Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL PENELITIAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN MENGGUNAKAN


METODE ACCELERATED SHELF-LIFE TESTING
(ASLT) DENGAN PENDEKATAN ARRHENIUS PADA
PRODUK SELAI PEDADA (Sonneratia caseolaris)

FERNANDES KAMBU
NIM : 2014.02.5.0006

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2017

i|Proposal Penelitian
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN

Judul: Pendugaan Umur Simpan Menggunakan Metode Accelerated Shelf-Life


Testing (Aslt) Dengan Pendekatan Arrhenius Pada Produk Selai Pedada
(Sonneratia Caseolaris).

Yang disusun oleh:


Nama : Fernandes Kambu
NIM : 2014.02.5.0006

Dan dinyatakan telah diterima oleh Program Studi Perikanan Fakutas Teknik dan
Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 27 September 2017

Mengetahui: Menyetujui :
Ketua Program Studi Perikanan Pembimbing

Ir. Hari Subagio, M.Si. Titiek Indhira A, SPi.MP


NIK. 01094 NIK. 01252

ii | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
KATA PENGATAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini. Proposal ini
disusun untuk dapat melaksanakan penelitian dengan judul Pendugaan Umur
Simpan Menggunakan Metode Accelerated Shelf-Life Testing (Aslt) Dengan
Pendekatan Arrhenius Pada Produk Selai Pedada (Sonneratia Caseolaris).
Penulisan Proposal Penelitian ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa
adanya bantuan dan dukungan dari semua pihak yang telah menyumbangkan
tenaga, waktu, serta pikirannya. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada:
Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun
secara materil sehingga penyusunan Proposal Penelitian ini berjalan dengan
lancar.
Titiek Indhira A. SPi.MP selaku dosen pembimbing
Ir. Hari Subagio, M.Si. selaku Ketua Jurusan Perikanan
Sahabat dan keluarga besar Perikanan Universitas Hang Tuah Surabaya.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya akan keterbatasan pada diri penulis


baik berupa pengetahuan atau kemampuan lainnya, sehingga banyak sekali
kekurangan dan kelemahan yang terdapat dalam proposal ini. Semoga proposal ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang berminat dan
memerlukannya.

Surabaya, September 2017

Fernandes Kambu

iii | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............... i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR................ iii
DAFTAR ISI.. iv
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR.............. vi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang. 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan...... 2
1.4. Manfaat.... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3
2.1. Pedada (Sonneratia Caseolaris) ... 3
2.1.1. Manfaat Buah Pedada.. 4
2.2. Selai 5
2.3. Pengemasan........................ 7
2.2.1. Kemasan Gelas Jar... 7
2.2.2. Kemasan Plastik Polypropilen. 8
2.4. Pendugaan Umur Simpan... 9
BAB III METODE PENELITIAN...... 13
3.1. Bahan dan Alat.... 13
3.2. Tahapan Pelaksanaan .. 13
3.2.1. Pembuatan Selai Pedada 13
3.2.2. Pengemasan Selai Pedada.............. 14
3.2.3. Penentuan Karakteristik Mutu Awal Selai Pedada 15
3.2.4. Penentuan Laju Penurunan Mutu Dan Perhitungan Umur
Simpan Selai Pedada.. 15

iv | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
BAB IV JADWAL DAN ANGGARAN BIAYA 18
4.1. Pelaksanaan.............. 18
4.1.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 18
4.3. Angaran Biaya.. 18
DAFTAR PUSTAKA................ 19

v|Proposal Penelitian
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Pedada... 5

Tabel 2. Standart Mutu Selai Buah .. 6

Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian 18

Tabel 4. Anggaran Biaya..................................................... 18

vi | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Buah Pedada.. 3

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Selai Pedada...................................... 14

Gambar 2. Diagram Alir Pengemasan dan Dugaan Umur Simpan. 16

vii | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Umur simpan merupakan rentang waktu antara saat produk mulai dikemas
dengan mutu produk yang masih memenuhi syarat dikonsumsi. Dimana mutu
sangat berpengaruh pada suatu produk, semakin baik mutu suatu produk maka
semakin memuaskan konsumen.
Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait
dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu pada saat
produk sampai ke tangan konsumen. Informasi umur simpan produk sangat
penting bagi banyak pihak, baik produsen, konsumen, penjual, dan distributor.
Konsumen tidak hanya dapat mengetahui tingkat keamanan dan kelayakan produk
untuk dikonsumsi, tetapi juga dapat memberikan petunjuk terjadinya perubahan
citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk tersebut. Perubahan-perubahan
tersebut secara langsung akan mempengaruhi mutu dari suatu produk. Untuk itu,
perlunya diketahui umur simpan dari setiap produk yang akan di produksi.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan umur simpan
suatu produk ialah metode ASLT. Metode ASLT adalah metode pendugaan umur
simpan dengan mempercepat reaksi penurunan mutu melalui cara
mengkondisikan produk makanan diatas kondisi penyimpanan normal. Dalam
metode ASLT suhu berperan sebagai parameter kunci penentu kerusakan
makanan, karena semakin tinggi suhu, kerusakan makanan akan semakin cepat.
Hubungan antara suhu dengan kecepatan penurunan mutu dapat dilihat
menggunakan persamaan Arrhenius.
Selai pedada merupakan salah satu produk olahan mangrove dari jenis
(Sonneratia Caseolaris) yang belum memiliki umur simpan ilmiah pada
kemasannya, padahal dengan adanya umur simpan maka dapat memberikan
jaminan produk terhadap konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Oleh karena
itu perlunya dilakukan penelitian ini sehingga diketahui produk simpan dari

1|Proposal Penelitian
produk selai pedada dengan menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan
arrhenius.

1.2. Rumusan Masalah

adapun rumusan masalah yaitu :

1. Berapa lama umur simpan selai pedada?


2. Bagaimana mutu selai pedada selama proses penyimpanan?

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui umur simpan selai pedada.


2. Mengetahu mutu selai pedada selama masa penyimpanan.

1.4. Manfaat
1. Memberikan informasi kepada konsumen mengenai umur simpan selai
pedada.
2. Menambah wawasan mahasiswa mengenai umur simpan produk selai pedada.

2|Proposal Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pedada

Pedada (Sonneratia caseolaris) merupakan salah satu penyusun hutan bakau


yang berada di sepanjang pantai berlumpur yang mempunyai salinitas rendah dan
merupakan wadah berkumpulnya kunang-kunang. Klasifikasi pedada menurut
Tomlinson (1986) diacu dalam Kusmana et al. (2008) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Filum : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Myrtales
Family : Sonneraticeae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneratia caseolaris
Bentuk buah pedada dapat dilihat pada Gambar 1, berbentuk bulat, ujung
bertangkai, dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga. Buah ini memiliki
diameter antara 6-8 cm dan biji berjumlah antara 800-1200. Chen et al. (2009)
tentang dinamika dan struktur hutan mangrove menyatakan bahwa buah pedada
berwarna hijau, dan mempunyai aroma yang sedap. Buah pedada tidak
beracun,asam dan dapat langsung dimakan. Ahmed et al. (2010) menyatakan
bahwa tanaman ini menghasilkan buah yang dikenal dengan buah pedada dan
nama internasionalnya yaitu Crabapple mangrove.

Gambar 1. Buah pedada (Sonneratia caseolaris)


(Sumber : Manalu.,2011)

3|Proposal Penelitian
2.1.1. Manfaat Buah Pedada

Pedada merupakan tanaman mangrove sejati yang memiliki antioksidan


dan sitotoksik dan memiliki banyak manfaat. Buah pedada memiliki rasa asam
sehingga sangat disukai oleh hewan pemakan buah antara lain monyet ekor
panjang atau berbagai jenis burung pemakan buah (Noor et al. 2006). Menurut
Ghalib et al .(2011), rasa asam yang dimiliki buah pedada muda dapat digunakan
untuk cuka.
Kayu dari pohon pedada bisa dimanfaatkan untuk bahan bangunan dan
sebagai kayu bakar, bahkan masyarakat Sulawesi memanfaatkan kayunya untuk
membuat perahu. Akar nafas dari pohon ini dapat digunakan untuk mengganti
gabus setelah direndam dalam air mendidih (Noor et al. 2006). Karminarsih
(2007) menyatakan bahwa bentuk akar yang dimiliki masing-masing mangrove
berbeda-beda. Bentuk akar dari pedada yaitu akar nafas bisa digunakan sebagai
tutup botol.
Varghese et al. (2010) menyatakan bahwa buah pedada memiliki 2
komponen termasuk delapan steroid, sembilan triterpenoid, dan tiga flavonoid,
dan empat turunan karboksil benzena. Peteros dan Uy (2010) tentang antioksidan
dan sitotoksin dari empat tanaman obat Filipina menyatakan bahwa triterpenoid,
steroid, flavonoid dan turunan karboksil benzena yang terdapat pada ekstrak
tanaman dan buah berfungsi sebagai anti inflamasi, analgesik, anti oksidan, anti
alergi, anti jamur, anti mikroba, dan lainnya. Triterpenoid juga dapat berfungsi
pada pencegahan dan pengobatan hepatitis. Flavonoid yang terdapat pada ekstrak
tanaman juga dapat digunakan dalam pengobatan rematik.

Bandarayanake (2002) menunjukkan bahwa kulit buah pedada mengandung


tanin yang berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam
menstabilkan fraksi lipida dan keaktifannya dalam penghambatan lipoksigenase.
Tanin merupakan salah satu senyawa fenol kompleks. Bagian daging buah pedada
mengandung saponin dan steroid yang memiliki aktivitas sebagai analgesik dan
anti inflamasi. Karminarsih (2007) menyatakan bahwa daun muda dari tanaman

4|Proposal Penelitian
tersebut dapat digunakan sebagai lalapan dan ekstrak buah juga bermanfaat dalam
menghambat pendarahan.

Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Pedada


Komponen Buah pedada
Kadar air (bb) 84,76 0,10
Kadar abu (bk) 8,401,05
Kadar lemak (bk) 4,820,88
Kadar protein (bk) 9,211,22
Kadar karbohidrat (bk) 77,573,15
Sumber : Manalu (2011)

2.2. Selai

Selai merupakan produk pangan yang biasanya dikonsumsi bersamaan


dengan roti. Javanmard dan Endan (2010) menyatakan bahwa selai merupakan
makanan yang dapat dibuat secara sederhana yaitu dari buah-buahan yang berasa
asam. Pembuatan selai dipengaruhi oleh berbagai parameter seperti jenis buah,
suhu, dan teknologi proses. Menurut Yuliani (2011), selai berbentuk semi padat
dan terbuat dari campuran 45 bagian berat buah-buahan dan 55 berat gula.
Syahrumsyah et al. (2010) menyatakan bahwa selai dibuat dengan
menggunakan buah-buahan atau sari buah yang sudah dihancurkan, ditambah
gula, dan dimasak sampai mengental. Penambahan gula sangat penting untuk
memperoleh tekstur, penampakan, dan rasa yang baik. Selai tidak dikonsumsi
langsung, melainkan digunakan sebagai pelengkap pada roti tawar atau sebagai
bahan pengisi pada roti manis. Menurut Yenrina et al. (2009), selai yang bermutu
baik memiliki sifat tertentu, diantaranya adalah konsisten, warna cemerlang,
tekstur lembut, flavor buah alami, tidak mengalami sineresis yaitu keluarnya air
dari gel sehingga kekentalan selai berkurang, dan kristalisasi selama
penyimpanan.
Yuliani (2011) menyatakan bahwa struktur khusus dari produk selai
buahbuahan disebabkan karena terbentuknya kompleks gel pektin. Pektin
merupakan golongan substansi yang terdapat dalam sari buah yang membentuk
koloidal dalam air dan berasal dari protopektin selama proses pematangan buah.

5|Proposal Penelitian
Pektin pada bahan pangan berguna untuk pembentukan gel yang tidak
merata dan tidak larut dalam media. Pektin terkandung dalam semua jenis buah
dalam jumlah bervariasi, dalam bentuk protopektin, pektin, dan asam pektat. Buah
yang belum matang banyak mengandung pektin dalam bentuk protopektin,
sedangkan buah matang banyak mengandung soluble pektin yang banyak
dimanfaatkan dalam pembuatan selai. Buah yang terlalu matang ataupun akibat
pemasakan yang terlalu lama akan menyebabkan perubahan pektin menjadi asam
pektat (Winarno 2008).
Selai dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat menentukan mutu akhir
produk seperti jenis buah, proses, warna, aroma, cita rasa, dan kadar gula.
Pembuatan selai dilakukan dengan pemasakan yang menggunakan suhu tinggi.
Javanmard dan Endan (2010) menyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap
mutu dari selai.
Menururt Suryani et al. (2004), selai yang bermutu baik mempunyai tanda
spesifik yaitu:
1. konsistensi kokoh,
2. warna cemerlang,
3. distribusi buah merata,
4. tekstur lembut,
5. flavor buah alami,
6. tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan

Tabel 2. Syarat Mutu Selai Buah


Syarat Mutu Standart
Kadar air maksimum 35 %
Kadar gula minimum 55 %
Kadar pektin minimum 0,7 %
Padatan tak terlarut 0,5 %
Serat buah Positif
Kadar bahan pengawet 50 mg/kg
Asam asetat Negative
Rasa dan bau Normal
Sumber : BSN (2008)

6|Proposal Penelitian
2.3. Pengemasan

Kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu


bahan. Pada saat ini proses pengemasan dianggap sebagai bagian integrase dari
proses produksi di pabrik-pabrik, dan menurut fungsinya kemasan berfungsi
sebagai : (a) wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga
memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi; (b) memberi
perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan; dan (c)
untuk menambah daya tarik produk (Syarief dan Irawati, 1988).
Bahan kemasan harus tahan terhadap serangan hama atau binatang
pengerat dan bagian dalam yang berhubungan langsung dengan makanan harus
tidak berbau, tidak mempunyai rasa, dan tidak beracun (Winarno dan Jenie,
1983).
Menurut Anonim (2017), Pengemasan makanan adalah penyimpanan
makanan dalam kemasan supaya makana terjaga. Tujuan dari pengemasan
makanan yaitu :
Perlindungan dari bahaya fisik (getaran, shock, dsb)

Perlindungan dari kondisi iklim mikro luar kemasan


(kelembaban, temperatur, cahaya, dsb)

Kemudahan transportasi, terutama untuk makanan yang


bersifat curah (cairan, butiran)

Menentukan porsi yang sesuai untuk penjualan dan/atau konsumsi

Pemberian informasi, karena kemasan dapat diberikan label yang


mencantumkan berbagai informasi, termasuk barcode

Estetika

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan


dengan kemasan yang digunakan menurut Winarno dan Jenie (1983) dapat dibagi
menjadi dua golongan : golongan pertama, kerusakan ditentukan oleh sifat
alamiah dari produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan, misalnya
perubahan kimia, biokimia, fisik dan mikrobiologi; sedangkan golongan kedua,
kerusakan yang ditentukan oleh lingkungan dan hampir seluruhnya dapat

7|Proposal Penelitian
dikontrol dengan pengemasan yang digunakan, misalnya kerusakan mekanis,
perubahan kadar air bahan, absorbsi dan interaksi dengan oksigen, serta
kehilangan dan penambahan citarasa yang tidak diinginkan.

Kemasan yang umum digunakan sebagai wadah selai adalah sebagai


berikut :

1. Kemasan Gelas Jar

Kemasan gelas banyak digunakan untuk mengemas produk dalam bentuk


padat dan cair. Kemasan ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Luh dan
Woodroof (1982), kemasan gelas memiliki kelebihan seperti inert (tidak bereaksi),
sehingga tidak bereaksi dengan bahan pangan, mudah dibuka dan ditutup, tahan
terhadap kerusakan (korosi), sangat baik sebagai barier terhadap benda padat, cair dan
gas, ekonomis karena dapat digunakan kembali dan produk yang terdapat didalamnya
dapat terlihat jelas (transparan), dapat disterilisasi dan divacum, tahan terhadap suhu
rendah dan tinggi, dengan catatan suhu tersebut tidak berubah secara cepat. Menurut
Erliza et al. (1987) disamping keuntungan sifat-sifat gelas tersebut, terdapat beberapa
kelemahan dari gelas yaitu bersifat rapuh dan mudah pecah bila permukaannya
tergores dan terkena benturan selain itu angkos transportasi lebih tinggi dibanding
kaleng.
Wadah gelas untuk bahan pangan dapat dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu
gelas bermulut lebar (wide mouth) dan gelas bermulut sempit (narrow neck). Wadah
gelas bermulut lebar kebanyakan digunakan untuk produk makanan bayi, susu bubuk,
buah-buahan, mentega, kacang, kopi, teh, jam, jelly, acar, manisan, mayonis,
sedangkan wadah gelas berleher sempit kebanyakan digunakan untuk produk-produk
cair seperti kecap, sari buah, sirup, bumbu cair, saus dan cuka (Muchtadi,1995).
Faktor yang menentukan dalam pengemasan botol adalah adanya ruang udara.
Ruang udara (head space) harus disediakan pada setiap kemasan gelas yang diisikan
dengan suatu bahan. Ruang ini diberikan untuk mengantisipasi terjadinya pemuaian
bahan akibat peningkatan suhu karena proses sterilisasi. Ukuran dari head space ini
diusahakan tidak terlalu besar atau kecil. Bila terlalu besar maka dapat
mengakibatkan akumulasi udara pada atas kemasan gelas dan apabila terlalu kecil
proses penutupan kemasan tidak akan sempurna. Besarnya head space yang

8|Proposal Penelitian
digunakan tergantung dari bahan yang dikemas. Pada umumnya berkisar antara 3% -
5%. Namun, untuk produk-produk yang menghasilkan gas seperti peroksida dan
hipoklorit digunakan head space sebesar 10% (Muchtadi, 1995).

2. Kemasan Plastik Polypropilen

Plastik telah menempati bagian yang sangat penting dalan industry


pengemasan. Kelebihan plastic dari bahan-bahan kemasan yang lain adalah
harganya relatif lebih murah, dapat dibuat dalam berbagai rupa, warna dan bentuk,
relatif lebih disukai konsumen, dan ringan sehingga dapat mengurangi biaya
transportasi. Kelemahan plastik yang utama adalah umumnya tidak tahan terhadap
suhu tinggi (Erliza et al., 1987). Salah satu jenis plastik yang banyak digunakan
adalah polypropilen.
Menurut Syarief et al. (1989) adapun sifat-sifat dari polypropilen sehingga
dapat dijadikan kemasan bahan pangan antara lain:
(1) Ringan, mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film
(2) Rapuh pada suhu rendah, tidak dapat digunakan untuk kemasan beku
(3) Lebih kaku dari polietilen dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam
penanganan dan distribusi
(4) Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk
makanan yang peka terhadap oksigen
(5) Tahan terhadap suhu tinggi sampai 1500C
(6) Titik Lebur tinggi, sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang baik,
mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu tinggi
(7) Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak, tidak terpengaruh pelarut pada
suhu kamar kecuali oleh HCl

2.4. Pendugaan Umur Simpan

Umur simpan adalah kurun waktu ketika suatu produk makanan akan tetap
aman, mempertahankan sifat sensori, kimia, fisik, dan mikrobiologi tertentu, serta
sesuai dengan keterangan pelabelan data nutrisi, ketika disimpan pada kondisi
tertentu. Keterangan mengenai umur simpan diinformasikan kepada konsumen

9|Proposal Penelitian
produk makanan dalam bentuk label supaya mereka dapat mengetahui waktu dan
kondisi antara waktu pembelian hingga konsumsi. Secara umum, ada tiga macam
komponen penting yang berhubungan dengan umur simpan, yaitu perubahan
mikrobiologis (terutama untuk produk dengan umur simpan yang pendek), serta
perubahan kimia dan sensori (terutama untuk produk dengan waktu simpan
menengah hingga lama (Anonim.,2017)
Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah sifat
akhir dari produk jadi, yang meliputi aktivitas air (water activity, aw), pH dan
total asam, potensial redoks (Eh), ketersediaan oksigen, nutrisi, mikroflora alami,
komponen biokimia alami dalam produk (enzim, pereaksi kimia), dan penggunaan
pengawet. Faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi produk
akhir ketika terjadi rantai makanan atau distribusi makanan. Faktor-faktor
ekstrinsik selama proses produksi, penyimpanan, dan distribusi makanan terdiri
dari pengendalian suhu, kelembaban relatif, paparan cahaya (UV dan infra
merah), mikroba di lingkungan, komposisi udara dalam kemasan, perlakuan suhu
(contohnya pemanasan kembali atau pemasakan), dan penanganan konsumen
(Anonim., 2017).
Menurut Syarief et al. (1989), secara garis besar umur simpan dapat
ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (extended storage studies,
ESS) dan metode akselerasi kondisi penyimpanan (ASS atau ASLT). Umur
simpan produk pangan dapat diduga kemudian ditetapkan waktu kedaluwarsanya
dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan, yaitu ESS
dan ASS atau ASLT (Floros dan Gnanasekharan 1993).

1. Extended Storage Studies


Penentuan umur simpan produk dengan ESS, yang juga sering disebut
sebagai metode konvensional, adalah penentuan tanggal kedaluwarsa dengan cara
menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan
pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai
tingkat mutu kedaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal

10 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
penemuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang
dan analisis parameter mutu yang relative banyak serta mahal. Dewasa ini metode
ESS sering digunakan untuk produk yang mempunyai masa kedaluwarsa kurang
dari 3 bulan.
Metode konvensional biasanya digunakan untuk mengukur umur simpan
produk pangan yang telah siap edar atau produk yang masih dalam tahap
penelitian. Pengukuran umur simpan dengan metode konvensional dilakukan
dengan cara menyimpan beberapa bungkusan produk yang memiliki berat serta
tanggal produksi yang sama pada beberapa desikator atau ruangan yang telah
dikondisikan dengan kelembapan yang seragam. Pengamatan dilakukan terhadap
parameter titik kritis dan atau kadar air.
Penentuan umur simpan produk dengan metode konvensional dapat
dilakukan dengan menganalisis kadar air suatu bahan, memplot kadar air tersebut
pada grafik kemudian menarik titik tersebut sesuai dengan kadar air kritis produk.
Perpotongan antara garis hasil pengukuran kadar air dan kadar air kritis ditarik
garis ke bawah sehingga dapat diketahui nilai umur simpan produk (Gambar 2).
Selain berdasarkan hasil analisis kadar air, kadar air kritis dapat ditentukan
berdasarkan mutu fisik produk.

2. Accelerated Storage Studies

Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau sering disebut
dengan ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan
yang dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan.
Salah satu keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat (3/4
bulan), namun ketepatan dan akurasinya tinggi. Kesempurnaan model secara
teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang diperoleh (dari metode ASS) dengan
nilai ESS. Hal ini diterjemahkan dengan menetapkan asumsi-asumsi yang
mendukung model. Variasi hasil prediksi antara model yang satu dengan yang lain
pada produk yang sama dapat terjadi akibat ketidak ketidak-sempurnaan model
dalam mendiskripsikan sistem, yang terdiri atas produk, bahan pengemas, dan
lingkungan (Arpah 2001).

11 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan
dengan dua pendekatan, yaitu: 1) pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi
dengan menggunakan perubahan kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria
kedaluwarsa, dan 2) pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan
Arrhenius, yaitu dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo
nol atau satu untuk produk pangan.
Tahapan penentuan umur simpan dengan ASS meliputi penetapan
parameter kriteria kedaluwarsa, pemilihan jenis dan tipe pengemas, penentuan
suhu untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi pengambilan contoh,
plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan, dan analisis
pendugaan umur simpan sesuai batas akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir.
Penentuan umur simpan dengan AAS perlu mempertimbangkan faktor teknis dan
ekonomis dalam distribusi produk yang di dalamnya mencakup keputusan
manajemen yang bertanggung jawab. Penggunaan suhu inkubasi untuk
mengetahui umur simpan produk.

12 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pedada, gula
dan pewarna alami daun pandan. Bahan kimia yang digunakan yaitu aquades,
indikator PP, NaOH 0.1 N, pepton, dan PCA (Plate Count Agar).
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan selai pedada adalah pisau,
parutan, kuali, kompor, sendok kayu, kukusan, oven, blender sedangkan alat yang
digunakan untuk penentuan masa simpan dan untuk analisis adalah incubator
dengan suhu 25C, 35C dan 45C, oven 105C, cawan aluminium, labu
Erlenmeyer, pH meter, neraca analitik, colorimeter, buret, pipet Mohr,
termometer, gelas piala, kapas, kertas saring dan labu ukur.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode accelerated shelf-life


testing (aslt) dengan pendekatan arrhenius pada produk selai pedada (sonneratia
caseolaris).

3.3. Tahapan Pelaksanaan


3.2.1. Pembuatan Selai Pedada

Tahapan pembuatan selai ini mengacu pada (Manalu.,2011). Tahap awal


yang dilakukan dalam pembuatan selai yaitu pencucian buah padada, selanjutnya
dilakukan pengupasan kulit, pemisahan daging buah dengan biji. Setelah itu
dilakukan penghancuran buah pedada menggunakan blender dengan perbandingan
buah dan air (1:1) kemudian disaring. Hasil saringan yang masih kasar diblender
kembali. Bubur buah kemudian dimasak dalam kuali dan ditambahkan gula
dengan perbandingan gula 1:2.5 dan pewarna alami sebanyak 200 ml/kg bubur
buah dan diaduk hingga terbentuk konsistensi selai. Diagram alir proses
pembuatan selai dapat dilihat pada gambar 2.

13 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
Buah Pedada

Dicampur dengan air secukupnya

Dihaluskan

Disaring

Bubur Buah

Ditambahkan Gula 1:2.5

Dipanaskan 150 c 1,5 jam

Dipindahkan ke wadah steril

Selai pedada

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Selai


(Sumber : Manalu.,2011)

3.2.2. Pengemasan Selai Pedada

1. Kemasan gelas jar dibersihkan terlebih dahulu menggunakan air bersih


2. Gelas jar yang telah bersih disterilisasi dalam oven (120 C) selama 30
menit sedangkan tutup jarnya di rebus selama 30 menit.
3. Pengisian selai pedada pada kemasan gelas jar (lakukan dalam keadaan
panas sekitar suhu (75 -85 C) Setelah dikemas kemudian dikukus selama
15 menit.

14 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
4. Setelah itu selai pedada dimasukan kedalam incubator dan dikondisikan
dalam tiga macam suhu yaitu, 25C, 35C dan 45C.

3.2.3. Penentuan Karakteristik Mutu Awal Selai Pedada

Selai pedada yang telah dikemas dalam kemasan gelas jar dan disimpan
pada suhu 25C, 35C dan 45 C. sebelum penyimpanan dilakukan analisa kadar
air, warna, ( L*, a*, b*), nilai pH, total asam dan uji skor (aroma selai pedada,
rasa asam, rasa manis, tekstur dan penampakan).

3.2.4. Penentuan Laju Penurunan Mutu Dan Perhitungan Umur Simpan


Selai Pedada

Selai pedada yang telah dikemas dalam gelas jar kemudian di simpan pada
suhu kritis yaitu 25C, 35C dan 45C. pengamatan dilakukan dengan tiga kali
ulangan dan diamati secara berkala setiap 10 hari sekali mulai hari ke-0 sampai
hari ke-90 sehingga didapatkan 10 titik pengamatan. Selama penyimpanan
Parameter yang dimati yaitu kadar air, perubahan warna (E), total mikroba, nilai
pH, dan total asam.
Data dari analisis setiap parameter diplotkan terhadap waktu (hari) dan
didapatkan persamaan regresi linearnya sehingga diperoleh tiga persamaaan untuk
tiga kondisi suhu penyimpanan produk y=bx+a. Dimana y=nilai karakteristik
produk, x=waktu penyimpanan (hari), b=laju perubahan karakteristik (slope=laju
penurunan mutu=k), dan a=nilai karakteristik awal produk. Pemilihan orde reaksi
untuk suatu parameter dilakukan dengan cara membandingkan koefisien
determinasi (R2) tiap persamaan regresi linear pada suhu yang sama). Orde reaksi
dengan nilai R2 yang lebih besar merupakan orde reaksi yang digunakan oleh
parameter tersebut.
Nilai ln k dan 1/T(K-1) yang merupakan parameter Arrhenius
ditabulasikan, selanjutnya nilai ln k diplotkan terhadap 1/T(K-1) dan didapatkan
nilai intersep dan slope dari persamaan regresi linier ln k=ln k0(Ea/R)(1/T)
dimana ln k0=intersep, Ea/R=slope, Ea=energi aktivasi, dan R=konstanta gas

15 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
ideal (1,986 kal/mol). Dari persamaan tersebut diperoleh nilai konstanta k0 yang
merupakan faktor eksponensial dan nilai energi aktivasi (Ea) reaksi perubahan
karakteristik produk kemudian ditentukan model persamaan laju reaksi (k)
perubahan karakteristik produk siap pakai dengan k=k0.e-E/RT.
Penentuan parameter kunci dengan melihat parameter yang mempunyai energi
aktivasi terendah. Umur selai pedada dihitung dengan persamaan kinetika reaksi
berdasarkan orde reaksinya.
t=(A0-At)/k.....................................................................................(Pers. Orde Nol)
t=ln(A0-At)/k..................................................................................(Pers. Orde Satu)
dengan :
t=umur simpan produk (hari), A0=nilai atribut mutu di awal (hari ke-0), At=nilai
atribut mutu di akhir (hari ke-t), dan k=konstanta penurunan mutu.

Selai pedada

Pengemasan dalam Pegemasan dalam Plastik


gelas jar Polypropilen

Pasteurisasi (63-82C), 15
Menit

Penyimpanan pada incubator (25C,


35C dan 45C selama 3 bulan

Pengamatan harian mulai hari ke-0


sampai hari ke-90

Kadar Air Totol mikroba Total Asam pH Warna

16 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
Analisis Data

Pendugaan Umur
Simpan
Gambar 2. Diagram Alir Pengemasan Dan Pendugaan Umur Simpan Selai Pedada

17 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
BAB IV

JADWAL DAN ANGGARAN BIAYA

4.1. Pelaksanaan
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai dari bulan Oktober sampai dengan bulan
Desember 2017 .
4.1.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian ini dimulai bulan Oktober sampai dengan bulan
Desember 2017 yang terhitung dari penyusunan proposal hingga laporan akhir.
Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat di lihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan Minggu Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Penyusunan
proposal penelitian
Pelakasanaan
penelitian
Penyusunan draft
laporan penelitian

4.2. Anggaran Biaya

Adapun biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah


sebagai berikut.

Tabel 4. Anggaran Biaya


No Bahan Jumlah Harga Satuan Jumlah (Rp)
(Rp)
1 Buah pedada 3 kilo 15.000.00 45.000.00
2 Gula 2 kilo 12.500.00 25.000.00
3 Air 1 galon 5.000.00 5.000.00
4 Daun pandan 2 ikat 3.000.00 6.000.00
6 indikator PP 1 botol 55.000.00 55.000.00
7 NaOH 0.1 N 1 botol 60.000.00 60.000.00
8 Pepton 1 botol 450.000.00 450.000.00
9 PCA (Plate Count Agar). 1 botol 1.228.000.00 1.228.000.00
Total 1.874.000.00

18 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed R, Moushumi SJ, Ahmed H, Ali M, Haq WM, Jahan R, Rahmatullah M.


2010. Serum glucose and lipid profiles in rats following
administration of Sonneratia caseolaris (L.) Engl. (Sonneratiaceae)
leaf powder in diet. Advances in Natural and Applied Sciences
4(2):171-173.

Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadalu-warsa Produk. Program


Studi Ilmu Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Anonym.2017. dugaan umur simpan. http:// Wikipedia.com/dugaan umur simpan.


Diakses pada tanggal 25 septembe 2017.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Selai Buah. SNI 01-3746-2008. Jakarta:


Badan Standarisasi Nasional.

Bandarayanake. 2002. Bioactivities, bioactive compounds and chemical


constituents of mangrove plants. Kluwer Academic Publishers,
Ecology of mangrove plant 10(2):421-452.

Chen L, Zan Q, Li Mingguang, Shen J, Liao W. 2009. Litter dynamics and forest
structure of the introduced Sonneratia caseolaris mangrove forest
in Shenzhen, China. Estuarine, Coastal and Shelf Science
85(2):241-246.

Erliza, M. Nabil, M. Z. Nasution dan Suteja. 1987. Pengantar Pengemasan.


Laboratorium Pengemasan, Jur. Teknologi Industri Pertaniaan,
FATETA IPB, Bogor.

Floros, J.D. and V. Gnanasekharan. 1993. Shelf life prediction of packaged foods:
chemichal, biological, physical, and nutritional aspects. G.
Chlaralambous (Ed.). Elsevier Publ., London

Ghalib RM, Hashim R, Sulaiman O, Awaluddin MFB, Mehdi SH, Kawamura F.


2011. Fingerprint chematoxonomic GC_TOFMS profile of wood
and bark of mangrove tree Sonneratia caseolaris (L.) Engl. Journal
of Saudi Chemical Society 15(3):229-237.

Indra R., Y. Nofita dan A. Wahyu. 2007. Identifikasi ekosistem mangrove di


Surabaya. Penelitian. Universitas Airlangga. Surabaya.

Javanmard M, Endan J. 2010. A survey of rheological properties of fruit jams.


International Journal of Chemical Engineering and Applications
1(1):31-37.

19 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
Karminarsih E. 2007. Pemanfaatan ekosistem mangrove bagi minimasi dampak
bencana di wilayah pesisir. Jurnal Manajemen Hutan 13(3):182-
187.

Kusmana C, Dodi S, Nyoto S, Rinekso S. 2008. Ekologi tumbuhan pedada


(Sonneratia caseolaris (L) Engler 1987) pada kawasan Muara
Angke Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jurnal KKMN
54(8):1-4.

Luh, B. S. dan J. G. Woodroof. 1982. Commercial Vegetable Processing. The


AVI Publ. Co., Inc. Westport, Connecticut.

Manalu, Ruth Dwi Elsa. 2011. Kadar Beberapa Vitamin Pada Buah Pedada
(Sonneratia caseolaris) Dan Hasil Olahannya.(Skripsi).
Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muchtadi, T. R. 1997. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolahan


Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove


di Indonesia. Bogor: PHKA/WI-IP.

Peteros NP, Uy MM. 2010. Antioxidant and cytotoxic activities and


phytochemical screening of four Philippine medicinal plants.
Journal of Medicinal Plants Research 4(5):407-414.

Setiawan Edi, Efendi R, dan Herawati N.2014. Pemanfaatan Buah Pedada


(Sonneratia caseolaris) dalam pembuatan selai. Jom Faperta Vol
3 No 1 Februari 2016. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian, Universitas Riau. Riau

Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: P.T
RinekaCipta, 1991.

Syahrumsyah H, Murdianto W, Pramanti N. 2010. Pengaruh penambahan


karboksi metil selulosa (CMC) dan tingkat kematangan buah nanas
(Ananas comosus (L) Merr.) terhadap mutu selai nanas. Jurnal
Teknologi Pertanian 6(1):34-40.

Syarief, R., S. Santausa dan B. Isyana. 1989. Buku dan Monograf Teknologi
Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Varghese JK, Belzik N, Nisha AR, Resmi S, Silvipriya KS. 2010.


Pharmacognostical and phytochemical studies of a mangrove
(Sonneratia caseolaris) from Kochi of Kerala State in India.
Journal of Pharmacy research 3(11):2625-2627.

20 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n
Wijaya A R. 2010. Proses Pengolahan Selai Nanas Organik Dan Pendugaan Umur
Simpannya (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Bogor

Winarno, F. G. dan B. S. L. Jenie. 1983. Kerusakan Bahan Pangan. Ghalia


Indonesia, Jakarta.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brioo Press.

Yenrina R, Hamzah N, Zilvia R. 2009. Mutu selai lembaran campuran nenas


(Ananas comusus) dengan jonjot labu kuning (Cucurbita
moschata). Jurnal Pendidikan dan Keluarga 1(2):33-42.

Yuliani HR. 2011. Karakterisasi selai tempurung kelapa muda. Prodiding Seminar
Nasional Teknik Kimia Kejuangan. Yogyakarta, 22 Februari
2011.

21 | P r o p o s a l P e n e l i t i a n

Anda mungkin juga menyukai