2. Asas Non Retro aktif. Suatu undang-undang tidak boleh berlaku surut
4. Lex posteriori derogat legi priori. Undang-undang yang lama dinyatakan tidak berlaku
apabila ada undang-undang yang baru yang mengatur hal yang sama.
5. Lex Superior derogat legi inforiori. Hukum yang lebih tinggi derajatnya
mengesampingkan hokum / peraturan yang derajatnya dibawahnya.
6. UU Tidak dapat diganggu gugat, artinya siapapun tidak boleh melakukan uji material
atas isi undang-undang, kecuali oleh Mahkamah Konstitusi.
2. Asas .Kedaulatan Rakyat. Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Asas Negara Hukum dengan prinsip Rule of Law. Dengan ciri-cirinya adalah : Pengakuan
dan Perlindungan HAM, Peradilan yang bebas dan legalitas dalam segala bentuknya.
5. Asas Kewarganegaraan.
2. Asas Culpabilitas. Nulla poena sine culpa, artinya tiada pidana tanpa kesalahan.
3. Asas Opportunitas. Penuntut umum berwenang untuk tidak melakukan penuntutan
dengan pertimbangan demi kepentingan umum.
5. Asas in dubio pro reo. Dalam hal terjadi keragu raguan maka yang diberlakukan adalah
peraturan yang paling menguntungkan terdakwa.
6. Asas Persamaan dimuka Hukum. Artinya setiap orang harus diperlakukan sama didepan
hukum tanpa membedakan suku, agama, pangkat , jabatan dan sebagainya.
7. Asas Perintah tertulis dari yang berwenang. Artinya bahwa setiap penangkapan,
penggeledahan, penahanan dan penyitaan harus dilakukan berdasarkan perintah tertulis
dari pejabat yang diberi wewenang oleh UU dan hanya dalam hal dan cara yang diatur oleh
UU.
8. Asas Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak.
Asas ini menghendaki proses pemeriksaan tidak berbelit belit dan untuk melindungi hak
tersangka guna mendapat pemeriksaan dengan cepat agar segera didapat kepastian
hukum. ( Pasal 24 dan 50 KUHAP).
9. Asas harus hadirnya terdakwa. Pangadilan dalam memeriksa perkara pidana harus
dengan hadirnya terdakwa.
10. Asas Terbuka untuk Umum. Sidang pemeriksaan perkara pidana harus terbuka untuk
umum, kecuali diatur oleh UU dalam perkara tertentu seperti perkara kesusilaan, sidang
tertutup untuk umum tetapi pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang
terbuka untuk umum.
11. Asas Bantuan Hukum. Seseorang yang tersangkut perkara pidana wajib diberi
kesempatan untuk memperoleh Bantuan Hukum secara cuma-cuma untuk kepentingan
pembelaan dirinya ( Pasal 35 dan 36 UU No.14 Tahun 1970 yo Pasal 54, 55 dan 56
KUHAP).
11. Putusan Hakim harus disertai alasan-alasan. Semua putusan harus memuat alasan-
alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan ini harus mempunyai nilai yang
obyektif.
12. Asas Nebis in idem. Seseorang tidak dapat dituntut lagi karena perbuatan yang sudah
pernah diajukan kemuka pengadilan dan sudah mendapat putusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap.
13. Asas Kebenaran Material. ( kebenaran dan kenyataan ). Pemeriksaan dalam perkara
pidana, tujuannya untuk mengatahui apakah faktanya / senyatanya benar-benar telah
terjadi pelanggaran / kejahatan.
14. Asas ganti rugi dan rehabilitasi. Hak bagi tersangka / terdakwa / terpidana untuk
mendapatkan ganti rugi / rehabilitasi atas tindakan terhadap dirinya sejak dalam proses
penyidikan. Diatur dalam Pasal 95 dan 97 KUHAP.
IV. ASAS ASAS DALAM HUKUM PERDATA DAN HUKUM ACARA PERDATA.
1. Asas Hukum Benda merupakan Dwingendrecht. Hak hak kebendaan tidak akan
memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan dalam dalam
undang undang. Dengan lain perkataan, kehendak para pihak itu tidak dapat
mempengaruhi isi hak kebendaan.
2. Asas Individualiteit. Obyek hak kebendaan selalu merupakan barang yang individueel
bepaald, yaitu barang yang dapat ditentukan . Artinya seseorang hanya dapat memiliki
barang yang berwujud yang merupakan kesatuan.
3. Asas Totaliteit. Seseorang yang mempunyai hak atas suatu barang maka ia mempunyai
hak atas keseluruhan barang itu / bagian-bagian yang tidak tersendiri.
5. Asas Publiciteit. Dalam hal pembebanan tanggungan atas benda tidak bergerak ( Hipotik
) maka harus didaftarkan didalam register umum.
6. Asas Spesialiteit. Hipotik hanya dapat diadakan atas benda benda yang ditunjuk secara
khusus ( letaknya, luasnya, batas-batasnya ).
7. Asas Reciprositas. Seorang anak wajib menghormati orang tuanya serta tunduk kepada
mereka dan orang tua wajib memelihara dan membesarkan anaknya yang belum dewasa
sesuai dengan kemampuannya masing-masing ( Pasal 298 BW , dan seterusnya ).
9. Asas Pacta Sunt Servanda ( janji itu mengikat ). Suatu perjanjian berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
10. Asas Konsensualitas. Suatu perjanjian sudah sah dan mengikat ketika telah tercapai
kesepakatan para pihak dan sudah memenuhi sayarat sahnya kontrak
11. Asas Batal Demi Hukum. Suatu asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian itu batal
demi hukum apabila tidak memenuhi syarat obyektif.
12. Asas Kepribadian. Suatu asas yang menyatakan bahwa seseorang hanya boleh
melakukan perjanjian untuk dirinya sendiri.
13. Asas Canselling. Suatu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang tidak memenuhi
syarat subyektif dapat dimintakan pembatalan.
15. Asas Actio Pauliana. Hak kreditur untuk mengajukan pembatalan terhadap segala
perbuatan yang tidak perlu dilakukan oleh debitur yang merugikannya.
14. Asas Persamaan. Para kreditor mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat
terhadap barang-barang milik debitor.
17. Asas Preferensi. Para kreditor yang memegang hipotik, gadai dan privelegi diberi hak
prseferensi yaitu didahulukan dal;am pemenuhan piutangnya. Asas ini merupakan
penyimpangan dari asas persamaan.
16. Asas Droit invialablel et sarce. Hak milik tidak dapat diganggu gugat.
18. Asas Monogami. Dalam suatu perkawinan seorang laki laki hanya boleh memiliki
seorang perempuan sebagai isterinya dan seorang perempuan hanya boleh memiliki
seorang suami.
19. Asas Hakim bersifat menunggu. Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan
sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Hakim hanya menunggu saja.
20. Asas Hakim Pasif. Ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim
untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang breperkara dan bukan oleh
hakim.
24. Asas Mendengar Kedua belah pihak. Didalam hukum acara perdata, kedua belah pihak
harus diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama.
25. Asas beracara dikenakan biaya. Biaya ini meliputi biaya kepaniteraan, biaya materai dan
biaya untuk pemberitahuan para pihak. Namun bagi pihak yang tidak mampu berdasarkan
keteranganyang berwenang dapat berperkara tanpa biaya ( Prodeo ).
26. Asas Actor Sequitur Forum Rei. Gugatan harus diajukan ditempat dimana tergugat
bertempat tinggal.
27. Asas Gugatan Balasan, dapat diajukan dalam tiap perkara ( Pasal 132 a HIR ).
28. Unus Testis Nullus Testis. Satu saksi bukan sanksi, maksudnya keterangan seorang
saksi harus dilengkapi dengan bukti-bukti lain.
5. Asas Desentralisasi. Asas dimana urusan Pemerintahan yang telah diserahkan oleh
pemerintah pusat kepada daerah, sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan wewenang
pemerintah daerah yang bersangkutan.
6. Asas Dekonsentralisasi. Asas dimana Urusan Pemerintah Pusat yang tidak dapat
diserahkan kepada pemerintah daerah dilakukan oleh perangkat pemerintah pusat didaerah
yang bersangkutan.
9. Asas Priorrestraint ( kendali dini ). Suatu asas yang mempunyai makna pencegahan
untuk mengadakan unjuk rasa setelah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
10. Asas Non Lisensi, yaitu suatu asas yang lebih terkait dengan kemerdekaan atau
kebebasan menyampaikan pendapat dalam bentuk tulisan.
11. Asas Naturalisasi ( pewarganegaraan ). Suatu asas dimana seseorang yang telah
dewasa dapat mengajukan permohonan menjadi warga negara ( Indonesia ) melalui
Pengadilan Negeri.
2. Asas Principle of legality ( kepastian hukum ). Asas yang menghendaki dihormatinya hak
yang telah diperoleh seseorang berdasarkan keputusan badan atau pejabat administrasi
negara.
6. Principle of Motivation ( asas motifasi untuk setiap keputusan ). Dalam mengambil suatu
keputusan, pejabat administrasi negara / pemerintah harus bersandar pada alasan /
motifasi yang kuat, benar, adil dan jelas.
8. Principle of Fair Play ( Asas Permainan yang layak ). Agar Pejabat Pemerintah /
administrasi negara memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga negara /
masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil.
10. Principle of meeting Raised Expectation ( Menanggapi harapan yang wajar ). Asas yang
menghendaki agar pemerintah dapat menimbulkan pengharapan-pengharapan yang wajar
bagi kepentingan rakyat.
11. Principle of undoing the Consequence of annule Decision. Asas yang meniadakan
akibat-akibat dari Pembatalan suatu keputusan.
12. Principle of Protecting the personal way of life. Asas perlindungan terhadap Pandangan
hidup setiap pribadi.
14. Asas Kebijaksanaan ( Sapientia ). Pejabat Administrasi negara senantiasa harus selalu
bijaksana dalam melaksanakan tugasnya.
2. Asas Keterbukaan Persidangan. Pada asasnya sidang terbuka untuk umum, kecuali
apabila sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau berkaitan dengan
keselamatan negara, tetapi putusannya tetap dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk
umum.
3. Asas Musyawarah dan Perdamaian. Asas ini memungkinkan para pihak untuk
bermusyawarah guna mencapai perdamaian diluar persidangannya. Konsekwensinya
Penggugat mencabut gugatannya. Apabila pencabutan gugatan ini dikabulkan , maka
Hakim ( Ketua Majelis ) memerintahkan kepada Panitera untuk mecoret gugatan dari
register perkara. Perintah pencoretan ini harus diucapkan dalam persidangan yang terbuka
untuk umum.
4. Asas Hakim Aktif. Untuk menemukan kebenaran materiil atas sengketa yang
diperiksanya maka hakim berperan aktif.
5. Asas Pembuktian Bebas. Hakim tidak terikat terhadap alat bukti yang diajukan para pihak
dan penilaian pembuktian diserahkan sepenuhnya kepada hakim. Hakim dapat menguji
aspek lainnya diluar sengketa.
6. Asas Audit Et Alteram Partem. Asas ini mewajibkan pada hakim untuk mendengar kedua
belah pihak secara bersama-sama, termasuk dalam hal kesempatan memberikan alat-alat
bukti dan menyampaikan kesimpulan. Asas ini merupakan implementasi asas persamaan.
7. Asas Het Vermoeden van Rechtmatigheid atau Presumtio Justea Causa. Asas ini
menyatakan bahwa demi kepastian hukum, setiap keputusan tata usaha negara yang
dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih
dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan belum dinyatakan oleh Hakim Administrasi
sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.
9. Asas Pengujian Ex tune. Pengujian Hakim Peradilan Administrasi hanya terbatas pada
fakta fakta atau keadaan hukum pada saat keputusan tata usaha negara dikeluarkan.
10. Asas Kompensasi. Pemulihan hak-hak penggugat dalam kemampuan kedudukan, harkat
dan martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula, sebelum adanya keputusan yang
disengketakan.Apabila Tergugat tidak mungkin dikembalikan pada jabatan semula maka
dapat ditempuh cara lain dengan membayar sejumlah uang atau bentuk kompensasi
lainnya.
11. Asas Putusan Bersifat Erga Omnes. Putusan Hakim Peradilan administrasi mempunyai
kekuatan mengikat terhadap sengketa yang mengandung persamaan yang mungkin timbul
dimasa datang.
2. Asas Exteritorial. Seorang Diplomat / Duta yang ditugaskan disuatu negara harus
dianggap berada diluar wilayah negara dimana dia ditempatkan tersebut.
4. Asas Receprocitet. Apabila suatu negara menerima duta dari negara sahabat, maka
negara itu juga harus mengirimkan dutanya.
5. Asas Statuta mixta. Dalam menghukum suatu perbuatan, digunakan hukum negara
dimana perbuatan itu dilakukan.
7. Asas Teritorialitas. Yang berlaku bagi seseorang adalah hukum negara dimana dia
berdomilisi ( Lex domicili ).
9. Lex Rei Sitae, Lex Situs. Status hukum benda tidak bergerak / tetap, tunduk kepada
hukum dimana benda itu berada (Statuta realita).
10. Lex Loci Contractus.. Dalam Perjanjian Perdata Internasional, hukum yang berlaku
adalah hukum negara dimana perjanjian dibuat.
11. Lex Loci Solotionis. Hukum yang berlaku adalah hukum negara dimana perjanjian itu
dilaksanakan.
12. Lex Loci Delicti Commissi. Apabila terjadi perbuatan melanggar hukum / wan prestasi,
maka yang berlaku adalah hukum negara dimana penyelewengan perdata itu terjadi.
13. Lex Fori. Dalam hal terjadi penyelewengan perdata, hukum yang berlaku adalah hukum
negara dimana perkara diadili.
14. Lex Loci Actus. Berlaku hukum dimana dilakukannya suatu perbuatan hukum.
15. Lex Partriae. Hukum yang berlaku bagi para pihak atau salah satu pihak dalam
berperkara adalah Hukum kewarganegaraannya.
16. Lex Locus Delicti. Hukum yang berlaku untuk menyelesaikan suatu perkara adalah
hukum dimana perbuatan hukum tersebut dilakukan.
17. Lex Causae. Hukum yang akan dipergunakan adalah hukum yang berlaku bagi
persoalan pokok ( pertama ) yang mendahului persoalan yang akan diselesaikan kemudian.
18. Lex Actus. Hukum dari negara yang mempunyai hubungan erat dengan transaksi yang
dilakukan.
19. Lex Originis. Ketentuan hukum mengenai status dan kekuasaan atas subyek hukum
tetap berlaku diluar negeri.
20. Lex Loci Celebrationis. Syarat formalitas berlangsungnya perkawinan, berlaku hukum
dari negara dimana perkawinan dilangsungkan. ( locus regit actum ).
21. Monogami. Asas dalam suatu perkawinan dimana seorang laki-laki hanya boleh memiliki
seorang perempuan sebagai isteri dan seorang perempuan hanya boleh memiliki seorang
suami.
22. Poligami. Asas dimana dalam suatu perkawinan seorang laki-laki diperbolehkan memiliki
lebih dari seorang isteri.
23. Resiprositas. Asas Timbal balik / Pembalasan. Ini biasanya berlaku dalam hal hak dan
kewjiban suatu negara terhadap negara lain.
3. Bersifat serba kongkrit. Hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-
ulangnya perhubungan-perhubungan dalam hidup yang kongkrit. Sistem hukum adat
mempergunakan bentuk perhubungan hukum yang serba kongkrit, misalnya bagaimana
keadaan teman-teman dalam kelompok masyarakat, perhubungan perkawinan antara dua
klan yang eksogen, perhubungan jual beli pada perjanjian atas tanah dan sebagainya.
2. Asas Domisili ( tempat tinggal ). Negara dimana seseorang ( wajib pajak ) berkediaman,
berhak mengenakan pajak terhadap wajib pajak tersebut dari semua pendapatan dimana
saja didapat.
3. Asas Sumber. Cara pemungutan pajak yang tergantung atau didasarkan pada adanya
sumber disuatu negara. Negara dimana sumber sumber penghasilan itu berada, berhak
memungut pajak, dengan tidak mengingat dimana wajib pajak berada.
4. Asas kepastian hukum. Hakekat perpajakan tidak menimbulkan pengertian ganda agar
tidak menimbulkan kesempatan untuk melakukan penyimpangan.
5. Asas Sederhana. Peraturan perpajakan haruslah sederhana/ simpel sehingga tidak bisa
terjadi berbagai penafsiran.
6. Asas Adil. Pajak ditekankan pada keadilan, dengan membebankan pajak sesuai daya
pikul masyarakat.
7. Asas Non Distorsi. Pajak tidak boleh menimbulkan distorsi ekonomi, inflasi, psikologikal
effeck dan kerusakan-kerusakan.
2. Asas Hak Milik Berfungsi Sosial. Maksudnya penggunaan tanah hak milik tetap harus
disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya, hingga bermanfaat bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan bagi pemilik maupun bagi masyarakat luas ( dianut dalam
UUPA ).