Anda di halaman 1dari 11

EDITORIAL

Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Obstructive sleep apnea merupakan bentuk umum sleep-disordered


breathing (SDB) yang telah dikenal secara umum dan berhubungan dengan
berbagai masalah medis serta mempunyai dampak pada angka kesakitan dan
kematian sehingga menjadi beban dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
1
Young dkk menyatakan bahwa pada orang dewasa perkiraan prevalens OSA
pada populasi dewasa usia pertengahan di Amerika Serikat sangat bervariasi,
yaitu 24% pada laki laki dan 9% pada perempuan, apabila terdapat obesitas
dengan Body Mass Index (BMI) 25-28 (moderately overweight) diperkirakan 1
dari 5 laki-laki mengalami OSA derajad berat, sedangkan OSA derajat sedang
adalah 1 dari 15 laki-laki berdasarkan beberapa studi kohort.2-5
Berbagai penelitian epidemiologik telah dilakukan terutama di negara maju,
mendapatkan kejadian OSA yang serngkali berhubungan dengan berbagai
penyakit atau keadaan tertentu sebagai faktor predisposisinya 6

Gambar 1: Angka kejadian OSA (AHI 15) pada berbagai penyakit.dibandingkan terhadap
berbagai populasi baik yang normal maupun populasi dengan penyakit lainnya.
(Dikutip dari 6)
Definisi OSA adalah keadaan apnea (penghentian aliran udara selama 10
detik sehingga menyebabkan 2-4% penurunan saturasi oksigen) dan hipopnea
(penurunan aliran udara paling sedikit 30-50% sehingga menyebabkan
penurunan saturasi oksigen) ada sumbatan total atau sebagian jalan napas atas
yang terjadi secara berulang pada saat tidur selama non-REM atau REM
sehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi terhambat. Sumbatan ini
menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau terjadi peralihan ke
tahap tidur yang lebih awal. Kejadian apnea terjadi selama 10-60 detik dan OSA
yang ekstrim dapat terjadi berulang setiap 30 detik.7-14

Gambar 2 : Patognesis terjadinya OSA


Dikutip dari (6)
ETIOLOGI
Etiologi OSA adalah keadaan kompleks yang saling mempengaruhi
berupa neural, hormonal, muskular dan struktur anatomi, contohnya :
kegemukan terutama pada tubuh bagian atas dipertimbangkan sebagai risiko
utama untuk terjadinya OSA. Angka prevalens OSA pada orang yang sangat
gemuk adalah 42-48% pada laki-laki dan 8-38% pada perempuan. Penambahan
berat badan akan meningkatkan gejala-gejala OSA.8

Faktor risiko untuk terjadinya OSA :4-7


A. Terdapat tiga faktor risiko yang diketahui :
1. Umur : prevalens dan derajat OSA meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin : Risiko laki-laki untuk menderita OSA adalah 2 kali lebih
tinggi dibandingkan perempuan sampai menopause.
3. Ukuran dan bentuk jalan napas :
a. Struktur kraniofasial (palatum yang bercelah, retroposisi mandibular).
b. Micrognathia (rahang yang kecil).
c. Macroglossia (lidah yang besar), pembesaran adenotonsillar.
d. Trakea yang kecil (jalan napas yang sempit).

B. Faktor risiko penyakit : Kegagalan kontrol pernapasan yang dihubungkan


dengan :
1. Emfisema dan asma.
2. Penyakit neuromuscular (polio, myasthenia gravis, dll).
3. Obstruksi nasal.
4. Hypothyroid, akromegali, amyloidosis, paralisis pita suara, sindroma post-
polio, kelainan neuromuskular, Marfan's syndrome dan Down syndrome.
C. Risiko gaya hidup :
1. Merokok
2. Obesiti : 30-60% pasien OSA adalah orang yang berbadan gemuk.
a. Penurunan berat badan akan menurunkan gejala-gejala OSA.
b. Penurunan berat badan akan mempermudah pasien diobati dengan
menggunakan nasal CPAP.

Tanda dan gejala yang umum dihubungkan dengan kejadian OSA adalah :4-7
1. Gejala malam hari saat tidur
a. Mengeluarkan air liur saat tidur (Drooling / ngiler)
b. Mulut kering
c. Tidur tak nyenyak / terbangun saat tidur
d. Terlihat henti napas saat tidur oleh rekan tidurnya
e. Tersedak atau napas tersengal saat tidur
2. Gejala saat pagi atau siang hari
a. Mengantuk
b. Pusing saat bangun tidur pagi hari
c. Refluks gastroesofageal
d. Tidak bisa konsentrasi
e. Depresi
f. Penurunan libido
g. Impotensi
h. Bangun tidur terasa tak segar

Klasifikasi derajat OSA berdasarkan nilai Apnea Hypopnea Index (AHI)


yang ditetapkan oleh The American Academy of Sleep Medicine, dapat dibagi
menjadi 3 golongan :10-14
1. Ringan (nilai AHI 5-15).
2. Sedang (nilai AHI 15-30).
3. Berat (nilai AHI >30).
Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh pada derajat OSA adalah desaturasi
oksigen, kualiti hidup dan tingkat mengantuk di siang hari.

DIAGNOSIS OSA

Baku emas untuk diagnosis OSA adalah melalui pemeriksaan tidur


semalam dengan alat polysomnography / PSG). Parameter-parameter yang
direkam pada polysomnogram adalah electroencephalography (EEG), electro-
oculography (pergerakan bola mata), electrocardiography (EKG),
electromyography (pergerakan rahang bawah dan kaki), posisi tidur, aktiviti
pernapasan dan saturasi oksigen. Karakteristik OSA pada saat dilakukan PSG
adalah penurunan saturasi oksigen berulang, sumbatan sebagian atau komplit
dari jalan napas atas (kadang-kadang pada kasus yang berat terjadi beberapa
ratus kali) yang disertai dengan 50% penurunan amplitudo pernapasan,
peningkatan usaha pernapasan sehingga terjadi perubahan stadium tidur
menjadi lebih dangkal dan terjadi desaturasi oksigen.8-10
Sebelum dilakukan PSG, pasien akan diminta kesediaannya untuk
mengisi kuesioner Berlin, bertujuan untuk menjaring pasien yang mempunyai
risiko tinggi terjadi OSA. Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama
berisi tentang apakah mereka mendengkur, seberapa keras, seberapa sering
dan apakah sampai mengganggu orang lain. Bagian kedua berisi tentang
kelelahan setelah tidur, seberapa sering merasakan lelah dan pernahkah tertidur
saat berkendaraan. Bagian ketiga berisi tentang riwayat hipertensi, berat badan,
tinggi badan, umur, jenis kelamin dan Body Mass Index (BMI). Seseorang
dinyatakan berisiko tinggi OSA bila memenuhi paling sedikit 2 kriteria di atas.
Kuesioner ini mempunyai validiti yang tinggi.5,10-14
Seseorang dikatakan menderita OSA jika terdapat :11
1. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan karena
sebab lain.
2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa
kali ketika tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perasaan lelah
sepanjang hari dan gangguan konsentrasi.
3. Hasil PSG menunjukkan 5 jumlah total apnea ditambah terjadi hipopnea
per-jam selama tidur (AHI 5).
4. Hasil PSG negatif untuk gangguan tidur lainnya.

Saat ini sudah banyak terdapat alat Polisomnografi yang sifatnya portable
atau bergerak, kemudahan alat ini mampu mengurangi biaya serta
mempermudah bagi pasien yang akan melakukan pemeriksaan polisomnografi,
akan tetapi alat ini mempunyai keterbatasan. American of sleep medicine (
gambar 6).

Gambar 3 : Algoritma pemakaian portable polisomnografi untuk mendiagnosis OSA


(dikutip dari 7)
TATALAKSANA OSA
Secara umum terapi untuk mengatasi gangguan tidur pada OSA dapat
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :10-15
1. Intervensi bedah :
Pembedahan hidung; bedah plastik untuk palatum, uvula dan faring;
somnoplasty; trakeostomi.
2. Perubahan gaya hidup :
Menurunkan berat badan; menghindari alkohol dan obat-obatan pembantu
untuk tidur; menghindari kelelahan yang sangat dan mengkonsumsi kafein.
3. Alat-alat buatan :
Alat untuk mereposisi rahang dan mencegah lidah jatuh ke belakang
(mempertahankan posisi lidah); cervical collars atau bantal; CPAP.

Positive airway pressure (PAP) diketahui merupakan terapi baku emas


untuk OSA. Bentuk umum dari PAP adalah continuous positive airway pressure
(CPAP). Alat ini dapat digunakan melalui masker nasal, masker oral atau variasi-
variasi lain. Sullivan dkk melaporkan penggunaan nasal CPAP sebagai terapi
OSA. Konsep CPAP antara lain bekerja melalui tekanan positif di jalan napas
atas pada tingkat yang konstan atau berfungsi untuk menjaga jalan napas atas
tetap paten / terbuka selama tidur dan mempertahankan volume paru sehingga
membantu faring tetap paten. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya apnea
dan dapat mengeliminasi kejadian mendengkur. Terapi menggunakan CPAP
akan meningkatkan kualiti hidup dan menurunkan tekanan darah. Terapi ini
dianggap efektif untuk pasien OSA sehingga merupakan terapi lini pertama dan
pilihan utama serta merupakan terapi seumur hidup karena jika pasien
menghentikan pemakaian CPAP maka gejala-gejala OSA akan terulang
kembali.10,11,19
Studi dari Brown University Medical School mempelajari bagaimana
pengaruh penggunaan CPAP terhadap kemampuan daya ingat : 19
Pasien yang menggunakan CPAP < 2 jam tiap malam hari (misalnya :
pada pasien yang tingkat kepatuhannya rendah) mempunyai 21% fungsi
daya ingat yang normal.
Pasien yang menggunakan CPAP 2-6 jam tiap malam mempunyai 44%
fungsi daya ingat yang normal.
Pasien yang menggunakan CPAP 6 tiap malam (pengobatan dan tingkat
kepatuhan yang optimal) mempunyai 68% fungsi daya ingat yang normal.

Tanda keberhasilan terapi OSA adalah pasien OSA dapat tidur lebih baik,
merasa lebih segar pada waktu bangun tidur dan terjadi penurunan tekanan
darah serta menghilangkan gejala-gejala OSA. Pasien-pasien OSA yang
mendapatkan terapi OSA merasakan peningkatan dalam hal : vitaliti dan
motivasi, kinerja dalam bekerja, mood, kendali dan tindakan yang berkenaan
dengan seks, kewaspadaan saat mengendarai kendaraan dan kualiti hidup.11,19
Keberhasilan dari terapi ini sangat bergantung pada kepatuhan pasien
untuk menggunakan alat tersebut, sehingga alat ini menjadi kurang efektif jika
tidak digunakan secara teratur. Variabel-variabel seperti umur, jenis kelamin,
tingkat keadaan mengantuk pada siang hari dan tingkah laku yang berhubungan
dengan penggunaan CPAP merupakan faktor-faktor penentu terhadap
kepatuhan menggunakan CPAP.14,15 Sebaliknya, jika terjadi kegagalan pada
penggunaan CPAP akan meningkatkan salah satu risiko yang berkaitan dengan
OSA yang tidak diobati, yaitu: hipertensi (OSA meningkatkan risiko sebanyak 5
kali untuk terjadi hipertensi), stroke dan Congestive heart failure (CHF).18-20
Konsekuensi yang didapat jika OSA tidak diobati dapat dibagi menjadi 2 kategori
yaitu : 12-19
1. Gangguan tidur : penampilan yang buruk dalam mengerjakan pekerjaan,
menurun daya ingat jangka pendek, kecelakaan kerja dan kendaraan
bermotor (pasien OSA memiliki risiko 15 kali lebih sering mendapat
kecelakaan kendaraan bermotor dibandingkan pada populasi umumnya),
kehilangan energi sepanjang hari, sakit kepala pada pagi hari, penambahan
berat badan, gangguan mood dan depresi, impotensi dan penurunan
hubungan seksual.14-16
2. Kardiovaskular konsekuensi : hipertensi (pada 50% pasien OSA) yang jika
OSA tetap tidak ditangani maka kejadian hipertensi akan meningkatkan risiko
untuk terjadinya serangan jantung atau stroke), aritmia jantung, dan stres
pada sistem kardiovaskular karena OSA menyebabkan jantung dan paru
bekerja lebih keras. Hipertensi yang terjadi pada pasien yang tidak
terdiagnosa ataupun tidak mendapat pengobatan OSA dapat menjadi sulit
diatasi, dan berbagai konsekuensi yang akan terjadi. Hal ini mengharuskan
pengobatan OSA yang efektif akan memperbaiki dan terkontrolnya tekanan
darah pada beberapa pasien.17-20

Gambar 3. Mekanisme gangguan kardiovaskular akibat OSA


(Dikutip dari 7)

KESIMPULAN
OSA (Obstructive Sleep Apnea) merupakan penyakit yang sering dijumpai
pada gangguan pernapasan saat tidur, di dasari oleh berbagai mekanisme dan
faktor predisposisi yang kompleks serta memerlukan penanganan tepat demi
mengurangi dampak yang diakibatkannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Young T, Palta M, Dempsey J, et al. 1993. The occurrence of sleep-disordered breathing
among middle aged adults. N Engl J Med, 328:1230-5.
2. Marti S, Sampol G, Munoz X, Torres F, Roca A, Lloberes P, et al. Mortality in severe
sleep apnoea/hypopnoea sndrome patients: impact of treatment. Eur Respir J
2002;20:1511-8.
3. Heistand DM, Britz P, Goldman M, Phillips B. Prevalence of symptoms and risk of sleep
apnea in the US population. Chest 2006;130:780-6.
4. Jordan AS, White DP, Fogel RB. Recent advances in understanding the pathogenesis of
obstructive sleep apnea. Current opinion pulmonary medicine 2003;1-3.
5. Guthrie EW. Sleep apnea: Patient information. US Pharm 2006;7:53-7.
6. Obstructive sleep apnea and snoring. [Copyright 2003 Pulmonary & Sleep Center of
the Valley].
7. Craig A Hukins. Obstructive sleep apnea management update review: Neuropsychiatric
Disease and Treatment 2006:2(3) 30926
8. Dixon JB, Schachter LM, OBrien PE. Sleep disturbance and obesity. Arch Intern Med
2001;161:102-6.
9. Matthews R. Obstructive sleep apnea. Eur.Respir.J 1999.
10. Jordan AS, White DP, Fogel RB. Recent advances in understanding the pathogenesis of
obstructive sleep apnea. Current opinion pulmonary medicine, 2003;1-3.
11. Hiestand DM, Britz P, Goldman M, Phillips B. Prevalence of sleep apnea in the US
population. Chest 2006; 130:780-6.
12. Klink M, Quan SF. Prevalence of reported sleep disturbances in a general adult
population and their relationship to obstructive airways diseases. Chest1987; 91:540-6.
13. Drazen JM. Sleep apnea syndrome. N Engl J Med 2002; 346: 390-5.
14. Aloia MS, Stanchina M, Arnedt JT, Malhotra A, Millman RP. Treatment adherence and
outcome in flexible vs standard continuous positive airway pressure therapy. Chest
2005;127;2085-93.
15. Gibson GJ. Obstructive sleep apnea syndrome: underestimated and undertreated. British
medical bulletin 2004;72:49-64
16. Brasseur L. Screen all commercial drivers for obstructive sleep apnea. Pulmonary
medicine 2006;1.
17. Parati G, Ongaro G, Bonsignore SIR, Glavina F, Di Rienzo M, Mancia G. Sleep apnoea
and hypertension. Current opinion nephrological hypertension 2002;11:1201-14.
18. Sin DD, Fitzerald F, Parker JD, Newton G, Floras JS, Bradley TD. Risk factors for central
and obstructive sleep apnea in 450 men and women with congestive heart failure. Am J
Respir Crit Care Med 1999;160:1101-6.
19. Bassetti C, Alrich Ms. Sleep apnea in acute cerebrovascular disease: final report on 128
patient sleep apnea 1999; 22 : 217-23.
20. Peker Y. An independent association between obstructive sleep apnea and coronary
artery disease. Eur Respir J 1999 :14 :179-84.

Budhi Antariksa
Department Pulmonologi &
Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI

AGD

Anda mungkin juga menyukai