Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian TBC
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium
tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen
maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainya( anik. 2010).

Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman / bakteri Mycobacteriumtuberculosis.


Kuman ini pada umumnya menyerang paru paru dan sebagianlagi dapat menyerang di luar
paru paru, seperti kelenjar getah bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak,
dan sebagianya(Hidayat. 2008)

2. Etiologi
Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan dahak (droplet
nuclei) yang dibatukkan. Jadi kalau Cuma bersin atau tukar-menukar piring atau gelas minum
tidak akan terjadi penularan (Anik, 2010)

Merokok pasif
Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga meningkatkan risiko
tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat
kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah.

1. Faktor Risiko TBC anak


Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis,
penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan terhadap
orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan
lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat
luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat
serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik.
Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya,
karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang
ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk5. Walaupun terdapat batuk tetapi
jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya
terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.

2) Resiko Penyakit TBC

Anak 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit
TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko
sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun
yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun,
yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun
memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang
rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.

3. Berdasarkan tipe infeksi

1) Infeksi primer.

TBC paru primer (infeksi pertama dengan bakteri TBC). Pada anak yang usianya lebih
dewasa, biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala, dan hasil foto rontgen dada tidak terlihat
adanya tanda infeksi. Sangat jarang terjadi pembengkakan kelenjar limfe dan kemungkinan
sedikit batuk.

Infeksi primer ini biasanya sembuh dengan sendirinya karena anak telah membentuk
kekebalan tubuh selama periode waktu 6 hingga 10 minggu. Namun pada beberapa kasus, jika
tidak ditangani dengan benar (biasanya antara 6 bulan hingga 2 tahun), infeksi ini dapat
berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-paru (disebut TBC progresif) (anik.
2010. )

2) Infeksi progresif (TBC progresif)

Infeksi primer yang berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-paru,
atau ke organ tubuh lainnya. Hal ini ditandai dengan demam, kehilangan berat badan, kelelahan,
kehilangan selera makan, kesulitan bernafas, dan batuk.(anik. 2010.).

3) Infeksi reaktivasi ( TBC reaktivasi)

Dalam hal ini infeksi primer sudah teratasi, namun bakteri TBC masih dalam keadaan tidur atau
hibernasi. Ketika kondisi memungkinkan (misalnya kekebalan tubuh menurun), bakteri menjadi
aktif. TBC pada anak yang lebih tua dan orang dewasa mungkin saja termasuk tipe ini.
Gejala yang paling jelas adalah demam terus-menerus, diiringi dengan keringat pada malam hari.
Kelelahan dan kehilangan berat badan juga mungkin terjadi. Jika penyakit bertambah parah dan
terbentuk lubang-lubang pada paru-paru, penderita TBC akan mengalami batuk dan mungkin
terdapat darah pada produksi air liur, dahak, atau phlegm.
(anik. 2010 ).
4. Patofisologi

(Anik, 2010)

(Hidayat, 2008)

5. Manifestasi Klinik
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat
awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian,
gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan
setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga
ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu,
kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali
tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus),
TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul,
bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya
dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.

Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah kuman TBC
(mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu
sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop
atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak mengeluarkan
kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar,
sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang
harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat
kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC

Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):

1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG sangat cepat.
Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC,
meskipun jarang.
2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap bulan
berkurang.
3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada, setelah
diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau tidak ada alergi
dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan anak terkena TBC.
5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai
kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya pembesaran kelenjar
di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas.
7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test, MT)
dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi,
pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak
memberikan reaksi terhadap MT.
skrining tuberkulosis pada anak antara lain : Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada
anak, terlebih pada anak-anak yang masih sangat kecil, sangat sulit. Diagnosa tepat TBC tak lain
dan tak bukan adalah dengan menemukan adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan
aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC. Caranya? Yang paling mudah
adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak sulit dilakukan. Tapi lain
ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang masih usia balita, belum mampu
mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.
Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak spesifik
(khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal sebenarnya
tidak. Atau underdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi
sehingga tidak memperoleh penanganan yang tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat
ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes saja, melainkan harus komprehensif. Karena tanda-tanda
dan gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak
terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya
menunjukkan apakah seseorang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis atau tidak, dan sama
sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua orang yang
terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB.
Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu setelah
terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi. Ketika pada saat terinfeksi
daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam
tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di
dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri
tetap aktif dan orang tersebut menjadi sakit TB.

Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah
dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu,
48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang diukur
adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya
(erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter. Bahkan bila ternyata tidak
ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.
Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter indurasi berukuran sama
dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa
faktor resiko TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini
dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih
kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah
dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.

Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu (anergi), artinya hasil
negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB. Anergi dapat terjadi apabila anak
mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun
tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja divaksinasi
dengan virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes
Mantoux yang kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus diulang.

6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik termasuk sebagai bagian dari proses
pengumpulan data perawat harus waspada terhadap hasil pemeriksaan signifikan yang
membutuhkan pelaporan pada dokter dan atau melakukan intervensi keperawatan khusus.

Beberapa pemeriksaan digunakan untuk mendiagnosa penyakit, sementara yang lainnya


sangat berguna dalam mengikuti perjalanan penyakit atau penyesuaian terapi pada banyak kasus
hubungan antara pemeriksaan fisik dengan patofisiologi penyakit cukup jelas, tetapi pada kasus
lain tidak jelas, hal ini merupakan interelasi antara berbagai organ dan sistem tubuh.

Pemeriksaan dignostik pada penderita tuberkulosis antara lain :

1. Uji Tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah anak sudah terinfeksi
tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji Mantoux,yang
menggunakan derifat protein murni (PPD, Purified protein derifatif). Dosis standar adalah 5
unit tuberkulin dalam 0,1 ml larutan, di injeksi secara intradermal. Pembacaan uji tuberkulin
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan di ukur diameter melintang dari indurasi yang
terjadi. Hasil dianggap positif bila terdapat indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif,
5-9 mm masih dianggap meragukan, tetapi jika 10 mm keatas jelas positif.

b. Pemeriksaan Radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin
dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya pemeriksaan radiologis
tetapi diperlukan juga data klinis.

c. Pemeriksaan bakteriologis
Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis tuberkulosis. Bahan-bahan
yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah :

1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum (pada anak yang besar)
4. Cairan pleura

d. Uji bcg
Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin. Bila ada
anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7
hari setelah penyuntikan berarti perlu dicurigai adanya tuberkulosis. Pada anak dengan
tuberkulosis BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar oleh karena itu,
reaksi BCG dapat dijadikan alat diagnostik.

Vaksin BCG diletakkan pada ruang/tempat bersuhu 200C-80C serta pelindung dari cahaya.
Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal atau intrakutan pada
lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi usia muda yang mungkin sulit
menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan sebagai berikut :
1) Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis vaksin BCG
sebanyak 0,05 mg.

2) Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis vaksin BCG sebanyak
0,1 mg

7. Komplikasi
A. Penyakit paru primer pogresif
Komplikasi infeksi tuberkulosis serius tetapi jarang terjadi pada anak bila fokus primer
membesar dengan mantap dan terjadi pusat perkejuan yang besar. Pencarian dapat menyebabkan
pembentukan kaverna primer yang disertai dengan sejumlah besar basili. Pembesaran fokus
dapat melepaskan debris nekrotik kedalam bronkus yang berdekatan, menyebabkan penyebaran
intrapulmonal lebih lanjut.
B. Efusi pleura
Efusi pleura tuberkulosis yang dapat lokal dan menyeluruh, mula-mula keluarnya basili
kedalam sela pleura dari fokus paru sub pleura atau limfonodi.

C. Perikarditis
Perikarditis biasanya berasal dari infasi langsung atau aliran limfe dari limponodi subkranial.

D. Meningitis
Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3% infeksi primer yang tidak diobati pada
anak. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer,
bila robekan satu atau lebih tuberkel subependimal menegeluarkan basil tuberkel kedalam ruang
subarakhnoid.

E. Tuberkulosis Tulang
Infeksi tulang dan sendi yang merupakan komplikasi tuberkulosis cenderung menyerang vetebra.
Manifestasi klasik spondilitis tuberculosa berkembang menjadi penyakit Pott, dimana
penghancuran corpus vertebra menyebabkan gibbus dan kifosis. Tuberkulosis skeletona adalah
komplikasi tuberkulosis lambat dan menjadi perwujudan yang jarang sejak terapi
antituberkulosis tersedia.

8. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan yang diberikan sekarang ialah ;

A. Farmakologi
1) Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali sehari per oral, diminum
dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan

2) INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ekstraseluler
dan basil didalam makrofag. Dosis INH 10-20/kgBB/hari per oral, lama pemberian 18-24 bulan

3) Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis 30-35 mg/kgBB/hari per
oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan.

4) Etambutol, dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali sehari selama 1
tahun.

5) Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat antituberkulosis yang masih sensitif,


diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari. Kortikosteroid di berikan
sebagai antiflogistik dan ajuvan pada tuberkulosis milier, meningitis serosa tuberkulosa, pleuritis
tuberkulosa, penyebaran bronkogen, atelektasis, tuberkulosis berat atau keadaan umum yang
buruk.
b. Non farmakologi
1) Memberikan posisi ektensi ( kepala lebih tinggi dari badan )

2) Melakukan postural drainase

3) Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak

4) pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak terjadi
penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya

5) memantau kepatuhan ibu dalam memberikan obat kepada anaknya

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas data
Identitas Data Umum (selain identitas klien: nama tempat tanggal lahir, usia, agama, jenis
kelamin, juga identitas orangtua; nama orangtua, pendidikan, dan pekerjaan)

b. Medis
TB Paru

c. Riwayat keperawatan sekarang


1) Saat masuk Rumah Sakit
Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit).

2) Saat pengkajian
Keluhan utama : Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian meliputi PQRST
(palliative, quantitatif, region, scale, timing)

3) Keluhan penyerta
Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan gejala klinis TB serta
terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub
mandibula

d. Riwayat kehamilan dan kesehatan


1) Pre Natal
Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil)

2) Intra Natal
Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput sesadonium,
bayi menderita cepal hematom
3) Post Natal
kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia icterus

e. Riwayat masa lalu


1) Penyakit waktu kecil
Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan
benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan
antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah
pernah berobat tapi tidak teratur?)

2) Pernah di rawat di Rumah Sakit


Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat pasien dirawat dirumah
sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau seperti apa.

3) Obat-obatan yang pernah digunakan


Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui, agar kerja obat serta efek
samping yang timbul dapat di ketahui. Pemberian antibiotik dalam jangka panjang perlu di
identifikasi

4) Tindakan (operasi)
Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian apa, atas indikasi apa

5) Alergi
Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau makanan

6) Kecelakaan
Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya, apabila mengalami kecelakaan
apakah langsung di beri tindakan, atau di bawa berobat ke dokter atau hanya di diamkan saja

7) Imunisasi
a) Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan antigen
ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan membuat zat antibody yang akan
bertahan bertahun-tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada
imunisasi pasif

b) Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh
mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau serum yang telah mengandung
zat anti. Atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan

1) Vaksin BCG ( Bacillus Calmet Guirnet )

2) Vaksin campak
3) Vaksin polio

4) Vaksin DPT ( Difetri Pertusis Tetanus )

5) Vaksin toxoid difetri

f. kebutuhan dasar (11 Pola Fungsi Gordon)


1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

2) Pola nutrisi metabolic


Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak subkutan

3) Pola eliminasi

Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.

4) Pola tidur dan istirahat


Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

5) Pola aktivitas dan latihan


Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur,
demam, menggigil, berkeringat pada malam hari

Objektif : Tachicardi, tachipneu/dispneu saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang
sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul

6) Pola persepsi kognitif


Subjektif : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular

Objektif : Perubahan pola biasa dalam tahap/perubahan kapasitas fisik


7) Pola persepsi dan konsep diri
Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah pada anak

Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.

8) Pola peran hubungan dengan sesama


a. Yang mengasuh anak
Hubungan keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Siapa yang lebih intensif dan
secara konstan menekankan perkembangan, pertumbuhan si anak dapat mempengaruhi perilaku,
sikap dan pengontrolan emosi serta perkembangan anak

b. Hubungan dengan anggota keluarga


Keluarga diharapkan untuk dapat lebih menekankan perkembangan individu setiap anaknya,
kemudian orangtua akan lebih intensif dan secara konstan menekankan harapan keluarga
terhadap anaknya

c. Hubungan dengan teman sebaya


Terciptanya hubungan yang hangat dengan teman sebayanya akan berpengaruh besar terhadap
perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak

d. Lingkungan rumah
Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak.

9) Pola koping dan toleransi terhadap stres


Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah pada anak

Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.

10) Pola reproduksi dan seksualitas


Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah.

11) Pola nilai dan kepercayaan


Pada anak biasanya belum begitu paham, tapi bagi orang tua biasnya akan menyerahkan pada
Tuhan dan selalu berdoa untuk kesembuhan keluarganya

g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering ditemukan sudah dalam keadaan
lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah
2) Tanda-tanda vital
sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat lama atau naik turun, nafas cepat dan
pendek, saat badan demam atau panas biasanya tekanan nadi anak menjadi tachicardi

3) Antropometri
Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan.

4) Pemeriksaan fisik
1. Kepala : kaji bentuk kepala, kebersihan rambut
2. Mata : kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil
3. Hidung : terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau tidak, simetris
tidak.
4. Mulut : kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh
5. Telinga : kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan atau tidak, uji
pendengaran anak
6. Leher : Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub
mandibula.
7. Dada : Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen
(menghasilkan sputum).
8. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
9. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura.
10. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan
kering diwaktu malam hari.
11. Perut : kaji bentuk perut, bising usus
12. Ekstermitas : kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada kelemahan
13. Kulit : Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
14. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
15. inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.
16. Genetalia : kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk, skrotum sudah
turun atau belum, apakah lubang ureter ditengah

h. Pemeriksaan tingkat perkembangan untuk anak usia < 6 tahun


Motorik kasar : sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain
Motorik halus : sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang, membuka kotak,
melempar benda

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Bersihan jalan nafas pada anak dengan peradangan pada paru dapat disebabkan oleh adanya
obstruksi, inflamasi dan peningkatan sekresi atau nyeri yang membuat anak tidak mampu batuk
secara efektif . upaya yang dilakukan adalah dengan cara mempertahankan nafas atau kepatenan
jalan nafas, sehingga diharapkan nafasnya bersih dan mampu mengeluarkan sekresi secara
adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan jalan nafas kembali efektif dalam waktu
324 jam.

Dengan kriteria hasil :Sekret berkurang sampai dengan hilang, pernafasan dalam batas normal
40-60x/menit

Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
R : untuk mengetahui tingkat sakit dan tindakan apa yang harus dilakukan

Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah
sputum, adanya hemoptisis.
R : untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien

Berikan pasien posisi semi atau fowler, R: semi fowler memudahkan pasien untuk bernafas
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
R : untuk mencegah penyebaran infeksi

Lembabkan udara/oksigen. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid


sesuai indikasi
R : pemberian oksigen dapat memudahkan pasien untuk bernafas

1. Hypertermi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak demam dalam waktu 324
jam.

Dengan kriteria hasil : tidak terjadi penyebaran infeksi

Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada
jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi melalui
batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.
R : Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk
mencegah komplikasi.

Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota


keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. Memberitahukan kepada mereka untuk
mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.
R : Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan kerentanan terjadinya penyebaran
Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk
R : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
Gunakan masker setiap melakukan tindakan
R : Masker dapat mengurangi resiko penyebaran infeksi
Monitor temperature
R : untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya infeksi. Febris merupakan indikasi
terjadinya infeksi.
Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak
R : Kerja sama akan mempercepat proses penyembuhan
Monitor sputum BTA. Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan
sampai batas waktu yang ditentukan.
R : Pemantauan untuk terapi yang akan dilaksanakan selanjutnya
1. Gangguan nutrisi
2. Resti penyebaran infeksi
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, pengobatan dan proses penyakit

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO TUJUAN & KRITERIA
DX HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas,
kecepatan, kedalaman dan penggunaan otot
aksesori.
R: untuk mengetahui tingkat sakit dan
tindakan apa yang harus dilakukan

b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan


secret atau batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum, adanya hemoptisis.

R: untuk mengetahui perkembangan


kesehatan pasien

c. Berikan pasien posisi semi atau fowler, R:


semi fowler memudahkan pasien untuk
bernafas

d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea,


suction bila perlu.

Tujuan: setelah dilakukan R: untuk mencegah penyebaran infeksi


tindakan keperawatan jalan
nafas kembali efektif
dalam waktu 324 jam. e. Lembabkan udara/oksigen. Berikan obat:
Dengan kriteria hasil: agen mukolitik, bronkodilator,
Sekret berkurang sampai kortikosteroid sesuai indikasi
dengan hilang, pernafasan
dalam batas normal 40- R: pemberian oksigen dapat memudahkan
60x/menit pasien untuk bernafas
1
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak
aktif, menyebarnya infeksi melalui
bronkhus pada jaringan sekitarnya atau
melalui aliran darah atau sistem limfe dan
potensial infeksi melalui batuk, bersin,
tertawa, ciuman atau menyanyi.
R : Membantu klien agar klien mau
mengerti dan menerima terhadap terapi
yang diberikan untuk mencegah komplikasi.

b. Mengidentifikasi orang-orang yang


beresiko untuk terjadinya infeksi seperti
anggota keluarga, teman, orang dalam satu
perkumpulan. Memberitahukan kepada
mereka untuk mempersiapkan diri untuk
mendapatkan terapi pencegahan.

R : Pengetahuan dan terapi dapat


meminimalkan kerentanan terjadinya
penyebaran

c. Anjurkan klien menampung dahaknya


jika batuk

R : Kebiasaan ini untuk mencegah


terjadinya penularan infeksi.

d. Gunakan masker setiap melakukan


tindakan

R : Masker dapat mengurangi resiko


penyebaran infeksi

e. Monitor temperature
Tujuan: setelah dilakukan
tindakan keperawatan R : untuk mengetahui adanya indikasi
pasien tidak demam dalam terjadinya infeksi. Febris merupakan
waktu 324 jam. indikasi terjadinya infeksi.
Dengan kriteria hasil :
tidak terjadi penyebaran f. Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak
infeksi
2 R : Kerja sama akan mempercepat proses
penyembuhan

g. Monitor sputum BTA. Klien dengan 3


kali pemeriksaan BTA negatif, terapi
diteruskan sampai batas waktu yang
ditentukan.

R : Pemantauan untuk terapi yang akan


dilaksanakan selanjutnya

f. Mengukur dan mencatat BB pasein


R : BB menggambarkan status gizi pasien

g. Menyajikan makanan dalam porsi kecil


tapi sering

R : Sebagai masukan makanan sedikit-


sedikit dan mencegah muntah

h. Menyajikan makanan yang dapat


menimbulkan selera makan

R : Sebagai alternatif meningkatkan nafsu


makan pasien

i. Memberikan makanan tinggi TKTP


(tinggi kalori tinggi protein)
Tujuan :
Kriteria hasil:Keluarga R : Protein mempengaruhi tekanan osmotik
klien dapat menjelaskan pembuluh darah
penyebab gangguan nutrisi
yang dialami klien, j. Memberi motivasi kepada pasien agar
pemulihan kebutuhan mau makan.
nutrisi, susunan menu dan
pengolahan makanan sehat
seimbang. Dengan bantuan R : Alternatif lain meningkatkan motivasi
perawat, keluarga klien pasein untuk makan
dapat mendemonstrasikan
pemberian diet (per k. Lakukan perawatan oral sebelum dan
sonde/per oral) sesuai sesudah terapi respirasi
program dietetik.
3 R : Mengurangi rasa yang tidak enak dari
sputum atau obat-obat yang digunakan
untuk pengobatan yang dapat merangsang
vomiting.

l. Jelaskan kepada keluarga tentang


penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi
pemulihan, susunan menu dan pengolahan
makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh
jenis sumber makanan ekonomis sesuai
status sosial ekonomi klien.

R : Meningkatkan pemahaman keluarga


tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi
untuk pemulihan klien sehingga dapat
meneruskan upaya terapi diet yang telah
diberikan selama hospitalisasi.

m. Tunjukkan cara pemberian makanan per


sonde, beri kesempatan keluarga untuk
melakukannya sendiri.

R : Meningkatkan partisipasi keluarga


dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien,
mempertegas peran keluarga dalam upaya
pemulihan status nutrisi klien.

n. Laksanakan pemberian roborans sesuai


program terapi.

R : Roborans, meningkatkan nafsu makan,


proses absorbsi dan memenuhi defisit yang
menyertai keadaan malnutrisi.

o. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan


atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.

R : Menilai perkembangan masalah klien.

p. Memberi makan lewat parenteral ( D


5% )

R : Mengganti zat-zat makanan secara cepat


melalui parenteral

a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya:


tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi, lingkungan belajar,
tingkat pengetahuan, media, orang
dipercaya.
R: untuk mengetahui kondisi pasien dan
tindakan apa yang akan diberikan

b. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi


Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake
cairan yang adekuat.

R: agar pemenuhan nutrisi terpenuhi


sehingga penyembuhan bisa lebih cepat

c. Berikan Informasi yang spesifik dalam


bentuk tulisan misalnya: jadwal minum
obat.

R: agar keluarga pasien tidak memberikan


obat dan waktu yang keliru
Tujuan: Menyatakan
pemahaman proses
penyakit/prognosis dan d. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis,
kebutuhan pengobatan. frekuensi, tindakan dan perlunya terapi
Melakukan perubahan dalam jangka waktu lama. Ulangi
prilaku dan pola hidup penyuluhan tentang interaksi obat
untuk memperbaiki Tuberkulosis dengan obat lain.
kesehatan umur dan
menurunkan resiko R: agar keluarga pasien tidak memberikan
pengaktifan ulang obat dan waktu yang keliru
tuberkulosis paru.
e. jelaskan tentang efek samping obat: mulut
Mengidentifikasi gejala kering, konstipasi, gangguan penglihatan,
yang memerlukan sakit kepala, peningkatan tekanan darah
evaluasi/intervensi.
R: agar keluarga pasien mengetahui
Menerima perawatan sehingga bisa melaporkan jika hal tersebut
kesehatan adekuat. terjadi
4
1. kaji tingkat pengetahuan keluarga
R: untuk mengetahui tingkat pengetahuan
keluarga pasien sampai mana

2. berikan pendidikan kesehatan berkaitan


dengan penyakit pasien

R: agar keluarga pasien mengetahui dan


Tujuan: Setelah dilakukan tidak cemas
tindakan keperawatan
pengetahuan ibu dan 3. jelaskan setiap tindakan keperawatan
keluarga pasien bertambah yang akan dilakukan
dalam waktu 124 jam
dengan kriteria hasil ibu
dan keluarga pasien paham R: untuk mengurangi kecemasan keluraga
tentang penyakit anaknya pasien
5 dan cemas teratasi

DAFTAR PUSTAKA
Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media.
Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba medika.

Anda mungkin juga menyukai