Anda di halaman 1dari 4

Rahasia Waktu

[Al-Mu`minun: 112-114] :
Allah bertanya, `Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka
menjawab, Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah
kepada orang-orang yang menghitung.` Allah berfirman, `Kalian tidak tinggal (di
bumi) melainkan sebentar saja, kalau kalian benar-benar mengetahui.

Ulama Al-Maraghi memberi penjelasan yang amat lugas dalam tafsirnya.


Menurutnya, pertanyaan Allah kepada para penghuni neraka itu merupakan celaan
dan penghinaan. Maksudnya supaya jelas bagi mereka bahwa kehidupan dunia yang
mereka kira panjang sesungguhnya sangat singkat. Apalagi jika dibandingkan
dengan azab berkepanjangan yang tengah mereka `nikmati`. Ini akibat ketika di
dunia, mereka lalai akan akhirat dan tidak mempergunakan waktu dan kehidupannya
sesuai hakikatnya.

Hasan Al-Bana pernah mengatakan, Waktu adalah kehidupan. Menyia-nyiakan waktu


berarti menyia-nyiakan kehidupan. Begitu pentingnya waktu, sampai Allah
bersumpah dengan waktu. Wal `ashr, demi masa, kata Allah dalam surat al-Ashr.
Betapa Allah juga mementingkan waktu melalui sumpahnya yang lain dengan
menggunakan satuan waktu yang lebih beragam. Misalnya, walfajri, demi waktu
fajar (al-Fajr:1), wadhdhuha, demi waktu dhuha (Adh-Dhuha:1), wallaili, demi waktu
malam (asy-Syams:3), wannahari, demi waktu siang (asy-Syams: 4).

Sesungguhnya di balik perhatian Allah terhadap waktu terdapat pesan penting buat
manusia, yaitu agar mereka juga memperhatikan dan mempergunakan waktu
sebagaimana mestinya yakni dengan beribadah secara total dan ikhlas kepada-Nya.
Tentu saja untuk bisa memperlakukan waktu dengan semestinya itu harus ada
pemahaman yang benar tentang keberadaan dan hakikatnya bagi kehidupan
manusia.

Hal ini penting karena, ternyata dimensi waktu al-Qur`an dan akhirat sangat
berbeda dengan dimensi waktu yang dijalani manusia di dunia. Dengan mengetahui
perbedaan dimensi itu seorang Muslim akan lebih berhati-hati dalam menjalani
kehidupannya, karena ia pasti akan memasuki waktu akhirat sebagai tempat
pembalasan.

Azab yang Mutlak

Dimensi waktu tidak berlaku pada Allah. Dia tidak mengenal adanya siang dan
malam, masa sekarang, masa yang telah lewat maupun masa yang akan datang.
Allah pun tidak berkembang, berkurang, menyusut ataupun berubah. Dia tidak
mengenal masa kanak-kanak dan kemudian beranjak dewasa lalu akhirnya menjadi
tua. Dia tidak berawal dan tidak berakhir.

Waktu adalah sebuah makhluk ciptaan Allah yang paling unik. Karenanya, Dia Maha
Ada sebelum adanya semua makhluk di jagat raya ini, dan Maha Kekal serta Maha
Abadi setelah hancur leburnya seluruh makhluk pada hari akhir (qiyamat nanti).
Allah sudah ada sebelum `waktu` diciptakan, dan Dia akan tetap ada meskipun
`waktu` sudah tak berlaku lagi. Sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Dialah
yang Maha Pertama dan Maha Terakhir. (al-Hadid:3)
Maka ketika al-Qur`an menyebutkan Allah itu sebagai dzat Yang Pertama dan Yang
Terakhir, bukan berarti Dia ada masa permulaan masa berakhirnya. Karena, bagi
Allah tidak ada istilah sebelum atau sesudah.

Allah Maha Hidup dalam eksistensi-Nya yang abadi. Sedangkan manusia baru hidup
ketika ia dilahirkan kemarin. Dan kini ia menjalani kehidupan itu serta hari esok
yang akan ditempuhnya. Adapun sejarah kehidupan manusia, diwarnai oleh berbagai
peristiwa dan kejadian, pada dasarnya telah tertulis serta terangkum dalam al-
Qur`an. Semuanya sudah tercatat sebelum penciptaan alam ini dalam ilmu Allah.
Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Musa `Alaihis salaam: Dan ingatkanlah
mereka kepada hari-hari Allah. (Ibrahim:5)

Yang dimaksud dengan hari-hari Allah adalah berbagai peristiwa yang sudah terjadi
pada ummat-ummat terdahulu. Baik peristiwa berupa kejayaan atau kehancuran,
kenikmatan ataupun siksaan yang mereka alami. Seperti bencana banjir yang
dialami oleh ummat Nabi Nuh As. Angin topan yang menimpa kaum `Aad dan
Tsamud. Gempa bumi yang menimpa kaum Sodom dan Gomorah (kaum Nabi Luth
As) dan lain sebagainya. Semua peristiwa ini terekam dengan jelas dalam sejarah
ummat manusia. Tinggal manusia, apakah mereka mau mengambil pelajaran atau
semata-mata menjadikannya dongeng alias hikayat.

Bagi Allah, sama saja antara masa yang akan terjadi besok ataupun seratus tahun
lagi. Karenanya tidak heran kalau dalam al-Quran, Allah menyebutkan segala
peristiwa yang akan terjadi pada hari qiyamat kelak dengan kata kerja berbentuk
keterangan lampau (madhi, past tense). Padahal peristiwa tersebut baru akan terjadi
di masa mendatang. Sebagaimana firmannya, Kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu
kami kumpulkan mereka itu semuanya. (Al-Kahfi:99)

Dalam ayat itu kata nufikha (meniup) dan jama`naa (kami kumpulkan) adalah kata
kerja berbentuk lampau.

Juga firman-Nya, Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada di langit
dan siapa yang ada di bumi. (Az-Zumar:68)

Seluruh peristiwa yang disebutkan dalam al-Qur`an itu sebenarnya baru akan terjadi
kelak di hari kiamat. Namun ketika Allah menyebutkannya dengan menggunakan
kata kerja berbentuk lampau, di dalamnya pasti terkandung rahasia. Yaitu bahwa
semua yang diberitakan itu merupakan sesuatu yang mutlak dan pasti terjadi.
Sehingga tidak boleh ada keraguan sedikitpun.

Ini merupakan suatu bukti, bahwa Allah itu Maha Tinggi serta Maha Mulia dari
keterbatasan dimensi waktu dan tempat (ruang). Dia adalah dzat yang
memberlakukan waktu dan masa kepada semua makhluknya, hingga Maha Suci
Allah dari keterikatan dengan waktu.

Satu Berbanding Seribu

Al-Qur`an menjelaskan, Allah memberlakukan waktu yang berbeda atas tiap-tiap


jenis makhluknya. Umpamanya, satu hari bagi malaikat Jibril As itu sama dengan 50
ribu tahun lamanya bagi makhluk yang bernama manusia. Al-Qur`an menerangkan
hal ini dengan firman-Nya, Para malaikat dan malaikat Jibril naik kepada Allah dalam
sehari yang ukurannya sama dengan 50 ribu tahun (ukuran manusia). (Al-Ma\'arij:
4)

Sementara itu, ayat lain menjelaskan, satu hari bagi para malaikat sama dengan
seribu tahun lamanya bagi manusia. Sebagaimana firman-Nya, Dia mengatur urusan
dari langit ke bumi kemudian urusan itu naik (dibawa oleh malaikat) kepadanya
dalam satu hari, yang ukuran lamanya seribu tahun menurut perhitunganmu. (as-
Sajdah: 5)

Allah juga mengisyaratkan, Sesungguhnya sehari di sisi Rabbmu adalah seperti


seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung. (Al-Hajj:47)

Apabila seseorang meninggal dunia kemudian nanti dibangkitkan kembali, maka


sebenarnya ia keluar dari satu lorong waktu ke lorong waktu yang lain. Oleh karena
itu, sangat luar biasa bahwa ribuan tahun waktu yang dijalani oleh manusia, baik itu
dalam kubur ataupun hidup di dunia yang fana ini, hal itu bagi Allah hanyalah satu
hari atau sekejap saja.

Dalam hal ini, Allah juga telah mengisyaratkan dalam firman-Nya, Dan pada hari
terjadinya qiyamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa, bahwa mereka tidak
berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja). Seperti itulah mereka selalu
dipalingkan (dari kebenaran). Sedangkan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
dan keimanan berkata kepada orang-orang kafir, Sesungguhnya kamu telah berdiam
(dalam kubur) menurut ketetapan Allah sampai hari kebangkitan. Maka inilah hari
kebangkitan itu, akan tetapi kamu selalu tidak meyakininya. (Ar-Rum:55-56)

Di ayat lain Allah berfirman, Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan
kepada mereka (dimana mereka merasa) seolah-olah tidak tinggal di dunia
melainkan sesaat pada siang hari. Inilah suatu pelajaran yang cukup, maka tidak
dibinasakan melainkan kaum yang fasiq. (Al-Ahqaf: 35) Dalam ayat lain disebutkan
hanya sebatas waktu sore atau pagi. (An-Naazi`aat:46)

Maka jelaslah sudah, bahwa berabad-abad lamanya kehidupan di dunia ini jika
dibandingkan dengan saat kebangkitan dari kubur itu hanya satu hari, atau setengah
hari dan bahkan hanya beberapa saat saja.

Dewasa ini, keanekaragaman lorong waktu itu bisa dijelaskan lewat teori relativitas
Albert Einstein, yang dikembangkan terus oleh ilmuwan lainnya. Setiap susunan tata
surya di alam ini mempunyai kronologi waktunya sendiri. Teori ini membuktikan
bahwa memang ada perbedaan waktu dalam di antara alam ciptaan Allah, yakni
antara alam manusia dan alam malaikat, antara di dunia dan di akhirat.

Kalau manusia kelak akan memasuki alam akhirat, maka dimensi waktu yang
berlaku dimensi akhirat yang perbandingannya antara satu berbanding seribu
sampai 50 ribu. Bayangkan, bagaimana pedihnya siksaan selama berabad-abad di
akhirat (An-Naba: 23), jika perhitungan waktunya harus dikalikan seribu dari
perhitungan waktu di dunia. Bila satu hari di akhirat sama dengan seribu hari di
dunia, maka siksaan di akhirat itu akan berlangsung selama 24 ribu jam.
Kenyataannya sekarang tiga detik saja terkena api, manusia langsung kesakitan.

Akan tetapi Allah juga berkuasa untuk mengubah ketentuan waktu itu kapan saja.
Contoh yang paling gamblang adalah kisah Nabi Uzair As yang dibuat tertidur selama
seratus tahun dan para pemuda ashabul kahfi selama 309 tahun. Padahal mereka
masih berada di alam dunia.
Setiap manusia akan merasakan betapa sebenarnya hidup di dunia, yakni bila
mereka sudah berhadapan dengan pembalasan yang akan berlangsung lama.
Beruntung kalau balasan itu diberikan kepada manusia beriman, sebab tidak lain itu
merupakan kenikmatan tiada tara. Tapi luar biasa ruginya kalau balasan itu
diberikan kepada manusia durhaka, sebab tidak lain itu adalah siksaan yang sangat
pedih dan abadi.

Wallahu a`lam bishawab.

Anda mungkin juga menyukai