(Draft 12) Menuju Sidang Skripsi Aziz 13 September 2017
(Draft 12) Menuju Sidang Skripsi Aziz 13 September 2017
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
Kata kunci: SNI 7266-2014, analisis gap, FMEA, tingkat kesesuaian, bakso ikan
ABSTRACT
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Disahkan Tanggal:
v
vi
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel 1Analisis GAP SNI dengan yang terjadi pada proses produksiError! Bookmark not defined.
Tabel 2 Kriteria skala penilaian FMEA untuk pengolahan bakso ikanError! Bookmark not defined.
ix
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
METODE PENELITIAN
SNI pada proses produksi dengan menggunakan metode analisis gap dan beberapa
uji produk dan proses yang meliputi uji kimia, mikrobiologi, fisika, dan sensori.
Pengujian produk dan proses dilakukan untuk memperkuat argumentasi dari
analisis gap yang ada, perancangan penilaian kesesuaian SNI menggunakan
FMEA dan pelaksanaan penilaian tingkat kesesuaian SNI menggunakan FMEA.
Tahapan penelitian yang didasari Sukesi et al. (2013) disajikan pada Gambar 1.
Prosedur Penelitian
Prosedur Analisis
Uji Organoleptik
Pelaksanaan uji organoleptik mengacu pada standar yang ditetapkan oleh
BSN yaitu SNI 2346:2010 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori pada
produk perikanan. Pengujian secara sensoris/organoleptik dilakukan dengan
sensasi dari rasa, bau/aroma, penglihatan, dan sentuhan/rabaan pada saat makanan
dimakan. Kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kualitas organoleptik pada
produk bakso ikan bandeng terdiri dari: (1) kelunakan, (2) rasa, (3) tekstur, (4)
aroma, (5) warna.
6
Uji Mikrobiologi
Penyebab mikrobiologi selama pengolahan pangan antara lain adanya
mikroba patogen. Faktor yang mempengaruhi adanya mikroba adalah faktor
instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor yang tidak dapat
dikendalikan oleh usaha apapun juga dari manusia, artinya faktor yang berasal
dari individu ikan itu sendiri misalnya adanya komponen zat makanan yang
diperlukan oleh mikroba, pH daging ikan. Sedangkan faktor ekstrinsik merupakan
faktor yang dapat dikendalikan oleh manusia di dalam mempelajari kedua aspek
tersebut, misalnya cara-cara penangkapan, pengambilan contoh, media
pertumbuhan yang digunakan, suhu inkubasi. Uji mikrobiologi pada produk bakso
ikan yang di syaratkan oleh SNI terdiri dari ALT, E. Coli, Salmonella, Vibrio
Cholerae, dan Staphylococcus aureus, dan uji kimia terdiri dari kandungan kadar
air dan kadar garam.
Angka Lempeng Total
Angka Lempeng total (ALT) adalah jumlah koloni yang tumbuh pada
media dari pengenceran contoh. Penentuan ALT pada pengujian contoh
digunakan metode penuangan agar. Untuk media ini dilakukan pengenceran serial.
Jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada media agar dihitung setelah inkubasi
selama 18 jam pada suhu 37C. Perhitungan pada koloni hanya dihitung dengan
jumlah koloni antara 25-250. Hal ini dikarenakan media agar dengan jumlah
koloni tinggi (>300 koloni) sulit untuk dihitung, sehingga kemungkinan kesalahan
perhitungan sangat besar, sedangkan untuk jumlah koloni sedikit (<25 koloni)
tidak absah dihitung memakai statistik (BPOM 2008).
Eschericia coli
Eschericia coli atau biasa disingkat E. coli adalah salah satu jenis spesies
utama bakteri gram negatif. Pada umumnya bakteri ini ditemukan dalam usus
besar manusia. Kebanyakan E.coli tidak berbahaya, tetapi beberapa tipe dapat
mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia yaitu diare berdarah
karena eksotoksin yang dihasilkan bernama verotoksin. Beberapa cara masuknya
bakteri kedalam makanan antara lain adalah: (1) Daging atau ikan yang kontak
dengan bakteri dari usus hewan saat sedang diolah; (2) Air yang tidak higienis
mungkin mengandung kotoran hewan atau manusia; (3) Penanganan makanan
yang tidak aman pada toko-toko kelontong atau rumah makan. Media yang
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kehadiran bakteri pada pengujian
contoh adalah Eosin Methylene Blue Agar (EMBA). Media ini memiliki
keistimewaan mengandung lakstosa dan berfungsi untuk memilah mikroba yang
memfermentasikan laktosa seperti S. aureus, P.aerugenosa, dan Salmonella.
Mikroba yang memfermentasi laktosa dapat menghasilkan koloni dengan inti
berwarna gelap dengan kilap logam (BPOM 2008).
Salmonella
Salmonella adalah enterobacteriaceae yang terdistribusi secara luas di
dalam lingkungan, dan meliputi lebih dari 200 tipe. Salmonella thypi adalah agen
infeksi demam tipus, suatu penyakit yang tidak segera diobati dapat menyebabkan
kematian. Salmonella thypi tersebut menghasilkan endoktrin yang dapat
menyebabkan demam, mual dan diare (Bitton, 1994). Pengujian Salmonella
didasarkan pada pertumbuhan bakteri ini pada media selektif melalui tahapan pra
pengayaan, pengayaan dan tahap isolasi, kemudian dilanjutkan dengan uji
7
Uji Kimia
Analisis proksimat yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu,
karbohidrat, kadar protein, dan kadar lemak. Analisis yang digunakan mengacu
pada metode AOAC.
Kadar Air (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105C selama 1 jam. Cawan
tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan
sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga
beratnya konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan dan
ditimbang, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105C selama 5-8 jam
atau hingga beratnya konstan. Proses selanjutnya cawan tersebut diletakkan pada
desikator 30 menit dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang
kembali. Perhitungan kadar air menggunakan rumus berikut:
Kadar air (%)= B-C x 100%
B-A
Keterangan:
A= Berat cawan porselen kosong (g)
B= Berat cawan porselen + sampel (g)
C= Berat cawan porselen + sampel setelah dikeringkan (g)
Kadar Abu (AOAC 2005)
Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
105C, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang hingga
didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang, lalu
dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api Bunsen
hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan
dengan suhu 600C selama 6 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat
yang konstan. Penentuan kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Kadar Abu (%) = C A x 100%
BA
Keterangan :
A = Berat cawan porselen kosong (g)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (g)
C= Berat cawan porselen dengan sampel setelah dikeringkan (g)
8
Analisis Gap
Analisis gap memiliki beberapa kemungkinan yaitu (+Gap) yang
menunjukkan bahwa penilaian dilapangan mempunyai unsur lebih dibanding
dengan SNI. Sementara itu (-Gap) menunjukkan bahwa penilaian dilapangan
miliki mempunyai kekurangan bila dibandingkan dengan SNI yang ada. . Analisis
gap akan dilakukan untuk melihat komponen dasar yang seharusnya ada dalam
standar produk, apakah SNI yang ada sesuai dengan yang terjadi didalam unit
pengolahan. Analisis gap SNI dengan yang terjadi pada proses produksi dapat
dilihat pada Tabel 3.
9
Tabel 1 Analisis GAP SNI dengan yang terjadi pada proses produksi(Sukesi et al
2013)
Unsur Rincian + Gap - Gap Solusi
Penanganan dan
pengolahan
a. Penerimaan
b. Pelumatan
c. Pencampuran
d. Pembentukan
e. Pemasakan
f. Pendinginan
g. Sortasi
h. Pengemasan
Penyimpanan
Analisis FMEA
Skala kriteria penilaian untuk ketiga jenis penilaian ini juga harus sama,
yaitu terbagi dalam skala 5. Setelah daftar dampak risiko diketahui, proses
selanjutnya dilakukan penilaian dengan pemberian skor penilaian. Skala penilaian
berdasarkan Gaspersz (2012) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 5 S Parameter
Rank Kejadian Krtiteria Probabilitas
kegagalan
1 Hampir Tidak mungkin penyebab ini mengakibatkan 1 dalam 100.000
tidak pernah kegagalan produksi bakso ikan
2 Sedikit Kegagalan akan jarang terjadi pada produksi 1 dalam 2000
bakso ikan
3 Sedang Kegagalan agak mungkin terjadi pada 2 dalam 1000
produksi bakso ikan
4 Tinggi Kegagalan sangat mungkin terjadi pada 2 dalam 100
produksi bakso ikan
5 Sangat Kegagalan akan mungkin terjadi pada 1 dalam 10
tinggi produksi bakso ikan
Kejadian ketidaksesuaian (O - Parameter)
Parameter kejadian ketidaksesuaian (O - Parameter) diisi berdasarkan hasil
pengisian scoresheet implementasi dan keberfungsian HACCP. Kejadian
ketidaksesuaian (O Parameter) diisi menggunakan skala 1-5, dapat dilihat pada
Tabel 6
.
Deteksi ketidaksesuaian tanpa audit (D - Parameter)
Parameter ketidaksesuaian tanpa audit terdiri dari skala 1-5. keseluruhan
skala dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6 O Parameter
Rank Akibat Kriteria
1 Tidak ada akibat Kita tidak perlu memikirkan akibat akan dampak
yang terjadi
2 Akibat ringan Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan
3 Akibat minor Akibat yang ditimbulkan masih berada dalam batas
Toleransi
4 Akibat mayor Akibat buruk yang tidak dapat diterima berada
diluar batas toleransi
5 Akibat berbahaya Akibat yang ditimbulkan adalah sangat berbahaya
dan tanaman jeruk tidak layak untuk
dibudidayakan
Tabel 7 D - Parameter
Rank Kriteria Tingkat kejadian
1 Metode Pencegahan atau deteksi sangat efektif (pasti 1 dalam 100.000
terdeteksi)
2 Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah sangat 1 dalam 2000
rendah (mudah terdeteksi)
3 kadang-kadang penyebab itu terjadi (cukup mudah 2 dalam 1000
terdeteksi)
4 Metode deteksi kurang efektif, karena penyebab masih 2 dalam 100
berulang lagi (sulit terdeteksi)
5 Metode deteksi tidak efektif, penyebab akan selalu terjadi 1 dalam 10
(tidak dapat terdeteksi)
11
Analisis Data
Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini sesuai dengan SNI 01-
2891-1992, butir 1.2 dimana contoh diperiksa secara organoleptik terhadap warna,
bau, rasa, dan bentuk. Pengujian dilakukan di Badan Penelitian dan
Pengembangan Industri, Balai Besai Industri Agro, Jalan I.r H. Juanda No. 11
bogor. Hasil pengujian organoleptik menunjukkan hasil yang normal pada setiap
karakteristik warna, bau, rasa, dan bentuk. Perbandingan hasil pengujian dengan
SNI dapat dilihat pada Tabel 6
Uji Mikrobiologi
Uji mikrobiologi merupakan uji salah satu uji penting, karena selain dapat
menduga daya tahan simpan makanan, juga dapat dijadikan sebagai indikator
sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan. Pengujian mikrobiologi
diantaranya meliputi uji kuantitatif untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu
makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya,
dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut
13
Uji Kimia
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat memengaruhi penampakan, tektur
dan citarasa pada bahan pangan tersebut. KA dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, KA tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Afrianto dan Liviawaty,
1989). Hasil uji kadar air pada bakso ikan menunjukkan nilai sebesar 65,8%.
Secara umum kadar air bakso ikan pada PT King Food telah memenuhi standar,
namun terdapat selisih sebesar 0,8%. Kadar air pada produk bakso ikan
menunjukkan nilai paling tinggi dibandingkan dengan karakteristik kimia lainnya.
Hal ini disebabkan adanya proses pencucian pada surimi sehingga dapat
meningkatkan kadar air dalam daging ikan. Hal ini terjadi karena pencucian
mampu meningkatkan sifat hidrofilik dari daging ikan (Suzuki 1981).
Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat dilihat pada Tabel 6.
Kadar protein produk bakso ikan diuji sesuai dengan SNI 01-2891-1992,
butir 7.1. Hasil uji protein bakso ikan sebesar 9,21%. Penggunaan bahan baku
yang mengandung protein tinggi akan menghasilkan produk yang tinggi. Begitu
juga sebaliknya dimana penggunaan bahan baku yang memiliki protein rendah
akan menghasilkan produk yang olahan dengan kandungan protein yang juga
rendah. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh
manusia karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan baker dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein dalam bahan makanan
yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino
(Paranginangin, 2000). Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat dilihat
pada Tabel 6.
Kadar lemak produk bakso ikan diuji sesuai dengan SNI 01-2891-1992,
butir 8.2. Hasil uji lemak bakso ikan sebesar 6,80%. Lemak merupakan zat
makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif disebanding dengan karbohidrat dan
protein. Lemak yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu dari
kandungan gizi yang terdapat dalam bahan pangan (Paranginangin, 2000).
Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat dilihat pada Tabel 6.
Kadar abu produk bakso ikan diuji sesuai dengan SNI 01-2891-1992, butir
6.1. Hasil uji abu bakso ikan sebesar 2,62%. Secara umum kadar abu bakso ikan
pada PT King Food telah memenuhi standar, namun terdapat selisih sebesar
0,62%. Kadar abu suatu bahan makanan menggambarkan banyaknya mineral yang
terbakar menjadi zat yang tidak dapat menguap. Rendahnya kadar abu pada suatu
produk menunjukkan kecilnya jumlah mineral-mineral yang terkandung dalam
produk tersebut. Sebagian besar bahan makanan yaitu sekitar 90% terdiri dari
bahan organik dan air. Sisanya terdiri atas unsur mineral (zat organik). Pada
proses pembakaran, bahan organik terbakar tetapi zat organiknya tidak terbakar,
oleh karena itu disebut abu (Winarno 2008). Tingginya kadar abu yang dihasilkan
oleh produk bakso ikan PT King Food Kemungkinan dikarenakan tidak adanya
proses pemfiletan pada saat proses penanganan bahan baku sehingga ikan utuh
15
beserta tulangnya masuk kedalam proses pelumatan yang membuat kadar abunya
tinggi.
Pengambilan contoh untuk pengujian telah sesuai dengan SNI 2326:2010,
pengambilan contoh dilakukan pemeriksaan tingkat satu dengan
mempertimbangkan nilai keeonomisan, dengan besarnya lot dibawah atau kurang
dari 4.800, dengan berat bersih kemasan terkecil kurang dari 1 kg, diambil contoh
dengan jumlah 7. Sampel dibawa dari PT King Food menuju lokasi pengujian
menggunakan kemasan komersial tertutup dan kedap udara dengan suhu ruang
atau lebih besar. Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat dilihat pada
Tabel 6.
Bahan baku
Bahan baku ikan beku menurut SNI 7266-2014 memiliki potensi bahaya yaitu
kontaminasi kimia dan mikroba patogen. Potensi cacat mutunya adalah
kemunduran mutu karena kesalahan penanganan. Bahan baku harus dipertahankan
mutunya sesuai spesifikasi. Penerimaan ikan utuh beku ditangani secara cepat,
cermat dan saniter dengan suhu pusat maksimal -18 C. Bahan baku yang
digunakan PT King Food adalah ikan beku yang dikirim dari PT Dua Putra
Perkasa dengan spesifikasi dari jenis ikan deho (Euthynus sp.), sudah disiangi, dan
kepala masih utuh. Ikan segar disimpan dalam gudang penyimpanan beku pada
16
suhu -17C dengan suhu pusat setelah penggilingan sebesar 0-50C. Penyortiran
dilakukan pada ikan yang sudah mengalami kemunduran mutu untuk
mendapatkan bahan baku dengan kualitas tinggi dan tanpa adanya kontaminasi.
Pelumatan
Pelumatan daging merupakan bagian dari proses produksi bakso ikan.
Pelumatan merupakan proses melumatkan daging ikan dengan menggunakan alat
penggiling daging. Menurut SNI 7266-2014 pelumatan memiliki potensi bahaya
yaitu kontaminasi mikroba patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene.
Potensi cacat mutunya yaitu lumatan daging ikan tidak sesuai spesifikasi untuk
mendapatkan lumatan daging ikan sesuai spesifikasi, dengan cara daging ikan
dilumatkan secara mekanis dengan cepat, cermat dan saniter dalam kondisi
dingin. Proses pelumatan daging di PT King Food dilakukan secara cermat, hati-
hati, dan saniter dengan mempertahankan suhu 0-5C. Daging hasil gilingan
kemudian ditampung dalam wadah kedap air yang bersih.
Pencampuran
Pencampuran merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan.
Proses pencampuran merupakan proses pencampuran antara lumatan daging,
tepung, bumbu, dan bahan tambahan pangan lainnya. Menurut SNI 7266-2014
pencampuran memiliki potensi bahaya yaitu kontaminasi mikroba patogen, benda
asing. Potensi cacat mutunya adalah kesalahan komposisi, kemunduran mutu
karena kesalahan penanganan, tekstur tidak sesuai dengan spesifikasi, tidak
homogen. Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan adonan yang homogen dan
bebas kontaminasi dilakukan dengan cara lumatan daging ikan dimasukkan ke
dalam alat pencampur, ditambahkan
garam dan dicampur hingga didapatkan adonan yang lengket. Selanjutnya
dilakukan penambahan bumbu lainnya, dicampur sampai homogen. Proses
dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu
maksimum 10 C. Proses pencampuran yang dilakukan di PT King Food yaitu
daging dicampurkan dengan bahan tambahan (Tepung pati, tepung tapioka) serta
bumbu-bumbu (Bumbu: bawang merah, bawang putih, lada, garam, gula) dengan
menggunakan mixer dan ditambahkan air dingin atau air es agar suhu tetap
rendah, dilakukan selama 5 menit dan saniter.
Pembentukan
Pembentukan merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan.
Proses pembentukan dilakukan setelah adonan hasil pencampuran telah tercampur
merata dan homogen. Adonan harus dilakukan proses pembentukan agar memiliki
bentuk dan ukuran yang seragam. Menurut SNI 7266-2014 proses pembentukan
bakso ikan memiliki potensi bahaya yaitu kontaminasi mikroba patogen karena
kurangnya sanitasi dan higiene. Potensi cacat mutunya yaitu kemunduran mutu
karena kesalahan penanganan. Tujuan akhir proses ini untuk mencetak adonan
sesuai spesifikasi, dengan cara adonan dicetak dengan bentuk dan ukuran sesuai
spesifikasi. Proses pembentukan yang dilakukan di PT King Food yaitu
Pembentukkan dilakukan dengan menggunakan alat pembentuk bakso. Adonan
dimasukkan kedalam mesin pencetak bakso. Proses diulang jika ditemukan bakso
yang bentuk dan ukurannya berbeda.
17
Pemasakan
Pemasakan merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan.
Proses pemasakan dilakukan dua tahap, setiap tahap memakai suhu yang berbeda.
Menurut SNI 7266-2014 pemasakan bakso ikan memiliki potensi bahaya yaitu
terdapatnya mikroba patogen karena suhu tidak tercapai. Potensi cacat mutunya
yaitu tekstur tidak sesuai spesifikasi. Tujuan dari proses ini adalah untuk
mendapatkan tekstur bakso ikan yang baik. Dengan cara adonan yang sudah
dicetak direbus pada suhu 40 C 70 C selama 10 - 20 menit kemudian
dilanjutkan perebusan pada suhu 90 C 100 C sampai mengapung. Proses
pemasakan bakso ikan yang dilakukan di PT King Food yaitu dimulai dengan
adonan yang sudah dicetak direbus pada suhu 65 C - 70 C selama 15 menit
dengan mengunakan air garam agar adonan tetap mengapung kemudian di
lanjutkan perebusan pada suhu 95 C - 100 C sampai mengapung.
Pendinginan
Pemasakan merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan.
Proses pendinginan dilakukan sebelum proses sortasi dan pengemasan dilakukan.
Menurut SNI 7266-2014 proses pendinginan bakso ikan meliliki potensi bahaya
yaitu kontaminasi mikroba patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene.
Potensi cacat mutunya yaitu kemunduran mutu karena kesalahan. Tujuan proses
pendinginan ini untuk menurunkan suhu bakso ikan setelah tahap perebusan dan
bebas kontaminasi mikroba patogen. Petunjuk pelaksanaannya dengan cara bakso
ikan didinginkan dengan cara ditiriskan atau dibantu dengan blower atau kipas
angin, secara cepat, cermat dan saniter. Proses pendingingan yang dilakukan di PT
King Food dengan cara ditiriskan dan diangini dalam wadah khusus untuk proses
pendinginan dengan bantuan blower atau kipas angin, kemudian bakso dilumuri
oleh minyak sawit tiap butirnya agar tidak lengket.
Sortasi
Sortasi merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan. Proses
sortasi dilakukan setelah proses pendinginan. Menurut SNI 7266-2014 proses
sortasi memiliki potensi bahaya yaitu kemunduran mutu karena kesalahan
penanganan dan kontaminasi
mikroba patogen. Potensi cacat mutunya yaitu Ketidakseragaman bentuk dan
ukuran. Tujuan proses sortasi adalah untuk mendapatkan bakso ikan dengan
bentuk dan ukuran yang seragam serta bebas dari kontaminasi mikroba patogen.
Petunjuk pelaksanaannya dengan cara bakso ikan yang tidak seragam bentuk dan
ukurannya dipisahkan. Sortasi dilakukan secara cepat, cermat dan saniter. Proses
sortasi yang dilakukan di PT King Food dilakukan dengan memilih dan
membedakan bakso. Bakso yang tidak sesuai atau tidak seragam bentuknya
dipisahkan.
Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan.
Pengemasan merupakan proses terakhir sebelum pengiriman. Menurut SNI 7266-
2014 proses pengemasan memiliki potensi bahaya yaitu kontaminasi mikroba
patogen. Potensi cacat mutunya yaitu kemunduran mutu karena kesalahan
18
penanganan. Tujuan proses ini adalah untuk memasukkan bakso ikan ke dalam
pengemas, sesuai dengan berat yang ditentukan serta bebas dari kontaminasi
mikroba patogen. Petunjuk pelaksanaannya dengan cara bakso ikan dimasukkan
ke dalam pengemas plastik dan ditimbang sesuai dengan berat yang ditentukan.
Kemasan ditutup menggunakan alat penutup sealer atau vacuum sealer.
Penimbangan dan pengemasan dilakukan secara cepat, cermat. Proses yang
dilakukan di PT King Food dengan cara dikemas dalam plastik yang aman dan di
seal menggunakan sealer agar kedap udara, daya simpan lebih lama dan saniter.
Pengemasan yang dilakukan di PT King Food tidak dilakukan penimbangan,
namun dengan cara dihitung jumlahnya sejumlah 30 butir dalam satu kemasan
dengan bobot secara umum 500 gram.
Gambar 2 Peta kendali (peta x-bar) dan kurva standar deviasi (peta R) suhu pada tahapan
penyimpanan beku (cold storage).
Analisis dengan peta kendali (x-bar) dari data pengukuran suhu tempat
penyimpanan (cold storage) bahan baku memperlihatkan bahwa sebanyak 2 data
atau sekitar 20% suhu tempat penyimpanan (cold storage) bahan baku berada di
19
atas batas spesifikasi atas (USL) yang telah ditentukan. Peta R menunjukkan 3
dari 10 data (30%) berada di atas rata rata standar deviasi proses. Hal ini
menunjukkan bahwa masih terdapat proses yang berada di luar kendali, maka
sistem penyimpanan (cold storage) bahan baku di PT King Food harus segera
dievaluasi dan diperbaiki, karena jika tidak dilakukan maka tempat penyimpanan
(cold storage) bahan baku tidak dapat digunakan untuk standar penyimpanan
bahan baku, yaitu tidak boleh melebihi -18C. Hal ini membuktikan bahwa
pelaksanaan pengendalian risiko suhu penyimpanan beku (cold storage) PT King
Food belum efektif dan berada di luar kendali, sehingga proses ini perlu
diperhatikan dan proses harus segera dievaluasi. Suhu tempat penyimpanan beku
(cold storage) dimana suhu pusat ikan agar enzim pendegradasi menjadi tidak
aktif mencapai -18C (Huss et al. 2004).
Hasil perhitungan data evaluasi pengukuran suhu perebusan 2 selama
bulan Agustus 2017 memperlihatkan bahwa suhu perebusan 2 memiliki nilai rata-
rata proses (x-bar) 92,92C, rata-rata tersebut berada di bawah nilai batas
spesifikasi atas (USL) 95C dan diatas batas spesifikasi bawah (LSL) 90C. Hal
ini menunjukkan bahwa suhu perebusan 2 selama Agustus 2017 masih berada di
bawah kendali, sehingga proses dapat mencapai suhu perebusan yang diinginkan.
Grafik analisis dengan peta kendali (x-bar) dan kurva standar deviasi (peta R)
suhu perebusan 2 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Peta kendali (peta x-bar) dan kurva standar deviasi (peta R) suhu pada tahapan
perebusan 2.
Analisis dengan peta kendali (x-bar) dari data pengukuran suhu perebusan
2 memperlihatkan bahwa 10 data (100%) berada di bawah batas spesifikasi atas
(USL). Sebaran data pada peta R menunjukkan standar deviasi dari 10 data berada
di bawah nilai UCL, namun terdapat 4 dari 10 data berada diatas rata-rata standar
deviasi. Hal ini menunjukkan bahwa suhu proses perebusan 2 belum bisa
dikendalikan sepenuhnya oleh prosedur atau sistem yang telah dijalankan.
Perebusan 2 berfungsi membentuk gel pada otak otak ikan. Pembentukan gel
suwari terjadi pada pemanasan dengan suhu mencapai 50C. Ketika pemanasan
gel ditingkatkan hingga di atas suhu 50C, maka struktur gel tersebut akan hancur.
20
Fenomena ini disebut dengan modori. Modori akan terjadi apabila dipanaskan
diatas suhu 50-60C selama 20 menit (Suzuki 1981).
Proses evaluasi penerapan SNI pada proses produksi bakso ikan
menguunakan Gap Analysis. Hasil analisis gap dapat dilihat pada Tabel 7.
bakso. Atau pada proses pendinginan ditambahkan minyak agar tidak lengket.
Dan dalam rangka menghemat pengeluaran seperti contohnya untuk menghemat
dana pendinginan yang sangat besar dibiaya listriknya, proses pendinginan
dilakukan oleh distributor atau konsumen. Namun untuk mencegah proses
penurunan kesegaran atau kualitas bakso ikan, pembuatan bakso ikan dilakukan
jika ada pemesanan, ketika proses telah selesai, bakso ikan langsung
didistribusikan.
adalah pada proses penerimaan bahan baku dan pada proses sortasi dan
pengemasan. Tabel 7 menunjukkan bahwa proses penanganan dan pengolahan
tidak berjalan 100% di PT King Food. Hasil audit menunjukkan bahwa
implementasi SNI 7266-2014 bagian penanganan dan pengolahan memiliki
tingkat kesesuaian 86,73%. Dengan hasil ini menurut Trafialek dan Kolanowski
(2014) artinya terdapat terdapat sedikit penyimpangan pada persyaratan dan tidak
begitu signifikan.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil pengujian contoh produk
26
Proses Potensi Bahaya Potensi cacat mutu Tujuan Petunjuk Gap + Gap -
Bahan baku
Ikan utuh kontaminasi kimia kemunduran mutu mempertahankan ikan utuh beku ditangani
beku dan mikroba karena kesalahan mutu bahan baku secara cepat, cermat dan
patogen penanganan sesuai spesifikasi saniter dengan suhu pusat
maksimal -18 C
Pelumatan Kontaminasi Lumatan daging ikan Mendapatkan lumatan Daging ikan dilumatkan
mikroba patogen tidak sesuai spesifikasi daging ikan sesuai secara mekanis dengan cepat,
karena kurangnya spesifikasi cermat dan saniter
sanitasi dan higiene dalam kondisi dingin
Pencampuran Kontaminasi Kesalahan komposisi, Mendapatkan adonan lumatan daging ikan
mikroba patogen, kemunduran mutu yang homogen dan dimasukkan ke dalam alat
benda asing karena kesalahan bebas kontaminasi pencampur, ditambahkan
penanganan, tekstur garam dan dicampur hingga
tidak sesuai dengan didapatkan adonan yang
spesifikasi, tidak lengket. Selanjutnya
homogen dilakukan
penambahan bumbu lainnya,
dicampur sampai homogen.
Proses dilakukan secara
cepat, cermat dan saniter
dengan mempertahankan
suhu maksimum 10 C.
Pembentukan Kontaminasi Kemunduran mutu Mencetak adonan Adonan dicetak dengan
mikroba patogen karena kesalahan sesuai spesifikasi bentuk dan ukuran sesuai
karena kurangnya penanganan spesifikasi
sanitasi dan higiene
Pemasakan Terdapatnya Tekstur tidak sesuai Mendapatkan tekstur Adonan yang sudah dicetak
mikroba patogen spesifikasi bakso ikan yang baik direbus pada suhu 40 C 70
karena suhu tidak C selama
tercapai 10 - 20 menit kemudian
dilanjutkan perebusan pada
suhu 90 C 100 C
sampai
mengapung
Pendinginan Kontaminasi Kemunduran mutu Menurunkan suhu Bakso ikan didinginkan
mikroba patogen karena kesalahan bakso ikan setelah dengan cara ditiriskan atau
karena kurangnya tahap perebusan dan dibantu dengan blower
sanitasi dan higiene bebas atau kipas angin, secara
kontaminasi mikroba cepat, cermat dan saniter
patogen
Sortasi Kemunduran mutu Ketidakseragaman mendapatkan bakso bakso ikan yang tidak
karena kesalahan bentuk dan ukuran ikan dengan bentuk seragam bentuk dan
penanganan dan dan ukuran yang ukurannya dipisahkan.
kontaminasi seragam serta Sortasi
mikroba patogen bebas dari dilakukan secara cepat,
kontaminasi mikroba cermat dan saniter
patogen
Pengemasan Kontaminasi Kemunduran mutu Memasukkan bakso Bakso ikan dimasukkan ke
dan mikroba patogen karena kesalahan ikan ke dalam dalam pengemas plastik dan
penimbangan penanganan pengemas, sesuai ditimbang sesuai
dengan berat yang dengan berat yang
ditentukan serta bebas ditentukan. Kemasan ditutup
dari kontaminasi menggunakan alat penutup
28
maksimal 18 C?
1.2 Apakah pegawai bisa mengkontrol kesalahan penanganan
bahan baku?
1.3 Apakah pegawai dapat menyeleksi benda asing yang ada?
Niliai akhir 13
2 Pelumatan
2.1 Apakah kontaminasi peralatan dapat atau sering terjadi?
2.2 Apakah terjadi penundaan, suhu diatas 4C?
2.3 Apakah kebersihan peralatan tetap terjaga?
2.4 Apakah ada tindakan langsung jika hasil pelumatan tidak
sesuai spesifikasi?
Nilai akhir
19
3 Pencampuran
3.1 Apakah ada pencegahan terjadinya kontaminasi air dan
peralatan?
3.2 Apakah terjadi penundaan, suhu diatas 4C?
3.3 Apakah kebersihan peralatan tetap terjaga?
3.4 Apakah ada tindakan langsung jika hasil pelumatan tidak
sesuai spesifikasi?
Nilai akhir 18
4 Pembentukan
4.1 Apakah kebersihan peralatan tetap terjaga?
4.2 Apakah ada tindakan langsung jika hasil pembentukan tidak
sesuai spesifikasi?
Nilai akhir 10
5 Perebusan
5.1 Apakah kebersihan peralatan tetap terjaga?
5.2 Apakah waktu perebusan sesuai spesifikasi?
5.3 Apakah suhu perebusan sesuai spesifikasi?
Nilai akhir 13
6 Pendinginan
6.1 Apakah ada kemungkinan terjadinya kontaminasi dari
personil?
Nilai akhir 14
7 Sortasi dan pengemasan
7.1 Apakah ada kemungkinan terjadinya kontaminasi dari
personil?
Apakah ada kemungkinan terjadinya kontaminasi bahan
7.2
pengemas?
7.3 Apakah ada kemungkinan terjadi masuknya metal fragment
selama penanganan dan pengolahan?
Nilai akhir 11
RIWA\YAT HIDUP
Penulis lahir di Kota Jakarta tanggal 6 Februari 1995, putra ke-2 dari 3
bersaudara dari ayah Abdur Rahim dan ibu Fauza Marwati. Pendidikan formal
penulis di mulai dari TK Muhammad Toha tahun 2000, kemudian melanjutkan ke
SD Jatirahayu 5. Tahun 2006 penulis masuk SMP 259 Jakarta, setelah lulus dari
sekolah menengah pertama pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikannya
di SMAN 113 Jakarta.
Tahun 2013 penulis lulus dari SMA dan pada tahun yang sama penulis
masuk kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jalur SNMPTN Undangan,
memilih program studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan (FPIK). Selama di IPB, penulis Bergabung dalam beberapa organisasi
kampus non akademik yaitu Sniper Flag Football IPB, badan eksekutif
mahasiswa fakultas perikanan dan ilmu kelautan BEM FPIK sebagai staff HRD,
forum komunikasi muslim FPIK, himpunan mahasiswa teknologi hasil perairan
HIMASILKAN sebagai anggota divisi kewirausahaan. Selain itu penulis aktif
sebagai asisten praktikum mata kuliah Iktiologi, Penanganan Hasil Perairan,
Teknologi Produk Tradisional Hasil Peraian, dan Dasar-dasar Analisis
Mikroskopik Bahan Baku Hasil Perairan.