling berkaitan.
Fenomena globalisasi dalam perkembangannya memposisikan nilai-nilai
Pancasila untuk selalu siap dihadapkan pada keberadaan ideologi yang bersifat
merusak. Globalisasi secara langsung maupun tidak langsung telah menggeser
nilai nilai Pancasila dalam masyarakat kita. Kita masih menghadapi berbagai
tantangan yang berkaitan dengan upaya implementasi nilai-nilai dasar Pancasila
dan nasionalisme pada bangsa Indonesia. Padahal sesungguhnya Pancasila
sebagai ideologi bangsa Indonesia telah terbukti dan teruji mampu
mempersatukan pluralisme dari berbagai suku, ras, etnis maupun agama yang
ada di seluruh wilayah Indonesia. Pancasila hanya dianggap sebagai simbol,
bahkan mulai dilupakan.

Jajak pendapat yang dilaksanakan oleh Litbang Kompas (2012) terhadap


860 responden di sepuluh kota di Indonesia mendapatkan hasil bahwa hampir
seluruh responden (96,6%) menyatakan bahwa Pancasila haruslah dipertahankan
sebagai dasar negara. Sebanyak 92,1% menegaskan bahwa Pancasila sebagai
landasan terbaik bagi bangsa ini serta mayoritas responden sepakat bahwa
Pancasila tetap menjadi landasan terbaik bagi berdirinya bangsa ini. Akan tetapi
juga cukup mengejutkan dengan hasil yang kontras. Mayoritas responden
(79,8%) menilai pemerintah belum mampu menunjukkan sikap adil terhadap
masyarakat; sebanyak 90,8% hanya hapal sila pertama Pancasila; 27,8% tidak
ingat isi sila kedua; 23,8% tidak ingat sila ketiga dan sebanyak 30,2% tidak ingat
sila keempat dan 20,1% tidak ingat sila kelima. Meski demikian, sebagian publik
(55% responden) meragukan keseriusan pemerintah menerapkan Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kita
dan personal pemerintah sendiri kurang menjiwai nilai nilai Pancasila.
Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik,
ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai nilai
nasionalisme dan Pancasila terhadap bangsa.
Pancasila tak bisa terlepas dari tata kehidupan rakyat sehari-hari
mengingat Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita
moral yang meliputi seluruh jiwa dan watak yang telah berurat berakar dalam
kebudayaan bangsa Indonesia, karena Pancasila merupakan ideologi bangsa.
Upaya revitalisasi nilai nilai Pancasila dapat dilakukan dengan banyak cara,
misalnya melakukan sosialisasi kembali pada momen momen nasional seperti
kemerdekaan atau hari sumpah pemuda; menumbuhkan sikap bangga dengan
produk dalam negeri, mengaktifkan dan mengoptimalkan kembali kegiatan
kepemudaan, dan mengadakan event bakti sosial, pencinta alam yang bertemakan
nilai nilai Pancasila dan nasionalisme bangsa dan banyakcara yang lainnya.

PENDAHULUAN

Sejak berakhirnya perang dingin yang diwarnai persaingan ideologi antara


blok Barat yang mempromosikan liberalisme kapitalisme dan blok Timur yang
mempromosikan komunisme sosialisme, tatanan dunia mengalami berbagai
perubahan pandangan, baik pandangan ekonomi global, politik, maupun ideologi.
Negara negara di dunia secara langsung maupun tidak langsung harus memilih
untuk mengikuti arus pergaulan dunia atau mengembangkan jati diri negaranya
sendiri mengacu pada kondisi dunia saat itu. Berbagai perubahan pandangan dunia
tersebut kemudian berkembang menjadi proses globalisasi dengan segala
pengaruhnya yang harus disikapi dengan cermat dan tepat, di antaranya melalui
peningkatan implementasi nilai-nilai ideologi bangsa.
Pancasila sebagai ideologi bangsa lahir melalui proses yang panjang
dengan bersendikan keberagaman dalam Ke-Bhinneka-an dan seiring dengan
perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pancasila dijadikan sebagai falsafah, dasar
negara dan ideologi terbuka, open ideology, living ideology dan bukan merupakan
suatu dogma statis yang menakutkan (Budiyanto, 2003).
Pancasila sebagai dasar Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan perjanjian luhur dari para pendiri negara,
yang kemudian didukung oleh seluruh rakyat Indonesia. Nilai inti Pancasila
sebagai dasar negara ini tersirat dari pemaknaan terhadap nilai yang terkandung
pada setiap sila Pancasila, di mana Sila ke-Tuhanan merupakan pemaknaan
terhadap nilai-nilai religius yang berkaitan dengan hubungan antara individu
dengan Tuhan. Sila Kemanusiaan berhubungan dengan aspek moralitas,
keteraturan dan perwujudan aturan sosial yang beradab. Sila Persatuan Indonesia
menyiratkan makna perwujudan kesatuan dan kasih sayang terhadap segenap suku
bangsa dari Sabang sampai Merauke.
Sila Permusyawaratan dan Perwakilan menyiratkan makna perlunya
demokrasi atas dasar musyawarah mufakat dalam menyikapi berbagai persoalan,
dan sila Keadilan Sosial yang menyiratkan perilaku yang transparan, adil dan
merata guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
dengan 10721 etnik yang beragam dan plural (Bahar, 2008).
Pancasila sebagai sumber hukum nasional dimaknai sebagai dasar dan
landasan bagi pembentukan segala hukum dan perundangan nasional, sehingga
pada implementasinya segala bentuk perundangan harus mengarah pada
bagaimana menjaga integrasi bangsa, membangun demokrasi dan membangun
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang didasarkan pada prinsip
toleransi kemanusiaan dan keberagaman yang berkeadaban.
Pancasila sebagai ideologi bangsa memiliki perbedaan yang mendasar
dengan ideologi kapitalisme liberal maupun sosialisme komunisme, di mana
Pancasila mengakui adanya hak-hak individu maupun hak masyarakat di segala
bidang. Lain halnya dengan ideologi liberalis kapitalis yang cenderung lebih
mengedepankan kebebasan individual ataupun kelompok. Sebagai ideologi
terbuka, Pancasila membuka ruang penuh bagi negara dan masyarakatnya untuk
mencapai cita-citanya secara bersama sama.
Pemahaman terhadap latar belakang historis dan konsep tentang Pancasila
bagi setiap warga negara, merupakan suatu bentuk kewajiban sebelum kita dapat
melaksanakan nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kewajiban tersebut merupakan konsekuensi kita sebagai warga negara,
karena kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, maka setiap warga negara
wajib setia kepada dasar negaranya. Perjalanan hidup suatu bangsa sangat
tergantung pada efektivitas penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai dasar
negara merupakan dasar dalam mengatur penyelenggaraan negara di segala
bidang, baik bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam. Era
globalisasi menuntut kesiapan segenap komponen bangsa untuk mengambil
peranan sehingga dampak negatif yang kemungkinan muncul, dapat segera
diantisipasi.
Bangsa ini terbentuk dari beragam etnik, suku bangsa maupun agama,
yang kesemuanya memiliki filosofi, maksud dan tujuan yang berbeda dan
memiliki karakteristik yang serba multi. Secara regional dan global, Pancasila
dihadapkan pada perkembangan globalisasi yang dinamis dengan berbagai
dampak, baik dampak yang membawa keuntungan bagi negara, maupun dampak
rentannya pengaruh tersebut dari kemungkinan adanya pihak tertentu dengan
kepentingannya sendiri.
Perkembangan globalisasi telah menjangkau pada ranah tanpa batas, yang
secara langsung dan tidak langsung akan menyisihkan negara negara yang tidak
bisa mengikuti gerak langkah perkembangan tersebut. Globalisasi yang pada
hakikatnya membawa kita ke ruang lingkup atau tatanan dunia itu dapat
diibaratkan seperti pergerakan udara yang bergerak dari satu ruangan, masuk dan
kemudian memenuhi ruangan lain yang lebih luas dan tidak terbatas. Titik awal
lahirnya globalisasi, dimulai dengan ditemukannya alat komunikasi dan
transportasi modern yang pada akhirnya mempermudah manusia untuk
berkomunikasi tanpa batas sehingga terjadi pertukaran informasi secara cepat dan
memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan
hidup berbangsa dan bernegara.
Fenomena globalisasi dalam perkembangannya memposisikan nilai-nilai
Pancasila untuk selalu siap dihadapkan pada keberadaan ideologi yang bersifat
merusak. Indonesia dalam menuju peradaban yang lebih bermartabat dihadapkan
pada berbagai pengaruh ideologi ideologi lain, termasuk ideologi radikalisme
global yang mengganggu pencapaian dari berbagai kebijakan yang ditetapkan.
Padahal sesungguhnya Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia telah terbukti
dan teruji mampu mempersatukan pluralisme dari berbagai suku, ras, etnis
maupun agama yang ada di seluruh wilayah Indonesia.
Nasionalisme seperti cinta tanah air dan patriotisme atau kerelaan
berkorban warga negara kepada bangsa dan negaranya dapat diukur dalam bentuk
loyalitas mereka terhadap dasar negaranya yang secara formal diwujudkan dalam
bentuk kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Kesetiaan warga negara tersebut
akan nampak dalam sikap dan tindakan, yakni menghayati, mengamalkan, dan
mengamankan. Kesetiaan ini akan semakin mantap jika mengakui dan meyakini
kebenaran, kebaikan dan keunggulan Pancasila sepanjang masa. Pancasila dalam
kedudukannya sebagai ideologi negara, diharapkan mampu menjadi filter dalam
menyerap pengaruh perubahan jaman di era globalisasi ini. Pancasila di era
globalisasi cukup sulit untuk membimbing bangsa Indonesia. Terdapat berbagai
macam budaya dari negara lain yang masuk ke Indonesia, dan sebagian besar
budaya itu telah mendarah daging kepada rakyat Indonesia baik itu budaya baik
ataupun buruk. Akibat dari globalisasi inilah yang menjadikan warga Indonesia
seringkali lupa akan nilai nilai Pancasila, sehingga perlu proses revitalisasi.
Setelah enam puluh delapan tahun Indonesia merdeka dan seratus lima
tahun kebangkitan nasional saat ini, kita masih menghadapi berbagai tantangan
yang berkaitan dengan upaya implementasi nilai-nilai dasar Pancasila dan
nasionalisme pada bangsa Indonesia. Pertama, nilai-nilai Pancasila sepertinya
masih belum membumi, masih belum diamalkan secara baik oleh bangsa
Indonesia. Pancasila seakan hanya menjadi simbol saja, tanpa terimplementasi
secara nyata baik pada tataran kehidupan kenegaraan maupun pada tataran
kehidupan masyarakat. Kedua, kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya
generasi muda pada era globalisasi ini mendapat pengaruh yang sangat kuat dari
nilai-nilai budaya luar, sehingga mulai banyak sikap dan perilaku yang tidak
sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
Ketiga, nilai-nilai nasionalisme oleh sebagian pihak dipandang mengalami
erosi pada saat ini, terutama di kalangan generasi muda (Triantoro, 2008).
Keempat, berkembangnya paham keagamaan yang tidak memandang penting
nasionalisme dan negara kebangsaan Indonesia, dan lebih memandang penting
universalisme. Pendukung paham ini juga menolak demokrasi sebagai sebuah
sistem pemerintahan yang dipandang baik dan pada ujungnya tidak memandang
Pancasila sebagai sebuah ideologi yang penting dan tepat bagi bangsa kita.
Kelima, masih perlu dipertanyakan peran pendidikan baik pada jalur pendidikan
formal maupun nonformal dalam menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila,
termasuk nilai-nilai nasionalisme kepada bangsa Indonesia, khususnya kepada
generasi muda.
Tantangannya adalah menyiapkan secara matang generasi muda penerus
bangsa, supaya arah dari pengembangan budi pekerti generasi muda dapat
berjalan dengan baik dan tidak terpengaruh dampak negatif dari globalisasi yang
dapat memudarkan nilai-nilai pancasila dalam tubuh bangsa. Ironisnya, kondisi
generasi muda Indonesia sekarang telah mengalami degradasi karakter yang
cukup besar. Perilaku mereka telah terpengaruh pola hidup masyarakat luar negeri
yang menurut mereka lebih bagus, keren dan lebih cocok. Mereka melupakan jati
dirinya sebagai masyarakat Indonesia yang memiliki nilai nilai luhur sesuai
dengan yang telah diajarkan nenek moyang dan para pendiri bangsa yang
dikristalkan menjadi Pancasila. Jika tidak segera diantisipasi maka mereka dapat
dengan mudah dipengaruhi oleh pengaruh yang buruk yang pada akhirnya tidak
hanya merugikan diri sendiri tetapi juga berpengaruh pada kelangsungan hidup
bangsa dan negara Indonesia.

TUJUAN DAN MANFAAT


Adapun tujuan pengkajian nilai nilai Pancasila dalam karya tulis ini
adalah untuk membuka kembali pentingnya revitalisasi nilai nilai Pancasila
dalam menghadapi tantangan era globalisasi saat ini terutama pada para generasi
muda sebagai penerus kepemimpinan bangsa, sehingga mampu memberikan
manfaat sebagai sumber inspirasi dalam memperbaiki konsep pembentukan
karakter yang kuat dan mampu membentuk generasi yang berprestasi, berakhlak
mulia, dan menjunjung tinggi nilai nilai luhur bangsa yang tertuang dalam
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.

METODE PENULISAN
Informasi yang digunakan dalam karya ilmiah ini dikumpulkan melalui
studi literatur antara lain buku teks, jurnal, artikel, dan hasil penelitian serta
penalaran terhadap kejadian yang terjadi di sekitar.

PEMBAHASAN

Eksistensi Nilai Nilai Pancasila pada Masyarakat Indonesia Saat Ini


Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan
politik para founding fathers ketika negara Indonesia didirikan. Namun dalam
perjalanan panjang kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila sering
mengalami berbagai perubahan dalam aktualisasi nilai-nilainya. Perubahan
pengamalan Pancasila tersebut bisa berupa penambahan, pengurangan, dan
penyimpangan dari makna yang seharusnya. Walaupun seiring dengan itu sering
pula terjadi upaya pelurusan kembali. Pancasila sering digolongkan ke dalam
ideologi tengah di antara dua ideologi besar dunia yang paling berpengaruh.
Pancasila bukan berpaham komunisme dan bukan berpaham kapitalisme.
Pancasila tidak berpaham individualisme dan tidak berpaham kolektivisme
(Mulyono, 2002).
Pancasila lahir sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri,
artinya bahwa didirikannya sebuah negara adalah semata-mata untuk mewujudkan
sebuah tatanan masyarakat yang sejahtera, makmur dan sentosa. Tujuan tersebut
adalah perjanjian antara negara dengan rakyatnya, dan negara sebagai organisasi
yang mengatur, berkewajiban untuk membawa rakyatnya kepada tujuan yang
dimaksud, tanpa menghilangkan hak-hak rakyatnya sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi, karena rakyatlah yang memiliki negara, bukan negara yang memiliki
rakyat.
Negara yang mengamalkan Pancasila dengan baik dan benar adalah negara
yang mengeluarkan kebijakan bukan berdasarkan kepentingan partai, bangsa
asing, pemilik modal atau kelompoknya. Negara Pancasilais adalah negara yang
tidak akan mendukung kolonialisme di belahan dunia manapun dan dalam bentuk
apapun, mengusir bangsa asing yang memasuki wilayah Indonesia yang hanya
untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia dan menghisap rakyatnya,
membangun perekonomian rakyatnya, menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran,
memberikan kesempatan kepada semua rakyatnya yang berpotensi untuk menjadi
pemimpin, mempersiapkan generasi penerus bangsa menjadi generasi yang
mandiri dan bermoral baik, mempertahankan budaya masyarakatnya, dan
mewujudkan masyarakat yang menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai nilai
Pancasila.
Ketika negara sudah dapat berjalan dengan berpijak diatas pancasila secara
baik dan benar, maka efek dominonya adalah terwujudnya sebuah tatanan orang
orang yang menjiwai nilai nilai Pancasila. Akan tetapi saat ini Pancasila
merupakan identitas negara Indonesia yang sedikit demi sedikit mulai lenyap
dimakan waktu. Pancasila adalah pedoman negara ini, dimana pedoman untuk
mengarahkan negara ini menuju masyarakat yang sejahtera. Pada kenyataannya di
negeri ini, ternyata banyak sekali masyarakat yang tidak menghargai Pancasila itu
sendiri. Bahkan pada masyarakat umum ada juga yang tidak tahu apa itu
Pancasila.
Jajak pendapat yang dilaksanakan oleh Litbang Kompas (2012) terhadap
860 responden di sepuluh kota di Indonesia mendapatkan hasil bahwa hampir
seluruh responden (96,6%) menyatakan bahwa Pancasila haruslah dipertahankan
sebagai dasar negara. Sebanyak 92,1% menegaskan bahwa Pancasila sebagai
landasan terbaik bagi bangsa ini serta mayoritas responden sepakat bahwa
Pancasila tetap menjadi landasan terbaik bagi berdirinya bangsa ini. Akan tetapi
juga cukup mengejutkan dengan hasil yang kontras. Mayoritas responden (79,8%)
menilai pemerintah belum mampu menunjukkan sikap adil terhadap masyarakat;
sebanyak 90,8% hanya hapal sila pertama Pancasila; 27,8% tidak ingat isi sila
kedua; 23,8% tidak ingat sila ketiga dan sebanyak 30,2% tidak ingat sila keempat
dan 20,1% tidak ingat sila kelima.
Meski demikian, sebagian publik (55% responden) meragukan keseriusan
pemerintah menerapkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Lebih dari itu,
rangkaian pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh aparatur negara,
baik maupun hak asasi manusia secara kolektif, telah ikut menyebabkan
enurunnya semangat nasionalisme bangsa, khususnya di daerah-daerah di mana
telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang bersifat berlarut, seperti di
Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua (Lemhannas RI, 2012).
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kita dan personal pemerintah
sendiri kurang menjiwai nilai nilai Pancasila. Pancasila hanya sebagai simbol
saja tanpa implementasi yang jelas dan kontinyu oleh segenap masyarakat
Indonesia. Untuk menghapalkan isi silanya saja sudah banyak yang lupa, apalagi
memahami inti sari tiap sila dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari hari.
Kita tidak akan menjadi seorang Pancasilais, jika pancasila itu sendiri tidak
dirasakan keberadaannya, khususnya bagi generasi muda sebagai penerus tongkat
estafet bangsa Indonesia. Munculnya perilaku masyarakat yang tidak sesuai
dengan nilai nilai Pancasila misalnya, tindak pidana korupsi dimana - mana,
kolusi, nepotisme, diskriminasi hukum dan HAM, perilaku ekstrim dari para
generasi muda, narkoba, pergaulan bebas, gaya hidup hedonis, individualistis,
apatis, cenderung mementingkan diri sendiri dan golongan. Kesemuanya itu
merupakan bukti nyata akan perilaku yang dilakukan tidak didasarkan pada
prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokratis, dan keadilan sosial. Hal
ini patut dicermati dan segera dicari solusinya.

Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nilai Pancasila


Perkembangan paradigma global dunia dipengaruhi oleh dua paradigma
besar yaitu liberalisme dan komunisme. Liberalisme adalah paham yang
menitikberatkan pada individu yang berarti memberikan kebebasan seluas-luasnya
bagi individu dan tidak boleh ada yang membatasi kebebasan tersebut. Sedangkan
komunisme adalah paham yang menitikberatkan pada negara yang berarti negara
diberikan kekuasaan untuk mengatur kehidupan negara (Munjani, 2011).
Dalam perkembangannya pancasila mengalami beberapa tantangan serius
dari kedua ideologi besar ini, paradigma pancasila merupakan jawaban terbaik
atas perseteruan kedua ideologi tersebut dimana tujuan utamanya adalah negara
yang makmur yang bertujuan untuk terciptanya masyarakat yang sejahtera.
Seperti yang telah kita ketahui saat ini, Pancasila telah berkurang kesakralannya.
Berbagai pengaruh budaya asing telah menggeser nilai-nilai dari Pancasila. Saat
ini Pancasila semakin terlihat sebagai simbol saja. Seharusnya pada era baru dan
globalisasi ini Pancasila menjadi pegangan hidup masyarakat Indonesia. Apabila
Pancasila semakin luntur, maka hilanglah pula jati diri bangsa kita ini.
Globalisasi juga berkaitan erat dengan perkembangan IPTEK. Dalam
Pancasila mengandung hal-hal yang penting dalam perkembangan ilmu dan
teknologi. Berkaitan dengan sila ketuhanan yang maha esa mengingatkan manusia
bahwa ia hanyalah makhluk yang mempunyai keterbatasan seperti makhluk-
makhluk lain, baik yang hidup maupun yang tidak hidup tantangan yang muncul
adalah kekerasan agama yang akhir-akhir ini terjadi, sekularisme yang muncul di
kalangan masyarakat (McClooy, 2008). Tantangan terhadap Sila kemanusiaan
yang adil dan beradab adalah mulai maraknya kekerasan yang muncul di kalangan
masyarakat seperti geng motor di banyak daerah (Jawa Pos, 2013). Sila Persatuan
Indonesia mengingatkan kita untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
namun dengan munculnya hedonisme dan individualisme yang mengakibatkan
persatuan kita terancam. Konflik Aceh dan Papua yang sering terjadi mengancam
disintergrasi bangsa dan harus segera diselesaikan. Sila Keadilan Sosial
memperkuat keadilan yang lengkap dalam alokasi dan perlakuan, dalam
pemutusan, pelaksanaan, perolehan hasil dan pemikulan risiko dengan
memaksimalkan kelompok-kelompok minimum (Rukiyati, 2008).
Contoh lainnya yaitu lunturnya sila keempat Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Maraknya
korupsi di Indonesia merupakan bukti lunturnya sila keempat tersebut. Salah satu
arti dari sila tersebut bahwa pemerintah harusnya mendahulukan kepentingan
rakyat dan negara. Akan tetapi pemerintah sekarang justru mengutamakan
kepentingan pribadi. Memakai dana dari negara yang seharusnya untuk rakyat
dipakai untuk kepentingan pribadi masing-masing sehingga merugikan rakyat.
Seharusnya pemerintah harus menjadi Good Goverance yang artinya terjadi
hubungan timbal balik antara negara dan rakyat bukan hubungan ekspoloitatif
(Habermars, 2008).
Pancasila sebagai dasar negara, maka mengamalkan dan mengamankan
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat yang sangat penting artinya
setiap warga negara Indonesia harus tunduk dan taat kepadanya. Siapa saja yang
melangggar Pancasila sebagai dasar negara, harus ditindak menurut hukum yakni
hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain pengamalan Pancasila sebagai
dasar negara disertai sanksi-sanksi hukum. Sedangkan pengamalan Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai
sifat mengikat, artinya setiap manusia Indonesia terikat dengan cita-cita yang
terkandung di dalamnya untuk mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupanya,
sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara dihubungkan fungsinya
sebagai dasar negara, yang merupakan landasan bagi bangsa Indonesia dan negara
Republik Indonesia dapat disebut pula sebagai ideologi nasional atau ideologi
negara. Jika terjadi kesenjangan dalam kehidupan kenegaraan dan
kemasyarakatan, rakyat Indonesia harus kembali kepada filsafat Negara Kesatuan
Republik Indonesia untuk mencari jalan keluarnya dan menyelesaikan
permasalahannya. Pancasila diharapkan dapat menjadi tumpuan dan referensi
untuk membangun tatanan masyarakat atau untuk memperbaharui tatanan sosial
budaya.
Seperti yang dikemukakan diatas, budaya globalisasi sedang melanda
dunia, tak terkecuali Indonesia. Segala aspek secara tidak langsung mendapatkan
pengaruh yang dengan adanya globalisasi ini. Arus globalisasi begitu cepat
merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi
terhadap generasi muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah
membuat banyak generasi muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa
Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala gejala yang muncul dalam
kehidupan sehari- hari generasi muda sekarang. Dari cara berpakaian banyak
remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya
Barat. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan
kebudayaan kita. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa
dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa
batas dan dapat diakses oleh siapa saja terutama generasi muda. Jika digunakan
secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna tetapi jika tidak,
kita akan mendapat kerugian. Banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan
tidak semestinya. Seperti tindakan kriminalitas dan lain-lain. Rasa sosial terhadap
masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan
menggunakan handphone. Lebih bangga memakai produk luar negeri, pola hidup
bebas yang tidak terikat norma agama dan penyelesaian masalah yang tidak
berdasarkan musyawarah mufakat. Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan,
Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan
muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme dan nilai nilai Pancasila akan
berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa
peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan
bangsa. Seharusnya penerus bangsa mempuyai sikap nasionalisme yang kuat demi
mempertahankan budaya dan nilai-nilai Pancasila yang dijadikan landasan dalam
berbangsa dan bernegara dalam rangka memupuk serta membudayakan rasa
semangat dan jiwa nasionalisme bangsa. Kehadiran globalisasi tentunya
membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh
tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan
politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai
nilai nasionalisme dan Pancasila terhadap bangsa. Pengaruh positif globalisasi
terhadap nilai- nilai tersebut, antara lain (1) bidang politik, pemerintahan
dijalankan secara terbuka dan demokratis, karena pemerintahan adalah bagian dari
suatu negara, jika pemerintahan dijalankan secara jujur, bersih dan dinamis
tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut
berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat; (2) bidang
ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan
meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan
kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa; dan (3)
bidang sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja
yang tinggi dan disiplin dan iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk
meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan
mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme, antara lain
(1) Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme
dapat membawa kemajuan dan kemakmuran, sehingga tidak menutup
kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika
hal tersebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang; (2) bidang
ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya
produk luar negeri membanjiri di Indonesia. Hilangnya rasa cinta terhadap produk
dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita
terhadap bangsa Indonesia; (3) Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang
lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya
cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai
kiblat; (4) Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya
dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal
tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat
mengganggu kehidupan nasional bangsa; dan (5) Munculnya sikap individualisme
yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya
individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
Berdasarkan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak
daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk
mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme bangsa
dan mengupayakan revitalisasi nilai nilai Pancasila kepada segenap masyarakat
Indonesia.

Revitalisasi Nilai Nilai Pancasila Untuk Menghadapi Tantangan Globalisasi


Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para
pendiri negara ini haruslah menjadi sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan
berbangsa dan bernegara, berbagai tantangan dalam menjalankan ideologi
pancasila juga tidak mampu untuk menggantikankan pancasila sebagai ideologi
bangsa Indonesia. Pancasila harus terus dipertahankan oleh segenap bangsa
Indonesia sebagai dasar negara, itu membuktikan bahwa pancasila merupakan
ideologi yang sejati untuk bangsa Indonesia (Maftuh, 2008)
Oleh karena itu tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam
eksistensi kepribadian bangsa adalah dengan adanya bangsa Indonesia yang
berada di pusaran arus globalisasi dunia. Yang terpenting bahwa bangsa dan
negara Indonesia tidak boleh kehilangan jati diri, meskipun hidup ditengah-tengah
pergaulan dunia. Rakyat yang tumbuh di atas kepribadian bangsa asing mungkin
saja mendatangkan kemajuan, tetapi kemajuan tersebut akan membuat rakyat
tersebut menjadi asing dengan dirinya sendiri. Mereka kehilangan jati diri yang
sebenarnya sudah jelas tergambar dari nilai-nilai luhur pancasila.

Dalam arus globalisasi saat ini tidak ada lagi batasan-batasan yang jelas
dalam rakyat dan bangsa Indonesia untuk membuka diri terhadap dunia. Hal ini
tidak lepas dari pengaruh sikap bangsa Indonesia yang dengan terbuka menerima
masuknya pengaruh budaya hindu, islam, serta masuknya kaum barat yang
akhirnya melahirkan kolonialisme pada jaman dahulu. Sehingga bukan tidak
mungkin apabila wujud kolonialisme saat ini dapat berupa penguasaan politik dan
ekonomi. Meski tidak berwujud fisik, tetapi penguasaan politik dan ekonomi
nasional oleh pihak asing akan berdampak sama seperti penjajahan pada masa
lalu, bahkan akan terasa semakin luas.

Dalam pergaulan dunia yang semakin global, bangsa yang menutup diri
rapat-rapat dari dunia luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman
dan kemajuan bangsa-bangsa lain. Maka saat ini konsep pembangunan modern
harus membuat bangsa dan rakyat Indonesia membuka diri. Dalam upaya untuk
meletakan dasar-dasar masyarakat modern, bangsa Indonesia bukan hanya
menyerap masuknya modal, teknologi, ilmu pengetahuan, dan ketrampilan, tetapi
juga terbawa masuk nilai-nilai sosial politik yang berasal dari kebudayaan bangsa
lain. Yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu
menyaring agar hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan
kepribadian bangsa saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak
sesuai apalagi merusak tata nilai budaya nasional harus ditolak dengan tegas.

Untuk itu generasi muda harus tetap menjadikan Pancasila sebagai pondasi
moral dan pendidikan di era globalisasi ini, agar nilai nilai pancasila tidak luntur
dan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan negara yang sesuai
dengan cita cita pancasila.

Survei yang dilakukan Pusat Studi Pancasila (2011) menyebutkan, mata


pelajaran Pendidikan Pancasila di sekolah-sekolah sekarang ini seolah hanya
pelengkap kurikulum, dan tidak dipelajari secara serius oleh peserta didik. Pelajar
dan guru hanya mengejar mata pelajaran yang menentukan kelulusan saja.
Temuan ini menegaskan, hasil survei lembaga lembaga lain yang dilakukan
sekitar tahun 2006 dan 2007 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat
mengenai Pancasila merosot tajam. Bagi kalangan tertentu, keprihatinan tersebut
mungkin dipandang sebagai sikap konservatif. Namun, dalam konteks berbangsa,
ini adalah sebuah fakta bahwa kredibilitas Pancasila sedang merosot, dan
pendidikan kewarganegaraan tidak lagi populer. Penyebabnya bisa macam-
macam, satu hal yang patut kita beri perhatian, yakni fenomena ini
mengindikasikan bahwa masa depan berbangsa kita sedang terancam (Al Alim,
2011).
Sebagai dasar negara, Pancasila adalah barometer moral di mana kerangka
kewarganegaraan harus dibuat diatasnya. Pancasila secara fundamental
merupakan kerangka yang kuat untuk pendefinisian konsep kewarganegaraan
yang utuh, sebab didalamnya memiliki komitmen yang kuat terhadap pluralisme
dan toleransi. Komitmen inilah yang mampu mempersatukan dan menjaga
keutuhan bangsa yang terdiri 10721 lebih kelompok etnis dan bahasa. Inilah
pentingnya kita kembali peduli kepada Pancasila, melaksanakan komitmen
komitmennya dan menegakkan prinsip prinsip kewarganegaraan. Sebagai warga
negara, kita juga memiliki tanggung jawab mengawasi pelaksanaan komitmen
tersebut, agar tidak melenceng dari garisnya.

Sebenarnya banyak cara menumbuhkembangkan rasa nasionalisme dan


me-revitalisasi nilai nilai Pancasila pada masyarakat Indonesia di tengah wacana
mengenai kekhawatiran akan semakin tajamnya kemerosotan nasionalisme.
Nasionalisme dapat dipupuk kembali dalam momentum-momentum yang tepat
seperti pada saat peringatan hari sumpah pemuda, hari kemerdekaan, hari
pahlawan dan hari besar nasional lainnya, guru maupun dosen yang tulus
mengajar dengan baik dan dengan ikhlas menuntun para siswa hingga mampu
mengukir prestasi yang gemilang, pelajar yang belajar dengan sungguh-sungguh
dengan segenap kemampuannya demi nama baik bangsa dan negara, cinta serta
bangga tanpa malu-malu menggunakan produk produk dalam negeri demi
kemajuan ekonomi negara. Bukan itu saja nasionalisme juga dapat dibangun
melalui karya seni seperti menciptakan lagu lagu yang berslogan cinta tanah air,
melukis, seni peran yang bertajuk semangat juang untuk negara dan karya-karya
seni lainnya. Mengadakan event kepemudaan, lebih menggalakkan kembali
Karang Taruna, mengadakan event bakti sosial, pencinta alam yang bertemakan
nilai nilai Pancasila dan nasionalisme bangsa.

Upacara bendera lenih digiatkan agar melatih kepemimpinan, disiplin, dan


selalu mengingatkan akan kebanggaan dan cinta tanah air. Memupuk perilaku 5
S(senyum, sapa, salam, sopan, santun), menggalakkan organisasi sekolah baik
intra maupun ekstra, sehingga para remaja terbiasa diisi dengan kegiatan positif
dan pengamalan nilai nilai Pancasila dalam setiap kegiatannya. Menumbuhkan
semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam
negeri. Menanamkan dan mengamalkan nilai nilai Pancasila dan menjalankan
ajaran agama dengan sebaik baiknya. Mewujudkan supremasi hukum,
menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil
adilnya. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi,
ekonomi, sosial budaya bangsa. Dalam pandangan hidup terkandung konsep
mengenai dasar kehidupan yang dicita-citakan suatu bangsa. Juga terkandung
pikiran pikiran terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan
yang dicita-citakan. Pada akhirnya pandangan hidup bisa diterjemahkan sebagai
sebuah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa yang diyakini
kebenarannya serta menimbulkan tekad bagi bangsa yang bersangkutan untuk
mewujudkannya. Karena itu, dalam pergaulan kehidupan berbangsa dan
bernegara, bangsa Indonesia tidak bisa begitu saja mencontoh atau meniru model
yang dilakukan bangsa lain, tanpa menyesuaikan dengan pandangan hidup dan
kebutuhan bangsa Indonesia sendiri. Bangsa dan rakyat Indonesia sangat patut
bersyukur bahwa founding fathers telah merumuskan dengan jelas pandangan
hidup bagi bangsa dan rakyat Indonesia yang dikenal dengan nama Pancasila
(Suteng, 2003).

Pancasila telah dirumuskan sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia,


kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar
negara Indonesia. Juga sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Karena
itu, Pancasila tak bisa terlepas dari tata kehidupan rakyat sehari-hari mengingat
Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita moral yang
meliputi seluruh jiwa dan watak yang telah berurat-berakar dalam kebudayaan
bangsa Indonesia.

Kebudayaan bangsa Indonesia sejak dahulu kala telah menegaskan bahwa


hidup dan kehidupan manusia bisa mencapai kebahagiaan jika dikembangkan
secara selaras dan seimbang baik dalam pergaulan antar anggota masyarakat
selaku pribadi, hubungan manusia dengan komunitas, hubungan dengan alam,
maupun hubungan dengan Sang Khalik. Maka, guna meredam pengaruh dari luar
perlu dilakukan akulturasi kebudayaan akibat globalisasi. Artinya, budaya dari
luar disaring oleh budaya nasional sehingga output yang dikeluarkan sesuai
dengan nilai dan norma bangsa dan rakyat Indonesia. Memang masuknya
pengaruh negatif budaya asing tidak dapat lagi dihindari, karena dalam era
globalisasi tidak ada negara yang bisa menutup diri dari dunia luar.

Oleh sebab itu, bangsa Indonesia harus mempunyai akar-budaya dan


mengikat diri dengan nilai-nilai agama, adat istiadat, serta tradisi yang tumbuh
dalam masyarakat. Pancasila dapat ditetapkan sebagai dasar negara karena sistem
nilainya mengakomodasi semua pandangan hidup dunia internasional tanpa
mengorbankan kepribadian Indonesia. Hal ini akan menjaga nilai-nilai luhur
bangsa dan semangat untuk ber-nasionalisme. Nasionalisme bangs Indonesia
dapat terus dipertahankan dan dilestarikan dengan mengimplementasikan seluruh
nilai-nilai Pancasila dalam keseluruhan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
sesuai dengan pengamalan nilai-nilai Pancasila pada sila ketiga yakni Persatuan
Indonesia yang bermakna menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, rela berkorban demi bangsa dan negara, cinta akan tanah air,
bangga sebagai bagian dari Indonesia dan memajukan pergaulan demi persatuan
dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika merujuk pada semangat
Nasionalisme bangsa dan pengembalian lagi jati diri Pancasila pada seluruh
masyarakat Indonesia.

KESIMPULAN

Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan


politik para founding fathers ketika negara Indonesia didirikan. Namun dalam
perjalanan panjang kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila sering
mengalami berbagai perubahan dalam aktualisasi nilai-nilainya. Nilai nilai
Pancasila saat ini mengalami pergeseran dengan ditunjukkannya perilaku
perilaku masyarakat Indonesia yang tidak sesuai dengan makna yang dikandung
Pancasila, misalnya tindak korupsi, kriminalitas, aplikasi budaya barat, dan
hilangnya rasa bangga menjadi bagian dari Indonesia.
Globalisasi secara sahih mempengaruhi pelaksanaan implementasi nilai
nilai Pancasila dengan cara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan
masyarakat Indonesia terutama generasi muda mengalami degradasi karakter,
kehilangan jiwa Pancasilais dan mengikuti ideologi luar yang pada dasarnya tidak
cocok dengan kehidupan di Indonesia yang plural, multi kultural dan
membutuhkan toleransi dan hormat menghormati dalam pelaksanaan sehari hari.
Pengaruh negatif globalisasi lebih besar daripada positifnya. Oleh karena itu
diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap
nilai nasionalisme bangsa dan mengupayakan revitalisasi nilai nilai Pancasila
kepada segenap masyarakat Indonesia.

Pancasila tak bisa terlepas dari tata kehidupan rakyat sehari-hari


mengingat Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita moral
yang meliputi seluruh jiwa dan watak yang telah berurat berakar dalam
kebudayaan bangsa Indonesia, karena Pancasila merupakan ideologi bangsa.
Upaya revitalisasi nilai nilai Pancasila dapat dilakukan dengan banyak cara,
misalnya melakukan sosialisasi kembali pada momen momen nasional seperti
kemerdekaan atau hari sumpah pemuda; menumbuhkan sikap bangga dengan
produk dalam negeri, mengaktifkan dan mengoptimalkan kembali kegiatan
kepemudaan, dan mengadakan event bakti sosial, pencinta alam yang bertemakan
nilai nilai Pancasila dan nasionalisme bangsa dan banyak cara yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al Alim, Muhammah Aziz. 2011. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Untuk


Menumbuhkan Nasionalisme Bangsa. STMIK AMIKOM : Yogyakarta.

Bahar, Saafroedin. 2008. Silabus dan Bahan Ajaran Sementara Prinsip-prinsip


Organisasi dan Manajemen Pertahanan, Edisi 2, 21 Januari 2008.

Budiyanto. 2003. Dasar Dasar Ilmu Negara. Jakarta : Erlangga.

Habermars, Juergen.2008 Demokrasi Deliberatif. Gramedia : Jakarta.

Jawa Pos, 20 Maret 2012. Maraknya Geng Motor dikalangan remaja.

Jurnal Kajian Lemhannas RI ,Edisi 14 , Desember 2012.


http://www.lemhannas.go.id/portal/images/stories/humas/jurnal/jurnal_
internasional3.pdf (Diakses 09 Desember 2013).

Litbang Kompas, 2012. Survey ingatan dan harapan akan Pancasila.

Maftuh, Bunyamin. 2008. Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Nasionalisme


Melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas Pendidikan Indonesia.
http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/EDUCATIONIST/Vol._II_No._2-
Juli_2008/7_Bunyamin_Maftuh_rev.pdf (Diakses 09 Desember 2013).
McClooy, Tockenfille. 2008. Sekularisme Ditinjau Kembali. Gramedia : Jakarta.

Mulyono, 2000. Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila dalam Kehidupan


Berbangsa Dan Bernegara. UNDIP. Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/3241/2/3_artikel_P%27_Mulyono.pdf (Diakses 09
Desember 2013).

Munjani, Saiful. 2011. Demokrasi Indonesia,Islam dan Liberal. Freedom Institute


: Jakarta.

Purwanto, Bambang Tri dan Sunardi H.S. 2013. Membangun Wawasan


Kewarganegaraan. Surakarta : PT. Tiga Serangkai.

Suteng S, Bambang. 2003. PPKn SMU 1 untuk Kelas 1. Surakarta : Erlangga.

Rukiyati. 2008. Pendidikan Pancasila. UNY Press : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai