Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak


dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia, utamanya fraktur.
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan,
jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan
jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur
adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma-trauma lain yang dapat
mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera
olahraga.[1]
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh
dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma pada tulang
bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Setiap trauma yang dapat
mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar
tulang, mulai dari otot, fascia, kulit, sampai struktur neurovaskuler atau orang-
orang penting lainnya.[2]
Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana
mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi
secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, dan
jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, saraf, dan harus
diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan
dapat dihasilakan sesuatu yang optimal.

BAB II
LAPORAN KASUS

1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Rumah sakit : RSUD Kota Makassar
No. RM : 23 41 93
Tanggal lahir : 31 Desember 1955 (61 tahun)
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : BTN Kumala Sari Blok AC14/04
Status perkawinan : Kawin
Agama : Kristen
Tanggal pemeriksaan : Selasa, 03 Oktober 2017

II. ANAMNESIS
1) Keluhan utama
Nyeri di bawah lutut kanan.

2) Riwayat penyakit sekarang


Nyeri di bawah lutut kanan dirasakan sejak satu bulan yang lalu. Nyeri
dirasakan terutama saat berjalan. Awalnya, 2 bulan yang lalu, pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas saat mengendarai motor. Pasien disenggol
oleh pengendara motor lain dari sisi kiri hingga pasien jatuh ke arah kanan
dan tungkainya tertimpa motornya sendiri. Selama dua minggu setelah
kecelakaan pasien berobat pada tukang urut.

3) Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.
Riwayat diabetes mellitus tidak ada.
Riwayat hipertensi ada.
Riwayat alergi tidak ada.
Riwayat mengonsumsi obat-obatan tidak ada.
Riwayat trauma sebelumnya tidak ada.
Riwayat operasi sebelumnya tidak ada.

4) Riwayat penyakit keluarga


Riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien tidak ada.

5) Riwayat pengobatan
Berobat ke tukang urut.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1) Status Generalis

2
Keadaan Umum : Sakit sedang/Gizi Cukup/Compos Mentis
Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Nadi : 78 kali/menit
Pernapasan : 22 kali/menit
Suhu axilla : 36,5C

2) Status Lokalis
Regio: Cruris Dextra
Look : Warna kulit sama dengan sekitarnya, eritema (-), hematom (-),
luka (-), deformitas (+), edema (-).
Feel : suhu normal, nyeri tekan (+), krepitasi (+).
Move : gerak aktif, pasif, dan ROM terbatas karena nyeri.
NVD : sensibilitas baik, pulsasi A. Dorsalis Pedis dan A. Tibialis
Posterior teraba, CRT <2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1) Laboratorium
Hematologi Lengkap
Jumlah Leukosit 7,0 103/l (4,0-10,0)
Jumlah Eritrosit 4,61 106/l (4,20-5,40)
Hemoglobin 13,5 g/dL (12,0-16,0)
Hematokrit 40,0 % (34,0-45,0)
MCV 86,8 fL (80,0-95,0)
MCH 29,3 pg (25,6-32,2)
MCHC 33,8 g/L (32,2-35,5)
Jumlah Trombosit293 103/l (150-400)
RDW-SD 36,7 fL (37-54)
RDW-CV 11,9 % (10,0-15,0)
PDW 10,1 fL (10,0-18,0)

3
MPV 9,7 fL (9,0-13,0)
P-LCR 21,0 % (13,0-43,0)
PCT 0,28 % (0,2-0,4)
Neutrofil 54,4 % (50-70)
Limfosit 37,1 % (20-40)
Monosit 4,0 % (2-8)
Eosinofil 4,1 % (0-4)
Basofil 0,4 % (0-1)
Koagulasi
Masa Perdarahan 2.30 menit (1.0-3.0)
Masa Pembekuan 5.00 menit (1.0-9.0)
Kimia Darah
SGOT 18 U/L (<27)
SGPT 14 U/L (<34)
Kolesterol Total 190 mg/dL (<200)
Glukosa Sewaktu 93 mg/dL (<140)
Ureum Darah 46 mg/dL (16-48)
Kreatinin Darah 1,3 mg/dL (0,51-0,95)
Asam Urat 8,3 mg/dL (2,6-6,0)

2) Radiologi
Foto Genu Dextra AP-Lateral (11 September 2017)

Discontinuitas proximal tibia dengan osteofitosis

4
Sela sendi bagian medial menyempit
Soft tissue swelling
Kesan: fraktur proximal tibia + OA genu

Foto Thorax PA (12 September 2017)

Bercak infiltrat di lapangan atas paru


Cor: ukuran normal dengan aorta elongasi dan dilatasi
Sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesan: TB aktif + aorta elongasi dan dilatasi

Foto Cruris Dextra AP-Lateral setelah operasi (05 Oktober 2017)

5
Fraktur proximal tibia kanan, kedudukan tulang baik, terpasang
internal fixatiton dengan baik
Celah sendi tidak menyempit
Tak tampak osteomielitis
Soft tissue normal

V. RESUME
Seorang wanita yang berumur 61 tahun datang dengan keluhan nyeri di
bawah lutut kanan terutama saat berjalan yang dirasakan sejak satu bulan yang
lalu. Awalnya, 2 bulan yang lalu, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat
mengendarai motor. Pasien disenggol oleh pengendara motor lain dari sisi kiri
hingga pasien jatuh ke arah kanan dan tungkainya tertimpa motornya sendiri.
Selama dua minggu setelah kecelakaan pasien berobat pada tukang urut.
Riwayat penyakit, konsumsi obat-obatan, trauma, dan operasi sebelumnya
tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada regio cruris dextra warna kulit sama
dengan sekitarnya, deformitas (+), edema (-), suhu normal, nyeri tekan (+),
krepitasi (+), ROM terbatas karena nyeri, dan NVD dalam batas normal.
Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan pada foto genu dextra AP-
lateral kesan: fraktur proximal tibia + OA genu.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Fraktur 1/3 Proximal Tibia Dextra

VII. PENATALAKSANAAN
1) Pre Operatif
Terapi TB dan hipertensi oleh dokter ahli interna
Antibiotik profilaksis: Ceftriaxone 1 gr/intravena (skin test)

2) Operatif: Refraktur malunion + Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

6
3) Instruksi post operasi:
Cefotaxime vial 1 gram/12 jam/intravena
Ketorolac ampul 30 mg/8 jam/intravena
Ranitidin ampul 50 mg/12 jam/intravena
Hi-bone tablet 600 mg 2x1
Neurohax 5000 tablet 2x1
Iremax tablet 2x1

4) Obat pulang:
Cefadroxil kapsul 500 mg 2x1
Iremax tablet 2x1
Neurohax 5000 tablet 2x1
Cal 95 kaplet 2x1
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam

IX. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis, didapatkan keluhan pasien berupa nyeri di
bawah lutut kanan, ada riwayat trauma 2 bulan lalu, dan riwayat berobat ke
tukang urut. Pada pemeriksaan status lokalis pada regio cruris dextra
didapatkan deformitas (+), nyeri tekan (+), krepitasi (+) dan ROM terbatas
karena nyeri. Pada pemeriksaan radiologi foto genu dextra AP-lateral
menunjukkan kesan: fraktur proximal tibia. Berdasarkan hal tersebut dapat
ditegakkan diagnosis fraktur 1/3 proximal tibia dextra.
Pada pasien dilakukan tindakan operatif berupa refraktur malunion karena
adanya malunion yang terbentuk lalu dilakukan open reduction internal
fixation (ORIF) untuk menyambung dua bagian tulang dengan menggunakan

7
alat fiksasi dalam yaitu plate dan screw. Kemudian diberikan medikamentosa
setelah operasi. Cefotaxim sebagai antibiotik golongan sefalosporin generasi
ketiga yang berspektrum luas. Ketorolac merupakan analgetik golongan
NSAIDs sebagai terapi jangka pendek untuk nyeri pasca operasi. Ranitidin
merupakan obat gastroprotektor dari golongan antagonis reseptor H2 berfungsi
untuk meminimalisir efek samping penggunaan NSAIDs terhadap mukosa
lambung. Selain itu, diberikan pula obat oral tambahan yaitu Hi-bone sebagai
suplemen kalsium, neurohax suplemen B1-B6-B12, dan iremax yang
mengandung ibuprofen dan paracetamol sebagai analgetik.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP FRAKTUR
a) Definisi
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas dari tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur juga
dapat didefinisikan sebagai diskontinuitas korteks tulang.[2,3]
b) Penyebab fraktur
Trauma muskuloskeletal yang dapat menyebabkan fraktur dibagi menjadi
trauma langsung dan trauma tidak langsung.
1. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan sendi
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Trauma
langsung dapat dibagi berdasarkan penyebab trauma yaitu trauma tajam
dan trauma tumpul.
2. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung merupakan suatu kondisi dimana trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya,

8
jatuh dengan ekstensi lengan dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.
Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. [2]

c) Klasifikasi berdasarkan penyebab


1. Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan
yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebuh sehingga
terjadi fraktur.

2. Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis
di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang
telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang
seringkali menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling
sering dari fraktur patologis adalah tumor, baik primer maupun
metastasis.
3. Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
[2]

d) Klasifikasi komplit/inkomplit
1. Fraktur komplit
Garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang.
2. Fraktur inkomplit
Garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti: hairline
fracture, buckle fracture, greenstick fracture. [4]

9
Gambar 1. Klasifikasi fraktur
(dikutip dari kepustakaan 4)

e) Klasifikasi klinis
1. Fraktur tertutup (close fracture)
Fraktur tertutup adalah fraktur di mana kulit tidak ditembus oleh fragmen
tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar. Derajat fraktur tertutup
menurut Tscherne:
Derajat 0: fraktur sederhana tanpa/disertai dengan sedikit kerusakan
jaringan lunak.
Derajat 1: fraktur disertai dengan abrasi superfisial atau luka memar
pada kulit dan jaringan subkutan.
Derajat 2: fraktur yang lebih berat dibanding derajat 1 yang disertai
dengan kontusio dan pembengkakan jaringan lunak.
Derajat 3: fraktur berat yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata dan terdapat ancaman terjadinya sindrom kompartemen.
2. Fraktur terbuka (open fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia
luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak. Derajat fraktur terbuka
menurut klasifikasi Gustilo and Anderson:
Derajat I : laserasi <1 cm, kerusakan jaringan tidak berarti, dan luka
relatif bersih.
Derajat II : laserasi >1 cm, tidak ada kerusakan jaringan yang hebat
atau avulsi, dan ada kontaminasi.
Derajat III: luka lebar dan rusak hebat, atau hilangnya jaringan di
sekitarnya serta ada kontaminasi hebat.
-
IIIa: tulang yang fraktur masih ditutupi oleh jaringan lunak.
-
IIIb: terdapat periosteal stripping yang luas dan penutupan luka
dilakukan dengan flap lokal atau flap jauh.
-
IIIc: fraktur disertai kerusakan pembuluh darah.[5]

10
Gambar 2. Derajat fraktur terbuka menurut Gustilo and Anderson
(dikutip dari kepustakaan 5)
3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan
komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion, serta infeksi
tulang.[2]
f) Klasifikasi radiologis
Klasifikasi radiologis dibagi berdasarkan garis fraktur, yaitu: Fraktur
transversal, Fraktur oblik, Fraktur butterfly, Fraktur spiral, Fraktur
segmental, Fraktur kominutif.[5]

g) Penyembuhan tulang
Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang, yaitu:
1. Fase 1 : hematoma
Segera setelah terjadi patah tulang, terbentuk bekuan darah dalam
subperiosteum dan jaringan lunak. Fase ini merupakan neovaskularisasi
dan awal pengaturan bekuan darah.
2. Fase 2 : inflamasi dan proliferasi
Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya
pasokan darah sehingga terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi
ekspresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju
tempat fraktur untuk memulai proses penyembuhan. Kurang lebih dalam
lima hari hematoma akan mengalami organisasi, terbentuk benang fibrin
dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta
invasi fibroblast dan osteoblast.
3. Fase 3 : pembentukan kalus
Mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang
mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan,

11
yang dibagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pusat dari kalus
lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama osteoblast akan
berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit.
4. Fase 4 : konsolidasi
Dengan aktivasi osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang
yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone).
Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat
menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast
yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru.
5. Fase 5 : remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan
bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan
tulang yang terus-menerus hingga tulang mendekat bentuk semulanya,
terutama pada anak-anak.[4,6]

Gambar 3. Proses penyembuhan tulang


(dikutip dari kepustakaan 4)
h) Komplikasi
Secara umum komplikasi fraktur dibagi menjadi dua yaitu komplikasi awal
(early) yang terjadi dalam minggu pertama fraktur dan komplikasi lanjut
(late).
1. Kompliksi awal
Syok
Kerusakan arteri
Sindrom kompartemen
Infeksi
Avaskular nekrosis
Sindrom emboli lemak
2. Komplikasi lanjut
Delayed union
Nonunion

12
Malunion

II. FRAKTUR PROKSIMAL TIBIA


a) Definisi
Fraktur tibia adalah hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial pada
tulang tibia. Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur
pada tibia. Pusat Nasional Kesehatan di luar negeri melaporkan bahwa
fraktur ini berjumlah 77.000 orang, dan ada di 569.000 rumah sakit tiap
hari/tahunnya. Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang
fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula.
Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian anterior dan medial
dari tulang tibia dan sebagai akibat dari hal ini, sejumlah besar fraktur
tulang terbuka sering terjadi.
Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia
lanjut yang terjatuh. Pada pasien-pasien usia muda, mekanisme trauma yang
paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor.[7]

b) Insidens dan Epidemiologi


1. Frekuensi
Fraktur tibia merupakan fraktur tulang panjang yang paling sering
terjadi. Insiden yang terjadi pertahun pada fraktur terbuka tulang panjang
diperkirakan 11,5 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi pada

13
ekstremitas bawah. Fraktur ekstremitas bawah yang paling umum terjadi
pada diafisis tibia. [7]
2. Mortalitas/Morbiditas
Kehilangan anggota tubuh dapat terjadi akibat trauma dari jaringan
lunak yang parah, keterlibatan neurovaskular, cedera arteri poplitea,
sindroma kompartemen, atau infeksi seperti gangren atau osteomielitis.
Cedera arteri poplitea merupakan cedera yang sangat serius sehingga
mengancam ekstremitas namun biasanya diabaikan. Delayed union,
nonunion, dan arthritis dapat terjadi pada fraktur tibia. Di antara tulang-
tulang panjang, tibia adalah lokasi yang paling sering dari fraktur
nonunion. [7]

c) Etiologi
Etiologi fraktur tibia berupa trauma akibat kecelakaan dengan
berkecepatan sangat tinggi. Di daerah di mana orang-orang mengendarai
mobil dengan kecepatan tinggi dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan dengan
potensi tinggi untuk trauma kaki (misalnya : ski, sepak bola), jumlah fraktur
tibia pada keadaan gawat darurat tergolong tinggi. Sementara trauma
langsung pada tibia merupakan penyebab paling umum, tidak ada etiologi
lain yang dijumpai untuk fraktur tibia shaft. Dua yang paling umum adalah
jatuh atau melompat dari ketinggian yang signifikan dan luka tembak pada
kaki bagian bawah.[4]
d) Anatomi
Terdapat dua tulang pada extremitas bawah yaitu tibia dan fibula. Tibia
adalah tulang panjang yang mempunyai corpus, ujung proximal dan ujung
distal, berada di sisi medial dan anterior dari crus. Pada posisi berdiri, tibia
meneruskan gaya gerak badan menuju pedis. Ujung proximal lebar,
mengadakan persendian dengan os femur membentuk artikulastio genu,
membentuk kondilus medialis dan kondilus lateralis tibia. Facies proximal
membentuk facies articularis superior, bentuk besar, oval dan permukaan
licin.
Corpus tibia mempunyai tiga permukaan yaitu facies lateralis, facies
medialis dan facies posterior. Mempunyai tiga buah tepi yaitu margo
anterior , margo medialis , margo interosseus.

14
Ujung distal tibia membentuk malleolus medialis. Malleolus medialis
mempunyai facies superior, anterior, posterior, medial, lateral dan inferior.
Pada permukaan lateral terdapat incisura fibularis yang membentuk
persendian dengan ujung distal fibula. Facies articularis inferior pada ujung
distal tibia membentuk persendian dengan facies anterior corpus tali.[7,8]

15
Gambar 4. Anatomi Cruris
(Dikutip dari kepustakaan 8)

16
Gambar 5. Anatomi cruris. (i)
(Dikutip dari kepustakaan 8)

17
e) Patofisiologi
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak,
periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat.
Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk
jaringan granulasi di dalamnya dengan dengan sel-sel pembentuk tulang
primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi khondroblas dan osteoblas.
Khondroblas akan mensekresi fosfat, yang merangsang deposisi kalsium.
Terbentuk lapisan tebal (callus) di sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus
menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kallus dari fragmen satunya,
dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus
berlanjut dengan terbentuknya trabekula dan osteoblas yang melekat pada
tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur. Penyatuan tulang
provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih
kuat dan lebih terorganisasi. Callus tulang akan mengalami remodeling
untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk osteoblast tulang
baru dan osteoklast akan menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang
sementara.[7]
f) Mekanisme trauma
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada
medialis serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi
akibat kecelakaan antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil
menabrak kaki bagial lateral dengan gaya ke arah medial (valgus). Ini
menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split dari kondiler lateralis tibia
apabila kondiler femur didorong ke arah tersebut. Kondiler medial memiliki
kekuatan yang lebih besar, jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi
akibat gaya dengan tenaga yang lebih besar (varus). Jatuh dari ketinggian
akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa menyebabkan fraktur
pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien dengan osteoporosis
lebih mudah terkena fraktur kondiler tibia berbanding robekan ligamen atau

18
meniscus setelah cedera keseleo di lutut. Eminentia intrakondiler dapat
fraktur bersama robekan ligamen krusiatum sebagai akibat hiperekstensi
atau gaya memutar.[7]
g) Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi
Schatzker.
Tipe I : Fraktur split kondiler lateral
Patah tulang baji (retak) pada bagian lateral tibia proksimal.
Tipe II : Fraktur split/depresi lateral
Merupakan kombinasi dari patah tulang baji (retak) pada bagian lateral
proksimal tibia dan depresi pada proksimal tibia.
Tipe III : Depresi kondiler lateral
Merupakan kondisi depresi pada lateral proksimal tibia tanpa adanya
patah tulang baji (retak).
Tipe IV : Fraktur split kondiler medial
Mirip dengan tipe I dengan keterlibatan pada medial tibia.
Tipe V : Fraktur bikondiler
Merupakan fraktur pada bikondilar dan patah tulang baji pada bagian
medial ddan lateral proksimal tibia.
Tipe VI : Fraktur kominutif
Merupakan fraktur tipe V sepanjang diafisis atau metafisis tibia.[4,5,6,7]
Tipe I-II terjadi akibat trauma dengan tekanan ringan. Tipe IV-VI
biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat. Fraktur tidak
bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser apabila
depresi melebihi 4 mm.

Gambar 6. Klasifikasi Schatzker.(ii)


(Dikutip dari kepustakaan 7)

19
Gambar 7. Fraktur kondiler tibia.(iii)
(Dikutip dari kepustakaan 5)

h) Gambaran klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan
nyeri serta hemartrosis. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut.
Biasanya pasien tidak dapat menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka
merasakan nyeri pada proksimal tibia dan gerakan fleksi dan ekstensi yang
terbatas. Dokter perlu menentukan adanya penyebab cedera itu akibat tenaga
yang kuat atau lemah karena cedera neovaskular, sindroma kompartmen
lebih sering terjadi pada cedera akibat tenaga kuat. Pulsasi distal dan fungsi
saraf peroneal perlu diperiksa. Kulit perlu diperiksa secara seksama untuk
mencari tanda-tanda abrasi atau laserasi yang dapat menjadi tanda fraktur
terbuka.

20
Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler
tibia. Aspirasi dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin
diperlukan untuk pemeriksaan yang akurat. Jika dibandingkan dengan
bagian yang tidak cedera, pelebaran sudut sendi pada lutut yang stabil
mestilah tidak lebih dari 10o dengan stress varus atau valgus pada mana-
mana titik dalam aksis gerakan dari ekstensi penuh hingga fleksi 90o.
Integritas ligamen krusiatum anterior perlu dinilai melalui tes Lakhman.(9)
Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak di sekeliling lutut.
Robekan ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai
fraktur kondiler lateral. Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen
kollateral lateral dan meniskus medial. Ligamen krusiatum anterior dapat
cedera pada fraktur salah satu kondiler. Fraktur kondiler tibia, terutama yang
ekstensi frakturnya sampai ke diafisis, dapat meyebabkan kepada sindroma
kompartemen akut akibat perdarahan dan edema.[4]
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh keluhan berupa nyeri di lutut serta
riwayat trauma. Bila tidak ada riwayat trauma dapat dipikirkan terjadi
fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadinya, jenisnya,
berat-ringannya trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas
yang bersangkutan (mekanisme trauma).
2. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan adanya komplikasi umum, misalnya: syok pada
fraktur multiple. Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat
lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan perut.
3. Pemeriksaan status lokalis
Look : terdapat adanya memar atau suatu luka pada daerah yang
cedera. Lutut terlihat bengkak.
Feel : nyeri tekan (tenderness) pada area lutut atau area
proksimal tibia.
Move : ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan lutut
(gerakan fleksi dan ekstensi yang terbatas).

i) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium

21
Pemeriksaan darah lengkap seperti jumlah sel darah merah dan
komponennya untuk mengetahui adanya anemia akibat perdarahan pada
fraktur, sel darah putih untuk menilai tanda inflamasi, dan pemeriksaan
darah lainnya terutama bila direncanakan untuk persiapan operasi.
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi sudah dapat menegakkan klasifikasi diagnosis
dari fraktur proximal tibia. Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral
dapat diketahui jenis fraktur, tapi kadang-kadang diperlukan pula foto
oblik.[4]
Terdapat aturan dalam melakukan foto radiologi pada kasus fraktur
disebut Rule of Two, yaitu:
Two views
Foto harus mencakup 2 view yaitu AP dan lateral.
Two joints
Foto harus meliputi sendi yang berada di atas dan di bawah daerah
fraktur.
Two limbs
Pada anak-anak, gambaran dari lempeng epifisis menyerupai garis
fraktur, oleh karena itu diperlukan foto dari ekstremitas yang tidak
mengalami trauma/normal.
Two injuries
Kadangkala trauma tidak hanya menyebabkan fraktur pada satu
daerah. Contohnya, seseorang mengalami fraktur pada femur,
sehingga diperlukan foto femur dan pelvis.
Two occasions
Ada beberapa jenis fraktur yang sulit dinilai segera setelah trauma,
sehingga dibutuhkan pemeriksaan X-Ray satu atau dua minggu
setelahnya untuk melihat fraktur yang terjadi. Contohnya, fraktur yang
terjadi pada ujung distal dari os clavicula, scaphoid, femoral neck, dan
maleolus lateral.

22
Gambar 8. (A) Fraktur kondiler tibia dengan split dan terpisah di lateral.
(B) Fraktur kondiler tibia direduksi dengan menggunakan buttress plate dan screw
untuk mengembalikan kongruensi sendi.(iv)
(dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 9. Fraktur bikondiler


(dikutip dari kepustakaan 4)

23
j) Penatalaksanaan
1. Konservatif
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi <4 mm dapat
dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain
Verban elastik (teknik Robert Jones)
Memasang gips (long leg plaster)
Traksi skeletal: pasien tidur terlentang, pada tibia 1/3 proksimal
dipasang Steinmann pin, langsung ditarik dengan beban yang cukup
(>6 kg). Sementara dilakukan traksi, lutut pasien yang cedera dapat
digerakkan.
Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak
menahan beban dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak segera
terjadi kekakuan sendi.[4]

Gambar 10. Penatalaksanaan konservatif pada fraktur tibia proximal


(dikutip dari kepustakaan 4)

2. Operatif
Depresi yang >4 mm dilakukan operasi dengan mengangkat bagian
depresi dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat
dilakukan pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate untuk
menahan bagian fragmen terhadap tibia.[4]

24
Gambar 11. Fiksasi pada fraktur tibia proximal
(dikutip dari kepustakaan 4)

k) Penyembuhan
Perkiraan penyembuhan fraktur kondilus tibia adalah 8-10 minggu.
Penyembuhan abnormal pada fraktur: malunion, delayed union, dan
nonunion.
1. Malunion
Malunion adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/vagus, rotasi,
kependekan, atau union secara menyilang. Pada foto rontgen terdapat
penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang tidak sesuai dengan
keadaan normal.
2. Delayed union
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 5
bulan (untuk ekstremitas bawah). Pada pemeriksaan radiologis tidak ada
gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur, kalus yang kurang serta
ditemukan gambaran kista karena adanya dekalsifikasi tulang.
3. Nonunion
Nonunion adalah fraktur yang tidak sembuh dalam 6-8 bulan dan tidak
didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).[2]
l) Komplikasi
1. Komplikasi awal pada fraktur tertutup tipe 4 dan 5 dapat terjadi
hematoma dan edema setempat yang dapat berlanjut menjadi sindrom
kompartemen.

25
2. Komplikasi lanjut
-
Genu valgum : terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi
dengan baik.
-
Kekakuan lutut : terjadi karena tidak dilakukan latihan yang lebih
awal.
-
Osteoartritis : terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan
sendi sehingga bersifat irrreguler yang menyebabkan inkonkruensi
sendi lutut.[4]
Daftar Pustaka

1. American College of Surgeons Committee on Trauma. 2012. Advance Trauma


Life Support 9th Ed. United State of America, diterjemahkan oleh IKBI.
2. Helmi, Zairin Noor. 2013. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
Salemba Medika.
3. Rasjad, Chairuddin. 2009. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Edisi III. Jakarta:
PT. Yarsif Watampone.
4. Apley, Solomon. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fracture, 9th
Edition. Great Britain: Butterworths Medical Publication.
5. Thompson, Jon C. 2010. Netters Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
6. Miller, Mark. dkk. 2012. Millers Review of Orthopaedics 6th Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
7. Egol, Kenneth. 2015. Handbook of Fractures 5th Edition. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health.
8. Putz R, Pabst R. 2002. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2. Jakarta: EGC.

26
i

ii

iii
iv

Anda mungkin juga menyukai