Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Rancangan Denah Dan Struktur Potongan Utama

Perencanaan denah merupakan suatu kesatuan dari gambar prencanaan yang dibuat untuk
mempermudah pelaksanaan pembangunan maupun untuk menunjuk suatu arah, pada
perencanaan gedung ini ada beberapa ruangan yang diperlukan antara lain ialah:
1. Ruang kerja
2. Kamar tunggu, dan
3. Kamar mandi (WC).

5.76 5.76 5.76 5.76 5.76 5.76


B

3.50

A A
2.51

12.02

3.01 3.01

3.01 3.01

3.01

5.76 5.76

B 34.56

Gambar 1.1. Denah Lantai I

1
2

5.76 5.76 5.76 5.76 5.76 5.76


B

3.50

A A
2.51

3.01 3.01

3.01 3.01

3.01

5.76 5.76

B 34.56

Gambar 1.2. Rencana Denah Lantai II

KUDA- KUDA KUDA- KUDA GO R DING KUDA- KUDA R ABUNG

2.88 2.88 2.88 2.88 2.88 2.88 2.88 2.88 2.88 2.88 2.88 2.88

ELV. +10,93

2.93 2.93

ELV. +8,00

PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND


R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40

4.00 4.00

PLAT LANTAI 12 CM PLAT LANTAI 12 CM PLAT LANTAI 12 CM PLAT LANTAI 12 CM PLAT LANTAI 12 CM PLAT LANTAI 12 CM
ELV. +4,00

BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60

4.00 4.00

KR AMIK 40/40 KR AMIK 40/40 KR AMIK 40/40 KR AMIK 40/40 KR AMIK 40/40 KR AMIK 40/40
SPESI SPESI SPESI SPESI SPESI SPESI

ELV. +0,00

BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60
2.00
BALO K 30/60
TANAH UR UG TANAH UR UG TANAH UR UG TANAH UR UG TANAH UR UG TANAH UR UG
ELV. - 2,00

5.76 5.76 5.76 5.76 5.76 5.76

Gambar 1.3. Rencana Potongan A-A


3

PR O FIL C 100X50X5

R ABUNG
PENUTUP ATAP PR O FIL C 100X50X5

ELV. +10,93
MULTIR OOF

GOR DING BAJA PR OFIL R HS 40X20X2 MM

GOR DING BAJA PR OFIL R HS 40X20X2 MM 2.93


PLAT DACK 10CM

ELV. +8,00

PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND


R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40

4.00

PLAT LANTAI 12 CM PLAT LANTAI 12 CM PLAT LANTAI 12 CM


ELV. +4,00

PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND


BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60 BALO K 30/60

4.00

KR AMIK 40/40 KR AMIK 40/40 KR AMIK 40/40 KR AMIK 40/40 KR AMIK 40/40
SPESI SPESI SPESI SPESI SPESI

ELV. +0,00

2.00
TANAH UR UG TANAH UR UG TANAH UR UG TANAH UR UG
ELV. - 2,00

3.01 3.01 3.01 2.51 3.50

Gambar 1.4. Rencana Potongan B-B

1.2 Rancangan Geometri struktur Kuda-Kuda dan Portal

Pada struktur atap gedung ini memiliki bentang kudakuda 12,02 m. Baja dipilih sebagai
material struktur atap dengan beberapa pertimbangan
sebagai berikut :
a. Dengan bentang yang sama, jika menggunakan material kayu tidaklah efektif,
dikarenakan memerlukan dimensi yang besar, sambungan untuk batang tarik dan
tekannya berbeda dan cukup rumit, selain itu pula keterbatasan material kayu di pasaran
yang menyebabkan harga kayu mahal, pemasangannya yang memerlukan waktu yang
cukup lama.
b. Untuk bentang 12,02 m, pemilihan material baja sangatlah tepat karena sambungan untuk
batang tekan dan tariknya sama sehingga memudahkan dalam pelaksanaannya.
4

6.01

R ABUNG

PR O FIL C 100X50X5
PR O FIL C 100X50X5
PR O FIL C 100X50X5
ELV. +10,93
PENUTUP ATAP
MULTIR OOF 1.85

2.93 1.85

PLAT DACK

ELV. +8,00
1.66 1.66

PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND PLAFO ND


R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40 R INGBALK 30/40

12.02

Gambar 1.5. Geometri Kuda-kuda

0,84

0,84

0,84

0,84

0,84

0,84

0,84

0,84

0,84

2,88 2,88 2,88 2,88 ATAP DACK

Gambar 1.6. Denah rencana atap

Pada umumnya untuk struktur gedung bertingkat berupa struktur portal terbuka beton
bertulang tanpa dinding geser dengan dinding bata sebagai pengisi. Gedung-gedung tersebut
direncanakan dengan menggunakan peraturan gempa dan beton yang lama yaitu PBI71, SNI
03-1726-1989 dan SNI 03-2847-1992. Kondisi di atas perlu ditelaah kembali, mengingat
bangunan merupakan prasarana fisik utama yang mutlak bagi manusia, yang berfungsi
memberikan tempat bagi mereka untuk tinggal maupun berkarya. Ditengah semakin
meningkatnya kebutuhan manusia akan bangunan, tuntutan tehadap bangunan layak huni dan
handal secara teknis menjadi suatu keharusan. Gempa yang bersifat unpredictable accident
(kecelakaan tak terduga) menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam mendisain
struktur berteknologi modern.
5

Gambar 1.7. Potongan Portal Y-Y

Gambar 1.8. Potongan Portal X-X

1.3 Metode Desain

Beban dan kombinasi batang


Perhitungan didasarkan pada SNI 2002 dan Peraturan Pembebanan Indonesia (PPI
1983). Perhitungan muatan didasarkan pada Peraturan Perencaaan Bangunan Baja Indonesia (
PPBBI 1983 ), SNI 2003, dan Peraturan Pembebanan Indonesia (PPI 1983).
A. Pembebanan
a. Pembebanan Kuda-Kuda
1. Beban Mati
Berat sendiri Muatan ini dianggap bekerja pada tiap-tiap titik buhul (bagian atas).
Berat akibat penutup atap dan gording, dianggap bekerja pada titik buhul bagian atas
Berat plafond dan penggantung, dianggap bekerja pada titik buhul bagian bawah.
Beban rangka kuda-kuda dihitung berdasarkan rumus Ir. Wan kiyong
q = (L+5) ................................................... (1)
6

Pelimpahan ketitik buhul :


( )

Beracing / ikatan angin
Diambil 25% dari berat sendiri kuda-kuda
- Berat Penutup Atap + Berat Gording
Penutup atap = seng 8 kaki(10 kg/m2 )
Gording = 4,55 kg/m
- Berat Penggantung + Plafond
Berat plafond + penggantung = 18 kg/m2 (PPI 1983)
2. Beban Hidup
a. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja dengan peralatannya sebesar minimum
100 kg.
b. Beban air hujan sebesar (40 - 0,8) kg/m.
Beban trpusat berasal dari seseorang pekerja dengan peralatannya adalah sebesar
minimum 100 kg (PPI-1983 halaman 13)
3. Beban Air Hujan
Beban terbagi rata /m2 bidang datar berasal dari beban air hujan adalah sebesar (40-
0,8 ) kg/m2 (PPI-1983 halaman 13).
4. Beban Angin
Angin tekan dan angin hisap yang terjadi dianggap bekerja tegak lurus bagian
atap pada titik buhul bagian atas, sehingga komponen angin hanya bekerja pada
arah sumbu x saja dan komponen angina dalam sumbu y = 0.
Untuk kontruksi gedung tertutup, dimana < 65 ,maka :
Koefesien angin tekan : 0,02 0,4
Koefesien angina hisap : -0,4
Beban Angin
Tekanan angin (w) = 45 kg/m2 , = 30o
Angin tiup :
V2 (9,7222) 2
P= = = 5,91 < 25
16 16
5. Kombinasi beban
a. Struktur Atap
1,4D.(1)
1,2 D + 1,6 L + 0,8 W.(2)
0,9 D (1,3 W + 1,0 E )..(3)
7

b. Struktur Beton
1,4 D(4)
1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)(5)
1,2 D + 1,0 L 1,6 W + 0,5 (A atau R)..(6)
0,9 D 1,6 W..(7)
1,2 D + 1,0 L 1,0 E...(8)
6. Analisa Struktur secara umum
kegiatan menghitung struktur bangunan membutuhkan kesabaran, ketelitian,
serta pengetahuan struktur bangunan yang baik sehingga dapat dihasilkan sebuah
produk desain struktur bangunan yang kuat namun dengan harga semurah mungkin,
perhitungan struktur dapat dilakukan secara manual atau kita dapat pula menghitung
struktur bangunan dengan program SAP 2000. adapun cara input data untuk sofware
ini adalah seperti gambar di bawah ini:

Gambar 1.9. input data grid SAP 2000.

Material yang digunakan berupa beton terdiri dari 4 portal memanjang (utama)
dan 3 portal melintang (utama), panjang bangunan untuk arah memanjang adalah 34,14
m, dan untuk arah melintang adalah 15,48 m. Tinggi kolom struktur adalah 12,09 m.
Dengan mutu beton fc 30 MPa ~ K-250 (konversi pendekatan).
Bentuk struktur bangunan menganut pada pola bangunan simetris, sehingga tidak ada
pertimbangan khusus dalam desain struktur.
8

Gambar 1.10. Geometri struktur bangunan (3D)

Dalam merencanakan struktur bangunan bertingkat, digunakan struktur yang


mampu mendukung berat sendiri, beban angin, beban hidup maupun beban khusus
yang bekerja pada struktur bangunan tersebut. Beban-beban yang bekerja pada struktur
dihitung menurut SNI 03-1727-1989. Beban-beban tersebut adalah :

Gambar 1.11. Kasus pembebanan

a. Beban Mati (qd)


Beban mati adalah berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin
serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung. Untuk
merencanakan gedung ini, beban mati yang terdiri dari berat sendiri bahan
bangunan dan komponen gedung antara lain adalah :
9

a) Bahan Bangunan
1. Beton Bertulang .............................................................. 24000 Kg/m3
2. Pasir Basah ...................................................................... 1800 Kg/m3
Kering ..................................................................... 1000 Kg/m3
3. Beton Biasa ..................................................................... 2200Kg/m3
b) Komponen Gedung
1. Dinding pasangan batu merah setengah bata ................. 250 Kg/m3
2. Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung
langit-langit atau pengaku) dengan tebal maximum 4 mm.. 11 Kg/m2
3. Penutup atap genteng dengan reng dan rusuk ................ 50 Kg/m2
4. Penutup lantai dari tegel, keramik dan beton (tanpa adukan)
per cm tebal ..................................................................... 24 Kg/m2
5. Adukan semen per cm tebal ........................................... 21 Kg/m2

b. Beban Hidup (qL)

Beban hidup adalah semua bahan yang terjadi akibat penghuni atau
pengguna suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama
masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan
lantai dan atap tersebut. Khususnya pada atap, beban hidup dapat termasuk
beban yang berasal dari air hujan (PPIUG 1983).
Beban hidup yang bekerja pada bangunan ini disesuaikan dengan
rencana fungsi bangunan tersebut. Beban hidup untuk bangunan ini terdiri dari:
a. Beban atap .................................................................... 100 kg/m2
b. Beban tangga dan bordes ............................................. 400 kg/m2
c. Beban lantai .................................................................. 400 kg/m2
Berhubung peluang untuk terjadi beban hidup penuh yang membebani
semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara serempak selama unsur
gedung tersebut adalah sangat kecil, maka pada perencanaan balok induk dan
portal dari system pemikul beban dari suatu struktur gedung, beban hidupnya
dikalikan dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada
penggunan gedung yang ditinjau, seperti diperlihatkan pada tabel. 1.1
10

Tabel 1.1 Koefesien reduksi beban hidup


Koefisien Beban Hidup untuk
Penggunaan Gedung
Perencanaan Balok Induk
PERUMAHAN:
Rumah Sakit/ Poliklinik 0,75
PENDIDIKAN:
Sekolah, Ruang Kuliah 0,90
PENYIMPANAN:
Gudang, Perpustakaan, Swalayan 0,80
TANGGA:
Perdagangan, Penyimpangan 0,90
Sumber : PPIUG 1983

c. Beban Angin (W)


Beban Angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung
yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara (kg/m2).
Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif
(hisapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif
dan negatif yang dinyatakan dalam kg/m2 ini ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup
dengan koefisien-koefisien angin. Tekan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali
untuk daerah dilaut dan ditepi laut sampai sejauh 5 km dari tepi pantai. Pada daerah
tersebut tekanan hisap diambil minimum 40 Kg/m2.
2
= ( kg/m2)
16

Dimana V adalah kecepatan angin dalam m/det, yang harus ditentukan oleh
instansi yang berwenang. Sedangkan koefisien angin (+ berarti tekanan dan berarti
isapan), untuk gedung tertutup :

1. Dinding Vertikal
a) Di pihak Angin ........................................................................ + 0,9
b) Di belakang Angin .................................................................. - 0,4
2. Atap segitiga dengan sudut kemiringan
a) Di pihak Angin : < 650 .......................................................... 0,02 0,4
650<< 900 ...................................................... + 0,9
b) Di belakang Angin, untuk semua ......................................... - 0,4

d. Sistem Bekerjanya Beban


Bekerjanya beban untuk bangunan bertingkat berlaku sistem gravitasi, yaitu
elemen struktur yang berada diatas akan membebani elemen struktur dibawahnya, atau
11

dengan kata lain elemen struktur yang mempunyai kekuatan lebih besar akan menahan
atau memikul elemen struktur yang mempunyai kekuatan lebih kecil.
Dengan demikian sistem bekerjanya beban untuk elemen-elemen struktur gedung
bertingkat secara umum dapat dinyatakan sebagi berikut: beban plat lantai didistribusikan
terhadap balok anak dan balok portal, beban balok portal didistribusikan kekolom dan
kolom kemudian ke tanah dasar melalui pondasi.

e. Provisi Keamanan
Dalam pedoman beton PPIUG 1983, struktur harus direncanakan untuk memiliki
cadangan kekuatan untuk memikul beban yang lebih tinggi dari beban normal. Kapasitas
cadangan ini mencakup factor pembebanan (U), yaitu untuk memperhitungkan
pelampuan beban dan faktor reduksi (), yaitu memperhitungkan kurangnya mutu bahan
dilapangan. Pelampauan beban dapat terjadi akibat perubahan dari pengguna untuk apa
struktur direncanakan dan penafsiran yang kurang tepat dalam memperhitungkan
pembebanan. Sedangkan kekurangan kekuatan dapat diakibatkan oleh variasi yang
merugikan dari kekuatan bahan, pengerjaan, dimensi, pengendalian dan tingkat
pengawasan.

Tabel 1.2 Faktor Pembebanan U


1 D 1,4 D
2 D, L, A, R 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
3 D, L, W, A, R 1,2 D + 1,0 L 1,6 W + 0,5 (A atau R)
4 D, W 0,9 D 1,6 W
5 D, L, E 1,2 D + 1,0 L 1,0 E
6 D, E 0,9 D 1,0 E
7 D, F 1,4 (D + F)
8 D, T, L, A, R 1,2 (D + T) + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
Sumber : SNI 03-2847-2002
Keterangan :
D = Beban mati
L = Beban hidup
W = Beban angin
A = Beban atap
R = Beban air hujan
E = Beban gempa
T = Pengaruh kombinasi suhu, rangkak, susut dan perbedaan penurunan
12

F = Beban akibat berat dan tekanan fluida yang diketahui dengan baik
berat jenis dan tinggi
Tabel 1.3 Faktor Reduksi Kekuatan
No Kondisi Gaya Faktor Reduksi ()
1. Lentur, tanpa beban aksial 0,80
2. Beban aksial, dan beban aksial dengan lentur :
a. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur 0,80
b. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
: 0,70
Komponen struktur dengan tulangan 0,65
3. spiral 0,75
4. Komponen struktur lainnya 0,65
Geser dan torsi
Tumpuan beton
Sumber: SNI 03-2847-2002
Karena kandungan agregat kasar untuk beton structural seringkali berisi agregat
kasar berukuran diameter lebih dari 2 cm, maka diperlukan adanya jarak tulangan
minimum agar campuran beton basah dapat melewati tulangan baja tanpa terjadi
pemisahan material sehingga timbul rongga-rongga pada beton. Sedangkan untuk
melindungi dari karat dan kehilangan kekuatannya dalam kasus kebakaran, maka
diperlukan adanya tebal selimut beton minimum.
Beberapa persyaratan utama pada SNI 03-2847-2002 adalah sebagai berikut :
a. Jarak bersih antara tulangan sejajar yang selapis tidak boleh kurang dari db atau 25
mm, dimana db adalah diameter tulangan.
b. Jika tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan pada
lapisan atas harus diletakkan tepat diatas tulangan dibawahnya dengan jarak bersih
tudak boleh kurang dari 25 mm.
Tebal selimut beton minimum untuk beton yang dicor setempat adalah :
a) Untuk plat dan dinding = 20 mm
b) Untuk balok dan kolom = 40 mm
c) Beton yang berhubungan langsung dengan tanah atau cuaca = 50 mm
13

1.4 Karateristik Bahan

1.4.1 Atap
Secara umum data yang digunakan untuk rencana struktur atap adalah sebagai
berikut :
a. Bahan gording : baja profil RHS 40x20x2 mm [ ]
b. Bahan rangka kuda-kuda : baja profil Channal 100x50x5 mm ( [ )
c. Bahan penutup atap : multiroof.
d. Alat sambung : baut-mur.
e. Mutu baja profil : Bj-37 ( izin = 1600 Kg/cm2 )
( leleh = 1600 Kg/cm2 )
1.4.2 Struktur Portal
Material utama yang dipakai pada bangunan gedung ini beton bertulang. Data
material yang digunakan, yaitu :
Spesifikasi Perencanaan

a. Mutu beton, fc : 30 Mpa


b. Berat jenis beton : 2400 kg/m3
c. Modulus elastisitas, E : 4700 fc = 25743 Mpa
d. Angka poisson : 0,2
e. Mutu baja tulangan : BJTD-40
f. Tegangan leleh tulangan, fy : 400 Mpa
g. Tegangan leleh sengkang, fys : 240 Mpa
h. Berat jenis baja tulangan : 7850 kg/m3
i. Modulus elastisitas, E : 210000 Mpa

1.5 Peraturan-Peraturan Desain

Peraturan yang digunakan dalam mendesain keseluruhan struktur terdiri dari:


a. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-
2003).
b. Perhitungan muatan didasarkan pada Peraturan Perencaaan Bangunan Baja
Indonesia ( PPBBI 1983 ), SNI 2003, dan Peraturan Pembebanan Indonesia (PPI
1983).
c. Perhitungan didasarkan pada SNI 2002 dan Peraturan Pembebanan Indonesia (PPI
1983). Penempatan Beban.
d. Perhitungan perencanaan struktur baja dengan metode LRFD berdasarkan SNI 03-
1729-2002

Anda mungkin juga menyukai