Anda di halaman 1dari 69

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Faletehan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


GEJALA ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS UNYUR KOTA SERANG TAHUN 2017

SKRIPSI

RAHMAT DARMAWAN
20.12.03.1.072

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG - BANTEN
AGUSTUS 2017

i
STIKes Faletehan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Faletehan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


GEJALA ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS UNYUR KOTA SERANG TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat

RAHMAT DARMAWAN
20.12.03.1.072

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG - BANTEN
AGUSTUS 2017

ii
STIKes Faletehan
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Rahmat Darmawan
NIM : 2012031072
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala
ISPA Pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas
Unyur Kota Serang Tahun 2017

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat pada Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKes
Faletehan Serang.

DEWAN PENGUJI

Penguji I : Andiko Nugraha, SKM MKM ( )

Penguji II : Fauzul Hayat, S.KM M.KM ( )

Penguji III : ( )

Ditetapkan di : Serang
Tanggal : 21 Agustus

ii
STIKes Faletehan
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala ISPA


Pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017 telah
disetujui untuk dipersentasikan di hadapan Tim Penguji Proposal Penelitian
Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Faletehan.

Serang, 21 Agustus 2017

Mengetahui

Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fauzul Hayat, SKM MKM


NIK. 05. 03. 079

Pembimbing I

Andiko Nugraha, SKM MKM


NIK : 02. 03. 076

Pembimbing II

Mukhlasin, SKM.,MKM
NIK : 10. 98. 029

iii
STIKes Faletehan
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaykum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil alamiin.

Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan ridha serta petunjuk-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Gejala ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017 ucapan terima kasih saya haturkan
kepada semua pihak yang telah memberikan segala bentuk dukungan, bantuan,
bimbingan, motivasi, serta doa yang memacu dan membantu saya dalam
pembuatan skripsi ini:

1. Bapak Maman Sutisna, S.KM, M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Faletehan;
2. Bapak Fauzul Hayat, S.KM, M.KM, selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat STIKes Faletehan;
3. Bapak Andiko, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan
dan masukan untuk terselesaikannya laporan ini.
4. Bapak Mukhlasin, SKM., MKM, selaku Pembimbing Teori yang telah
memberikan bimbingan dan masukan untuk terselesaikannya laporan ini.
5. Bapak Ahmad Jubaedi, SKM.,M.Kes, selaku Penguji Ahli yang telah
memberikan masukan dan mengarahkan untuk terselesaikannya laporan ini.
6. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Program Studi Kesehatan Masyarakat
STIKes Faletehan yang telah membantu dalam penyusunan proposal skripsi
ini;
7. Rekan-rekan seperjuangan seluruh mahasiswa Program Studi Kesehatan
Masyarakat STIKes Faletehan angkatan 2013, atas kebersamaannya.

iv
STIKes Faletehan
8. Keluargaku
9. Seluruh pihak yang terlibat dan berkontribusi dalam proses penyusunan
skripsi ini, yang tidak dapat saya jabarkan satu per satu.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, saya selaku penyusun, membuka diri terhadap kritik dan saran yang
membangun sebagai bahan pembelajaran saya agar lebih di masa mendatang.
Semoga Allah SWT, senantiasa meridhai dan membarakahi setiap langkah kita.
Amin.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Serang, 21 Agustus 2017

Rahmat Darmawan

v STIKes Faletehan
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademis STIKes Faletehan, saya yang bertanda tangan di bawah
ini :
Nama : Rahmat Darmawan
NIM : 2012031072
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya : Skripsi

Demi pegembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


STIKes Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right)
atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala ISPA Pada Balita
Diwilayah Kerja Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini STIKes Faletehan berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya
buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Serang
Pada Tanggal : 21 Agustus

Yang Menyatakan

Rahmat Darmawan

vi STIKes Faletehan
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :


1. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
2. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yag telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
3. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di perguruan tinggi ini.

Serang, 21 Agustus 2017


yang membuat pernyataan

Rahmat Darmawan
NIM. 2012031072

vii STIKes Faletehan


ABSTRAK

Nama : Rahmat Darmawan


NIM : 2012031072
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Judul Magang : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala
ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Unyur Kota Serang Tahun 2017

BAB VII, 46 Halaman, x, 10 Tabel, 2 gambar, 3 Bagan, 2 Lampiran

Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA merupakan penyebab utama


morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. ISPA menyebabkan hampir
4 juta orang meninggal setiap tahun Faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA
antara lain faktor host, lingkungan, geografi, curah hujan, angin, kelembaban,
musim dan kondisi demografi seperti kepadatan hunian, perilaku, sosial ekonomi
penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Gejala ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Unyur Kota Serang Tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah Cross Sectional.
Populasi penelitian ini adalah seluruh balita di Kelurahan Unyur Kota Serang.
Teknik pengambilan sampel yaitu Random Sampling dengan jumlah sampel
sebanyak 96. Metode analisi data dengan uji chi-square. Hasil penelitian
diperoleh bahwa riwayat ISPA denan nilai p (0.039) < a (0.05), Ventilasi p
(0.005) < a (0.05), dan Kepadatan hunian p (0.000) < a (0.05), berhubungan
dengan gejala ISPA pada Balita. Diharapkan masyarakat khususnya RW II
Kelurahan Unyur yang merupakan daerah tertinggi angka kejadian ISPA pada
balita diharapkan dapat melakukan pencegahan kejadian ISPA pada balita seperti
membuka jendela/ventilasi setiap hari, tidak merokok di dalam rumah dan
lainnya.

Kata Kunci : ISPA, Ventilasi, Kepadatan Hunian


Daftar Bacaan : 10 buah (2016 - 2005)
ABSTRAK

Nama : Rahmat Darmawan


NIM : 2012031072
Program Studi : Public health
Judul Magang : Factors Associated With Symptoms of ISPA In
Toddlers In Work Area Puskesmas Unyur Serang
City Year 2017

BAB VII, 46 Pages, x, 10 Tables, 2 picture, 3 Charts, 2 Attachments

Acute Respiratory Infections or ISPA are a major cause of infectious morbidity


and mortality in the world. ISPA causes nearly 4 million people die each year
Factors affecting ISPA include host, environment, geography, rainfall, wind,
humidity, seasons and demographic conditions such as occupancy density,
behavioral, socioeconomic population. This study aims to determine Factors
Associated With Symptoms of ISPA In Toddlers In Work Area Puskesmas Unyur
Serang City Year 2017. This research type is Cross Sectional. The population of
this research is all children under five in Unyur urban area of Serang city.
Sampling technique is Random Sampling with the number of samples as much as
96. Method of data analysis with chi-square test. The result of the research
showed that ISPA history with p value (0.039) <a (0.05), Ventilation p (0.005) <a
(0.05), and occupancy density p (0.000) <a (0.05). It is expected that the
community, especially RW II of Unyur Village which is the highest area of ISPA
occurrence in children under five years is expected to prevent the occurrence of
ISPA in balita such as opening windows / ventilation every day, not smoking
inside the house and others.

Keywords: ISPA, Ventilation, occupancy density


Reading List: 10 pieces (2016 - 2005)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ vi
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viiii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 3
1. Tujuan Umum .......................................................................... 3
2. Tujuan Khusus ......................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 4
E. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 5

BAB II TINJUAN PUSTAKA ...................................................................... 6

A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ....................................... 6


1. Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ............... 6
2. Klasifikasi ISPA ....................................................................... 6
3. Gejala ISPA ............................................................................. 9
4. Penyebab ISPA ........................................................................ 9
5. Cara Penularan ISPA ............................................................... 10
6. Diagnosa ISPA ......................................................................... 10
7. Pencegahan ISPA ..................................................................... 11
8. Mekanisme Terjadinya ISPA ................................................... 11
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi ISPA ...................................... 12
1. Karakteristik Balita .................................................................. 12
2. Lingkungan Fisik Rumah ......................................................... 12
3. Pencemaran Udara ................................................................... 15
C. Kearangka Teori ............................................................................. 18

BAB III KERANGKA KONSEP .................................................................. 19

A. Kerangka Konsep ........................................................................... 19


B. Definisi Operasional ...................................................................... 20
C. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 21
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 22

A. Metode Penelitian .......................................................................... 22


B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 22
C. Variabel Penelitian ......................................................................... 22
D. Populasi dan Sampel ...................................................................... 23
1. Populasi .................................................................................... 23
2. Sampel ...................................................................................... 23
3. Teknik Sampling ...................................................................... 24
E. Teknik Pegumpulan Data ............................................................... 24
1. Data Primer .............................................................................. 24
2. Data Sekunder .......................................................................... 25
F. Pengolahan Data ............................................................................ 25
1. Editing Data ............................................................................. 25
2. Coding ...................................................................................... 25
3. Entry ......................................................................................... 25
4. Cleaning ................................................................................... 26
G. Analisis Data .................................................................................. 26
1. Analisis Univariat .................................................................... 26
2. Analisis Bivariat ....................................................................... 26

BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................... 29

A. Analisis Univariat .......................................................................... 29


1. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA Pada balita ..................... 29
2. Distribusi Frekuensi Riwayat ISPA ......................................... 30
3. Distribusi Frekuensi Ventilasi .................................................. 31
4. Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian .................................. 32
B. Analisis Bivariat ............................................................................. 32
1. Hubungan Riwayat ISPA dengan Kejadian ISPA pada
Balita ......................................................................................... 33
2. Hubungan Ventilasi dengan kejadian ISPA pada Balita ........... 34
3. Hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian ISPA pada
Balita ........................................................................................ 35

BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................ 37

A. Kejadian ISPA pada Balita ............................................................ 37


B. Distribusi Frekuensi Riwayat ISPA ............................................... 38
C. Distribusi Frekuensi Ventilasi ........................................................ 39
D. Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian ........................................ 40
E. Hubungan Riwayat ISPA dengan Kejadian ISPA pada
Balita .............................................................................................. 41
F. Hubungan Ventilasi dengan kejadian ISPA pada Balita ................ 42
G. Hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian ISPA pada
Balita .............................................................................................. 42
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................... 44
A. Kesimpulan .................................................................................... 44
B. Saran .............................................................................................. 45

DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 46


LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................... 20

Tabel 4.1 Pengambilan Sampel ...................................................................... 24

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA Pada balita ........................... 28

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Riwayat ISPA ............................................... 29

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Ventilasi ........................................................ 30

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian ........................................ 31

Tabel 5.1 Hubungan Riwayat ISPA dengan Kejadian ISPA pada Balita ...... 32

Tabel 5.1 Hubungan Ventilasi dengan kejadian ISPA pada Balita ................ 33

Tabel 5.1 Hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian ISPA pada Balita . 34
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori .............................................................................. 18

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 19


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Kuesioner


Lampiran 2 Output Hasil Pengolahan Data
Lampiran 3 Dokumentasi
Lampiran 4 Persentasi
DAFTAR SINGKATAN

ABJ Angka Bebas Jentik


DBD Demam Berdarah Dengue
KLB Kejadian Luar Biasa
PSN Pemberantasan Sarang Nyamuk
TPA Tempat Penampungan Air
WHO World Health Organization
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA merupakan penyebab utama


morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. ISPA menyebabkan hampir
4 juta orang meninggal setiap tahun (Maramis, 2013). Data WHO 2008 yang di
update Juni 2011 menyebutkan bahwa ISPA menempati peringkat ke 3 dari 10
penyebab kematian terpenting dunia dengan jumlah 3,46 juta orang (6,1%)
(Aditama,T.Y,2011).

Masyarakat yang rentan terhadap ISPA adalah balita karena kekebalan tubuhnya
masih rendah. Balita dapat mengalami serangan ISPA 5-8 kali setiap tahun
terutama mereka yang tinggal di daerah urban. Jumlah penderita ISPA pada balita
antara 25-40% yang dirawat jalan dan 12-35% yang dirawat di rumah sakit.
Prevalensi ISPA pada balita yaitu >35% diikuti dengan usia 5-14 tahun sebesar
29% (Depkes RI, 2008).

Balita lebih banyak mengalami ISPA dibandingkan dengan penyakit lain seperti
AIDS, malaria dan campak. Setiap tahun di dunia diperkirakan lebih dari 2 juta
balita meninggal karena pneumonia atau dengan kata lain terdapat 1 balita yang
meninggal karena ISPA tiap 15 detik dari 9 juta total kematian balita. Bahkan
karena besarnya kematian ISPA, maka ISPA atau pneumonia disebut sebagai
pandemik yang terlupakan atau The Forgotten Killer of Children (Pramayu,
2012).

Pada Konferensi Internasional mengenai ISPA di Canberra, Australia, pada Juli


1997 mengatakan bahwa empat juta balita di negara-negara berkembang
meninggal tiap tahun akibat ISPA. Di Indonesia, kematian balita akibat ISPA
menduduki peringkat terbesar. Pada tahun 2000, diperkirakan kematian akibat
pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia mencapai lima kasus di
antara 1.000 bayi atau balita. Pneumonia menyebabkan 150.000 bayi atau balita
meninggal tiap tahun, atau 12.500 bayi atau balita tiap bulan, atau 416 kasus

1
STIKes Faletehan
2

sehari, atau 17 bayi atau balita tiap 1 jam, atau seorang bayi atau balita tiap lima
menit (Putri, 2012).

Angka kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Indonesia


masih tinggi terutama pada balita, kasus kesakitan tahun 2016 mencapai 554. 650
balita atau 18,5 per mil, di Provinsi Banten Kasus ISPA terjadi sebanyak 32.978
balita. Salah satu penyebab ISPA pada balita yaitu sanitasi rumah yang tidak sehat
Pneumonia lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks
kepemilikan terbawah (27,4). Oleh sebab itu perlu adanya tindakan preventif
atau perbaikan agar angka kejadian ISPA menjadi menurun (Depkes RI, 2015).

Berdasarkan data penyakit dari Dinas Kesehatan Kota Serang tahun 2016
menunjukkan bahwa penyakit ISPA menduduki peringkat pertama terbanyak pada
kelompok balita atau pneumonia yaitu sebesar 2.128 kasus atau 82,85%. Dan
untuk di Puskesmas Unyur Penyakirt ISPA menduduki peringkat ke dua dari
sepuluh penyakit di Puskesmas Unyur dengan jumlah kasus sebanyak 102 atau
41,62% kasus. Studi pendahuluan juga menunjukkan bahwa banyak balita yang
mengalami batuk, pilek, dan sakit tenggorokan yang merupakan gejala dari ISPA
(Dinkes Kota Serang dan Puskesmas Unyur, 2016).

Berbagai faktor yang menyebabkan ISPA adalah lingkungan dan host. Anggota
keluarga yang mengalami ISPA mempunyai peran terhadap penularan ISPA pada
balita. Hal ini dikarenakan balita masih mempunyai daya tahan tubuh yang
rendah. Cara penularan ISPA melalui udara yaitu jika penderita batuk atau bersin
dan tidak ditutup menggunakan tangan atau sapu tangan maka akan menyebabkan
virus menyebar di dalam ruangan (Gertrudis, 2010).

Selain itu, rumah yang luas ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan akan
mempengaruhi kesehatan penghuni rumah, hal ini disebabkan karena proses
pertukaran aliran udara dari luar ke dalam rumah tidak lancar, sehingga bakteri
penyebab penyakit ISPA yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar. Ventilasi
juga menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit, oleh karena itu kelembaban ruangan yang tinggi akan

STIKes Faletehan
3

menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit


ISPA (Notoatmodjo, 2007).

Sanitasi rumah dan lingkungan erat kaitannya dengan angka kejadian penyakit
menular, terutama ISPA. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kejadian
penyakit ISPA pada balita adalah kondisi fisik rumah, kebersihan rumah,
kepadatan penghuni dan pencemaran udara dalam rumah (Iswarini, 2006).

Rumah yang jendelanya tidak memenuhi persyaratan menyebabkan pertukaran


udara tidak dapat berlangsung dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok
dapat terkumpul dalam rumah, bayi dan anak yang sering menghisap asap tersebut
di dalam rumah lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab dan basah
karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan cahaya matahari pagi yang
sulit masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA.
Berdasarkan hasil penelitian Yusup dan Sulistyorini, diketahui bahwa ada
hubungan yang bermakna antara ventilasi, pencahayaan dan kepadatan penghuni
dengan kejadian ISPA pada balita (Yusup, 2005).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal di atas, maka perumusan masalah yaitu ingin mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Unyur Tahun 2017 dimana angka kejadian ISPA di Puskesmas Unyur
masih menempati uratan dua dari 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Unyur.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala ISPA pada


balita di wilayah kerja Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a Diketahuinya gambaran ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas


Unyur Kota Serang Tahun 2017.

STIKes Faletehan
4

b Diketahuinya gambaran riwayat penyakit di wilayah kerja Puskesmas


Unyur Kota Serang Tahun 2017.
c Diketahuinya gambaran kepadatan hunian di wilayah kerja Puskesmas
Unyur Kota Serang Tahun 2017.
d Diketahuinya gambaran ventilasi di wilayah kerja Puskesmas Unyur Kota
Serang Tahun 2017.
e Diketahuinya hubungan antara riwayat penyakit dengan gejala ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017.
f Diketahuinya hubungan antara kepadatan hunian dengan gejala ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017.
g Diketahuinya hubungan antara ventilasi dengan gejala ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017.

D. Manfaaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa

Sebagai sarana untuk menambah pengalaman dan wawasan kepada mahasiswa


mengenai faktor gejala ISPA pada balita. Penelitian ini juga dapat dijadikan
acuan bagi yang ingin melakukan penelitian serupa ditempat lain, ataupun
sebagai dasar untuk melakukan penelitian yang lebih rinci mengenai masalah
yang sama di wilayah yang sama atau di wilayah lain.

2. Bagi Prodi Kesehatan Masyarakat STIKes Faletehan

Sebagai bahan informasi STIKes Faletehan tentang hubungan faktor-faktor


yang berhubungan dengan gejala ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Unyur Kota Serang Tahun 2017.

3. Bagi Dinas Terkait

Sebagai bahan masukan untuk Dinas Kesehatan Kota Serang khususnya


wilayah kerja Puskesmas Unyur tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan gejala ISPA pada balita di Kelurahan Unyur Kota Serang Tahun 2017.

STIKes Faletehan
5

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengambil judul faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala


ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2017. Data yang diambil merupakan
data primer dari hasil wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder
diperoleh dari hasil data Dinas Kesehatan Provinsi Banten dan Dinas Kesehatan
Kota Serang serta Puskesmas Unyur.

STIKes Faletehan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

1. Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti
sinus/rongga di sekitar hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah dan
pleura (Kementerian Kesehatan, 2009).

Pengertian lain dari ISPA adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih
14 hari. ISPA meliputi struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan
penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau
berurutan (Muttaqin, 2008).

Penyakit saluran pernapasan pada umumnya dimulai dengan keluhan dan


gejala ringan. Gejala dan keluhan tersebut dapat menjadi lebih berat dan bila
semakin berat dapat mengalami kegagalan pernapasan dan mungkin dapat
meninggal. Angka mortalitas ISPA masih tinggi, sehingga perlu upaya agar
penyakit yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat ditolong
dengan cepat agar tidak mengalami kegagalan pernafasan (Depkes, 2009).

2. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):

6
STIKes Faletehan
7

a. Golongan umur kurang 2 bulan:


1) Pneumonia berat

Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian
bawah atau nafas cepat. Napas cepat untuk golongan umur kurang dari
2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.

2) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)

Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan,
yaitu:

a) Kemampuan minum menurun sampai kurang dari volume yang


biasa diminum.
b) Kejang.
c) Kesadaran menurun.
d) Stridor
e) Wheezing.
f) Demam/dingin.
b. Golongan umur 2 bulan-5 tahun
1) Pneumonia Berat

Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian
bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas.

2) Pneumonia Sedang

Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

a) Untuk usia 2 bulan -12 bulan= 50 kali per menit atau lebih.
b) Untuk usia 1-4 tahun= 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun
yaitu:

STIKes Faletehan
8

a) Tidak bisa minum.


b) Kejang.
c) Kesadaran menurun.
d) Stridor.
e) Gizi buruk.

Depkes (2002) mengklasifikasikan ISPA dalam 3 kategori, yaitu:

a. ISPA ringan

Tanda dan gejala ISPA ringan yaitu batuk, pilek, demam, tidak ada nafas
cepat 40 kali per menit tidak ada tarikan dinding ke dada dalam. Seseorang
dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala-gejala: batuk,
serak (bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara), pilek
(mengeluarkan lendir dari hidung), panas atau demam (suhu badan lebih
dari 30oC). Penderita ISPA ringan cukup dibawa ke puskesmas atau diberi
obat penurun panas di rumah.

b. ISPA sedang

Tanda dan gejala ISPA sedang yaitu sesak nafas, suhu lebih dari 39oC, bila
bernafas mengeluarkan suara seperti mendengkur. Seseorang dinyatakan
menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala ISPA ringan disertai gejala:
suhu lebih dari 39oC, tenggorokan berwarna merah, timbul bercak-bercak
pada kulit menyerupai bercak campak, telinga sakit atau mengeluarkan
nanah dari telinga, pernafasan berbunyi seperti mendengkur.

c. ISPA berat

Tanda dan gejala ISPA berat yaitu kesadaran menurun, nadi cepat atau
tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung jari membiru
(sianosis). Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika ditemukan
gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala yaitu: bibir
atau kulit membiru, lubang hidung kembang kempis pada waktu bernafas,
tidak sadar atau kesadarannya menurun, pernafasan berbunyi mendengkur
atau tampak gelisah, pernafasan menciut, sela iga tertarik ke dalam pada

STIKes Faletehan
9

waktu bernafas , nadi cepat lebih dari 60 kali per menit atau tidak teraba,
tenggorokan berwarna merah

3. Gejala ISPA

a. Anak umur 2 bulan sampai umur kurang dari 5 tahun ditandai dengan:
1) Batuk atau juga disetai dengan kesulitan bernapas.
2) Napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam
(severe chest indrawing). Dahak berwarna kehijauan atau seperti karet.

Pada kelompok ini dikenal dengan Pneumonia atau ISPA sangat berat
dengan gejala batuk dan kesulitan bernapas karena tidak ada ruang tersisa
untuk oksigen di paru-paru.

b. Anak dibawah 2 bulan, ditandai dengan:


1) Frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih
2) Penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam

Jika bayi bernapas dengan bantuan ventilator maka akan tampak bahwa
jumlah lendir meningkat, kadang-kadang disertai dengan naik dan
turunnya suhu tubuh.

c. Tanda dan gejala lainnya antara lain:


1) Batuk
2) Ingus
3) Suara napas lemah
4) Demam
5) Sakit kepala
6) Sesak napas
7) Menggigil (Misnadiarly, 2008)

4. Penyebab ISPA

Patogen yang paling sering menyebabkan ISPA adalah virus. Menurut Dirjen
P2PL (2009) dan Depkes (2004), dalam Sinaga (2012), penyebab ISPA terdiri
dari 300 jenis bakteri dan virus. Bakteri penyebab ISPA misalnya dari genus

STIKes Faletehan
10

Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococus, Haemophylus, Bordetella, dan


Corynobacterium. Sedangkan virus penyebab ISPA seperti pada golongan
Mycovirus, Adenovirus, Coronavirus, Pikornavirus, Mycoplasma, dan
Herpesvirus dan lain-lain.

Salah satu penyebab ISPA adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang
biasanya digunakan untuk memasak. Timbulnya asap dari bahan bakar kayu
ini menyebabkan batuk, sesak napas dan sulit untuk bernapas. Polusi dari
bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash,
Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen, dan Oxigen yang sangat berbahaya bagi
kesehatan (Depkes RI, 2002).

5. Cara Penularan ISPA

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar bibit
penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan. Oleh karena itu penyakit
ISPA termasuk golongan air borne disease. Penularan melalui udara yang
dimaksud adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita
maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui
udara dapat juga menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang
penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghirup udara
yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab ISPA.
Saluran pernafasan selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk
mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien
(Alsagaff dan Mukty, 2010).

6. Diagnosa ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan atas dapat didiagnosis melalui gejala seperti batuk
yang disertai atau tanpa demam, hidung yang mampet atau berlendir, sakit
tenggorokan, dan/atau gangguan telinga. Sedangkan gejala klinis dari infeksi
saluran pernapasan bawah sama seperti gejala pada saluran pernapasan atas
tetapi ditambah dengan gejala bernapas cepat dan berat (Ambrose, 2005 dalam
Sakti, 2010). Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang

STIKes Faletehan
11

dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung.


Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan
sputum, biakan darah, biakan cairan pleura (Halim, 2000).

Diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu


frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya
penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan
penderita pneumonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran
bernafas yang disertai dengan gejala tidak sadar atau tidak dapat minum. Pada
klasifikasi pneumonia maka diagnosisnya batuk pilek biasa (common cold)
pharyngitis, tonsillitis, otitis, atau penyakit non pneumonia lainnya (Halim,
2000).

7. Pencegahan ISPA

Upaya pencegahan ISPA tidak mudah namun tetap harus dilakukan. Beberapa
upaya pencegahannya adalah:

a. Meningkatkan daya tahan tubuh


b. Segera diobati jika terkena ISPA
c. Tempat tinggal harus mempunyai ventilasi yang baik (Aditama, 2005
dalam Sukandarrumidi, 2010).

8. Mekanisme terjadinya ISPA

Penyebab ISPA terkait dengan tidak berfungsinya silia (rambut-rambut halus)


yang terdapat dalam sistem pernapasan. Jika silia rusak maka kotoran akan
masuk ke dalam sistem pernapasan bersama dengan udara. Kejadian ini
menunjukkan bahwa tidak ada proses penyaringan sehingga berujung pada
infeksi (Media Informasi Kesehatan Indonesia,2013). Secara umum efek dari
pencemaran udara terhadap saluran pernapasan dapat menyebabkan
pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti
sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan yang menyebabkan
iritasi. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan
saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan.

STIKes Faletehan
12

Akibatnya, akan menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda asing


tertarik dan bakteri lain tidak dapat keluar dari saluran pernafasan. Hal ini
akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Media Informasi
Kesehatan Indonesia, 2013).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ISPA

1. Karakteristik Balita
a. Umur

ISPA dapat ditemukan pada 50 persen anak berusia di bawah 5 tahun dan
30 persen anak berusia 5 sampai 12 tahun (Rahajoe dkk, 2008). Untuk
keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan pembagian umur
menurut tingkat kedewasaan, interval lima tahun dan untuk mempelajari
penyakit anak (Notoatmodjo, 2003).

b. Jenis kelamin

Faktor resiko penyebab ISPA adalah jenis kelamin. Balita yang berjenis
kelamin laki-laki mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami ISPA
daripada balita dengan jenis kelamin perempuan (Irianto, 2006)

c. Pendidikan orang tua

Tingkat pendidikan menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian dan


kematian ISPA. Kurangnya pengetahuan menyebabkan sebagian kasus
ISPA tidak diketahui oleh orang tua dan tidak diobati (Pramayu, 2012).

2. Lingkungan Fisik Rumah


a. Ventilasi

Menurut Sukar (1996), ventilasi adalah proses pergantian udara segar ke


dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara
alamiah maupun buatan. Berdasarkan kejadianya ventilasi dibagi menjadi
dua yaitu:

STIKes Faletehan
13

1) Ventilasi alamiah

Ventilasi alamiah berguna untuk mengalirkan udara di dalam ruangan


yang terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu dan lubang angin.
Selain itu ventilasi alamiah dapat juga menggerakan udara sebagai
hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai.

2) Ventilasi buatan

Ventilasi buatan dapat dilakukan dengan menggunakan alat mekanis


maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantaranya adalah kipas angin,
exhauster dan AC.

Menurut Dinata (2007), syarat ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:

1) Luas lubang ventilasi tetap minimal lima persen dari luas lantai
ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan
ditutup) minimal lima persen dari luas lantai. Jumlah keduanya
menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
2) Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau
pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan lain-lain.
3) Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan
lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan
sampai terhalang oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding,
sekat, dan lain-lain.

Menurut Dinata (2007), secara umum penilaian ventilasi rumah dapat


dilakukan dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas
lantai rumah, dengan menggunakan rollmeter. Berdasarkan indikator
penghawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah
lebih dari sama dengan 10% dari luas lantai rumah dan luas ventilasi yang
tidak memenuhi syarat kesehatan adalah kurang dari 10% dari luas lantai
rumah

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah


menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini

STIKes Faletehan
14

berarti O2 yang diperlukan oleh penghuni tersebut tetap terjaga. Menurut


Slamet (2002) dalam Chahaya (2004) ruangan dengan ventilasi tidak baik
jika dihuni seseorang akan mengalami kenaikan kelembaban yang
disebabkan penguapan cairan tubuh dari kulit karena uap pernapasan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Marvin (2002) dalam
Chahaya (2004) yang menyatakan ada hubungan antara ventilasi dengan
kejadian ISPA.

b. Lantai rumah

Lantai sebaiknya dibangun sedemikian rupa sehingga tidak mudah


menimbulkkan debu, mudah dibersihkan dan dikeringkan. Lantai yang
baik adalah lantai yang dibuat kedap air, dapat terbuat dari keramik, ubin,
atau semen yang kedap atau kuat. Lantai tanah atau semen yang rusak
dapat menimbulkan debu (Kusnoputranto, 2000).

Lantai rumah yang tidak kedap air dan sulit dibersihkan akan menjadi
wahana untuk tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme di dalam
rumah dan juga dapat mengeluarkan debu. Untuk melindungi penghuni
rumah terutama balita yang mempunyai daya tahan tubuh rendah dari
penyakit berbasis lingkungan maka diperlukan jenis lantai yang kedap air
dan mudah dibersihkan (Depkes RI, 2002)

c. Dinding rumah

Dinding juga harus dibangun sedemikian rupa sehingga tidak mudah


menimbulkan debu. Dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu,
anyaman daun rumbia, atau kayu masih dapat ditembus udara, sehingga
dapat memperbaiki ventilasi, namun sulit untuk menjagakebersihannya
dari debu yang menempel dan tumbuh berkembangnya mikroorganisme
yang dapat menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan. Dinding yang
paling aman dan mudah dibersihkan adalah yang terbuat dari tembok
plesteran (bersifat kedap air) (Rianto 2006).

STIKes Faletehan
15

d. Kepadatan hunian

Menurut Sinaga (2011) dalam penelitiannya di Jakarta Utara menemukan


bahwa kepadatan hunian mempunyai hubungan dengan resiko ISPA.
Penelitian yang mendukung lainnya adalah berdasarkan hasil penelitian
Chahaya (2004), kepadatan hunian rumah dapat memberikan resiko
terjadinya ISPA sebesar 9 kali.

e. Suhu Ruangan

Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004),


dengan desain cross sectional didapatkan bahwa suhu ruangan
berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita.

f. Kelembaban

Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004),


dengan desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan
berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita.

3. Pencemaran Udara

Definisi pencemaran udara menurut beberapa sumber yaitu:

Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat energi dari


komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara
turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya (Peraturan Pemerintah 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran udara). Pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia (Kepmenkes
No.1407/MENKES/SK/XI/ 2002 Tentang Pedoman Pengendalian Dampak
Pencemaran Udara). Pencemaran udara adalah kontaminasi pada lingkungan
dalam ruangan (indoor) atau luar ruangan (outdoor) oleh bahan-bahan kimia,

STIKes Faletehan
16

fisik, ataupun biologi yang dapat mengubah karakteristik alamiah dari


atmosfer (WHO, 2012 dalam Halim, 2012).

a. Anggota Keluarga yang Mengalami ISPA

Salah satu penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk
ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Adanya bibit penyakit di udara
umumnya berbentuk aerosol yaitu suspensi yang melayang di udara
(Gertrudis, 2010). Menurut Roe (1994) dalam Gertrudis (2010),
keberadaan penderita ISPA serumah menyebutkan bahwa adanya anggota
keluarga lain yang terkena infeksi pernafasan merupakan faktor resiko
batuk pilek pada balita.

b. Anggota Keluarga yang Merokok

Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif.
Penelitian yang dilakukan oleh Gertrudis (2010) dan memberikan hasil
bahwa asap rokok mempunyai hubungan dengan resiko ISPA. Anak-anak
yang keluarganya terdapat perokok lebih rentan terkena penyakit
gangguang pernafasan dibanding dengan anak-anak yang bukan keluarga
perokok.

c. Bahan Bakar Memasak

Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat


menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Menurut Chahaya (2004)
bahan bakar memasak dapat menyebabkan resiko ISPA. Bahan bakar yang
biasa dipakai masyarakat untuk kegiatan memasak sehari-hari adalah
minyak tanah, kayu, gas, dan listrik. Pada daerah pedesaan masih sering
dijumpai rumah tangga yang menggunakan kayu bakar sebagai sumber
energi utama karena mudah didapat. Namun, kayu bakar dan minyak tanah
dapat mencemari udara dan mengganggu kesehatan manusia, karena hasil
pembakarannya mengandung partikulat (PM10 , PM2,5), sulfur oksida,
nitrogen oksida, karbon monoksida, fluorida, aldehida, dan senyawa
hydrocarbon (Kusnoputranto, 2000).

STIKes Faletehan
17

Penggunaan Obat Anti Nyamuk Bakar Penggunaan anti nyamuk bakar


sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan
gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak
sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak
mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya
gangguan pernafasan (Chahaya, 2004). Menurut penelitian Wattimena
(2004), menyatakan bahwa rumah yang menggunakan obat anti nyamuk
bakar berpeluang meningkatkan kejadian ISPA pada balita 7,1 kali
dibandingkan dengan rumah balita yang tidak menggunakan obat anti
nyamuk bakar.

STIKes Faletehan
18

C. Kerangka Teori

Berdasarkan teori-teori diatas, diperoleh kerangka teori sebagai berikut:

Bagan 2.1
Kerangka Teori

Pencemaran Udara Dalam


Ruangan
a. Anggota keluarga yang
mengalami ISPA
b. Anggota keluarga
merokok
c. Bahan bakar memasak
d. Anti nyamuk bakar

Pencemaran Udara Luar


Ruangan
a. SO2
b. NO2
c. PM10
ISPA

Lingkungan Fisik Rumah


a. ventilasi
b. lantai Rumah
c. Dinding Rumah
d. Atap Rumah
e. Kepadatan Hunian

Karakteristik Balita
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Pendidikan Orang Tua
d. Status Gizi
e. BBLR
f. ASI Eksklusif
g. Imunisasi

STIKes Faletehan
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang akan diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian
(Notoadmojo, 2007). Berdasarkan pembatasan masalah yang dilakukan maka
kerangka konsep yang diambil dalam penelitian ini adalah :

Bagan 3.1
Kerangka Konsep

1. Riwayat Penyakit
2. Kepadatan Hunian
ISPA Pada Balita
Rumah
3. Ventilasi Rumah

19
STIKes Faletehan
20

B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Alat
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil ukur Skala
Ukur
1 ISPA pada balita Balita yang mengalami gangguan Kuesioner Wawancara 0. ISPA Ordinal
penyakit infeksi saluran 1. Tidak ISPA
pernafasan akut pada anak berusia
1-5 tahun (Depkes RI, 2007)
2 Riwayat Adanya anggota keluarga lain Kuesioner Wawancara 0. Beresiko, jika ada anggota Ordinal
Penyakit yang terkena infeksi pernafasan yang terinfeksi pernafasan
1. Tidak Beresiko, jika tidak
ada anggota yang terinfeksi
pernafasan
3 Kepadatan Perbandingan luas lantai kamar Kuesioner Observasi 0. Tidak memenuhi syarat, Ordinal
Hunian (m2) dengan jumlah orang & jika < 8m2/2orang
penghuni kamar. (Kepmenkes, Wawancara 1. Memenuhi syarat, jika
1999) 8m2/2orang
4 Ventilasi Perbandingan luas lantai kamar Kuesioner Observasi 0. Tidak memenuhi syarat, Ordinal
dengan luas jendela dan lubang & jika < 10% luas kamar/
angin kamar balita dan lubang Wawancara lantai
angina yang dapat 1. Memenuhi syarat, jika
menghubungkan udara dalam 10% luas kamar/ lantai
rumah dengan udara luar di
ruangan tidur balita. (Kepmenkes
1999)

STIKes Faletehan
21

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan


penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002).

Ha1 Ada hubungan antara riwayat penyakit dengan gejala ispa pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017.
Ha2 Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan gejala ispa pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017.
Ha3 Ada hubungan antara ventilasi dengan gejala ispa pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017.

STIKes Faletehan
22

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik yaitu


penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk
melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi di dalam suatu
populasi tertentu (Notoatmodjo, 2010). Metode ini dilakukan dengan pendekatan
cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor beresiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Unyur Kecamatan Serang Kota


Serang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2017.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah faktor atau komponen yang berhubungan satu sama lain dan telah
diinventarisasi lebih dulu dalam variabel penelitian. Variabel tersebut dapat
bersifat variabel independen (bebas) atau variabel dependen (terikat) serta dapat
berupa variabel lain yang ikut mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat, seperti variabel penghubung, variabel pra-kondisi, dan pendahulu
(Hidayat, 2011).

Variabel independen (bebas) merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan


atau timbulnya variabel dependen (terikat), disebut juga variabel bebas artinya
bebas dalam mempengaruhi variabel lain, variabel ini juga mempunyai nama lain
seperti variabel prediktor, risiko, atau kausa. Variabel dalam penelitian ini adalah
riwayat penyakit, ventilasi dan kepadatan hunian.

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat


karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas terhadap
perubahan, variabel ini juga dikenal dengan istilah variabel efek, hasil, outcome,

STIKes Faletehan
23

atau event. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah gejala ISPA pada
Balita.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan


diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
Balita yang bertempat tinggal di kelurahan Unyur yaitu sebanyak 2.429
balita.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dalam menghitung besarnya
sampel untuk mengukur proporsi dengan derajat akurasi pada tingkatan
statistik yang bermakna (significance) dengan menggunakan formula yang
sederhana, karena populasi lebih kecil dari 10.000, dapat menggunakan
formula sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010).


=
1+ (2 )

Keterangan :

N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 10%.

n = 2.429 / (1 + 2.429.(10%)2)

n = 2.429 / (1 + 2.429.(0,1)2)

n = 2.429 / (1 + 2.429.(0,01))

n = 2.429 / (1 + 24.29)

n = 2.429 / 25.29

STIKes Faletehan
24

n = 96.04 dibulatkan menjadi 96 orang

3. Teknik Sampling

Sampling adalah suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian
dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan
populasi yang ada (Alimul,2007).

Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling


atau pengambilan sampel secara acak sederhana yaitu pengambilan sampel
dimana setiap anggota/unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama
untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo,2010). Dalam teknik undian
dengan cara mengundi semua anggota kemudian diambil sebanyak 96 balita
sebagai responden. Sampel yang dikehendaki peneliti dalam penelitian ini
yaitu responden yang tinggal di Kelurahan Unyur. Dari hasil survei di
Kelurahan Unyur, di ambil tiga RW, untuk menentukan jumlah sampel per
RW digunakan dengan Proportional Random Sampling.

Tabel 4.1
Tabel Pengambilan Sampel

RW RT JUMLAH HASIL
X 96

BALITA
RW 2 1-2 248 248 45
X 96
528
RW 9 1-2 147 147 27
X 96
528
RW 17 1-2 133 133 24
X 96
528
TOTAL 528 96
Sumber: Data Primer 2017

E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh informasi yang objektif dan


memiliki validitas yang tinggi. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer
dan data sekunder.

1. Data Primer

STIKes Faletehan
25

Data primer diambil dengan wawancara menggunakan kuesioner, pengamatan


langsung dengan menggunakan lembar observasi. Data primer dalam
penelitian ini adalah kuesioner penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder diambil dari instansi-instansi terkait yaitu profil kesehatan, data
penduduk, dan lainnya.

Pengendalian kualitas data dilakukan dengan memeriksa kuesioner dan lembar


observasi yang telah diisi pada saat berlangsung proses pengumpulan data untuk
mengecek apakah pengisian kuesioner dan lembar observasi sudah lengkap dan
benar.

F. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian. Oleh
karena itu, dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam proses pengolahan
data menurut (Hastono, 2007) ada 4 (empat) tahapan dalam pengolahan data yang
harus dilalui yaitu :

1. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau


kuesioner, apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan,
dan konsisten.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data


berbentuk angka atau bilangan. Kegunaan dari Coding adalah untuk
mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat saat entry data.

3. Processing

Setelah isian kuesioner terisi penuh, benar dan juga sudah melewati
pengcodingan maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat

STIKes Faletehan
26

dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan cara mengentry data dari


kuesioner ke paket program komputer.

4. Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data


yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut
dimungkinkan terjadi pada saat kita mengentry ke komputer.

G. Teknik Analisa Data

Setelah dilakukan pengolahan data langkah berikutnya adalah menganalisis data


sehingga data tersebut mempunyai arti/makna yang dapat berguna untuk
memecahkan masalah penelitian. Analisis data pada penelitian ini akan dilakukan
dengan bantuan program komputer yang sesuai. Tahapan kegiatan analisa data
yang akan dilakukan analisis univariat dan analisis bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat dilakukan untuk mendapatkan distribusi frekuensi dari


masing-masing variabel dari penelitian yang bertujuan untuk memperoleh
gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari berbagai variabel yang diteliti.
Dengan demikian variabel-variabel yang ada dapat dengan mudah dilakukan
analisis selanjutnya. Data yang merupakan karakteristik sampai ditampilkan
dalam bentuk frekuensi (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini yang
termasuk analisa univariat adalah riwayat penyakit, kepadatan hunian, dan
ventilasi.

2. Analisa bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkolerasi yang bertujuan untuk mengetahui apakah
ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010).

STIKes Faletehan
27

Untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas (riwayat
penyakit, kepadatan hunian, dan ventilasi) dengan variabel terikat (gejala
ISPA pada Balita) secara bersamaan dengan menggunakan analisa statistik
chi-square (X2) dengan derajat kepercayaan 95 % = 0,05, data dianalisa
dengan cara memasukan data ke komputer.

X2
O E
E

Keterangan :
X2 : Kai kuadrat / Chi Square
O : Observational (frekuensi teramati dari sel baris dan
kolom)
E : Espected (frekuensi harapan dari baris dan kolom)
Uji kemaknaan hubungan digunakan tingkat kepercayaan 0,05 dimana nilai P
(P value) adalah:

a. Bila P 0,05 Ho di tolak, ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang


bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen.
b. Bila P > 0,05 Ho gagal total, ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen.

Syarat-syarat dalam uji Chi Square sebagai berikut :

a. Bila pada tabel 2x2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5,
maka yang digunakan adalah Fisher Exact Test.
b. Bila tabel 2x2, dan tidak ada nilai Expected (harapan), atau lebih dari 5,
maka uji yang dipakai sebaiknya Continuity Correction(a).
c. Bila tabelnya lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x3, dan sebagainya maka
digunakan uji Pearson Chi Square.

Sedangkan untuk melihat kejelasan tentang dinamika hubungan antara faktor


resiko dan faktor efek dilihat melalui nilai Odds Ratio (OR). OR dalam hal ini
untuk mengetahui keeratan hubungan antara variable bebas dan variabel

STIKes Faletehan
28

terikat. Odds Ratio (OR) untuk mengestimasi tingkat resiko antar variabel
dependen dengan variabel independen. Bila :

OR = 1, artinya faktor yang diteliti bukan merupakan faktor resiko.


OR > 1, artinya faktor yang diteliti merupakan resiko.
OR < 1, artinya faktor protektif, yaitu faktor yang dapat mencegah untuk
terjadinya suatu penyakit.

STIKes Faletehan
29

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Analisis Univariat

Dalam analisis ini dijelaskan secara deskriptif mengenai variabel yang diteliti,
yaitu ventilasi, Riwayat ISPA, kepadatan hunian, kelembaban dan letak dapur
dengan kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur
Kota Serang Tahun 2017.

1. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan Unyur


Puskesmas Unyur Kota Serang

Pada penelitian ini, kejadian ISPA pada Balita adalah balita yang
mengalami keluhan penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada pada
anak berusia 1-5 tahun. Kejadian ISPA dikelompokkan ke dalam dua
kategori, yaitu kategori ya jika balita mengalami ISPA dalam satu blan
terakhir dan kategori tidak juka balita tidak mengalami ISPA dalam atu
bulan terakhir.

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan Unyur
Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017

ISPA Frekuensi %
Ya 30 31,3
Tidak 66 68,8
Total 96 100
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan kejadian ISPA pada Balita di


Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017 yang ISPA
sebanyak 30 responden (31,3%) dan yang tidak ISPA sebanyak 66
responden (68,8%). Dari uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa
responden di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun

STIKes Faletehan
30

2017 yang tidak ISPA lebih banyak dibandingkan dengan dengan


responden yang ISPA.

2. Distribusi Frekuensi Riwayat ISPA di Kelurahan Unyur Puskesmas


Unyur Kota Serang

Riwayat Ispa adalah adanya anggota keluarga lain yang terkena infeksi
pernafasan, riwayat ISPA dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu
kategori Beresiko, jika ada anggota yang terinfeksi pernafasan dan tidak
Beresiko, jika tidak ada anggota yang terinfeksi pernafasan yang disajikan
seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Riwayat ISPA di Kelurahan Unyur Puskesmas
Unyur Kota SerangTahun 2017

Ventilasi Frekuensi %
Beresiko 16 16,7
Tidak Beresiko 80 83,3
Total 96 100
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa riwayat ISPA pada


responden di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun
2017 yang beresiko sebanyak 16 responden (16,7%) dan riwayat ISPA
yang tidak beresiko sebanyak 80 responden (83,3%). Dari uraian tersebut
dapat dinyatakan bahwa riwayat ISPA di Kelurahan Unyur Puskesmas
Unyur Kota Serang Tahun 2017 yang tidak beresiko lebih banyak
dibandingkan dengan yang beresiko.

STIKes Faletehan
31

3. Distribusi Frekuensi Ventilasi di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur


Kota Serang

Ventilasi yang diukur adalah ruang tidur balita, ventilasi dikelompokkan


ke dalam dua kategori, yaitu kategori tidak memenuhi syarat apabila luas
ventilasi kurang dari 15% dan memenuhi syarat apabila luas ventilasi lebih
dari atau sama dengan 15% yang disajikan seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Ventilasi di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur
Kota SerangTahun 2017

Ventilasi Frekuensi %
Tidak Memenuhi
62 64,6
Syarat
Memenuhi Syarat 34 35,4
Total 96 100
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa ventilasai responden di


Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017 yang tidak
memenuhi syarat sebanyak 62 responden (64,6%) dan ventilasi yang
memenuhi syarat sebanyak 34 responden (35,4%). Dari uraian tersebut
dapat dinyatakan bahwa ventilasi di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur
Kota Serang Tahun 2017 yang tidak memenuhi syarat lebih banyak
dibandingkan dengan ventilasi yang memenuhi syarat.

4. Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian di Kelurahan Unyur


Puskesmas Unyur Kota Serang

Kepadatan hunian dihitung berdasarkan jumlah anggota keluarga yang


tidur bersama dengan balita berbanding luas kamar tidur balita. Kepadatan
hunian dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu kategori tidak
memenuhi syarat apabila rasio ruangan dengan jumlah kurang dari 8 m2/2
orang dan memenuhi syarat apabila rasio ruangan dengan jumlah lebih
dari atau sama dengan 8 m2/2 orang yang disajikan seperti pada tabel
berikut ini.

STIKes Faletehan
32

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian di Kelurahan Unyur
Puskesmas Unyur Kota Serang

Kepadatan Hunian Frekuensi %


Tidak Memenuhi
34 35,4
Syarat
Memenuhi Syarat 62 64,6
Total 96 100
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa kepadatan hunian di


Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017 yang tidak
memenuhi syarat sebanyak 34 responden (35,4%) dan kepadatan hunian
yang memenuhi syarat sebanyak 62 responden (64,6%). Dari uraian
tersebut dapat dinyatakan bahwa kepadatan hunian di Kelurahan Unyur
Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017 yang memenuhi syarat lebih
banyak dibandingkan dengan kepadatan hunian yang tidak memenuhi
syarat.

B. Analisis Bivariat

Dalam analisis bivariat ini menjelaskan secara statistik mengenai variabel


penelitian, yaitu variabel independen yang meliputi: riwayat ISPA, ventilasi,
dan kepadatan hunian. Sementara itu, untuk variabel dependen adalah kejadian
ISPA pada Balita.

Untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel independen (riwayat


ISPA, ventilasi, dan kepadatan hunian) dengan dependen (kejadian ISPA pada
Balita) di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017 dapat
dijabarkan sebagai berikut.

STIKes Faletehan
33

1. Hubungan Riwayat ISPA dengan Kejadian ISPA Pada Balita di

Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang

Berdasarkan analisis bivariat diperoleh tabulasi silang antara Riwayat


ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Unyur Puskesmas
Unyur Kota Serang Tahun 2017 disajikan pada tabel berikut.
Tabel 5.5
Hubungan Riwayat ISPA Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di
Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017

ISPA Pada Balita


P
Tidak Jumlah OR
Riwayat ISPA ISPA Value
ISPA
F % F % f %
Beresiko 9 56,3 7 43,7 16 100
0,039 3,612
Tidak Beresiko 21 26,3 59 73,7 80 100
Jumlah 30 31,3 66 68,8 96 100
Sumber: Data Primer 2017

Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa dari 16 responden yang Riwayat


ISPA beresiko sebanyak 9 responden (56,3%) mengalami ISPA pada
Balita dan 7 responden (43,7%) tidak mengalami ISPA. Sedangkan dari
80 responden yang tidak beresiko sebanyak 21 responden (26,3%)
mengalami ISPA dan 59 responden (73,7%) tidak mengalami ISPA.

Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p sebesar 0,039 dan


apabila dibandingkan dengan taraf signifikansi = 0,05 maka nilai p
(0,039) < (0,05). Oleh karena itu, maka hipotesis yang diajukan (Ha)
dapat diterima, artinya ada hubungan yang bermakna antara Riwayat ISPA
dengan kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur
Kota Serang Tahun 2017. Selanjutnya berdasarkan hasil uji Risk Estimate
diperoleh nilai odd ratio (OR) sebesar 3.612 artinya responden yang
memiliki riwayat ISPA memiliki kecenderungan sebesar 3 kali untuk
mengalami ISPA pada balita dibandingkan dengan responden yang tidak
memiliki riwayat ISPA.

STIKes Faletehan
34

2. Hubungan Ventilasi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan

Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang

Berdasarkan analisis bivariat diperoleh tabulasi silang antara ventilasi


dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur
Kota Serang Tahun 2017 disajikan pada tabel berikut.

Tabel 5.6
Hubungan Ventilasi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan
Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017

ISPA Pada Balita


P
Tidak Jumlah OR
Ventilasi ISPA Value
ISPA
F % F % f %
Tidak Memenuhi
26 41.9 36 58.1 62 100
Syarat
Memenuhi Syarat 4 11.8 30 88.2 34 100 0.005 5.417

Jumlah 30 31,3 66 68,8 96 100


Sumber: Data Primer 2017

Tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa dari 62 responden yang ventilasi


tidak memenuhi syarat sebanyak 26 responden (41.9%) mengalami ISPA
pada Balita dan 36 responden (58.1%) tidak mengalami ISPA. Sedangkan
dari 34 responden yang memenuhi syarat sebanyak 4 responden (11.8%)
mengalami ISPA dan 30 responden (88.2%) tidak mengalami ISPA.

Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p sebesar 0,005 dan


apabila dibandingkan dengan taraf signifikansi = 0,05 maka nilai p
(0,001) < (0,05). Oleh karena itu, maka hipotesis yang diajukan (Ha)
dapat diterima, artinya ada hubungan yang bermakna antara ventilasi
dengan kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur
Kota Serang Tahun 2017. Selanjutnya berdasarkan hasil uji Risk Estimate
diperoleh nilai odd ratio (OR) sebesar 5.417 artinya responden yang
ventilasi tidak memenuhi syarat memiliki kecenderungan sebesar 5 kali

STIKes Faletehan
35

untuk mengalami ISPA pada balita dibandingkan dengan responden yang


ventilasi memenuhi syarat.

3. Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di

Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang

Berdasarkan analisis bivariat diperoleh tabulasi silang antara kepadatan


hunian dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Unyur Puskesmas
Unyur Kota Serang Tahun 2017 disajikan pada tabel berikut.

Tabel 5.7
Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di
Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017

ISPA Pada Balita


P
Kepadatan Tidak Jumlah OR
ISPA Value
Hunia ISPA
F % F % f %
Tidak Memenuhi
20 58.8 14 41.2 34 100
Syarat 0.000 7.429
Memenuhi Syarat 10 16.1 52 83.9 62 100
Jumlah 30 31,3 66 68,8 96 100
Sumber: Data Primer 2017

Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa dari 34 responden yang kepadatan


hunian tidak memenuhi syarat sebanyak 20 responden (58.8%) mengalami
ISPA pada Balita dan 14 responden (41.2%) tidak mengalami ISPA.
Sedangkan dari 62 responden yang memenuhi syarat sebanyak 10
responden (16.1%) mengalami ISPA dan 52 responden (83.9%) tidak
mengalami ISPA.

Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p sebesar 0,000 dan


apabila dibandingkan dengan taraf signifikansi = 0,05 maka nilai p
(0,000) < (0,05). Oleh karena itu, maka hipotesis yang diajukan (Ha)
dapat diterima, artinya ada hubungan yang bermakna antara kepadatan
hunian dengan kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas

STIKes Faletehan
36

Unyur Kota Serang Tahun 2017. Selanjutnya berdasarkan hasil uji Risk
Estimate diperoleh nilai odd ratio (OR) sebesar 7.429 artinya responden
yang kepadatan hunian tidak memenuhi syarat memiliki kecenderungan
sebesar 7 kali untuk mengalami ISPA pada balita dibandingkan dengan
responden yang memenuhi syarat.

STIKes Faletehan
37

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota


Serang Tahun 2017

Berdasarkan hasil penelitian dari analisa secara univariat menunjukkan


kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang
Tahun 2017 yang ISPA sebanyak 30 responden (31,3%) dan yang tidak ISPA
sebanyak 66 responden (68,8%).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti
sinus/rongga di sekitar hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah dan
pleura (Kementerian Kesehatan, 2009). Anak umur 2 bulan sampai umur
kurang dari 5 tahun ditandai dengan:
3) Batuk atau juga disetai dengan kesulitan bernapas.
4) Napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe
chest indrawing). Dahak berwarna kehijauan atau seperti karet.

Pada kelompok ini dikenal dengan Pneumonia atau ISPA sangat berat dengan
gejala batuk dan kesulitan bernapas karena tidak ada ruang tersisa untuk
oksigen di paru-paru.

Anak dibawah 2 bulan, ditandai dengan:

3) Frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih


4) Penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam

Jika bayi bernapas dengan bantuan ventilator maka akan tampak bahwa
jumlah lendir meningkat, kadang-kadang disertai dengan naik dan turunnya
suhu tubuh.

STIKes Faletehan
38

Berdasarkan analisa yang dilakukan kepada 96 responden tentang kejadian


ISPA pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun
2017 dari 4 kriteria diperoleh :

1. Sebanyak 22.9% responden mengalami gejala batuk lebih dari lima kali
per hari dan lebih dari 14 hari.
2. Sebanyak 8.3% responden mengalami gejala tidak mau atau tidak bisa
minum.
3. Sebanyak 20.8% responden mengalami gejala batuk dahak atau batuk
lendir.
4. Sebanyak 2.1% responden mengalami gejala sesak nafas atau nafas cepat
atau napas terputus.

B. Distribusi Frekuensi Riwayat ISPA di Kelurahan Unyur Puskesmas


Unyur Kota Serang

Berdasarkan hasil penelitian dari analisa secara univariat menunjukkan bahwa


riwayat ISPA pada responden di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota
Serang Tahun 2017 yang beresiko sebanyak 16 responden (16,7%) dan
riwayat ISPA yang tidak beresiko sebanyak 80 responden (83,3%).

Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau
komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi
kesehatan manusia (Kepmenkes No.1407/MENKES/SK/XI/ 2002 Tentang
Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara). Pencemaran udara
adalah kontaminasi pada lingkungan dalam ruangan (indoor) atau luar ruangan
(outdoor) oleh bahan-bahan kimia, fisik, ataupun biologi yang dapat
mengubah karakteristik alamiah dari atmosfer.

Salah satu penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk ke
dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Adanya bibit penyakit di udara
umumnya berbentuk aerosol yaitu suspensi yang melayang di udara
(Gertrudis, 2010). Menurut Roe (1994) dalam Gertrudis (2010), keberadaan

STIKes Faletehan
39

penderita ISPA serumah menyebutkan bahwa adanya anggota keluarga lain


yang terkena infeksi pernafasan merupakan faktor resiko batuk pilek pada
balita.

C. Distribusi Frekuensi Ventilaasi di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur


Kota Serang

Berdasarkan hasil penelitian secara analisis univariat menunjukkan bahwa


ventilasai responden di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang
Tahun 2017 yang tidak memenuhi syarat sebanyak 62 responden (64,6%) dan
ventilasi yang memenuhi syarat sebanyak 34 responden (35,4%).

Ventilasi dalam rumah berfungsi sebagai sirkulasi udara untuk pertukaran


udara dalam rumah karena udara yang segar dalam ruangan sangat dibutuhkan
manusia. Ventilasi yang buruk akan menimbulkan gangguan kesehatan
pernafasan pada penghuninya. Penularan penyakit saluran pernafasan
disebabkan karena kuman didalam rumah tidak bisa ditukar dan mengendap
sehingga ventilasi diharuskan memenuhi syarat Menkes RI Nomor
1107/MENKES/PER/V/2011 yakni luas ventilasi minimal 15% dari luas
lantai. Rumah yang mempunyai ventilasi yang tidak berfungsi dengan baik
akan menghasilkan 3 akibat yaitu kekurangan oksigen, bertambahnya
konsentrasi CO2 dan adanya bahan organic beracun yang mengendap dalam
rumah.

Ventilasi adalah proses pergantian udara segar ke dalam dan mengeluarkan


udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun buatan.
Berdasarkan kejadianya ventilasi dibagi menjadi dua yaitu:
3) Ventilasi alamiah

Ventilasi alamiah berguna untuk mengalirkan udara di dalam ruangan


yang terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu dan lubang angin. Selain
itu ventilasi alamiah dapat juga menggerakan udara sebagai hasil sifat
porous dinding ruangan, atap dan lantai.

STIKes Faletehan
40

4) Ventilasi buatan

Ventilasi buatan dapat dilakukan dengan menggunakan alat mekanis


maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantaranya adalah kipas angin,
exhauster dan AC.

Menurut Dinata (2007), syarat ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:

4) Luas lubang ventilasi tetap minimal lima persen dari luas lantai ruangan,
sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)
minimal lima persen dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari
luas lantai ruangan.
5) Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau
pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan lain-lain.
6) Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang
ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai
terhalang oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat, dan
lain-lain.

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga


agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti O2 yang
diperlukan oleh penghuni tersebut tetap terjaga.

D. Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian di Kelurahan Unyur Puskesmas


Unyur Kota Serang

Berdasarkan hasil penelitian secara analisis univariat menunjukkan bahwa


kepadatan hunian di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun
2017 yang tidak memenuhi syarat sebanyak 34 responden (35,4%) dan
kepadatan hunian yang memenuhi syarat sebanyak 62 responden (64,6%).

Penduduk di kota meningkat memicu terjadinya peningkatan pembangunan


sebagai tempat tinggal. Namun terkadang dalam satu rumah yang seharusnya
hanya bisa menampung beberapa orang saja, dipaksakan untuk menampung
melebihi kapasitas kamar hal ini mengakibatkan terjadinya kepadatan dalam
kamar yang dimungkinkan dapat mempengaruhi kesehatan penghuni rumah.

STIKes Faletehan
41

Menurut keputusan menteri kesehatan RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011


tentang persyaratan rumah dikatakan pada penghuni apabila perbandingan luas
lantai seluruh ruangan dengan jumlah penghuni lebih kecil dari 8 m/2orang,
sedangkan untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 4 m/orang.
Pencegahan terjadinya penularan penyakit (misalnya penyakit pernafasan)
jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lain minimum 90 cm dan
sebaiknya tempat tidur tidak dihuni lebih dari dua orang. Berdasarkan
KepMenkes RI No. 829 Tahun 1999 tentang kesehatan perumahan
menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8m dan tidak dianjurkan
digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di
bawah umur 5 tahun (Rahmayatul, 2013)

E. Hubungan Riwayat ISPA dengan Kejadian ISPA Pada Balita di


Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017

Hasil analisis didapat dari 16 responden yang Riwayat ISPA beresiko


sebanyak 9 responden (56,3%) mengalami ISPA pada Balita dan 7 responden
(43,7%) tidak mengalami ISPA. Sedangkan dari 80 responden yang tidak
beresiko sebanyak 21 responden (26,3%) mengalami ISPA dan 59 responden
(73,7%) tidak mengalami ISPA.

diperoleh nilai p sebesar 0,039 dan apabila dibandingkan dengan taraf


signifikansi = 0,05 maka nilai p (0,039) < (0,05). Oleh karena itu, maka
hipotesis yang diajukan (Ha) dapat diterima, artinya ada hubungan yang
bermakna antara Riwayat ISPA dengan kejadian ISPA pada Balita di
Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017.

F. Hubungan Ventilasi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan


Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017

Hasil analisis didapat dari 62 responden yang ventilasi tidak memenuhi syarat
sebanyak 26 responden (41.9%) mengalami ISPA pada Balita dan 36
responden (58.1%) tidak mengalami ISPA. Sedangkan dari 34 responden

STIKes Faletehan
42

yang memenuhi syarat sebanyak 4 responden (11.8%) mengalami ISPA dan


30 responden (88.2%) tidak mengalami ISPA.

diperoleh nilai p sebesar 0,005 dan apabila dibandingkan dengan taraf


signifikansi = 0,05 maka nilai p (0,001) < (0,05). Oleh karena itu, maka
hipotesis yang diajukan (Ha) dapat diterima, artinya ada hubungan yang
bermakna antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan
Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017.

Menurut Slamet (2002) dalam Chahaya (2004) ruangan dengan ventilasi tidak
baik jika dihuni seseorang akan mengalami kenaikan kelembaban yang
disebabkan penguapan cairan tubuh dari kulit karena uap pernapasan. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Marvin (2002) dalam Chahaya (2004)
yang menyatakan ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA.

G. Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di


Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun 2017

Hasil analisis didapat dari 34 responden yang kepadatan hunian tidak


memenuhi syarat sebanyak 20 responden (58.8%) mengalami ISPA pada
Balita dan 14 responden (41.2%) tidak mengalami ISPA. Sedangkan dari 62
responden yang memenuhi syarat sebanyak 10 responden (16.1%) mengalami
ISPA dan 52 responden (83.9%) tidak mengalami ISPA.

Berdasarkan hasil penelitian melalui uji Chi-Square diperoleh nilai p sebesar


0,000 dan apabila dibandingkan dengan taraf signifikansi = 0,05 maka nilai
p (0,000) < (0,05). Oleh karena itu, maka hipotesis yang diajukan (Ha) dapat
diterima, artinya ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian
dengan kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur
Kota Serang Tahun 2017.

Hasil yang sama pada penelitian Sinaga (2011) dalam penelitiannya di Jakarta
Utara menemukan bahwa kepadatan hunian mempunyai hubungan dengan
resiko ISPA. Penelitian yang mendukung lainnya adalah berdasarkan hasil

STIKes Faletehan
43

penelitian Chahaya (2004), kepadatan hunian rumah dapat memberikan resiko


terjadinya ISPA sebesar 9 kali.

STIKes Faletehan
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota


Serang Tahun 2017 yang ISPA sebanyak 30 responden (31,3%) dan yang
tidak ISPA sebanyak 66 responden (68,8%).
2. Riwayat ISPA pada responden di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur
Kota Serang Tahun 2017 yang beresiko sebanyak 16 responden (16,7%)
dan riwayat ISPA yang tidak beresiko sebanyak 80 responden (83,3%).
3. Ventilasai responden di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang
Tahun 2017 yang tidak memenuhi syarat sebanyak 62 responden (64,6%)
dan ventilasi yang memenuhi syarat sebanyak 34 responden (35,4%).
4. kepadatan hunian di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang
Tahun 2017 yang tidak memenuhi syarat sebanyak 34 responden (35,4%)
dan kepadatan hunian yang memenuhi syarat sebanyak 62 responden
(64,6%).
5. Terdapat hubungan yang bermakna antara Riwayat ISPA dengan kejadian
ISPA pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang
Tahun 2017 dengan nilai p = 0,039
6. Terdapat hubungan yang bermakna antara ventilasi dengan kejadian ISPA
pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota Serang Tahun
2017 dengan nilai p = 0,005
7. Terdapat hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian dengan
kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Unyur Puskesmas Unyur Kota
Serang Tahun 2017 dengan nilai p = 0,000

44
STIKes Faletehan
45

B. Saran

1. Bagi Masyarakat Kelurahan Unyur

Diharapkan masyarakat khususnya RW II Kelurahan Unyur yang


merupakan daerah tertinggi angka kejadian ISPA pada balita diharapkan
dapat melakukan pencegahan kejadian ISPA pada balita seperti membuka
jendela/ventilasi setiap hari, tidak merokok di dalam rumah dan lainnya.

2. Bagi Puskesmas Unyur

Diharapkan agar dapat meningkatkan program pencegahan dan


pengendalian penyakit menular di Wilayah Kerja Puskesmas Unyur
supaya masyarakat paham dan mengerti tentang pentingnya pencegahan
penyakit menular, dan dilakukan penyuluhan pada setiap posyandu yang
berada di Wilayah Kerja Puskesmas Unyur.

3. Bagi STIKes Faletehan

Diharapkan agar menjadi salah satu institusi kesehatan yang mampu


membantu dalam upaya tentang penyediaan informasi kejadian ISPA
khususnya pada balita kepada mahasiswa dalam proses belajar mengajar.

STIKes Faletehan
DAFTAR REFERENSI

Afandi, Ade Irawan. 2012. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian
ISPA Akut pada Anak Balita di Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2012. Tesis. UI. Depok
Ariknto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta.
Depkes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Saluran Pernapasan Akut.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Depkes RI. 2006. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Dinas Kesehatan Kota Serang. 2016. Profil Kesehatan Kota Serang 2016. Serang:
Dinkes Kota Serang.
Dinas Kesehatan Provinsi Banten. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Banten 2015.
Serang: Dinkes Banten.
Evi. 2012. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Maricaya Selatan
Wilyah Kerja Puskesmas Mamajang Kota Makassar. FKM Unhas.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Parameter Pencemaran Udara
dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik, dan Pneumonia Atypik
Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Selamba Medika
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakart. PT. Rineka
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Kesehatan. Jakarta: Rineke Cipta.Cipta.
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka
Cipta.
Puskesmas Unyur. 2015. Laporan Bulanan Program P2 ISPA Puskesmas Unyur
Kota Serang Tahun 2015. Kota Serang: Puskesmas Unyur.
Puskesmas Unyur. 2016. Laporan Bulanan Program P2 ISPA Puskesmas Unyur
Kota Serang Tahun 2016. Kota Serang: Puskesmas Unyur.

46
STIKes Faletehan
47

Sarwono, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Perilaku. Jakarta. Rineka Cipta.


Sinaga, Epi Ria Kristina. 2012. Kualitas Lingkungan Fisik Rumah dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priuk Jakarta
Utara Tahun 2012. Skripsi. UI. Depok
STIKes Faletehan 2017. Buku Pedoman Penyusunan Tugas Akhir Mahasiswa.
Program Studi Kesehatan Masyarakat. Serang.2017.

STIKes Faletehan
Batuk lebih dari 5x/hari dan lebih dari 14 hari

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 22 22,9 22,9 22,9
Tidak 74 77,1 77,1 100,0
Total 96 100,0 100,0

Tidak mau/tidak bisa minum

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 8 8,3 8,3 8,3
Tidak 88 91,7 91,7 100,0
Total 96 100,0 100,0

Batuk dahak/lendir

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 20 20,8 20,8 20,8
Tidak 76 79,2 79,2 100,0
Total 96 100,0 100,0
tarikan dinding dada kedalam

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 96 100,0 100,0 100,0

sesak nafas/nafas cepat/napas terputus

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 2 2,1 2,1 2,1
Tidak 94 97,9 97,9 100,0
Total 96 100,0 100,0

Te mpat pengoba tan ketika saki t IS PA

Cumulative
Frequency Percent Valid P erc ent Percent
Valid Puskesmas 79 82,3 82,3 82,3
Klinik Swasta 9 9,4 9,4 91,7
Rumah Sakit 8 8,3 8,3 100,0
Total 96 100,0 100,0
ANALISISUNIVARIAT

Gejala ISPA pada balita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 31,3 31,3 31,3
Tidak 66 68,8 68,8 100,0
Total 96 100,0 100,0

48
STIKes Faletehan
49

Riwayat ISPA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Beresiko 16 16,7 16,7 16,7
Tidak Beresiko 80 83,3 83,3 100,0
Total 96 100,0 100,0

Ventilasi Kamar

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 62 64,6 64,6 64,6
Memenuhi Syarat 34 35,4 35,4 100,0
Total 96 100,0 100,0

Kepadatan Hunian

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 34 35,4 35,4 35,4
Memenuhi Syarat 62 64,6 64,6 100,0
Total 96 100,0 100,0
ANALISISBIVARIAT

Crosstab

Gejala ISPA pada


balita
Ya Tidak Total
Riwayat Beresiko Count 9 7 16
ISPA Expected Count 5,0 11,0 16,0
% within Riwayat ISPA 56,3% 43,8% 100,0%
Tidak Beresiko Count 21 59 80
Expected Count 25,0 55,0 80,0
% within Riwayat ISPA 26,3% 73,8% 100,0%
Total Count 30 66 96
Expected Count 30,0 66,0 96,0
% within Riwayat ISPA 31,3% 68,8% 100,0%

STIKes Faletehan
50

Chi-Square Tests

As ymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,585b 1 ,018
Continuity Correctiona 4,276 1 ,039
Likelihood Ratio 5,214 1 ,022
Fis her's Exact Test ,035 ,022
Linear-by-Linear
5,527 1 ,019
As sociation
N of Valid Cases 96
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is
5,00.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat
ISPA (Beres iko / Tidak 3,612 1,195 10,919
Beresiko)
For cohort Gejala
2,143 1,215 3,778
Pneumonia = Ya
For cohort Gejala
,593 ,335 1,050
Pneumonia = Tidak
N of Valid Cases 96

Crosstab

Gejala ISPA pada


balita
Ya Tidak Total
Ventilasi Tidak Memenuhi Syarat Count 26 36 62
Kamar Expected Count 19,4 42,6 62,0
% within Ventilasi Kamar 41,9% 58,1% 100,0%
Memenuhi Syarat Count 4 30 34
Expected Count 10,6 23,4 34,0
% within Ventilasi Kamar 11,8% 88,2% 100,0%
Total Count 30 66 96
Expected Count 30,0 66,0 96,0
% within Ventilasi Kamar 31,3% 68,8% 100,0%

STIKes Faletehan
51

Chi-Square Tests

As ymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 9,304b 1 ,002
Continuity Correctiona 7,952 1 ,005
Likelihood Ratio 10,288 1 ,001
Fis her's Exact Test ,003 ,002
Linear-by-Linear
9,207 1 ,002
As sociation
N of Valid Cases 96
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is
10,63.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Ventilasi
Kamar (Tidak Memenuhi 5,417 1,700 17,258
Syarat / Memenuhi Syarat)
For cohort Gejala
3,565 1,357 9,366
Pneumonia = Ya
For cohort Gejala
,658 ,515 ,840
Pneumonia = Tidak
N of Valid Cases 96

Crosstab

Gejala ISPA pada


balita
Ya Tidak Total
Kepadatan Tidak Memenuhi Syarat Count 20 14 34
Hunian Expected Count 10,6 23,4 34,0
% within
58,8% 41,2% 100,0%
Kepadatan Hunian
Memenuhi Syarat Count 10 52 62
Expected Count 19,4 42,6 62,0
% within
16,1% 83,9% 100,0%
Kepadatan Hunian
Total Count 30 66 96
Expected Count 30,0 66,0 96,0
% within
31,3% 68,8% 100,0%
Kepadatan Hunian

STIKes Faletehan
52

Chi-Square Tests

As ymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 18,630 b 1 ,000
Continuity Correctiona 16,696 1 ,000
Likelihood Ratio 18,395 1 ,000
Fis her's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
18,436 1 ,000
As sociation
N of Valid Cases 96
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is
10,63.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kepadatan
Hunian (Tidak Memenuhi 7,429 2,840 19,430
Syarat / Memenuhi Syarat)
For cohort Gejala
3,647 1,936 6,872
Pneumonia = Ya
For cohort Gejala
,491 ,324 ,744
Pneumonia = Tidak
N of Valid Cases 96

STIKes Faletehan

Anda mungkin juga menyukai