Anda di halaman 1dari 25

IDEOLOGI

Oleh ; Eka Sastra

Ideologi salah satu kajian dalam sejarah ilmu pengetahuan yang mngundang

perdebatan yang cukup menarik dan polemik intlektual yang belum selesai sampai

saat ini. Sangat beragam pendapat-pendapat orang yang tertarik dan mencoba

melibatkan dirinya dari pengkajian-pengkajian ideologi. Belum adanya kesepakatan

dari ahli tentang konsep ideologi ini. Jorge Larrian memberikan komentar tentang ini.

Ideologi adalah satu dari banyak konsep yang paling eliepokal (meragukan) dan

elusif (sukar ditangkap) yang terdapat dalam ilmu-ilmu sosial. Tidak hanya karena

beragamnya pendekatan teoritis yang menunjuk arti dan fungsi yang berbeda-beda,

akan tetapi kerana ideologi adalah konsep yang sarat dengan konotasi politik dan

digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari dengan makna yang beragam.1

Istilah ideologi mula-mula digunakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad

ke 18 dan dikembangkan penuh sebagai konsep, selama abad ke 19, tetapi

perenungan yang lebih dalam dengan beberapa persoalan yang dimunculkan oleh

pengertian ideologi telah dimulai jauh lebih awal.2 Kehadiran ideologi pada saat

merupakan anti-tesis terhadap hal-hal yang sifatnya mistis dan agamis. Walaupun

perkembangan selanjutnya berbicara lain, ideologi kemudian mendapat tuduhan dari

kaum-kaum empirakal sangat utopis sifatnya.

Untuk mendapakan gambaran tentang ideologi, walaupun penulis

menyadarinya agak rumit, tetapi minimal sebagai studi awal untuk memasuki

1
Jorge Larrian, Konsep Ideologi, (Yogyakarta : LKPSM 1996) hal. 7
2
Jorge Larrian, Konsep Ideologi, (Yogyakarta : LKPSM 1996) hal 7
perdebatan ideologi. Bergamnya konsep-konsep tentang idelogi terkait dari sudut

mana mereka memandang dan kepentingan apa yang meraka bawa. Sebagai langka

awal akan dikemukan definisi ideologi dari berbagai sumber.

Ideologi menurut kamus besar bahasa Indonesia ialah (1) kumpulan konsep

bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan

untuk kelangsungan hidup, (2) cara berpikir seseorang atau suatu golongan, (3)

paham teori, dan tujuan yang berpadu merupakan satu kesatuan program sosial

politik.3

Sedangkan dalam Kamus Politik mendefinisakan ideologi adalah kumpulan

konsep bersistem yang dijadikan azas pendapat yang memberikan arah dan tujuan

untuk kelangsungan hidup; prinsip-prinsip atau nilai-nulai yang mengarahkan secara

sah tingkah laku masyarakat dan lembaga-lembaga politik.ideologi mungkin

digunakan untuk memelihara status quo, atau sebagai pembenaran dari tindakan-

tindakan yang ingin mengubah status quo dan ideologi politik diartikan sebagai

adalah sistem kepercayaan yang menerangkan dan membenarkan suatu tatanan

polotik yang ada atau yang dicita-citakan dan memberikan strategi berupa prosedur,

rancangan,instruksi dan program untuk mencapainya; 2 himpunan nilai, ide, norma,

kepercayaan, dan keyakinan yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang yang

menjadi dasar dalam menentukan sikap terhadap kejadian dan problem politik yang

dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku politiknya.4

3
Kamus besar Bahasa Indonesia (1995) hal 366
4
B.N. Marbun, SH, Kamus Politik, (Jakarta : Sinar Harapan 1996) hal. 254
Ideologi adalah kumpulan gagasan yang secara logis berkaitan (ideologikal)

dan yang mengindentifikasi prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang memberikan

keabsahan bagi institusi politik dan prilaku. Ideologi dapat digunakan untuk

membenarkan status quo atau membenarkan usaha mengubahnya (dengan atau tanpa

kekerasan).5

Sementara Vilfredo Pareto, mengartikan ideeologi sebagai sarana untuk

melindungi sekaligus membenarkan suatu kelompok dalam perjuangan

kemasyarakatan demi kekuasaan. Pareto menambahkan , sebagai persepsi tentang

kebenaran, ideologi kemudian memang sulit menghindarkan dirinya untuk menjadi

dogmatis, justru karena sifatnya sebagai alat perjuangan. Dengan demikian, urgensi

ideologi sulit dibantah. Selain itu ideologi juga dapat menjadi alat yang penuh daya

untuk membangun integrasi suatu bangsa, ini sangat tergantung bagaimana ideologi

disosialisasikan.6

Alfian mengartikan ideologi sebagai suatu pandangan atau sistem nilai yang

menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang suatu masyarakat tentang

bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secra moral dapat dianggap benar dan adil,

mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.7

Teori-teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi

dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk memperoduksi dan

meligitamasi dominasi mereka. Salah satu strategi utamanya adalah dengan membuat

5
Charltin Clymer Todee dkk. (ed) Pengantar Ilmu Politik, (jakarta : Grafindo persada 2000) hal 2000
6
Budiono Kusumohamidojo, Regenerasi Kepemimpinan dan Politk Asia Tenggara (Prisma :1986)
hal 9-10
7
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik di Indonesia, )Jakarta : Gramedia 1991) hal 187
kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted.

Wacana dalam pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium melalui mana

kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak

produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan

benar. Ideologi dari kelompok dominan efektif jika didasrakan pada kenyataan bahwa

anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap hal tersebut sebagai

kebenaran dan kewajaran.1

Menurut Vago, ideologi adalah a Complex belief system that explains social

arrangements and relationship.8 Ideologi sistem paham atau seperangkat pemikiran

yang menyeluruh, yang bercita-cita menjelaskan dunia dan sekaligus mengubahnya.

Ali Shariati mengartikan ideologi sebagai ilmu tentang keyakinan dan cita-cita yang

dianut oleh kelompok tertentu, kelas sosial tertentu atau suatu bangsa dan ras

tertentu.9

Dari mana akar persoalan yang berhubungan dengan konsep ideologi itu

bermula ? menurut Jorge Larrian, pada tahapan awal ini erat hubungannya dengan

perjuangan pembebasan borjuis dari belunggu feodal dan dengan sikap pikiran

modern baru yang kritis (oposisi kritis terhadap aristokrasi bertanah yang dibarengi

oleh kririk dari pembenaran-pembenaran skolastik; yang mencari sintetis akal budi

manusia dengan wahyu untuk menjalankan kekuasaan). Hal itu diperkuat dengan

lahirnya etika buru berjuis baru, yang menentang masyarakat abad pertengahan yang

memelihara buruh tani. Dalam tataran epistimologi, terjadi pergeseran berupa


1
Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta : LkiS 2000) hal 13
8
Stevan Vago, Social Change, (New-Jersey : Prentice-Hall 1989) hal 90
9
Ali Shariati, Tugas Cendikiawan Muslim (Yogyakarta : Salahuddin Press 1989) hal.146
munculnya pandangan ilmiah kritis baru yang menekankan pengetahuan alam praktis

( sebelumnya adalah mitis-teoritis). Renungan (upaya kontemplatif) diganti oleh

pengamatan ketertiban inti (order of essences) ysng hirsrkis dan teosentris, yang

harus diterima secara pasif; diganti (lagi) dengan pendekatan kritis untuk mencari

sebab dari manusia sendiri dalam daerah alam kriterium kebenaran yang baru.10

Konsep modern tentang ideologi lahir ketika Napoleon yang mendapati

bahwa kelompok filsuf ini menentang ambisi-ambisi imperialnya mencemooh dan

mencap mereka sebagai ideolog-Ideolog. Disitu kata ideologi itu, mengalami

kemerosotan makna yang seperti kata doctrine, kata bertahan sampai hari ini.

Yang memberikan kekuatan kepada ideologi adalah kegairahannya.

Penelaahan filosofis yang abstrak selalu berusaha untuk menghilanglan gairah, dan

pribadi, untuk merasionalisir semua ide. Bagi ideolog, kebenaran timbul dalam

tindakan, dan makna diberikan pada pengaalaman denganmengubah waktu.

Kebenaran tidak hidup dalam kontemplasi melainkan dalam

perbuatan.sesungguhanya orang dapat mengatakan bahwa fungsi laten yang paling

penting dari ideologi adalah menyalurkan emosi. Selain agama (dan peran serta

nsionalisme) tidak banyak bentuk penyaluran energi emosi. Agama melambangkan

penyaluran energi emosi dunia yang terbesar kepada litani, lituri, sakramen,

bangunan-bangunan besar, seni. Ideologi melebur energi-energi ini dan

menyalurkannnya ke dalam politik.11

10
Nuswantoro, Daniel Bell Matinya Ideologi, (Magelang : Indonesiatera 2001) hal 3
11
David Apterhal. 238 dalam Bell, The End Of Ideology, hal 371
Persolan idelogi, sekali lagi, berkait erat tidak hanya dalam praktek politik.

Bagi Larrian, persoalan itu juga terkait dengan penemuan-penemuan manusia atas

eksplorasi ilmu pengetahuan. Saat manusia menemukan insight baru, maka akan

selalu ada negosiasi makna pada tingktan kognitif. Kesadaran baru yang muncul akan

segera menjadi kesadaran kolektif, yang berujung pada bentuk-bentuk tindakan

sosial. Artinya, jauh masuk ke wilayah epistimologi. Upaya pembebasan manusia

dari prasangka pengetahuan lama, berkaitan dengan kesadaran relasitas dengan alam

dan manusia, pada akhirnya mendorong tumbuhnya satu kesadran baru; sebuah

kesadaran kolektif yang berubah struktur masyarakat antara kaum aristokrat pemilik

tanah dengan para petani penggarap atau tanah.

Kecurigaan terhadap keberadaan ideologi yang merupakan suatu kesadaran

palsu senantiasa muncul dalam sejarah perdebatan intlektual. Kita harus menalaah

makna ideologi untuk memperoleh gagasan tentang ideologi. Kata ideologi tidak

mempunyai makna ontologis yang inheren; kata itu mencakup setiap keputusan yang

menyangkut nilai lingkup-lingkup kenyataan yang berbeda karena kata itu menurut

asal usulnya hanyalah berarti teori gagasan-gagasan. Kaum ideolog sebagaimana kita

ketahui , para anggota kelompok filosofis di francis yang dalam tradisi candillac

menolak metafisika dan mencari dasar ilmu-ilmu budaya pada dasar dasar

antropologis dan psikologis.

Franz Magnis Suseno, mencoba membagi pengertian ideologi yang

berkembang dewasa ini dalam dua pengertian, yaitu pertama, ideologi terbuka,

yaitu bentuk ideologi ini mendasarkan penyelenggaraan kehidupan masyarakat pada


nilai-nilai dan cita-cita tertentu tentang martabat manusia, termuat dalam undang-

undang dasar negara bersangkutan. Ideologi dalam peengertian ini memberikan

kebebasan pada semua komponen masyarakat untuk menentukan kehidupannya

sendiri, memberikan kebebasan beragama dan berpandangan politik. Disini tampak

bahwa ideologi terbuka bersikap sangat luwes, terbuka (inklusif) terhadap adanya

beragam penafsiran , dengan demikian penafsirannya tidak tunggal.

Kedua, ideologi dalam arti penuh atau ideologi terutup, karena isinya

memang tidak bleh dipertanyakan lagi , kebenarannya tidak boleh dirakukan lagi.

Isinya di dogmatis dan a-priori bahwa ideologi tidak dapat dimodifikasi berdasarkan

pengalaman. Salah satu cirinya bahwa ia tidak diambil dari masyarakat, tapi

merupakan pikiran sebuah elite yang harus dipropagandakan dan disebarkan pada

masyarakat.12

Menurut Vago ideologi memiliki funsi (1) memberikan legitimasi dan

rasionalisasi terhadap prilaku dan hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat, (2)

sebagai dasar atau acuan pokok bagi solidaritas sosial dalam kehidupan kelompok

atau masyarakat, dan (3) memberikan motivasi bagi para individu mengenai pola-

pola tindakan yang pasti dan harus dilakukan 13

Menurut Alfian setidaknya ideologi mempunayai tiga demensi. Pertama

sebagai pencerminan dari realita yang hidup dalam masyarakat dimana ideologi itu

berada. Atau dengan kata lain, ideologi merupakan pencerminan bagaimana

masyarakat memahami dirinya sendiri. Kedua, kemampuan memberikan harapan

12
Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta : Kanisius 1993) hal 232-237
13
Vago, log. Cit. Hal
kepada berbagai komponen masyarakat untuk mempunyai kehidupan bersama secara

lebih baik dan untuk membangun masa depan lebih cerah. Dimensi ini bisa disebut

sebagai unsur idelisme dari ideologi. Dan ketiga, pencerminan dari suatu ideologi

dalam mempengaruhi dan sekaligus menyelesaikan diri dengan pertumbuhan dan

perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.14

Ideologi sebagai suatu sistem paham mengandung unsur-unsur : (1)

pandangan yang konprehensip tentang manusia, dunia dan alam semesta dalam

kehidupan (2) rencana penataan sosial-politik berdasarkan paham tersebut (2)

kesadaran dan perencanaan dalam bentuk perjuangan melakukan perubahan-

perubahan berdasarkan paham dan rencana dari ideologi tersebut (4) usaha

mengarahkan masyarakat untuk menerima ideologi yang menuntut loyalitas dan

keterlibatan para pengikutnya dan (5) usaha mobilisasi seluas mungkin para kader

dan massa yang akan mendukung ideologi tersebut.15

Antonio Gramsci, yang mengembangkan teori tentang kekuasaan

hegemonik, berpandangan bahwa untuk memperoleh kekuasaan negara yang

hegemonik dapat diperoleh melalui ideologi. Di sini dominasi budaya berjalan secara

tidak adil, dominasi serta penindasan politik menjadi terlegitimasi. Masyarakat

dijinakkan, sehingga secara sukarela menerima tatanan stutus quo dan hubungan

yang tudak adil tersebut. Dan proses hegemoni ini dilakukan melalui berbagai

macam cara. Berangkat dari pemahaman ini, Arief Budiman berpendapat bahwa

lembaga keagamaan, pendiddikan, kesenian, temasuk pers, bisa disebut sebagai


14
Ibid. hal 187-188
15
J. Riberu dkk, Menguak Mitos-Mitos Pembangunan : Telaah Etis dan Kritis (Jakarta :Gramedia
1986) hal5
bagian dari negara, bila ia ikut serta dalam memproduksi atau setidaknya

mensosialisasikan ideologi negara.16

Sedangkan Greory Brossman mengatakan bahwa ideologi merupakan

kumpulan ide yang merupakan : (1) refleksi atas kondisi sosial tertentu; (2) cita-cita

sosial yang hendak diperjuangkan atau diperahankan.17

Raymonnd William bertutur bahwa tidak ada batasan pasti tentang istilah

ideologi. Bahkan dalam tradisi Marxis, suatu tradisi yang paling kaya mengenai

ideologi, kata ideologi tulisnya, memiliki tiga pengertian umum; sistem khas

keyakinan-keyakinan suatu kelompok atau kelas tertentu; sistem keyakinan ilusif

gagasan-gagasan atau kesadaran palsu yang dikontarskan denagan pengetahuan

ilmiah, proses umum produksi, makna dan gagasan atau dalam bahasa Volosinov

dimensi pengalaman sosial dimana makna dan nilai diproduksi, ideologis mangacu

pada proses produksi makna melalui tanda.18

Jorge larrian menulis, ideologi memiliki arti positif dan negatif. Ideologi

dalam pengertian positif berkaitan dengan sistem ide, nilai, pengetahuan yang

berhubungan dengan kepentingan golongan tertentu, dengan variasi kognisi

tertentu.19

Yang termasuk dalam golongan adalah Gramsci yang mendefinisikan idelogi

sebagai ekspresi suprastruktur realitas yang kontardiktif yang konstruktif, sedangkan

16
Mamun Muod Al-Brebesy Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amien Rais tentang
Negara (Jakarta : Grafindo Persada 1999) hal 53
17
Ibid. hal 171
18
Muhammad Mustafied dalam buku Sosialisme Religius Merancang Ideologi Gerakan Islam
Progresif transformatif hal 170-171
19
Ibid. hal 172
sufra struktur menurutnya merupakan realitas obyektif tempat manusia menemukan

kesadaran, posisi dan tujuan hidup, sebab merupakan refleksi keseluruhan hubungan

produksi sosial. Dalam arti negatif ideologi merepukan pengetahuan yang diputar

balik. Ciri khas Marx menyebutnya sebagai kemampuan menyembunyikan

kontadiksi obyektif dan memuat kepentingan golongan .20

Suatu ideologi merupakan suatu sistem nilai atau kepercayaam yang diterima

sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu. Ideologi terdiri dari rangkaian

sikap terhadap berbagai lembaga dan proses kamasyarakatan. Ideologi memberi

orang yang percaya suatu gambaran tentang dunia baik sebagaimana adanya maupun

sebagaimana seharusnya, dan ia juga mengatur kompleksitas dunia sampai kesuatu

yang sangat sederhana dan dapat dipahami.23

Karl Marx (1818-1883) menyatakan bahwa setiap rangkaian khayalan politis

yang telah dihasilkan pengalaman sosial suatu kelas sebagai sebuah ideologi. Bagi

Marx ideologi adalah khayalan-khayalan yang mencegah suatu kelas memahami

tempatnya yang benar dalam masyarakat.24

Karl Mannheim (1993-1947) mengetengahkan suatu konsep ideologi dengan

menyebutnya konsepsi total tentang ideologi ciri-ciri dan komposisi struktur total

dari pikiran sosial dari suatu umu atau kelompok . Konsepsi khusus tentang ideologi

yang meyakini bahwa ide-ide para lawan kita adalah sutu penyamaran secara sadar

atas sifat-sifat real suatu situasi dengan kepentingannya. 25

20
Ibid. hal 172
23
Lyman Tower Sargent, Ideologi Politik Kontemporer (Jakarta : Bina Aksara 1986) hal. 3
24
Ibid. hal 4-5
25
Ibid halk 5
Ideologi paling tidak harus memenuhi dua karekteristik mendasar. Pertama,

ideologi memiliki pandangan hidup. Kedua, ideologi memiliki aturan kehidupan

yang muncul dari pandangan hidup tadi. Pandangan hidup berkaitan dengan cara,

bagaimana memandang kehidupan ini, dari mana kehidupan ini berasal, serta akan

kemana kehidupan ini menuju. Pandangan hidup dengan sendirinya akan

memberikan metodelogi unik untuk merangkai berbagai macam konsep (ekonomi,

politik, sosial, pendidikan dan lain-lain ) serta beragam solusi yang dihadapi manusia

di dunia.26

Menurut Teun A. Van Dijk bahwa ideologi terutama dimaksudkan untuk

mengatur masalah tindakan dan praktek individu atau anggota suatu kelmpok. Dalam

prespektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi

secara koheran bersifat sosial, tidak personal atau individual ia membutuhkan share

diantara anggota kelompok, organisasi atau kolektivitas dengan orang lain. Kedua,

ideologi meskipun bersifat sosial , ia digunakan secara internal diantara anggota

kelompok atau komunitas. Oleh karena itu ideologi tidak hanya menyediakan fungsi

koordinatif dan kohesi tetapi juga membentuk identitas diri kelompok. Ideologi disini

bersifat umum, abstarak dan nilai-nilai yang terbagi antaranggota kelompok

menyediakan dasar bagaimana masalah harus diangkat.27

Menurut Key,28 kajian mengenai ideologi dapat didekati dengan empat cara.

Pertama, orang dapat melihat ideologi sebagai manifestasi populer filsafat atau

tradisi politik tertentu atau sekumpulan, pandangan, ide-ide atau dogma yang cukup
26
Muhammad Romzy dalam Buku Sosialisme Religius (Yogyakarta : Kreasi Wacana 2000) hal 94
27
Eryanto, op. cit., hal 13-14
28
David E. Apter, Pengantar Analisa Politik, Jakarta : LP3ES 1996 hal.
koheren yang dianut oleh suatu kelompok. Seperti liberalisme, marxisme, fasisme

dan nasionalisme. Ideologi dengan definisi terminologi terbaik adalah doktrin, yakni

kumpulan prinsip-prinsip dengan beberapa tingkatan logika internal yang

menggariskan hal-hal yang dibolehkan dan yang dilarang. Kedua, untuk menelah

ideologi adalah menanyakan, Apakah faktor-faktor penentunya? Apakah kelas,

kedudukan sosial, afiliasi etnis atau agama. Menelah ideologi dengan cara ini adalah

dengan menghubungkan dengan proses belajar masyarakat. Orang dapat mengkaji

sejauh manakah kedudukan sosial seseorang menentukan ideologinya, atau

bagaimanakah peranan atau kedudukan seseorang dalam masyarakat dapat

menentukan nilai-nilai dan keyakinan orang itu. Ketiga, pengujian ideologi dengan

melihat kebutuhan-kebutuhan individu maupun masyarakat yang dipenuhinya. Bagi

individu, idologi membantu membentuk rasa diri sendiri menjadi koheren. Menerima

suatu filsafat atau rangkaian keyakinan tertentu mengizinkan orang menolak yang

lain dan mengindintifikasi diri sendiri dengan orang-orang yang melihat seuatu hal

dengan cara yang sama. Jadi ideologi adalah cara menghubungkan diri dengan

masyarakat dan ego dengan lingkungan. Ideologi dalam bagian ketiga ini berkaitan

dengan ideintitas pribadi.identitas dapat meliputi kebanggaan seseorang terhadap

sejarah keberhasilan bangsanya yang bertentangan dengan kegagalan-kegagalan

bangsa lain. Keempat, ideologi tidak hanya menghubungkan individu dengan

masyarakat secara prinsipil, tetapi juga menghubungkan penguasa dengan rakyat.

Ideologi merupakan bisnis legitimasi pemakain kekuasaan yang sah. Ideologi

menjadi prinsip moral yang menjadi dasar pemakaian kekuasaan. Bila sebagian
individu beranggapan bahwa pemerintahan mereka tidak mengikuti prinsip-prinsip

itu, atau jika ingin mengubah prinsip-prinsip itu, maka legitimasi pemerintah itu

terancam. Ketika legitimasi diragukan, dapat diduga akan terjadi perpecahan

mendalam, polarisasi dikalangan penduduk. Setiap perpecahan secara simbolis

mempunyai makna moral.

Dengan demikian pembagian pengkajian ideologi dalam keempat cara yang

berbeda itu memungkinkan kita memperoleh beberapa presfektif mengenai efek

ideologi terhadap tingkahlaku. Ideologi dapat dibandingkan sebagai sistem makna

termasuk pilihan-pilihan moral dan filosofis yang relatif koheren. Bagaimana hal-hal

itu disalurkan dapat dinanalisa menurut kaitannya antara kedudukan sosial dan

perwujudan ideologi sebagai kepentinagan atau pilihan kelas. Intensitas, atau

pentingnya suatu ideologi bagi berbagai orang dapat dianalisa menurut kebutuhan

orang-orang untuk menjelaskan siapa mereka dalam kegiatan dengan orang lain

(khususnya menegenai agama dan nasionalisme).29


30
Raymond William mengklasifikasikan penggunaan ideologi dalam tiga

ranah. Pertama, sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompk atau kelas

tertentu. Kedua, sebuah sistem kepercayaan yang dibuat ide palsu atau kesadaran

palsu yang bisa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ketiga, proses umum

produksi makna dan ide.

Pemakain propaganda, persuasi, argumen, dan konfrontasi yang berhasil,

akan mengakibatkan meluasnya pengikut sebuah ideologi.


29
David E. Apter, op. cit.,hal 228-229
30
John Fiske, Introduction to Communication Studies, second edition, Londong and New York,
Routledge, 1990, hal 165 Ibid hal 87-92
Ideologi mengacu pada pola-pola keyakinan luas, yang mencapai tingkat

koheren tertentu sebagai ide dan menetapkan prioritas moral tertentu, menetapkan

yang benar dan yang salah, dan menetapakn prinsip-prinsip mengenai kaidah dan

keadilan.6

Philif Converse, mempergunakan istilah sistem keyakinan untuk

menunjukkan suatu konfigurasi ide-ide dan sikap-sikap dalam mana unsur-unsurnya

diikat bersama-sama oleh beberapa bentuk kendala dan saling ketergantungan

fungsional. Meurut Converse kendala adalah sejau mana kemungkinan untuk

meramalkan kedudukan yang mungkin diambil seseorang karena ia sudah menaganut

suatu rangkaian sikap atau keyakinan khusus dari suatu daftar indikator kritis seperti

kesejahteraan, nasionalisasi, bantuan pendidikan dan sebagainya.6

Menurut Key sistem keyakinan erat berkaiatan dengan kepentingan. Tingkat

ketaatan mereka terhadap keyakianan-keyakinan tertentu dapat dibuat dalam skala,

maka kita akan melihat bahwa semakin banyak isi nilai suatu sistem keyakinan,

semakin banyak sistem keyakinan itu membatasi tingkah laku.7

6
David E. Apter op. cit., hal 230
6
Ibid. hal 231 Philip E. Converse, The Nature of Belief Systems in Mass Public,
7
Ibid. hal 232-233 Lihat Arnold M. Rose, penyunting: Human Behavior and social processes,
(Boston: Houghton Mifflin, 19623), hal 3-19
Semakin besar tingkat nilai ideologi yang dibentuk dan yang dianut, semakin

besar kemungkinan terjadinya konflik (c). semakin rendah kita menuruni skala

ideologi menuju kepentingan dan pilihan, semakin besar kumungkinan berhasilnya

penengahan cita-cita yang bertentangan melalui partai politik, serikat buruh dan

organisasi lain yang tawar menawar dan mengubah konflik menjadi kompetisi (b).

akhirnaya, bila faktor-faktor ideologi hanya merupakan pilihan, maka orang menjalin

kerjasama agar semua pihak memperoleh manfaat, menjadi mungkin (a).

Disamping ideologi berkaitan dengan pendapat umum, dan bahwa ia berada

pada perpotongan antara prinsip atau tujuan filosofis, pilihan dan keyakinan

individual, serta nilai-nilai umum dan khusus. Hal ini dapat digambarkan sebagai

berikut :

Kepentingan

Nilai Pilihan

Nilai, kepentingan, dan pilihan jelas saling bertumpang tindi. Ideologi

merupakan kombinasi atribut-atribut ini- kadang-kadang koheren dan kadang-kadang

tidak. Pilihan dapat diubah menjadi kepentingan dan kepentingan menjadi nilai, atau

pilihan dapat ditingkatkan kepada status nilai untuk mencapai kepentingan.8

Yang memberikan kekuatan kepada ideologi adalah kegairahannya.

Penelaahan filosofis yang abstarak selalu berusaha untuk menghilanglan gairah, dan

8
Ibid. hal 236
pribadi, untuk merasionalisir semua ide. Bagi ideolog, kebenaran timbul dalam

tindakan, dan makna diberikan pada pengaalaman denganmengubah wakrtu.

Kebenran tidak hidup dalam kontemplasi melainkan dalam

perbuatan.sesungguhanya orang dapat mengatakan bahwa fungsi laten yang paling

penting dari ideologi adalah menyalurkan emosi. Selain agama (dan peran serta

nsionalisme) tidak banyak bentuk penyaluran energi emosi. Agama

melambangkanpenyaluran energi emosi dunia yang terbesar kepada litani, lituri,

sakramen, bangunan-bangunan besar, seni. Ideologi melebur energi-energi ini dan

menyalurkannnya ke dalam politik.9

Pada umumnya terdapat dua bpengertian yang berbeda dan terpisah dari

istilah ideologia yaitu arti partikuler dan arti Universal. Konsep partekuler dari

ideologi tampak bila istilah itu menunjukkan bahwa kita sangsi akan gagasan-

gagasan dan penjelasan-penjelasan yang dimajukan oleh lawan kita. Gagasan-

gagasan dan penjelasan-penjelasan dianggap kurang lebih sebagai penyembunyian

hakekat kenyataan sesungguhnya, sedangkan pengetahuan teentang kenyataan itu

sendiri dianggap tidak sesuai dengan kepentingan-kepentingan lawan kita itu.

Sedangkan pada konsep Universal mengacu pada ideologi suatu zaman atau

ideologi suatu kelompok sosio-historis konkret, misalnya ideologi kelas, bila kita

memusatkan diri pda ciri-ciri dan susunan keseluruhan struktur pikiran zaman atau

kelompok lain.12

9
David Apterhal. 238 dalam Bell, The End Of Ideology, hal 371
12
Prof. Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia, (Yogyakarta : Kanisius 1991) hal59
Alamon dan Verba memperlakukan ideologi sebagai sebuah aspek

kebudayaan politik, yakni, sebagai sebuah Obyek Orientasi yang terdiri dari tiga

dimensi: (1) dimensi kognitif yaitu pengetahuan dan keyakinan seseorang mengenai

sistem politik; (2) dimensi afektif yaitu perasaan yang dimiliki orang-orang mengenai

masalah-masalah politik; dan (3) dimensi pertimbangan yaitu mempergunakan

prestasi sebagai indikator sistem politik.10

McClosky berpandangan bahwa ideologi merupakan suatu kecenderungan,

suatu orientasi pemikiran jangka panjang. Seberapa tepatnya ia menentukan jalannya

tindakan tergantung pada banyak faktor yang mempengaruhi sistrem politik di mana

ia beroperasi. Ideologi merupakan cara untuk mengorganisir pendapat menurut

doktrin, maka kesenjangan antara tingkah laku dan ideologi dapat menjadi sebab

untuk tindakan pemaksaan.11

Perubahan konsep ideologi dari ideologi partikular menuju ideologi untuk

menuju konsep total ideolgi melalui tahapan-tahapan tertentu. Tahapan pertama

mencakup perkembangan filsafat kesadaran. Filsafat kesadaran telah membangun

suatu tata pengalaman , kesatuan pengalaman yang dijamin dengan kesatuan subyek

yang mengetahuai sebagai ganti dunia yang terpecah-pecah dan membingunkan.

Perkembangan prinsip-prinsip penataan pengalaman yang memungkinkannya untuk

memahami pengalaman. Sesudah kesatuan ontologis obyektif dunia diamrurkan,

dibuatlah suatu upaya untuk menggantinya dengan suatu kesatuan yang dibentik

10
Ibid hal 242
11
Ibid hal 245
yang oleh subyek yang mengetahui.Tahap kedua, perkembangan konsep total

ideologi dicapai pada saat pandangan total namun supra temporal tentang ideologi ini

dilihat dalam presfektif historis. Tahap ketiga, pembentukan konsep total tentang

ideologi ini dengan cara yang sama muncul keluar dari proses sasial-historis.13

Dua konsekuensi timbul dari konsep kesadaran ini; pertama dengan jelas kita

mengetahuai bahwa peristiwa-peristiwa manusia tak dapat dipahami dengan

mengisolasi unsur-unsur peristiwa-peristiwa. Setip fakta dan kejadian dalam suatu

kurun sejarah hanya dapat diterangkan menurut maknanya, dan pada gilirannya

makna itu senantiasa mangacu pada makna lain. Kedua, sistem makna saling berganti

ini berbeda-beda baik dalam seluruh bagiannya maupun dalam totalitasnya dari suatu

kurun sejarah kurun sejarah yang lain. 14

Kecurigaan terhadap keberadan ideologi yang merupakan suatu kesadaran

palsu senantiasa muncul dalam sejarah perdebatan intlektual. Kita harus menalaah

makna ideologi untuk memperoleh gagasan tentang ideologi. Kata ideologi tidak

mempunyai makna ontologis yang inheren; kita itu mencakup setiap keputusan yang

menyangkut nilai lingkup-lingkup kenyataan yang berbeda karena kata itu menurut

asal usulnya hanyalah berarti teori gagasan-gagasan. Kaum ideolog sebagaimana kita

ketahui , para anggota kelompok filosofis di francis yang dalam tradisi candillac

menolak metafisika dan mencari dasar ilmu-ilmu budaya pada dasar dasar

antropologis dan psikologis.

13
Karl Mannheim, op. cit. hal69-73
14
Mannheim, op. cit., hal 71-72
Dengan munculnya perumusan general konsep total ideologi, teori ideologi

yang sederhana berkembang menjadi sosiologi pengetahuan. Konsep ideologi mulai

mendapat sebuah pengertian baru. Dua pendekatan aklternatif untuk penyelidikan

ideologi. Yang pertama, mendorang orang untuk memperlihatlkan dimana pun

keterkaitan antara sudut pandang intlektual yang dilontarkan dan posisi sosial yang

diduduki orang. Pendekatan kedua, yang mungkin bagaimanapun juga harus

menggabungkan analisis non-evaluatif dengan sebuah epistimologi terbatas. Dilihat

dari sudut pendekatan ini ada dua pemecahan yang berbeda dan terpisah untuk

masalah yang menyangkut pengetahuan yang terpercaya. Pemecahan pertama dapat

diistilahkan relasionisme dan yang kedua relativisme. Relasionisme sebagai suatu

yang berbeda dari ciri relatif segala pengetahuan historis belaka harus ditolak dengan

pengandaian bahwa ada lingkup-lingkup pemikiran yang tidak memungkinkan untuk

memahami suatu kebenaran absolut yang independen dari nilai-nilai dan posisi

subyek dan yang tidak berkaitan dengan kontek sosial sedangakan relativisme

merupkan suatu hasil prosedur sosiologis-hiostoris modern yang bersadarkan pada

pendapat bahwa semua pemikiran historis terkait dengan posisi konkret dalam

kehidupan pemikirannya.15

Ada dua pendekatan pokok terhadap studi tentang determinan-determinan

sosial dan ideologi, yaitu teori kepentingan (the interest theory) dan teori ketegangan

(the Strain theory). Bagi yang pertama ideologi adalah sebuah keduk dan sebuah

senjata dan bagi kedua sebuah simtun dan sebuah obat. Dalam teori kepentingan

15
Mannhem, op. cit., hal 73-82
pernyataan-pernyataan ideologis dilihat dalam latar belakang sebuah perjuangan

universal untuk memperoleh keuntungan dan dalam teori ketegangan dan dalam latar

belakang sebuah usaha terus menerus untuk memperbaiki ketidak seimbangan

sosiopsikologisnya.16

Persolan ideologi, sekali lagi, berkait erat tidal hanya dalam praktek politik.

Bagi Larrian, persoalan itu juga terkait dengan penemuan-penemuan manusia atas

eksplorasi ilmu pengetahuan. Saat manusia menemukan insight baru, maka akan

selalu ada negosiasi makna pada tingktan kognitif. Kesadran baru yang muncul akan

segera menjadi kesadaran kolektif, yang berujung pada bentuk-bentuk tindakan

sosial. Artinya, jauh masuk ke wilayah epistimologi. Upaya pembebasan manusia

dari prasangka pengetahuan lama, berkaitan dengan kesadaran relasitas dengan alam

dan manusia, pada akhirnya mendorong tumbuhnya satu kesadran baru; sebuah

kesadaran kolektif yang berubah struktur masyarakat antara kaum aristokrat pemilik

tanah dengan para petani penggarap atau tanah.

Ali Izetbegovic menawarkan sebuah pilihan ideologi. Pertama-tama ia

merumuskan bahwa akhirnya, hanya ada tiga cara pandang integral mengenai dunia;

agama, materialisme dan islam. Manusia tredispersi kedalam tiga jalan ini. Manusia

akan bebas hanya jika melaui jalan tengah, mewujudkan Civitas Solis (masyarakat

Sosialis) tanpa meninggalkan Civil Dei (masyarakat berketuhanan)12

Menurut Soerjanto Posepowardojo Ideologi memiliki beberapa fungsi yaitu:

pertama,.struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan

16
Clifford Geerts, Politik Kebudayaan, (Yogyakarta : Kanisius 1992) hal.
12
Nuswantoro, op. cit., hal 8
landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam

sekitarnya. Kedua, . Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan

makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia. Ketiga, Norma-norma

yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan

bertindak. Keempat, bekal dan jalan bagi seorang untuk menemukan identitasnya.

Kelima, keuatan yang mampu menyemangati dan mendorang seseorang untuk

menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan. Keenam, pendidikan bagi seorang atau

masyarakat untuk memahami, menghayati sertra memolakan tingkah lakunya sesuai

dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.

Menurut J. Patrick Corbet, penyelidikan terhadap ideologi bisa dicapai lewat

dua cara, empiris dan filosofis. Penyelidikan empiris berkait dengan masalah-

masalah faktual. Kajian filosifis berkait dengan masalah-masalah logika kebenaran,

koherensi dan posisi yang dimainkan suatu ideologi. Pernyataan filosofis berkait

dengan ideogi bisa berupa seberapa mungkin sebuah ideologi memiliki argumen

rasional untuk bisa diterapkan dalam datran empiris.13

Ideologi setidaknya mengandung prinsip-prinsip koheren, komprehensip dan

jelas.14

Bell nenpergunakan ter ideologi sebagai sebuah kompleksitas ide secara

khusus menaruk banyak minat manusia.15

Ideologi bisa mempersatukan rakyat suatu negara atau pengikut suatu gerakan

yang berusaha mengubah negara. Ideologilah yang memungkinakan adanya


13
Nuswantoro, op. cit., hal 20
14
Nuswantoro, op. cit., hal48
15
Nuswantoro, Op. Cit. hal. 48
komunikasi simbolis antara yang dipimpin dan pemimpin untuk berjuang bahu

membahu demi prinsip. Ideologi juga merupakan suatu pedoman untuk memilih

kebijakan dan prilaku politik dan ideologi memberikan cara kepada mereka yang

menginginkannya serta kepada yang yakin akan arti keberadaanya dan tujuan

tindakannya. Karena itu keberhasilan suatu ideologi tertentu , sedikitnya banyak

merupakan masalah kepercayaan yang lahir, keyakinan yang rasional. 17

Yudi latif dan ide Subandi Ibrahim Lewat hegomini makna ini, maka sebuah

ideologi negara bisa ditanamkan lewat kata-kata kunci yang bisa disampaikan secara

berulang kali oleh elit-elit penguasa dan ini secara langsung fungsional bagi upaya

penguasa untuk mempertahankan untuk mempertahankan hegemoni

kekuasaannya.13 Jalaluddin Rahmat yang mengartikan ideologi sebagai serangkaian

preeferensi yang dimiliki bersama oleh komunitas sosial, mangatakan bahwa dalam

meerumuskan dan meenyebarkna ideologi, peranan bahasa sangat meenentukan,

karenanya tidak berlebihan untuk dikatakan bahwa ideologi membentuk dan dibentuk

oleh bahasa.14

Islam memandang kehidupan ini berasal dari Allah SWT, sehingga pencipta

dan semua manusia kelak kembali kepadanya untuk diminta pertanggungjawaban

atas amal-amal perbuatannya didunia sehingga manusia haus terikat pada hukum

Islam yang dikenal dengan doktrin Aqidah.

17
Charltin Clymer Rodee Dkk (ed), Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta : Grafindo Persada 2000) hal 105
13
Yudi Latif dan Ide Subandi Ibrahim, Prolog : Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung
politik Orde Baru, (Bandung : Mizan 1996) hal 27-28
14
Ibid. hal 50
Islam meandang negara sebagai wahana untuk menerapkan hukum-hukum

Islam (bukan hukum-hukum hasil interpretasi kemanfaatan manusia), baik dalam

negeri maupun luar negeri

Mengacu pada pandangan hidupnya Islam melihat perubahan harus dilakukan

dari sistem masyarakat jahiliyah, kepada masyrakat Islam, dimana hukum Islam

diterapkan sepenuhnya. Cara dan tahapan perubahannya pun diformulasikan

berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah, yaitu merubah pemikiran dan perasaan

masyarakat, sebelum merubahpranata politik yang ada.16

Syariati mengatakan bahwa ideologi mengacu pada suatu keyakinan yang

dipeluk oleh kelompok atau kelas tertentu dengan setting sosial dan kultural tertentu.

Syariati juga menyebut bahwa ideog memiliki tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap

cara melihat dan menangkap alam semesta, eksistensi dan manusia. Tahap kedua,

cara khusus kita memahami dan menilai semua benda, gagasan-gagasan, ide-ide yang

mengkonstruksi setting sosial dan kultur kita dan dengan demikian konstruksi

kesadaran kita. Tahap ketiga, adalah tahapan praksis yang mengcakup strategi, taktik,

tahapan-tahapan, metode-metode gerakan untuk mengubah realiatas sosial dengan

cita-cita ideogisnya.22

Dengan menjelaskan struktrur nilai dan ideologi yang terkandung dalam

religio-politik islam kita bisa memahami kecenderungan prilaku dan sikap yang

16
Ibid. Hal 94-95
22
Ibid hal 172
mendasari kekuatan politik Islam.1 Prilaku politik tidak terlepas dari nilai-nilai yang

dimiliki orang atau kelompok. 21

Ideologi-ideologi yang berbasis agama memeliki akar pada teologi dari

agama yang bersangkutan. Dilingkunagn umat Islam dikenal Islamic Ideology yang

memiliki keterkaitan dengan karakter islam sebagai agama. 26 Menerut Hakim 27Islam

has the simlest and the most rational of all ideologies. Sehingga ideologi islam

berbeda dengan Marxisme, Sosialisme, dan Kapitalisme, maupun ideologi lainnya

yang tidak memiliki basis teologis. Pandangan tentang kebebasan, persoadaraan,

kemanusiaan dan relasi-relasi sosial dalam ideologi Islam memliki basis pada

pandangan filosofis dalam teologi Islam, sehingga memiliki pijakan yang kokoh.

Bagi Abua Ala Maududi,28 ideologi Islam berbneda dari ideologo-ideologi

sekuler di negeri-negeri barat. Melalui ideologi Islam, dapat dilakukan pencerahan

dan perombakan aspek-aspek kehidupan di seluruh sektor kehidupan berdasarkan

prinsip-prinsip Islami, yang menjadi titik tolak pembangunan bangsa. Dalam konteks

politik, Maududi bahkan mensintesiskan teosintrisme islam dengan demokrasi dalam

bentuk konsep theo-Demokrasi.


29
Ideologi sebagaimana agama menurut Syariati memang memiliki

pemihakan yang berbeda dari ilmu pengetahuan dan Filsafat. Ideologi dan agama

23
Aminuddin, Kekuatan Islam dan pergulatan kekuasaan di indonesia, sebelum dan sesudah runtuhnya
soeharto pustaka pelajar hal. 42
26
Khalifa Abdul Hakim, Islamic Ideology, (Pakistan : Institute Of Islamiv Culture 1993 ) hal IV
27
Ibid. hal 285
28
Abu Ala Maududi, Sistem Politik Islam, (Bandung : Mizan 1995) hal 39
29
Ibid. loc. Cit. , hal 148
bahkan memiliki fungsi kritikterhadap status quo. Para nabi menurut Shariati
30
membangun ideologi, sehingga melahirkan pandangan agama sebgai ideologi yang

dibutuhkan dalam perjuangan dan mencapai cita-cita yang diidamkan berdasarkan

keyakinan keagamaann.

Erikson berpendapat bahwa ideologi adalah kecenderungan di bawah sadar

yang melandasi agama, ilmu pengetahuan, dan pemikiran politik; kecenderungan

pada msa tertentu untuk menjadikan fakta sesuai dengan gagasan, gagasan sesuai

dengan fakta, dalam upya menciptakan citra dunia yang cukup meyakinkan untuk

memperkuat perasaan senasib, baik pada diri individu maupun kelompok.

Engels mendefinisikan ideologi sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh

cendikiawan secara sadar, namun juga dibarengi dengan kesadarn palsu. Ssi pelaku

sendiri tidak menegtahui moivasi apa yang mendorongnya, dan jika ia mengetahui

bearti ini sama sekali bukan prosesideologi. Jadi uang dia bayankan mengkin bisa

berupa motivasi yang samar maupun yang jelas. Karena ini merupakan proses

pemikiran,berarti dia mendapatkan bentuk dan isinya dari pemikiran murni, baik itu

pemikirannya sendiri maupun pemikiran-pemikiran sebelum dia.

Mihailo markovic, filsuf yugoslavia, mendefinisika ideologi secara lebih

singkat dan padat. Menurutnya, ideologi merupakan kumpulan gagasan dan teori

yang digunakan untuk mengungkapkan kepentingan, tujuan, dan norma-norma

kegiatan suatu kelompok.#

30
Ibid. loc. Cit., hal 154
#
Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2000) hal 241-242

Anda mungkin juga menyukai