Anda di halaman 1dari 10

Asas-Asas Dalam Hukum Indonesia

May 5, 2015 I Wayan Widyantara 0 Comments


I. ASAS ASAS PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN.
1. Asas setiap orang dianggap telah mengetahui undang undang setelah diundangkan
dalam lembaran negara.

2. Asas Non Retro aktif. Suatu undang-undang tidak boleh berlaku surut

3. Lex spesialis derogat lex generalis. Undang-undang yang bersifat khusus


mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum.

4. Lex posteriori derogat legi priori. Undang-undang yang lama dinyatakan tidak berlaku
apabila ada undang-undang yang baru yang mengatur hal yang sama.

5. Lex Superior derogat legi inforiori. Hukum yang lebih tinggi derajatnya
mengesampingkan hokum / peraturan yang derajatnya dibawahnya.

6. UU Tidak dapat diganggu gugat, artinya siapapun tidak boleh melakukan uji material
atas isi undang-undang, kecuali oleh Mahkamah Konstitusi.

II. ASAS-ASAS YANG DIANUT DALAM UUD 1945.


1. Asas Kekeluargaan. Terdapat dalam Pasal 33 ayat ( 1 ) UUD 1945.

2. Asas .Kedaulatan Rakyat. Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3. Asas Pembagian Kekuasaan. Kekuasaan dibagi atas Kekuasaan Legislatif ( DPR ),


Kekuasaan Eksekutif ( Pemerintah ) dan Kekuasaan Yudikatif ( Kehakiman ).

4. Asas Negara Hukum dengan prinsip Rule of Law. Dengan ciri-cirinya adalah : Pengakuan
dan Perlindungan HAM, Peradilan yang bebas dan legalitas dalam segala bentuknya.

5. Asas Kewarganegaraan.

Ius Sanguinis : menetapkan kewarganegaraan seseorang berdasarkan atas keturunan /


pertalian darah.

Ius Solli : menetapkan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat / negara


kelahirannya.

III. ASAS ASAS YANG BERLAKU DALAM HUKUM PIDANA DAN


HUKUM ACARA PIDANA.
1. Asas Legalitas Suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana apabila telah ditentukan
sebelumnya oleh undang-undang / seseorang dapat dituntut atas perbuaatannya apabila
perbuatan tersebut sebelumnya telah ditentukan sebagai tindak pidana oleh hukum /
undang-undang

2. Asas Culpabilitas. Nulla poena sine culpa, artinya tiada pidana tanpa kesalahan.
3. Asas Opportunitas. Penuntut umum berwenang untuk tidak melakukan penuntutan
dengan pertimbangan demi kepentingan umum.

4. Asas Presumption of Innocence ( Praduga tak bersalah ). Seseorang harus dianggap


tidak bersalah sebelum dinyatakan bersalah oleh putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.

5. Asas in dubio pro reo. Dalam hal terjadi keragu raguan maka yang diberlakukan adalah
peraturan yang paling menguntungkan terdakwa.

6. Asas Persamaan dimuka Hukum. Artinya setiap orang harus diperlakukan sama didepan
hukum tanpa membedakan suku, agama, pangkat , jabatan dan sebagainya.

7. Asas Perintah tertulis dari yang berwenang. Artinya bahwa setiap penangkapan,
penggeledahan, penahanan dan penyitaan harus dilakukan berdasarkan perintah tertulis
dari pejabat yang diberi wewenang oleh UU dan hanya dalam hal dan cara yang diatur oleh
UU.

8. Asas Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak.
Asas ini menghendaki proses pemeriksaan tidak berbelit belit dan untuk melindungi hak
tersangka guna mendapat pemeriksaan dengan cepat agar segera didapat kepastian
hukum. ( Pasal 24 dan 50 KUHAP).

9. Asas harus hadirnya terdakwa. Pangadilan dalam memeriksa perkara pidana harus
dengan hadirnya terdakwa.

10. Asas Terbuka untuk Umum. Sidang pemeriksaan perkara pidana harus terbuka untuk
umum, kecuali diatur oleh UU dalam perkara tertentu seperti perkara kesusilaan, sidang
tertutup untuk umum tetapi pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang
terbuka untuk umum.

11. Asas Bantuan Hukum. Seseorang yang tersangkut perkara pidana wajib diberi
kesempatan untuk memperoleh Bantuan Hukum secara cuma-cuma untuk kepentingan
pembelaan dirinya ( Pasal 35 dan 36 UU No.14 Tahun 1970 yo Pasal 54, 55 dan 56
KUHAP).

11. Putusan Hakim harus disertai alasan-alasan. Semua putusan harus memuat alasan-
alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan ini harus mempunyai nilai yang
obyektif.

12. Asas Nebis in idem. Seseorang tidak dapat dituntut lagi karena perbuatan yang sudah
pernah diajukan kemuka pengadilan dan sudah mendapat putusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap.

13. Asas Kebenaran Material. ( kebenaran dan kenyataan ). Pemeriksaan dalam perkara
pidana, tujuannya untuk mengatahui apakah faktanya / senyatanya benar-benar telah
terjadi pelanggaran / kejahatan.
14. Asas ganti rugi dan rehabilitasi. Hak bagi tersangka / terdakwa / terpidana untuk
mendapatkan ganti rugi / rehabilitasi atas tindakan terhadap dirinya sejak dalam proses
penyidikan. Diatur dalam Pasal 95 dan 97 KUHAP.

IV. ASAS ASAS DALAM HUKUM PERDATA DAN HUKUM ACARA PERDATA.
1. Asas Hukum Benda merupakan Dwingendrecht. Hak hak kebendaan tidak akan
memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan dalam dalam
undang undang. Dengan lain perkataan, kehendak para pihak itu tidak dapat
mempengaruhi isi hak kebendaan.

2. Asas Individualiteit. Obyek hak kebendaan selalu merupakan barang yang individueel
bepaald, yaitu barang yang dapat ditentukan . Artinya seseorang hanya dapat memiliki
barang yang berwujud yang merupakan kesatuan.

3. Asas Totaliteit. Seseorang yang mempunyai hak atas suatu barang maka ia mempunyai
hak atas keseluruhan barang itu / bagian-bagian yang tidak tersendiri.

4. Asas Onsplitsbaarheid ( tidak dapat dipisahkan ). Pemisahan dari zakelijkrechten tidak


diperkenankan, tetapi pemilik dapat membebani hak miliknya dengan iura in realiena, jadi
seperti melepaskan sebagian dari wewenangnya.

4. Asas Vermenging ( asas percampuran ). Seseorang tidak akan untuk kepentingannya


sendiri memperoleh hak gadai atau hak memungut hasil atas barang miliknya sendiri.

5. Asas Publiciteit. Dalam hal pembebanan tanggungan atas benda tidak bergerak ( Hipotik
) maka harus didaftarkan didalam register umum.

6. Asas Spesialiteit. Hipotik hanya dapat diadakan atas benda benda yang ditunjuk secara
khusus ( letaknya, luasnya, batas-batasnya ).

7. Asas Reciprositas. Seorang anak wajib menghormati orang tuanya serta tunduk kepada
mereka dan orang tua wajib memelihara dan membesarkan anaknya yang belum dewasa
sesuai dengan kemampuannya masing-masing ( Pasal 298 BW , dan seterusnya ).

8. Asas Kebebasan berkontrak ( freedom of conctract / beginsel der contractsvrijheid ).


Para pihak berhak secara bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isinya sepanjang
memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.

9. Asas Pacta Sunt Servanda ( janji itu mengikat ). Suatu perjanjian berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

10. Asas Konsensualitas. Suatu perjanjian sudah sah dan mengikat ketika telah tercapai
kesepakatan para pihak dan sudah memenuhi sayarat sahnya kontrak

11. Asas Batal Demi Hukum. Suatu asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian itu batal
demi hukum apabila tidak memenuhi syarat obyektif.

12. Asas Kepribadian. Suatu asas yang menyatakan bahwa seseorang hanya boleh
melakukan perjanjian untuk dirinya sendiri.
13. Asas Canselling. Suatu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang tidak memenuhi
syarat subyektif dapat dimintakan pembatalan.

15. Asas Actio Pauliana. Hak kreditur untuk mengajukan pembatalan terhadap segala
perbuatan yang tidak perlu dilakukan oleh debitur yang merugikannya.

14. Asas Persamaan. Para kreditor mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat
terhadap barang-barang milik debitor.

17. Asas Preferensi. Para kreditor yang memegang hipotik, gadai dan privelegi diberi hak
prseferensi yaitu didahulukan dal;am pemenuhan piutangnya. Asas ini merupakan
penyimpangan dari asas persamaan.

15. Zakwaarneming ( 1345 BW ). Asas dimana seseorang yang melakukan pengurusan


terhadap benda orang lain tanpa diminta oleh orang yang bersangkutan, maka ia wajib
mengurusnya sampai tuntas.

16. Asas Droit invialablel et sarce. Hak milik tidak dapat diganggu gugat.

17. Asas Kepentingan. Dalam setiap perjanjian pertanggungan ( asuransi ) diharuskan


adanya kepentingan ( Insurable interest Pasal 250 KUHD ).

18. Asas Monogami. Dalam suatu perkawinan seorang laki laki hanya boleh memiliki
seorang perempuan sebagai isterinya dan seorang perempuan hanya boleh memiliki
seorang suami.

19. Asas Hakim bersifat menunggu. Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan
sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Hakim hanya menunggu saja.

20. Asas Hakim Pasif. Ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim
untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang breperkara dan bukan oleh
hakim.

24. Asas Mendengar Kedua belah pihak. Didalam hukum acara perdata, kedua belah pihak
harus diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama.

25. Asas beracara dikenakan biaya. Biaya ini meliputi biaya kepaniteraan, biaya materai dan
biaya untuk pemberitahuan para pihak. Namun bagi pihak yang tidak mampu berdasarkan
keteranganyang berwenang dapat berperkara tanpa biaya ( Prodeo ).

26. Asas Actor Sequitur Forum Rei. Gugatan harus diajukan ditempat dimana tergugat
bertempat tinggal.

27. Asas Gugatan Balasan, dapat diajukan dalam tiap perkara ( Pasal 132 a HIR ).

28. Unus Testis Nullus Testis. Satu saksi bukan sanksi, maksudnya keterangan seorang
saksi harus dilengkapi dengan bukti-bukti lain.

V. ASAS ASAS DALAM HUKUM TATA NEGARA.


1. Asas Ius Sanguinis. Untuk menentukan kewarga negaraan seseorang berdasarkan
pertalian darah atau keturunan dari orang yang bersangkutan.

2. Asas Ius Soli. Menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat / negara


dimana orang tersebut dilahirkan.

3. Asas Bipatride. Asas dimana seseorang dimungkinkan mempunyai kewarganegaraan


rangkap.

4. Asas Apatride. Seseorang sama sekali tidak memiliki kewarga negararaan.

5. Asas Desentralisasi. Asas dimana urusan Pemerintahan yang telah diserahkan oleh
pemerintah pusat kepada daerah, sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan wewenang
pemerintah daerah yang bersangkutan.

6. Asas Dekonsentralisasi. Asas dimana Urusan Pemerintah Pusat yang tidak dapat
diserahkan kepada pemerintah daerah dilakukan oleh perangkat pemerintah pusat didaerah
yang bersangkutan.

7. Asas Medebewind ( Tugas Pembantuan ). Penentuan kebijaksanaan, perencanaan dan


pembiayaan tetap ditangan pemerintah pusat tetapi pelaksanaannya ada pada pemerintah
daerah.

8. Asas Welfare state ( negera kesejahteraan ). Pemerintah Pusat bertugas menjaga


keamanan dalam arti seluas-luasnya dengan mengutamakan kesejahteraan rakyat.

9. Asas Priorrestraint ( kendali dini ). Suatu asas yang mempunyai makna pencegahan
untuk mengadakan unjuk rasa setelah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

10. Asas Non Lisensi, yaitu suatu asas yang lebih terkait dengan kemerdekaan atau
kebebasan menyampaikan pendapat dalam bentuk tulisan.

11. Asas Naturalisasi ( pewarganegaraan ). Suatu asas dimana seseorang yang telah
dewasa dapat mengajukan permohonan menjadi warga negara ( Indonesia ) melalui
Pengadilan Negeri.

VI. ASAS ASAS DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA.


1. Asas Ne Bis Vexari Rule. Merupakan asas yang menghendaki agar setiap tindakan
administrasi negara harus didasarkan atas undang undang dan hukum.

2. Asas Principle of legality ( kepastian hukum ). Asas yang menghendaki dihormatinya hak
yang telah diperoleh seseorang berdasarkan keputusan badan atau pejabat administrasi
negara.

3. Principle of proportionality ( asas keseimbangan ). Asas yang menghendaki proporsi yang


wajar dalam penjatuhan hukuman bagi pegawai yang melakukan kesalahan.
4. Principle of equality ( asas Kesamaan dalam pengambilan keputusan ). Dalam
menghadapi suatu kasus dan fakta yang sama, seluruh alat administrasi negara harus
dapat mengambil keputusan yang sama.

5. Principle of Carefness ( asas bertindak cermat ). Asas yang menghendaki agar


administrasi negara senantiasa bertindak hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi
masyarakat.

6. Principle of Motivation ( asas motifasi untuk setiap keputusan ). Dalam mengambil suatu
keputusan, pejabat administrasi negara / pemerintah harus bersandar pada alasan /
motifasi yang kuat, benar, adil dan jelas.

7. Principle of non Minuse of Competence ( asas jangan mencampur adukkan kewenangan


). Dalam pengambilan suatu keputusan, pejabat administrasi negara jangan menggunakan
kewenangan atau kekuasaan.

8. Principle of Fair Play ( Asas Permainan yang layak ). Agar Pejabat Pemerintah /
administrasi negara memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga negara /
masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil.

9. Principle of Resonable or Prohibition of Arbitrariness. ( Asas Kewajaran dan keadilan ).


Dalam melakukan tindakan, pemerintah tidak boleh berlaku sewenang-wenang atau
berlaku tidak wajar / layak.

10. Principle of meeting Raised Expectation ( Menanggapi harapan yang wajar ). Asas yang
menghendaki agar pemerintah dapat menimbulkan pengharapan-pengharapan yang wajar
bagi kepentingan rakyat.

11. Principle of undoing the Consequence of annule Decision. Asas yang meniadakan
akibat-akibat dari Pembatalan suatu keputusan.

12. Principle of Protecting the personal way of life. Asas perlindungan terhadap Pandangan
hidup setiap pribadi.

13. Principle of public service ( asas Penyelenggaraan kepentingan umum ). Agar


pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum.

14. Asas Kebijaksanaan ( Sapientia ). Pejabat Administrasi negara senantiasa harus selalu
bijaksana dalam melaksanakan tugasnya.

VII. ASAS ASAS PERADILAN ADMINISTRASI.


1. Asas Kesatuan Beracara. Untuk menegakkan hukum material, maka harus ada kesatuan
atau keseragaman beracara bagi peradilan administrasi diseluruh wilayah negara.

2. Asas Keterbukaan Persidangan. Pada asasnya sidang terbuka untuk umum, kecuali
apabila sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau berkaitan dengan
keselamatan negara, tetapi putusannya tetap dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk
umum.
3. Asas Musyawarah dan Perdamaian. Asas ini memungkinkan para pihak untuk
bermusyawarah guna mencapai perdamaian diluar persidangannya. Konsekwensinya
Penggugat mencabut gugatannya. Apabila pencabutan gugatan ini dikabulkan , maka
Hakim ( Ketua Majelis ) memerintahkan kepada Panitera untuk mecoret gugatan dari
register perkara. Perintah pencoretan ini harus diucapkan dalam persidangan yang terbuka
untuk umum.

4. Asas Hakim Aktif. Untuk menemukan kebenaran materiil atas sengketa yang
diperiksanya maka hakim berperan aktif.

5. Asas Pembuktian Bebas. Hakim tidak terikat terhadap alat bukti yang diajukan para pihak
dan penilaian pembuktian diserahkan sepenuhnya kepada hakim. Hakim dapat menguji
aspek lainnya diluar sengketa.

6. Asas Audit Et Alteram Partem. Asas ini mewajibkan pada hakim untuk mendengar kedua
belah pihak secara bersama-sama, termasuk dalam hal kesempatan memberikan alat-alat
bukti dan menyampaikan kesimpulan. Asas ini merupakan implementasi asas persamaan.

7. Asas Het Vermoeden van Rechtmatigheid atau Presumtio Justea Causa. Asas ini
menyatakan bahwa demi kepastian hukum, setiap keputusan tata usaha negara yang
dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih
dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan belum dinyatakan oleh Hakim Administrasi
sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.

8. Asas Pemeriksaan Segi Rechtmatigheid dan Larangan Pemeriksaan Segi Doelmatigheid.


Hakim tidak boleh atau dilarang melakukan pengujian dari segi Kebijaksanaan
(doelmatigheid) suatu keputusan yang disengketakan meskipun Hakim tidak sependapat
dengan keputusan tersebut, sebatas keputusan itu bukan merupakan keputusan yang
bersifat sewenang-wenang ( willikeur / a bus de droit ). Jadi Hakim hanya berwenang
memeriksa segi rechmatigheid suatu keputusan tata usaha negara, karena hal itu berkaitan
dengan asas legalitas dimana setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan atas hukum.

9. Asas Pengujian Ex tune. Pengujian Hakim Peradilan Administrasi hanya terbatas pada
fakta fakta atau keadaan hukum pada saat keputusan tata usaha negara dikeluarkan.

10. Asas Kompensasi. Pemulihan hak-hak penggugat dalam kemampuan kedudukan, harkat
dan martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula, sebelum adanya keputusan yang
disengketakan.Apabila Tergugat tidak mungkin dikembalikan pada jabatan semula maka
dapat ditempuh cara lain dengan membayar sejumlah uang atau bentuk kompensasi
lainnya.

11. Asas Putusan Bersifat Erga Omnes. Putusan Hakim Peradilan administrasi mempunyai
kekuatan mengikat terhadap sengketa yang mengandung persamaan yang mungkin timbul
dimasa datang.

12. Asas Netral. Peradilan Administrasi harus bebas dan merdeka.


13. Asas Sederhana, Cepat, Adil, Mudah dan Murah. Maksudnya, prosedur beracara
dirumuskan dengan sederhana dan mudah dimengerti serta tidak berbelit-belit, dengan
biaya yang ringan yang terjangkau oleh pencari keadilan.

14. Asas Negara Hukum Indonesia. Eksistensi Peradilan Administrasi merupakan


perwujudan dari cita-cita negara hukum dan salah satu unsur Negara Hukum adalah
Peradilan Administrasi.

VIII. ASAS ASAS DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM PERDATA


INTERNASIONAL.
1. Asas Independent ( kemerdekaan ). Suatu Negara berdiri sendiri, merdeka dari dari
negara lainnya.

2. Asas Exteritorial. Seorang Diplomat / Duta yang ditugaskan disuatu negara harus
dianggap berada diluar wilayah negara dimana dia ditempatkan tersebut.

3. Asas Souvereignity. Kedaulatan suatu negara mempunyai kekuasaan yang tertinggi.

4. Asas Receprocitet. Apabila suatu negara menerima duta dari negara sahabat, maka
negara itu juga harus mengirimkan dutanya.

5. Asas Statuta mixta. Dalam menghukum suatu perbuatan, digunakan hukum negara
dimana perbuatan itu dilakukan.

6. Asas Personalitas.Asas untuk menentukan status personal pribadi seseorang yang


berlaku baginya adalah Hukum Nasionalnya / negaranya ( Lex Partriae ).

7. Asas Teritorialitas. Yang berlaku bagi seseorang adalah hukum negara dimana dia
berdomilisi ( Lex domicili ).

8. Mobilia Personam Sequuntur. Status hukum benda-benda bergerak mengikuti status


hukum orang yang menguasainya.

9. Lex Rei Sitae, Lex Situs. Status hukum benda tidak bergerak / tetap, tunduk kepada
hukum dimana benda itu berada (Statuta realita).

10. Lex Loci Contractus.. Dalam Perjanjian Perdata Internasional, hukum yang berlaku
adalah hukum negara dimana perjanjian dibuat.

11. Lex Loci Solotionis. Hukum yang berlaku adalah hukum negara dimana perjanjian itu
dilaksanakan.

12. Lex Loci Delicti Commissi. Apabila terjadi perbuatan melanggar hukum / wan prestasi,
maka yang berlaku adalah hukum negara dimana penyelewengan perdata itu terjadi.

13. Lex Fori. Dalam hal terjadi penyelewengan perdata, hukum yang berlaku adalah hukum
negara dimana perkara diadili.

14. Lex Loci Actus. Berlaku hukum dimana dilakukannya suatu perbuatan hukum.
15. Lex Partriae. Hukum yang berlaku bagi para pihak atau salah satu pihak dalam
berperkara adalah Hukum kewarganegaraannya.

16. Lex Locus Delicti. Hukum yang berlaku untuk menyelesaikan suatu perkara adalah
hukum dimana perbuatan hukum tersebut dilakukan.

17. Lex Causae. Hukum yang akan dipergunakan adalah hukum yang berlaku bagi
persoalan pokok ( pertama ) yang mendahului persoalan yang akan diselesaikan kemudian.

18. Lex Actus. Hukum dari negara yang mempunyai hubungan erat dengan transaksi yang
dilakukan.

19. Lex Originis. Ketentuan hukum mengenai status dan kekuasaan atas subyek hukum
tetap berlaku diluar negeri.

20. Lex Loci Celebrationis. Syarat formalitas berlangsungnya perkawinan, berlaku hukum
dari negara dimana perkawinan dilangsungkan. ( locus regit actum ).

21. Monogami. Asas dalam suatu perkawinan dimana seorang laki-laki hanya boleh memiliki
seorang perempuan sebagai isteri dan seorang perempuan hanya boleh memiliki seorang
suami.

22. Poligami. Asas dimana dalam suatu perkawinan seorang laki-laki diperbolehkan memiliki
lebih dari seorang isteri.

23. Resiprositas. Asas Timbal balik / Pembalasan. Ini biasanya berlaku dalam hal hak dan
kewjiban suatu negara terhadap negara lain.

IX. ASAS ASAS DALAM HUKUM ADAT.


1. Asas Communal ( sifat kebersamaan ). Manusia menurut hukum adat merupakan
makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat dengan rasa kebersamaan meliputi
seluruh lapangan hukum adat.

2. Mempunyai sifat yang sangat Visuil. Artinya, hubungan-hubungan hukum dianggap


hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat. ( tanda yang
kelihatan ).

3. Bersifat serba kongkrit. Hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-
ulangnya perhubungan-perhubungan dalam hidup yang kongkrit. Sistem hukum adat
mempergunakan bentuk perhubungan hukum yang serba kongkrit, misalnya bagaimana
keadaan teman-teman dalam kelompok masyarakat, perhubungan perkawinan antara dua
klan yang eksogen, perhubungan jual beli pada perjanjian atas tanah dan sebagainya.

X. ASAS ASAS DALAM HUKUM PAJAK.


1. Asas Legal. Setiap pungutan pajak harus didasarkan atas undang-undang.

2. Asas Domisili ( tempat tinggal ). Negara dimana seseorang ( wajib pajak ) berkediaman,
berhak mengenakan pajak terhadap wajib pajak tersebut dari semua pendapatan dimana
saja didapat.
3. Asas Sumber. Cara pemungutan pajak yang tergantung atau didasarkan pada adanya
sumber disuatu negara. Negara dimana sumber sumber penghasilan itu berada, berhak
memungut pajak, dengan tidak mengingat dimana wajib pajak berada.

4. Asas kepastian hukum. Hakekat perpajakan tidak menimbulkan pengertian ganda agar
tidak menimbulkan kesempatan untuk melakukan penyimpangan.

5. Asas Sederhana. Peraturan perpajakan haruslah sederhana/ simpel sehingga tidak bisa
terjadi berbagai penafsiran.

6. Asas Adil. Pajak ditekankan pada keadilan, dengan membebankan pajak sesuai daya
pikul masyarakat.

6. Asas Ekonomis, effisien. Pajak dipungut untuk membangun sarana-sarana bagi


kepentingan masyarakat ( kurang mampu ) . Dan dengan biaya pungutan yang serendah-
rendahnya.

7. Asas Non Distorsi. Pajak tidak boleh menimbulkan distorsi ekonomi, inflasi, psikologikal
effeck dan kerusakan-kerusakan.

XI. ASAS ASAS DALAM HUKUM AGRARIA.


1. Asas Dikuasai oleh Negara. Asas ini didasarkan pada Pasal 31 ayat (3) yo Pasal 2 UUPA,
yang menyatakan bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara. Dikuasai artinya berbeda dengan dimiliki.

2. Asas Hak Milik Berfungsi Sosial. Maksudnya penggunaan tanah hak milik tetap harus
disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya, hingga bermanfaat bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan bagi pemilik maupun bagi masyarakat luas ( dianut dalam
UUPA ).

Anda mungkin juga menyukai