Anda di halaman 1dari 6

D.

Manajemen Zakat
Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan
baik. Segala sesuatu yang bertambah disebut zakat. Menurut istilah fikih zakat berarti sejumlah
harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang berhak.
Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan
bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha
melihat apa-apa yang kamu kerjakan. Q.S. Al-Baqarah, 2:110
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari
kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan
musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya;
sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). Q.S. At-
Taubah, 9:60.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Q. S.
At-Taubah, 9:103.
Zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan ibadah zakat melibatkan sejumlah kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan harta benda sejak pengumpulan, pendistribusian,
pengawasan, pengadministrasian, dan pertanggung jawaban harta zakat. Sedangkan Secara
harfiah, manajemen berasal dari kata " to manage " yang berarti mengatur, mengurus atau
mengelola. Istilah manajemen sendiri berarti sebagai proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan usahausaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Jadi manajemen zakat merupakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan serta
pertanggungjawaban harta zakat agar harta zakat tersebut dapat diserahkan kepada orang-orang
yang berhak menerimannnya dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syariat
sehingga dapat tercapai misi utama zakat yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Oleh sebab
itu pelaksanaan ibadah zakat tersebut memerlukan suatu manajemen yang baik sehingga dapat
meningkatkan peranan dan fungsi zakat dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.
Syarat seseorang wajib mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:
1. Islam
2. Merdeka
3. Berakal dan baligh
4. Memiliki nishab

Ada 2 jenis zakat yang harus dikeluarkan oleh muzakki, yaitu:


1. Zakat fitrah, yaitu zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim di bulan ramadhan
menjelang shalat Idul Fitri. Besar zakat ini setara dengan 3.5 liter (2.5 kg) makanan
pokok yang ada di daerah bersangkutan.
2. Zakat maal (zakat harta), yaitu zakat yang dikeluarkan dari kekayaan atau sumber
kekayaan itu sendiri. Besar zakatnya tergantung dari jenis harta yang dikeluarkan.

Adapun jenis-jenis harta yang dikenai zakat adalah:


Emas, perak dan uang;
Perdagangan dan perusahaan;
Hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil perikanan;
Hasil pertambangan;
Hasil peternakan;
Hasil pendapatan dan jasa (zakat profesi);
Barang temuan/rikaz.

Penghitungan zakat maal disesuaikan dengan nishab, kadar dan waktunya ditetapkan
berdasarkan hukum agama. Pengumpulan dikelola oleh amil zakat dengan cara
menerima/mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki. Tata cara pengumpulan
dana zakat dilakukan dengan cara pemungutan sebelumnya telah disepakati oleh instansi.
Dari hasil pengumpulan zakat tersebut kemudian didayagunakan untuk orangorang yang
berhak menerima zakat (mustahiq), sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Taubah
ayat 60, yaitu:
1. Fakir, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai harta atau penghasilan yang layak
untuk memenuhi kebutuhan pokoknya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk
keluarganya.
2. Miskin, yaitu orang yang mempunyai penghasilan tetap tetapi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
3. Amil, yaitu orang-orang yang bekerja dalam pengumpulan zakat
dan pendistribusiannya. Amil zakat berhak memperoleh bagian sesuai dengan standar
yang didasarkan pada kompetensi pekerjaannya. Namun diharapkan bagiannya sama
dengan bagian mustahiq yang lainnya. Lebih baik amil zakat adalah pihak yang sudah
digaji oleh sumber dana bukan zakat.
4. Muallaf, yaitu orang yang belum lama masuk Islam, belum kuat Iman dan Islamnya.
Orang ini berhak menerima zakat dengan tujuan agar Iman dan Islamnya menjadi kuat.
5. Riqab (budak), yaitu budak yang telah dijanjikan oleh tuannya akan merdeka bila telah
melunasi harga dirinya yang telah ditetapkan. Oleh karena itu mereka dibantu dengan
harta zakat untuk membebaskan mereka dari belenggu perbudakan.[12]
6. Gharim, yaitu orang-orang yang mempunyai hutang dan tidak mempunyai bagian lebih
dari hutangnya, baik atas hutang untuk kemaslahatan dirinya sendiri maupun untuk
kemaslahatan masyarakat.
7. Fisabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang dijalan Allah dengan tujuan untuk
mendapatkan keridhaan dari Allah baik berupa ilmu maupun amal perbuatan.
8. Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami
kesengsaraan dalam perjalanan karena kehabisan biaya.

Untuk mengelola zakat tentu tidaklah semudah hanya dengan mengumpulkan zakat,
menyimpan lalu menyalurkan zakat-zakat dari para muzakki kepada para mustahik (penerima
zakat). Cara seperti demikian merupakan cara yang terlalu sederhana, dan biasa sehingga
kurang dapat mencapai apa yang menjadi hakikat zakat sebagai pembangun rasa kemanusiaan.
Oleh karena itu zakat perlu dikelola dengan mekanisme manajemen yang tersusun secara
sistematis dan rapi, maka sebab itu diperlukan beberapa prinsip, yaitu:
1. Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.
2. Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat,
pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.
3. Menggunakan manajemen dan administrasi modern.
4. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-baiknya.

Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:
1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan dan
penderitaan.
2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik
3. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.
4. Meningkatkan syiar Islam
5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.

Adapun aspek manajemen pemberdayaan zakat, yaitu:


1. Pola Pengumpulan Zakat (Fundraising)
Pemerintah tidak melakukan pengumpulan zakat. Melainkan hanya
berfungsi sebagai Motivator, Regulator, dan fasilitator dalam pegumpulan
zakat.
Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk
oleh pemerintah dan lembaga amil zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan
dikukuhkan oleh pemerintah.
Pengumpulan zakat dapat dilakukan melalui penyerahan langsung
(datang) ke Badan Amil Zakat melalui conter zakat, unit pengumpulan zakat,
pos, bank, pemotongan gaji, dan pembayaran zakat yang dapat mengurangi
penghasilan kena pajak.
2. Pola Pendistribusian Zakat (Distribution)
Pola pendistribusian zakat adalah bentuk penyaluran dana zakat dari muzzaki kepada mustahik
dengan melalui amil.
Macam-macam Pola Pendistribusian Zakat:
1. Pola Tradisional/Konsumtif (Bantuan Sesaat) yaitu penyaluran batuan dana
zakat diberikan langsung kepada mustahik.
2. Pola Kontemporer/Produktif (Bantuan Pemberdayaan)
Pola produktif adalah pola penyaluran dana zakat kepada mustahik yang ada
dipinjamkan oleh amil untuk kepentingan aktifitas suatu usaha/bisnis.

3. Pola Pendayagunaan Zakat


Pola pendayagunaan zakat adalah cara atau sistem distribusi dan alokasi dana zakat
berdasarkan tuntutan perkembangan zaman dan sesuai dengan syariat, pesan dan kesan
ajaran Islam. Klasifikasi golongan mustahik dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
1). kelompok pemanen : fakir, miskin, amil, dan muallaf. Empat golongan mustahik ini
diasumsikan akan selalu ada di wilayah kerja organisasi pengelolaan zakat dan karena itu
penyaluran dana kepada mereka akan terus menerus atau dalam waktu lama walaupun secara
individu penerima berganti-ganti.
2). Kelompok temporer : riqob, ghorimin, fisabilillah dan ibnu sabil. Empat golongan
mustahik kini diasumsikan tidak selalu ada di wilayah kerja suatu organisasi pengelolaan
zakat.

Di Indonesia, terdapat dua bentuk kelembagaan pengelola zakat yang diakui oleh Pemerintah,
yaitu: Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil zakat (lAZ). Kedua-duanya telah berada
dalam payung hukum pemerintah, yaitu: UU no. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
Keputusan Menteri Agama RI no 381 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat, dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Dengan adanya payung hukum itu, maka keberadaan lembaga zakat sudah mendapat jaminan
dan perlindungan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sekarang sudah banyak didirikan lembaga-
lembaga Amil Zakat oleh organisasi-organisasi agama dan sosial-kemasyarakatan. Lembaga-
lembaga itu seperti: LAZIS NU, Dompet Dhuafa Republika dan masih banyak lagi. Ini
merupakan sebuah kondisi yang sangat bagus demi menciptakan pertumbuhan zakat sebagai
alat pemberdayaan umat.
http://muslim.or.id/367-syarat-wajib-dan-cara-mengeluarkan-zakat-mal.html
https://fixguy.wordpress.com/manajemen-zakat/
http://rocketmanajemen.com/manajemen-zakat-dan-wakaf/
http://edwinsyafarudin.blogspot.co.id/2015/04/pendayagunaan-zakat.html
http://iqbalkautsar.blogspot.co.id/2009/06/manajemen-lembaga-pengelola-zakat.html
http://www.suduthukum.com/2016/06/manajemen-pengelolaan-zakat.html

Anda mungkin juga menyukai