ASHIFA
ELMA YUNITA
MAILAN TOMY
MARSELITA PUSPARANI
MULYANA
M. IMAM TUBAGUS.S
SEMESTER :4
KATA PENGANTAR
Pertama kami mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan kepada kami sehingga makalah yang berjudul "Trauma Brain Injury"
dapat selesai dengan tepat waktu yang telah ditentukan. Dalam kata pengantar ini kami selaku
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak/ Ibu yang telah membimbing
kami dalam penulisan makalah ini. Disamping sebagai penugasan dalam materi ini. Kami
sebagai penulis juga ingin menyampaikan informasi yang ada dalam penyakit Trauma Brain
Injury. Kami berharap dengan makalah ini pembaca dapat mengambil informasi yang akan
digunakan, kelak juga dapat menambah sedikit banyak pengetahuan tentang penyakit Trauma
Brain Injury.
Demikian kata pengantar dari kami selaku penulis dalam makalah ini , kurang
lebihnya kami ucapkan mohon maaf sebesar besarnya. Atas perhatiannya, kami ucapkan
terima kasih.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar belakang .......................................................................................................
B.Tujuan makalah .....................................................................................................
C.Rumusan masalah ..................................................................................................
D.Manfaat .................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.Definisi Trauma Brain Injury ................................................................................
B.Epidemiologi Trauma Brain Injury .......................................................................
C.Klasifikasi Trauma Brain Injury ............................................................................
D.Patofisiologi Trauma Brain Injury ........................................................................
E.Patologi Trauma Brain Injury ................................................................................
F.Pemeriksaan Klinis .................................................................................................
Trauma kepala merupakan suatu traume yang mengenai daerah kulit kepala baik
mengenai tulang tengkorak atau otak akibat terbenturnya atau terjadinya injury baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Seorang perawat sangat berperan di dalam penanganan gawat darurat dalam kasus
trauma kepala, bagaimana cara kita melakukan pengkajian keperawatan tentang trauma
kepala sampai dengan melakukan evaluasi dari kasus yang telah tersedia
2. Trauma kepala sedang, apabila trauma kepala yang dapat mengakibatkan kehilangan
kesadaran dan bisa mengakibatkan amnesia lebih dari 30 menit namun kurang dari 24
jam
3. Trauma kepala berat, apabila trauma kepala yang dapat mengakibatkan kehilangan
kesadaran dan menyebabkan amnesia lebih dari 24 jam
Sedangkan jenisnya dapat di bagi menjadi 2 yaitu trauma kepala sobek pada kulit
kepala dan fraktur pada tulang tengkorak.
TUJUAN MAKALAH
MANFAAT
1. Definisi
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
2. Epidemiologi
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di
Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan
CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10%dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-
50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.
3. Klasifikasi
Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis, tiga
jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera
kepala serta berdasar morfologi.
Berdasarkan mekanisme
Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh, atau pukulan benda tumpul.
Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau pukulan benda
tumpul.
Berdasarkan beratnya
Berdasarkan morfologi
Fraktura tengkorak
Kalvaria
Dasar tengkorak
Lesi intracranial
Fokal
Epidural
Subdural
Intraserebral
1.Difusa
2.Komosio ringan
3.Komosio klasik
4. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terja di dalam dua tahap yaitu cedera primer
dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung
dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras
maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala
dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup.
Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan
daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan
akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak
dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang
tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak
lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(contrecoup).
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang
timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan
neurokimiawi.
a. Fraktura Tengkorak
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria
ditentukan apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressed atau non depressed.
Fraktur tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT scan
dengan setelan jendela-tulang untuk memperlihatkan lokasinya. Sebagai pegangan umum,
depressed fragmen lebih dari ketebalan tengkorak (> 1 tabula) memerlukan operasi elevasi.
Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara laserasi scalp
dan permukaan serebral karena duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi
perbaikan segera.
Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat
dirumah sakit untuk pengamatan, tidak peduli bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.
b. Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk
cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma
subdural, dan kontusi (atau hematoma in traserebral). Pasien pada kelompok cedera otak
difusa, secara umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan
sensorium atau bahkan koma dalam. Basis selular cedera otak difusa menjadi lebih jelas
padatahun-tahun terakhir ini.
Lesi Fokal
Hematoma Epidural
Epidural Hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara
tabula interna dan duramater. Paling sering terletak diregio temporal atau temporal-parietal
dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media.
Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya
biasanya masih terbatas. Out come langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi.
Mortalitas dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien
obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.
Hematoma Subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan
arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita
dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara
korteks serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi
permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak.
Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat
lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%,
namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis
agresif.
Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu
berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan
temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak.
Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya.
Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi
hematoma intraserebral dalam beberapa hari.
6. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala secara umum meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis. Pada
anamnesis informasi penting yang harus ditanyakan adalah mekanisme trauma. Pada
pemeriksaan fisik secara lengkap dapat dilakukan bersamaan dengan secondary survey.
Pemeriksaan meliputi tanda vital dan sistem organ. Penilaian GCS awal saat penderita
datang ke rumah sakit sangat penting untuk menilai derajat kegawatan cedera kepala.
Pemeriksaan neurologis, selain pemeriksaan GCS, perlu dilakukan lebih dalam, mencakup
pemeriksaan fungsi batang otak, saraf kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, dan refleks-
refleks.
Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Fleksi normal 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada reaksi 1
Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan adalah rontgen
kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu antero posterior dan lateral. Idealnya penderita
cedera kepala diperiksa dengan CT Scan, terutama bila dijumpai adanya kehilangan
kesadaran yang cukup bermakna, amnesia, atau sakit kepala hebat. Indikasi pemeriksaan CT
Scan pada kasus cedera kepala adalah :
bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi cedera kepala sedang
dan berat.
Penatalaksanaan
Fraktura tengkorak
Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
CT scan abnormal
Prinsip penanganan awal padapasien cedera kepala meliputi survei primer dan survei
sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primerhal-hal yang diprioritaskan antara lain airway,
breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi.
Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah
penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.
Indikasi untuk tindakan operatif pada kasus cedera kepala ditentukan oleh kondisi
klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan
panduan sebagai berikut :
kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta
gejala dan tanda fokal neurologis semakin berat
terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat
SARAN
Kami sangat menyadari bahwa penyusunan makalah kami sangatlah kurang dari kata
sempurna, oleh karena itu sebagai pembaca atau dosen yang membaca makalah ini, kami
mohon maaf apabila ada kata-kata yang salah dan kami sebagai manusia membuka hati untuk
dikritik dan saran yang membangun demi penyusunan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA