1. Pengertian TBC
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium
tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen
maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainya( anik. 2010).
2. Etiologi
Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan dahak (droplet
nuclei) yang dibatukkan. Jadi kalau Cuma bersin atau tukar-menukar piring atau gelas minum
tidak akan terjadi penularan (Anik, 2010)
Merokok pasif
Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga meningkatkan risiko
tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat
kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah.
Anak 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit
TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko
sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun
yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun,
yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun
memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang
rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
1) Infeksi primer.
TBC paru primer (infeksi pertama dengan bakteri TBC). Pada anak yang usianya lebih
dewasa, biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala, dan hasil foto rontgen dada tidak terlihat
adanya tanda infeksi. Sangat jarang terjadi pembengkakan kelenjar limfe dan kemungkinan
sedikit batuk.
Infeksi primer ini biasanya sembuh dengan sendirinya karena anak telah membentuk
kekebalan tubuh selama periode waktu 6 hingga 10 minggu. Namun pada beberapa kasus, jika
tidak ditangani dengan benar (biasanya antara 6 bulan hingga 2 tahun), infeksi ini dapat
berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-paru (disebut TBC progresif) (anik.
2010. )
Infeksi primer yang berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-paru,
atau ke organ tubuh lainnya. Hal ini ditandai dengan demam, kehilangan berat badan, kelelahan,
kehilangan selera makan, kesulitan bernafas, dan batuk.(anik. 2010.).
Dalam hal ini infeksi primer sudah teratasi, namun bakteri TBC masih dalam keadaan tidur atau
hibernasi. Ketika kondisi memungkinkan (misalnya kekebalan tubuh menurun), bakteri menjadi
aktif. TBC pada anak yang lebih tua dan orang dewasa mungkin saja termasuk tipe ini.
Gejala yang paling jelas adalah demam terus-menerus, diiringi dengan keringat pada malam hari.
Kelelahan dan kehilangan berat badan juga mungkin terjadi. Jika penyakit bertambah parah dan
terbentuk lubang-lubang pada paru-paru, penderita TBC akan mengalami batuk dan mungkin
terdapat darah pada produksi air liur, dahak, atau phlegm.
(anik. 2010 ).
4. Patofisologi
(Anik, 2010)
(Hidayat, 2008)
5. Manifestasi Klinik
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat
awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian,
gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan
setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga
ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu,
kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali
tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus),
TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul,
bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya
dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah kuman TBC
(mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu
sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop
atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak mengeluarkan
kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar,
sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang
harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat
kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC
1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG sangat cepat.
Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC,
meskipun jarang.
2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap bulan
berkurang.
3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun ada, setelah
diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau tidak ada alergi
dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan anak terkena TBC.
5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai
kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya pembesaran kelenjar
di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas.
7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test, MT)
dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi,
pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak
memberikan reaksi terhadap MT.
skrining tuberkulosis pada anak antara lain : Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada
anak, terlebih pada anak-anak yang masih sangat kecil, sangat sulit. Diagnosa tepat TBC tak lain
dan tak bukan adalah dengan menemukan adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan
aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC. Caranya? Yang paling mudah
adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak sulit dilakukan. Tapi lain
ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang masih usia balita, belum mampu
mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.
Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak spesifik
(khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal sebenarnya
tidak. Atau underdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi
sehingga tidak memperoleh penanganan yang tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat
ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes saja, melainkan harus komprehensif. Karena tanda-tanda
dan gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak
terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya
menunjukkan apakah seseorang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis atau tidak, dan sama
sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua orang yang
terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB.
Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu setelah
terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi. Ketika pada saat terinfeksi
daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam
tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di
dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri
tetap aktif dan orang tersebut menjadi sakit TB.
Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah
dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu,
48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang diukur
adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya
(erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter. Bahkan bila ternyata tidak
ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.
Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter indurasi berukuran sama
dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa
faktor resiko TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini
dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih
kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah
dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.
Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu (anergi), artinya hasil
negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB. Anergi dapat terjadi apabila anak
mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun
tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja divaksinasi
dengan virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes
Mantoux yang kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus diulang.
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik termasuk sebagai bagian dari proses
pengumpulan data perawat harus waspada terhadap hasil pemeriksaan signifikan yang
membutuhkan pelaporan pada dokter dan atau melakukan intervensi keperawatan khusus.
1. Uji Tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah anak sudah terinfeksi
tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji Mantoux,yang
menggunakan derifat protein murni (PPD, Purified protein derifatif). Dosis standar adalah 5
unit tuberkulin dalam 0,1 ml larutan, di injeksi secara intradermal. Pembacaan uji tuberkulin
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan di ukur diameter melintang dari indurasi yang
terjadi. Hasil dianggap positif bila terdapat indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif,
5-9 mm masih dianggap meragukan, tetapi jika 10 mm keatas jelas positif.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin
dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya pemeriksaan radiologis
tetapi diperlukan juga data klinis.
c. Pemeriksaan bakteriologis
Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis tuberkulosis. Bahan-bahan
yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah :
1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum (pada anak yang besar)
4. Cairan pleura
d. Uji bcg
Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin. Bila ada
anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7
hari setelah penyuntikan berarti perlu dicurigai adanya tuberkulosis. Pada anak dengan
tuberkulosis BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar oleh karena itu,
reaksi BCG dapat dijadikan alat diagnostik.
Vaksin BCG diletakkan pada ruang/tempat bersuhu 200C-80C serta pelindung dari cahaya.
Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal atau intrakutan pada
lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi usia muda yang mungkin sulit
menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan sebagai berikut :
1) Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis vaksin BCG
sebanyak 0,05 mg.
2) Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis vaksin BCG sebanyak
0,1 mg
7. Komplikasi
A. Penyakit paru primer pogresif
Komplikasi infeksi tuberkulosis serius tetapi jarang terjadi pada anak bila fokus primer
membesar dengan mantap dan terjadi pusat perkejuan yang besar. Pencarian dapat menyebabkan
pembentukan kaverna primer yang disertai dengan sejumlah besar basili. Pembesaran fokus
dapat melepaskan debris nekrotik kedalam bronkus yang berdekatan, menyebabkan penyebaran
intrapulmonal lebih lanjut.
B. Efusi pleura
Efusi pleura tuberkulosis yang dapat lokal dan menyeluruh, mula-mula keluarnya basili
kedalam sela pleura dari fokus paru sub pleura atau limfonodi.
C. Perikarditis
Perikarditis biasanya berasal dari infasi langsung atau aliran limfe dari limponodi subkranial.
D. Meningitis
Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3% infeksi primer yang tidak diobati pada
anak. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer,
bila robekan satu atau lebih tuberkel subependimal menegeluarkan basil tuberkel kedalam ruang
subarakhnoid.
E. Tuberkulosis Tulang
Infeksi tulang dan sendi yang merupakan komplikasi tuberkulosis cenderung menyerang vetebra.
Manifestasi klasik spondilitis tuberculosa berkembang menjadi penyakit Pott, dimana
penghancuran corpus vertebra menyebabkan gibbus dan kifosis. Tuberkulosis skeletona adalah
komplikasi tuberkulosis lambat dan menjadi perwujudan yang jarang sejak terapi
antituberkulosis tersedia.
8. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan yang diberikan sekarang ialah ;
A. Farmakologi
1) Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali sehari per oral, diminum
dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan
2) INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ekstraseluler
dan basil didalam makrofag. Dosis INH 10-20/kgBB/hari per oral, lama pemberian 18-24 bulan
3) Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis 30-35 mg/kgBB/hari per
oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan.
4) Etambutol, dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali sehari selama 1
tahun.
4) pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak terjadi
penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya
b. Medis
TB Paru
2) Saat pengkajian
Keluhan utama : Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian meliputi PQRST
(palliative, quantitatif, region, scale, timing)
3) Keluhan penyerta
Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan gejala klinis TB serta
terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub
mandibula
2) Intra Natal
Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput sesadonium,
bayi menderita cepal hematom
3) Post Natal
kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia icterus
4) Tindakan (operasi)
Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian apa, atas indikasi apa
5) Alergi
Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau makanan
6) Kecelakaan
Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya, apabila mengalami kecelakaan
apakah langsung di beri tindakan, atau di bawa berobat ke dokter atau hanya di diamkan saja
7) Imunisasi
a) Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan antigen
ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan membuat zat antibody yang akan
bertahan bertahun-tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada
imunisasi pasif
b) Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh
mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau serum yang telah mengandung
zat anti. Atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan
2) Vaksin campak
3) Vaksin polio
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
Objektif : Tachicardi, tachipneu/dispneu saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang
sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul
d. Lingkungan rumah
Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering ditemukan sudah dalam keadaan
lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah
2) Tanda-tanda vital
sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat lama atau naik turun, nafas cepat dan
pendek, saat badan demam atau panas biasanya tekanan nadi anak menjadi tachicardi
3) Antropometri
Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan.
4) Pemeriksaan fisik
1. Kepala : kaji bentuk kepala, kebersihan rambut
2. Mata : kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil
3. Hidung : terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau tidak, simetris
tidak.
4. Mulut : kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh
5. Telinga : kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan atau tidak, uji
pendengaran anak
6. Leher : Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub
mandibula.
7. Dada : Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen
(menghasilkan sputum).
8. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
9. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura.
10. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan
kering diwaktu malam hari.
11. Perut : kaji bentuk perut, bising usus
12. Ekstermitas : kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada kelemahan
13. Kulit : Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
14. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
15. inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.
16. Genetalia : kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk, skrotum sudah
turun atau belum, apakah lubang ureter ditengah
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Bersihan jalan nafas pada anak dengan peradangan pada paru dapat disebabkan oleh adanya
obstruksi, inflamasi dan peningkatan sekresi atau nyeri yang membuat anak tidak mampu batuk
secara efektif . upaya yang dilakukan adalah dengan cara mempertahankan nafas atau kepatenan
jalan nafas, sehingga diharapkan nafasnya bersih dan mampu mengeluarkan sekresi secara
adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan jalan nafas kembali efektif dalam waktu
324 jam.
Dengan kriteria hasil :Sekret berkurang sampai dengan hilang, pernafasan dalam batas normal
40-60x/menit
Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
R : untuk mengetahui tingkat sakit dan tindakan apa yang harus dilakukan
Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah
sputum, adanya hemoptisis.
R : untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien
Berikan pasien posisi semi atau fowler, R: semi fowler memudahkan pasien untuk bernafas
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
R : untuk mencegah penyebaran infeksi
1. Hypertermi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak demam dalam waktu 324
jam.
Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada
jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi melalui
batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.
R : Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk
mencegah komplikasi.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO TUJUAN & KRITERIA
DX HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas,
kecepatan, kedalaman dan penggunaan otot
aksesori.
R: untuk mengetahui tingkat sakit dan
tindakan apa yang harus dilakukan
e. Monitor temperature
Tujuan: setelah dilakukan
tindakan keperawatan R : untuk mengetahui adanya indikasi
pasien tidak demam dalam terjadinya infeksi. Febris merupakan
waktu 324 jam. indikasi terjadinya infeksi.
Dengan kriteria hasil :
tidak terjadi penyebaran f. Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak
infeksi
2 R : Kerja sama akan mempercepat proses
penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA
Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media.
Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba medika.