Anda di halaman 1dari 51

ANALISIS KESESUAIAN STANDAR PRODUK TERHADAP

PENANGANAN DAN PENGOLAHAN BAKSO IKAN


PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH

ABDUL AZIZ HAKIM

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kesesuaian


Standar Produk Terhadap Penanganan dan Pengolahan Bakso Ikan pada Usaha
Kecil dan Menegah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2017

Abdul Aziz Hakim


NIM C34130036

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK

ABDUL AZIZ HAKIM. Analisis Kesesuaian Standar Produk Terhadap


Penanganan dan Pengolahan Bakso Ikan pada Usaha Kecil dan Menegah.
Dibimbing oleh HERU SUMARYANTO dan BAMBANG RIYANTO.

Kontribusi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) diberbagai negara


mendapat pengakuan dan penghargaan tinggi. UKM tidak hanya berperan dan
berkontribusi dalam cakupan perekonomian satu negara atau kawasan, tetapi juga
dalam tataran perekonomian global. Oleh karena itu sangat diperlukannya peran
SNI untuk menjaga kualitas produk UKM. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis kesesuaian antara SNI dengan yang terjadi pada proses produksi
bakso ikan pada usaha kecil menengah, serta menganalisis faktor-faktor
penghambat dalam penerapan standar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
umumnya proses penanganan dan pengolahan produksi bakso ikan di PT King
Food sudah berjalan sesuai dengan SNI 7266-2014. Berdasarkan hasil penguijan
sampel terdapat beberapa parameter yang tidak sesuai yaitu parameter kadar air
dan kadar abu. Hasil analisis gap menunjukkan proses pemasakan, pendinginan
dan pengemasan kurang sesuai dengan SNI. Analisis kesesuaian menggunakan
FMEA menunjukkan bahwa nillai RPN yang termasuk kedalam resiko kritis
adalah pada proses penerimaan bahan baku dan pross sortasi dan pengemasan. PT
King Food memiliki tingkat kesesuaian dengan SNI 7266-2014 sebesar 86,73%
yang artinya terdapat terdapat sedikit penyimpangan pada persyaratan dan tidak
begitu signifikan.

Kata kunci: SNI 7266-2014, analisis gap, FMEA, tingkat kesesuaian, bakso ikan

ABSTRACT

ABDUL AZIZ HAKIM Conformity Analysis of Product Standard to Handling


and Processing Fishballs on Small and Medium Industry. Guided by HERU
SUMARYANTO and BAMBANG RIYANTO.

The contribution of small and medium Industry (UKM) in various


countries received recognition and high appreciation. UKM not only play a role
and contribute to the economic coverage of one country or region, but also in the
global economic level. Therefore, it is necessary SNI role to maintain the quality
of UKM products. The aim of this research is to analyze the compatibility
between SNI with that occurs in the process of fishball production in small and
medium industry, as well as analyzing the inhibiting factors in the application of
standards. The results showed that generally the process of handling and
processing of fishball production in PT King Food has been run in accordance
with SNI 7266-2014. Based on the results of sample penguijan there are some
parameters that are not appropriate water content and ash content. The result of
gap analysis shows that cooking, cooling and packaging process is less suitable
with SNI. Conformity analysis using FMEA indicates that the RPN nilai included
in the critical risk is on the process of raw material acceptance and sorting and
packing process. PT King Food has a level of conformity with SNI 7266-2014 of
86.73% which means there is a slight deviation on the requirements and not so
significant.

Keywords: SNI 7266-2014, gap analysis, level of suitability, fishball.


Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
i
ii

TINGKAT KESESUAIAN STANDAR PRODUKTERHADAP


PENANGANAN DAN PENGOLAHAN BAKSO IKAN
PADA USAHA KECIL MENENGAH

ABDUL AZIZ HAKIM

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
iii
iv

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Analisis Kesesuaian Standar Produk Terhadap


Penanganan dan Pengolahan Bakso Ikan pada Usaha
Kecil dan Menegah
Nama : Abdul Aziz Hakim
NIM : C34130036
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Ir Heru Sumaryanto MSi Bambang Riyanto, SPi, MSi


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Eng Uju, SPi MSi


Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Disahkan Tanggal:
v
vi

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah


memberikan segala kenikmatan, limpahan rahmat, hidayah, karunia, dan inayah-
Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Baginda Rasulullah
Muhammad SAW dan para sahabatnya, yang telah membantu umat manusia
hijrah dari zaman kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Skripsi ini
berjudul Tingkat Kesesuaian Standar Produk terhadap Penanganan dan
Pengolahan Bakso Ikan pada Usaha Kecil Menegah. Penyelesaian skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1 Abi Ir Abdur Rahim M.Si dan Umi Ir Fauza Marwati sebagai orang tua atas
segala doa dan dukungan yang selalu diberikan.
2 Bapak Ir Heru Sumaryanto, SPi MSi dan Bapak Bambang Riyanto, SPi MSi
sebagai pembimbing yang telah banyak memberi saran dan motivasi.
3 Dr Eng Uju SPi MSi, selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
4 Dr Ir Iriani Setyaningsih MS, selaku Ketua Program Studi Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
5 Pihak PT King Food Bekasi, yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan praktik lapang di perusahaan.
6 Kelompok bimbingan skripsi, Anisa salma, Bayu, Hamdani yang telah saling
berbagi ilmu dan pelajaran dalam menyelesaikan skripsi.
7 Keluarga besar rumah kepemimpinan Dalmation Home, Haraldi, Sadewo,
Arief, Jalu, Teguh, Irfan, Afri, Handrian, Sonang, Tunas, Firdaus atas segala
persahabatan, kenangan, perjuangan, dukungan dan doanya.
8 Seluruh keluarga besar Teknologi Hasil Perairan 48, 49, 50, 51, 52 atas segala
persahabatan, kenangan, perjuangan, dan asa untuk mencapai tujuan.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi
ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat,

Bogor, 24 Juli 2017

Abdul Aziz Hakim


vii
viii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... viii


DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... ix
PENDAHULUAN .........................................................................................................1
Latar Belakang .................................................................................................................... 1
Perumusan Masalah............................................................................................................. 3
Tujuan Penelitian ................................................................................................................ 3
METODE PENELITIAN ..............................................................................................3
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................................... 3
Prosedur Penelitian .............................................................................................................. 4
Evaluasi Penerapan SNI pada Proses Produksi................Error! Bookmark not defined.
Pengujian Contoh Produk Bakso Ikan .............................Error! Bookmark not defined.
Survey dan Kondisi Aktivitas Pengolahan Bakso Ikan UMKMError! Bookmark not defined.
Pengujian Sampel Produk Bakso ikan ............................................................................. 5
Evaluasi Penerapan SNI pada Proses Produksi................Error! Bookmark not defined.
Perancangan Penilaian Kesesuaian SNI Menggunakan FMEAError! Bookmark not defined.
Pelaksanaan Penilaian Tingkat Kesesuaian SNI menggunakan FMEAError! Bookmark not defined.
Gambaran Umum Perusahaan ........................................................................................... 12
Evaluasi Penerapan SNI pada Proses Produksi ................................................................. 15
Bahan baku .................................................................................................................... 15
Pelumatan ...................................................................................................................... 16
Pencampuran ................................................................................................................. 16
Pembentukan ................................................................................................................. 16
Perancangan Penilaian Kesesuaian SNI Menggunakan FMEA ........................................ 21
SIMPULAN DAN SARAN.........................................................................................22
Simpulan ........................................................................................................................... 22
Saran ................................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................23
LAMPIRAN ................................................................................................................25
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................................33

DAFTAR TABEL

Tabel 1Analisis GAP SNI dengan yang terjadi pada proses produksiError! Bookmark not defined.
Tabel 2 Kriteria skala penilaian FMEA untuk pengolahan bakso ikanError! Bookmark not defined.
ix

Tabel 3 S Parameter ................................................................Error! Bookmark not defined.


Tabel 4 O Parameter ...............................................................Error! Bookmark not defined.
Tabel 5 D - Parameter ................................................................Error! Bookmark not defined.
Tabel 6 Perbandingan hasil pengujian contoh dengan SNI ....................................................15
Tabel 7 Gap analysis evaluasi penerapan SNI ........................................................................20
Tabel 8 Hasil analisis kesesuaian SNI dengan metode FMEA ...............................................21

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tahapan Penelitian ..................................................................................................4

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil pengujian contoh produk ...........................................................................25


Lampiran 2 Sertifikat halal PT King Food .............................................................................26
Lampiran 3 Tabel kerja alanisis gap .......................................................................................27
Lampiran 4 Tabel penilaian skor FMEA Severity ..................................................................28
Lampiran 5 Tabel penilaian skor FMEA Occurance ..............................................................29
Lampiran 6 Tabel penilaian skor FMEA Detectibility ...............Error! Bookmark not defined.
Lampiran 7 Tabel Kesesuaian SNI dengan FMEA.................................................................31
Lampiran 8 Skala kriteria audit ..............................................................................................32
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perdagangan perikanan dunia berkembang dengan pesat dan mencapai


peningkatan 121 %. Asia, memiliki peran penting dalam perdagangan ini dengan
menyumbang US$ 50 miliar atau 39%. Sektor perikanan juga memberikan akses
penting akan kehidupan yang layak, dengan memberi kesempatan kerja yang
cukup besar bagi sebagian besar populasi penduduk dunia, dimana orang Asia
yang bekerja pada sektor perikanan mencapai 84 % dari seluruh angkatan kerja
yang ada di asia (UNCTAD 2016).
Kontribusi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) diberbagai negara
mendapat pengakuan dan penghargaan tinggi. UKM tidak hanya berperan dan
berkontribusi dalam cakupan perekonomian satu negara atau kawasan, tetapi juga
dalam tataran perekonomian global. Tantangan UKM di tengah situasi persaingan
terbuka diiringi dengan tuntutan dan harapan konsumen yang terus meningkat,
menuntut UKM untuk memenuhi kriteria yang ada. Guna dapat memanfaatkan
peluang dan potensi pasar di kawasan ASEAN dan pasar global, maka produk
yang dihasilkan UKM haruslah memenuhi kualitas dan standar yang sesuai
dengan kesepakatan ASEAN dan negara tujuan. UKM harus mulai difasilitasi
dengan kebutuhan kualitas dan standar produk yang dipersyaratkan pasar ASEAN
maupun di luar ASEAN. Peranan dukungan teknologi untuk peningkatan kualitas
dan produktivitas perlu segera dilakukan dalam memperkuat kemampuan UKM
yang ingin memanfaatkan pasar ASEAN (BSN 2015).
Utilisasi industri perikanan saat ini adalah sekitar 36,1 persen untuk skala
menengah besar, dan mencapai 62 persen untuk UMKM. Terbatasnya suplai
bahan baku ikan, sarana, dan prasarana penangkapan ikan, serta gudang pendingin
ikan, merupakan permasalahan utama industri pengolahan perikanan
tersebut. Terdapat 718 industri pengolahan ikan dengan skala menengah besar
yang memiliki kapasitas terpasang sekitar 1,6 juta ton dengan menyerap tenaga
kerja sebanyak 235.000 orang. Jumlah UMKM perikanan yang ada saat ini
sebanyak 65.766 unit. Segmen ini mempunyai ketahanan maupun menjadi
penopang dalam dua momentum krisis ekonomi di Indonesia (Herjanto 2011)
Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah penduduk yang banyak.
Indonesia merupakan pangsa pasar yang menarik. Untuk kawasan ekonomi
ASEAN sektor perikanan masih belum siap. Nelayan Indonesia dengan taraf
pendidikannya, masih jauh dalam hal persaingan. Walaupun secara kuantitas
produk perikanan diatas negara yang lainnya namun realitanya di lapangan
banyak produk-produk perikanan yang dipertanyakan kebersihannya dan belum
banyak produk perikanan yang terstandirisasikan. Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi
Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, telah melakukan
program pendampingan terhadap UMKM pangan sejak tahun 2013. Pada tahun
2016, program Pendampingan terhadap UMKM pangan telah dilanjutkan dengan
program Pendampingan Implementasi Manajemen Keamanan Pangan (Good
Manufacturing Practices/GMP dan Hazard Analysis Critical Control
Point/HACCP). Kendala terbesar dalam implementasi sistem keamanan pangan
2

ini diantaranya adalah sulitnya mengedukasi karyawan agar melakukan pencatatan


kegiatan sesuai SOP, biaya untuk renovasi, penambahan alat dan sarana yang
cukup besar, biaya pengujian di laboratorium dan kalibrasi alat setiap tahun cukup
besar, perlu menyesuaikan harga jual untuk menutupi biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mengimplementasikan GMP, serta perizinan yang sulit karena
mayoritas UMKM berada pada lingkungan perumahan bukan pada lingkungan
bisnis (Rosniawati 2016).
Penerapan SNI oleh dunia industri masih menemui banyak kendala,
diantaranya adalah masalah kemampuan dan kesiapan pelaku usaha atau industri
(BSN 2012). Industri menengah dan besar, akan lebih mudah dalam menerapkan
SNI dibandingkan dengan industri kecil. SNI dilihat secara beragam oleh
perusahaan baik sebagai faktor pendorong untuk merebut pasar (konsumen),
pemenangan dalam persaingan; maupun dilihat sebagai tambahan beban biaya
(extra costs) yang harus ditanggung oleh perusahaan. Besar kecilnya ukuran
perusahaan juga mempengaruhi penerapan SNI sukarela (Kementerian
Perdagangan, 2012).
Perhatian kepada usaha kecil dan menengah (UKM) harus dilakukan.
Kementerian Perindustrian telah berupaya untuk memberikan fasilitas atau
bantuan kepada setidaknya 10 UKM garmen dan mainan untuk mendapatkan SNI
sehingga produk industri tersebut bisa memiliki nilai tambah yang lebih dan
mampu bersaing di pasar internasional. Beberapa UKM tersebut adalah 5 UKM
dari Jawa Barat, 2 dari Jawa Tengah, 2 dari Jawa Timur, dan 1 dari Bali (Neraca,
2012).
Bakso merupakan produk emulsi daging. Bakso dibuat dari daging yang
digiling halus, dibentuk bulat-bulat, ditambah bahan pengisi pati atau tepung
terigu dan bumbu-bumbu. kemudian direbus. Bakso merupakan salah satu bagian
industri makanan dari sekian banyak industri yang sangat menguntungkan.
Industri makanan terutama bakso dapat dijumpai hampir di berbagai daerah di
Indonesia. Daging yang baik untuk membuat bakso adalah daging yang segar
yang belum mengalami rigor mortis, karena daya ikat air pada ikan segar lebih
tinggi dibandingkan daging rigor mortis maupun pasca rigor. Berdasarkan
karakteristiknya, bakso ikan tergolong bahan pangan yang mudah rusak akibat
aktivitas mikroba, karena memiliki pH yang relatif tinggi (pH di atas 5,2) dan
aktivitas air yang tinggi (Aw di atas 0,91). Mutu bakso ikan meliputi sifat fisik
(kekuatan gel dan warna), sensori (organoleptik, uji gigit dan uji lipat) dan kimia
(viskositas, kadar sulfat, kadar air, kadar protein dan WHC). Oleh karena itu
peranan standar sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dan keamanan.
Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa peran standar mutu sangat
penting baik bagi produk ekspor untuk akselerasi ekspor maupun produk domestik
untuk melindungi konsumen. Adanya kasus penolakan produk ekspor dan
meningkatnya impor karena kurang bersaingnya standar kualitas serta kasus
keracunan makanan yang terjadi didalam Negri mengindikasikan terjadinya gap
standar antara standar yang ada dengan proses produksi yang berjalan di
perusahaan. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengkaji kesesuaian antara
Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan proses produksi yang berjalan pada
perusahaan terutama pada perusahaan skala usaha kecil dan menegah.
3

Perumusan Masalah

Penelitian mengenai kesesuaian pada UMKM telah dilakukan sebelumnya,


diantaranya pada UMKM pindang (Masrifah 2015). Masrifah (2015)
menunjukkan bahwa permasalahan manajemen mutu yang terjadi di Cindy Group
adalah kurangnya modal usaha sehingga kapasitas produksi yang dihasilkan
rendah, hal ini menjadi kendala bagi perusahaan dalam upaya perluasan pangsa
pasar. Berdasarkan analisis identifikasi permasalahan ditetapkan beberapa faktor
yang berpengaruh terhadap permasalahan tersebut yaitu: modal, material,
prosedur, manusia dan lingkungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa
permasalahan yang paling dominan yang sedang dihadapi perusahaan adalah
modal, material dan sumberdaya manusia, sehingga ketiga permasalahan tersebut
perlu diatasi terlebih dahulu. Herjanto (2011) melaporkan bahwa penerapan SNI
27 jenis produk pada 447 perusahaan yang tersebar di 22 provinsi, menunjukkan
bahwa kendala terbesar perusahaan untuk menerapkan SNI adalah keterbatasan
sumber daya manusia dalam menerapkan SNI (30,0%), kesulitan untuk
mengkalibrasikan peralatan laboratorium maupun produksi (14,8%), adanya
pesaing pasar yang memasarkan produknya di bawah standar dengan harga yang
rendah pula (13,0%), biaya pengujian/ sertifikasi mahal (12,5%), kepedulian
konsumen terhadap standar yang kurang (10,1%), proses sertifikasi tidak mudah
(7,4%), lokasi laboratorium, inspeksi, lembaga sertifikasi jauh dari perusahaan
(6,0%), dan faktor lain (6,3%) misalkan kurangnya sosialisasi sistem manajemen
mutu di industri. Pernyataan diatas menunjukkan masih perlukannya penilaian
tingkat kesesuaian sebagai salah satu alat pengendali pemberlakuannya suatu SNI.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kesesuaian antara SNI dengan


yang terjadi pada proses produksi bakso ikan pada usaha kecil menengah, serta
menganalisis faktor-faktor penghambat dalam penerapan standar dan memberikan
usulan kebijakan dalam mengatasi gap standar yang ada.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2017 - Juli 2017. Tempat


penelitian di PT. King Food, Bekasi. Analisis data dilakukan bulan Juli 2017 di
Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi
Hasil Perairan FPIK IPB Dramaga, Bogor. Pengujian dilakukan di Badan
Penelitian dan Pengembangan Industri, Balai Besai Industri Agro, Jalan I.r H.
Juanda No. 11 bogor.

Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan kegiatan. Penelitian


dimulai dengan survei dan mengetahui kondisi dan aktivitas pengolahan bakso
ikan pada usaha kecil dan menengah. Selanjutnya dilakukan evaluasi penerapan
4

SNI pada proses produksi dengan menggunakan metode analisis gap dan beberapa
uji produk dan proses yang meliputi uji kimia, mikrobiologi, fisika, dan sensori.
Pengujian produk dan proses dilakukan untuk memperkuat argumentasi dari
analisis gap yang ada, perancangan penilaian kesesuaian SNI menggunakan
FMEA dan pelaksanaan penilaian tingkat kesesuaian SNI menggunakan FMEA.
Tahapan penelitian yang didasari Sukesi et al. (2013) disajikan pada Gambar 1.

Prosedur Penelitian

UKM Bakso Ikan Bakso Ikan

Survei dan Kondisi UMKM Pengujian Contoh Produk Uji Mikrobiologi


Bakso Ikan Uji Kimia
Uji Sensori

Evaluasi Penerapan SNI pada Analisis Gap


Proses Produksi

Penilaian Kesesuaian SNI Analisis FMEA

Tingkat Kesesuian Penerapan


SNI dan Rekomendasi
Perbaikan Proses Monitoring

Gambar 1 Tahapan Penelitian

Survey dan Kondisi Aktivitas Pengolahan Bakso Ikan UMKM


Survei dilakukan pada berapa perusahaan pengolahan bakso ikan dengan
status UMKM. Aktivitas survey dilakukan dengan pengisian kuesioner. Kuesioner
dibuat mengacu pada berbagai sumber yang terkait langsung dengan tata produksi
bakso ikan, diantaranya:
Keadaan umum perusahaan yang meliputi jenis produk yang diproduksi,
legalitas perusahaan, alamat, jumlah karyawan, luas lahan dan bangunan,
dan omset per tahun.
SNI Tata Produksi Bakso Ikan Nomor 7266:2014
SNI 2326:2010 Metode pengambilan contoh pada produk perikanan.
Kondisi aktifitas pengolahan bakso meliputi :
Dokumen yang dimiliki oleh perusahaan yang diperoleh resmi
darimanajemen langsung.
Studi pustaka berbagai hasil penelitian
Informasi dari sumber terpercaya seperti laporan dan publikasi dari
lembaga/instansi terkait, buku-buku, majalah, dan jurnal.
5

Pengujian Sampel Produk Bakso Ikan


Pengujian contoh merupakan bagian dari tahapan analisis mutu untuk
mengurangi biaya yang besar, namun masih dapat mewakili kelompok yang besar.
Untuk mengkaji kualitas produk bakso ikan dilakukan pengujian terhadap contoh
produk. Pengujian kualitas produk terdiri dari uji organoleptik, uji mikrobiologi
(ALT, Escherichia coli, Salmonella, dan Staphyloccocus aureus) dan uji kimia
(kadar air, protein, lemak, dan abu).

Evaluasi Penerapan SNI pada Proses Produksi


Evaluasi penerapan dilakukan dengan menggunakan metode analisis Gap.
Analisis gap dalam standardisasi ini bisa dilihat sebagai upaya untuk melihat
adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian (Compliance Gap Analysis). Analisis
compliance gap ini bisa dilakukan dengan membandingkan antara kondisi yang
sekarang ada (real situation) dengan kondisi yang dibutuhkan (desired situation).
Di samping itu juga pengukuran terhadap gap yang terjadi (measuring the gap)
dan juga upaya untuk menutup atau mengatasi gap (closing/bridging the gap)
yang juga penting untuk dilakukan (Khan et al 2005). Adanya analisis gap,
diharapkan bisa ditemukan solusi untuk mencapai kondisi yang diharapkan
(sesuai persyaratan yang ada).

Penilaian Kesesuaian SNI


Penilaian kesesuaian dilakukan untuk mengetahui Perancangan verifikasi
menggunakan metode FMEA yang mengacu Trafialek dan Kolanowski (2014).
Metode kuantitatif FMEA yang dikembangkan, meliputi: perancangan kriteria
analisis FMEA, yaitu tingkat keparahan (S), kejadian ketidaksesuaian (O), dan
deteksi ketidaksesuaian tanpa audit (D). Setelah itu, dilakukan pengisian
scoresheet, pengisian tabel FMEA, dan penilaian kategori risiko. Kriteria
Keparahan, kemungkinan dan deteksi ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Kriteria
awalnya secara kualitatif dan kemudian dibuat secara kuantitatif.

Tingkat Kesesuian Penerapan SNI dan Rekomendasi Perbaikan Proses


Monitoring
Hasil penelitian berupa data mengenai tingkat kesesuaian penerapan SNI
bakso ikan dan saran perbaikan pada proses pengolahan bakso ikan.

Prosedur Analisis

Uji Organoleptik
Pelaksanaan uji organoleptik mengacu pada standar yang ditetapkan oleh
BSN yaitu SNI 2346:2010 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori pada
produk perikanan. Pengujian secara sensoris/organoleptik dilakukan dengan
sensasi dari rasa, bau/aroma, penglihatan, dan sentuhan/rabaan pada saat makanan
dimakan. Kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kualitas organoleptik pada
produk bakso ikan bandeng terdiri dari: (1) kelunakan, (2) rasa, (3) tekstur, (4)
aroma, (5) warna.
6

Uji Mikrobiologi
Penyebab mikrobiologi selama pengolahan pangan antara lain adanya
mikroba patogen. Faktor yang mempengaruhi adanya mikroba adalah faktor
instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor yang tidak dapat
dikendalikan oleh usaha apapun juga dari manusia, artinya faktor yang berasal
dari individu ikan itu sendiri misalnya adanya komponen zat makanan yang
diperlukan oleh mikroba, pH daging ikan. Sedangkan faktor ekstrinsik merupakan
faktor yang dapat dikendalikan oleh manusia di dalam mempelajari kedua aspek
tersebut, misalnya cara-cara penangkapan, pengambilan contoh, media
pertumbuhan yang digunakan, suhu inkubasi. Uji mikrobiologi pada produk bakso
ikan yang di syaratkan oleh SNI terdiri dari ALT, E. Coli, Salmonella, Vibrio
Cholerae, dan Staphylococcus aureus, dan uji kimia terdiri dari kandungan kadar
air dan kadar garam.
Angka Lempeng Total
Angka Lempeng total (ALT) adalah jumlah koloni yang tumbuh pada
media dari pengenceran contoh. Penentuan ALT pada pengujian contoh
digunakan metode penuangan agar. Untuk media ini dilakukan pengenceran serial.
Jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada media agar dihitung setelah inkubasi
selama 18 jam pada suhu 37C. Perhitungan pada koloni hanya dihitung dengan
jumlah koloni antara 25-250. Hal ini dikarenakan media agar dengan jumlah
koloni tinggi (>300 koloni) sulit untuk dihitung, sehingga kemungkinan kesalahan
perhitungan sangat besar, sedangkan untuk jumlah koloni sedikit (<25 koloni)
tidak absah dihitung memakai statistik (BPOM 2008).
Eschericia coli
Eschericia coli atau biasa disingkat E. coli adalah salah satu jenis spesies
utama bakteri gram negatif. Pada umumnya bakteri ini ditemukan dalam usus
besar manusia. Kebanyakan E.coli tidak berbahaya, tetapi beberapa tipe dapat
mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia yaitu diare berdarah
karena eksotoksin yang dihasilkan bernama verotoksin. Beberapa cara masuknya
bakteri kedalam makanan antara lain adalah: (1) Daging atau ikan yang kontak
dengan bakteri dari usus hewan saat sedang diolah; (2) Air yang tidak higienis
mungkin mengandung kotoran hewan atau manusia; (3) Penanganan makanan
yang tidak aman pada toko-toko kelontong atau rumah makan. Media yang
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kehadiran bakteri pada pengujian
contoh adalah Eosin Methylene Blue Agar (EMBA). Media ini memiliki
keistimewaan mengandung lakstosa dan berfungsi untuk memilah mikroba yang
memfermentasikan laktosa seperti S. aureus, P.aerugenosa, dan Salmonella.
Mikroba yang memfermentasi laktosa dapat menghasilkan koloni dengan inti
berwarna gelap dengan kilap logam (BPOM 2008).
Salmonella
Salmonella adalah enterobacteriaceae yang terdistribusi secara luas di
dalam lingkungan, dan meliputi lebih dari 200 tipe. Salmonella thypi adalah agen
infeksi demam tipus, suatu penyakit yang tidak segera diobati dapat menyebabkan
kematian. Salmonella thypi tersebut menghasilkan endoktrin yang dapat
menyebabkan demam, mual dan diare (Bitton, 1994). Pengujian Salmonella
didasarkan pada pertumbuhan bakteri ini pada media selektif melalui tahapan pra
pengayaan, pengayaan dan tahap isolasi, kemudian dilanjutkan dengan uji
7

biokimia dan serologi. Penentuan Salmonella pada produk perikanan mengacu


pada SNI 01-2332.2-2006, (BSN 2006).
Staphylococcus aureus
S. aureus merupakan bakteri Gram-positif berbentuk bulat berdiameter
0,7-1,2 m, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah
anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini
tumbuh pada suhu optimum 370C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada
suhu kamar (20-250C). Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi
enterotoksin dari S. aureus. Waktu on set dari gejala keracunan biasanya cepat
dan akut yaitu tergantung pada daya tubuh dan banyaknya toksin termakan.
Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah 1,0 g gr-1 makanan
(BPOM 2008).

Uji Kimia
Analisis proksimat yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu,
karbohidrat, kadar protein, dan kadar lemak. Analisis yang digunakan mengacu
pada metode AOAC.
Kadar Air (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105C selama 1 jam. Cawan
tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan
sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga
beratnya konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan dan
ditimbang, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105C selama 5-8 jam
atau hingga beratnya konstan. Proses selanjutnya cawan tersebut diletakkan pada
desikator 30 menit dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang
kembali. Perhitungan kadar air menggunakan rumus berikut:
Kadar air (%)= B-C x 100%
B-A
Keterangan:
A= Berat cawan porselen kosong (g)
B= Berat cawan porselen + sampel (g)
C= Berat cawan porselen + sampel setelah dikeringkan (g)
Kadar Abu (AOAC 2005)
Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
105C, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang hingga
didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang, lalu
dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api Bunsen
hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan
dengan suhu 600C selama 6 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat
yang konstan. Penentuan kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Kadar Abu (%) = C A x 100%
BA
Keterangan :
A = Berat cawan porselen kosong (g)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (g)
C= Berat cawan porselen dengan sampel setelah dikeringkan (g)
8

Kadar Lemak (AOAC 2005)


Sampel sebanyak 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring, pada
kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya sampel
yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang
berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak
dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut
lemak (n-heksan), kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang
ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Saat
destilasi pelarut akan tertampung diruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga
tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya itu labu didinginkan dalam
desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak dalam contoh
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Lemak (%) = W3 W2 x 100%
W1
Keterangan : W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu lemak kosong (g)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)
Kadar Protein (AOAC 2005)
Analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl 100 mL, ditambah 0,25 gram selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Sampel
didestruksi pada suhu 410C selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu
didinginkan. Labu Kjeldahl ditambah 50 mL akuades dan 20 Ml NaOH 40%,
didestilasi dengan suhu destilator 100C. Destilat ditampung dalam labu
Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan 2
tetes indikator bromcresol green-methyl red yang berwarna merah muda, volume
destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi
dihentikan. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Perhitungan kadar protein dalam
contoh dihitung dengan rumus sebagai berikut:
%nitrogen = (mL HCl-mL blanko) x N HCl x 14,01 x FP x 100 %
mg sampel
% Kadar Protein = % nitrogen x faktor konversi (6,25)
Keterangan : fp = Faktor pengenceran =10

Analisis Gap
Analisis gap memiliki beberapa kemungkinan yaitu (+Gap) yang
menunjukkan bahwa penilaian dilapangan mempunyai unsur lebih dibanding
dengan SNI. Sementara itu (-Gap) menunjukkan bahwa penilaian dilapangan
miliki mempunyai kekurangan bila dibandingkan dengan SNI yang ada. . Analisis
gap akan dilakukan untuk melihat komponen dasar yang seharusnya ada dalam
standar produk, apakah SNI yang ada sesuai dengan yang terjadi didalam unit
pengolahan. Analisis gap SNI dengan yang terjadi pada proses produksi dapat
dilihat pada Tabel 3.
9

Tabel 1 Analisis GAP SNI dengan yang terjadi pada proses produksi(Sukesi et al
2013)
Unsur Rincian + Gap - Gap Solusi
Penanganan dan
pengolahan
a. Penerimaan
b. Pelumatan
c. Pencampuran
d. Pembentukan
e. Pemasakan
f. Pendinginan
g. Sortasi
h. Pengemasan
Penyimpanan

Analisis FMEA
Skala kriteria penilaian untuk ketiga jenis penilaian ini juga harus sama,
yaitu terbagi dalam skala 5. Setelah daftar dampak risiko diketahui, proses
selanjutnya dilakukan penilaian dengan pemberian skor penilaian. Skala penilaian
berdasarkan Gaspersz (2012) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kriteria skala penilaian FMEA untuk pengolahan bakso ikan


Value/Skor 1 2 3 4 5
Frequency Hampir Sangat Kadangkadan Sering Sulit Untuk
of tidak pernah jarang g terjadi, terjadi, dihindari,
occurance (remote) terjadi, minor major (high) akibat
relatif sedikit (moderate) berbahaya
(low) (very high)
Severity for Tidak Sedikit Cukup Sangat Sangat
quality berpengaruh berpengaruh, berpengaru, berpengaruh merugikan,
, hampir tidak terlalu cukup kritis kritis (high) sangat
tidak pernah (moderate) kritis/tinggi
kritis (low)
(none) (very high)
Probability Pasti Kemungkina Mungkin Kemungkina Tidak
of detection terdeteksi, n besar terdeteksi n kecil terdeteksi
hampir pasti terdeteksi (moderate) terdeteksi (none)
(very high) (high) (low)

Tabel 4 menunjukkan bahwa penilaian peringkat dari ketiga variabel


terbagi menjadi skala 5 dengan 1 nilai terendah dan 5 nilai tertinggi. Penilaian
peringkat dari ketiga variabel yang dinilai dilakukan secara konsensus.
Perancangan kriteria meliputi:
Tingkat keparahan (S - Parameter)
Penilaian terhadap tingkat dampak adalah perkiraan besarnya dampak
negatif yang diakibatkan apabila kesalahan terjadi. Berikut penilaian tingkat
dampak kesalahan pada produksi bakso ikan. Tabel parameter tingkat keparahan
(S - Parameter) dapat dilihat pada Tabel 5.
10

Tabel 5 S Parameter
Rank Kejadian Krtiteria Probabilitas
kegagalan
1 Hampir Tidak mungkin penyebab ini mengakibatkan 1 dalam 100.000
tidak pernah kegagalan produksi bakso ikan
2 Sedikit Kegagalan akan jarang terjadi pada produksi 1 dalam 2000
bakso ikan
3 Sedang Kegagalan agak mungkin terjadi pada 2 dalam 1000
produksi bakso ikan
4 Tinggi Kegagalan sangat mungkin terjadi pada 2 dalam 100
produksi bakso ikan
5 Sangat Kegagalan akan mungkin terjadi pada 1 dalam 10
tinggi produksi bakso ikan
Kejadian ketidaksesuaian (O - Parameter)
Parameter kejadian ketidaksesuaian (O - Parameter) diisi berdasarkan hasil
pengisian scoresheet implementasi dan keberfungsian HACCP. Kejadian
ketidaksesuaian (O Parameter) diisi menggunakan skala 1-5, dapat dilihat pada
Tabel 6
.
Deteksi ketidaksesuaian tanpa audit (D - Parameter)
Parameter ketidaksesuaian tanpa audit terdiri dari skala 1-5. keseluruhan
skala dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6 O Parameter
Rank Akibat Kriteria
1 Tidak ada akibat Kita tidak perlu memikirkan akibat akan dampak
yang terjadi
2 Akibat ringan Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan
3 Akibat minor Akibat yang ditimbulkan masih berada dalam batas
Toleransi
4 Akibat mayor Akibat buruk yang tidak dapat diterima berada
diluar batas toleransi
5 Akibat berbahaya Akibat yang ditimbulkan adalah sangat berbahaya
dan tanaman jeruk tidak layak untuk
dibudidayakan

Tabel 7 D - Parameter
Rank Kriteria Tingkat kejadian
1 Metode Pencegahan atau deteksi sangat efektif (pasti 1 dalam 100.000
terdeteksi)
2 Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah sangat 1 dalam 2000
rendah (mudah terdeteksi)
3 kadang-kadang penyebab itu terjadi (cukup mudah 2 dalam 1000
terdeteksi)
4 Metode deteksi kurang efektif, karena penyebab masih 2 dalam 100
berulang lagi (sulit terdeteksi)
5 Metode deteksi tidak efektif, penyebab akan selalu terjadi 1 dalam 10
(tidak dapat terdeteksi)
11

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan menggunakan analisis data kualitatif dan


kuantitatif. Setelah data terkumpul maka dilakukan analisis data dengan kegiatan :
mengelompokan data berdasarkan variable dan jenis untuk mengolahnya dalam
tabel analisis gap, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variable yang diteliti, melakukan perhitungan untuk
menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis
untuk megolahnya lebih lanjut dengan menggunakan tabel FMEA. Analisis data
juga menggunakan peta kendali.
Jenis data yang dianalisis adalah data pengukuran suhu pada setiap TKK
(data primer) dan data pencatatan suhu atau rekaman (record keeping) yang
menjadi pelaksanaan program HACCP di UKM X (data sekunder). Data primer
diperoleh dengan cara pengukuran suhu TKK pada tanggal 2, 3, 9, 10, 16, 17, 23
dan 24 April 2015. Data sekunder yang dianalisis merupakan data monitoring
perusahaan pada titik kritis selama bulan April 2015. Bentuk pencatatan atau
rekaman (record keeping) (data sekunder) disajikan pada Lampiran 1. Teknik
analisis Statistical Processs Control yang dilakukan menggunakan peta kendali
(control chart), yang mengacu Rath dan Strong (2005). Berdasarkan jenis data
variabel, maka peta kendali yang digunakan adalah peta kendali X-bar dengan
standar deviasi.
Proses analisis data dilakukan melalui tahapan berikut:
Penentuan nilai rata-rata (X-bar)
X-bar = jumlah keseluruhan data
Banyaknya data
Standar deviasi (S) proses
S = (x-X)2
(n-1)
Nilai batas spesifik atas (upper specific limit - USL), merupakan nilai batas
maksimal yang besarnya ditentukan oleh perusahaan.
Nilai standar deviasi maksimum (Smaks) merupakan nilai batas toleransi
maksimum terhadap nilai standar deviasi proses. Nilai standar deviasi maksimum
diperoleh dengan menggunakan persamaan:
1
Smaks = x (USL-X-bar)
Nilai batas kontrol atas (upper control limit - UCL) merupakan sebuah
persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas atas dari suatu
prosesyang dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut.
UCL = X-bar + (1,5 x Smaks)
dengan :
X-bar : nilai rata - rata proses
Smaks : standar deviasi maksimum proses
Nilai batas kontrol bawah (lower control limit - LCL) merupakan sebuah
persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas bawah dari proses yang
dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut.
LCL = X-bar - (1,5 x Smaks)
dengan :
X-bar : nilai rata-rata proses
12

Smaks : standar deviasi maksimum proses


Pembuatan peta kendali (control chart) dilakukan menggunakan software
Microsoft Office Excell 2010 diintegrasikan dengan Minitab 17. Model peta
kendali (control chart) mengacu Rath dan Strong (2005),

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perusahaan

PT King Food merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang


pengolahan hasil daging sapi, unggas dan ikan yang terletak di Jl. Mawar Raya
No. 9 Pura Melati Indah, Jatirahayu, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat dan telah
bersertifikat Halal dari MUI, Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dan telah
memiliki sertifikat SNI. PT King Food memproduksi berbagai olahan ikan dan
daging seperti bakso, sosis, kornet, dan rolade.
PT King Food berdiri di tahun 2006. Awalnya perusahaan ini merupakan
anak perusahaan dari PT Dua Putra Perkasa yang merupakan perusahaan agen
daging lokal dan impor. PT King Food didukung oleh kelengkapan mesin
produksi dari processing hingga storage dan distribusi, King Food mampu
memenuhi kebutuhan pelanggan akan produk-produk processed food ke
ruang makan masyarakat Indonesia. Selain itu, PT King Food juga menerapkan
sistem HACCP, yaitu sebuah sertifikasi internasional yang menjamin keamanan
pangan dan bahan makanan yang mengedepankan pendekatan
pencegahan sehingga mampu memberikan jaminan aman tidaknya bahan
makanan untuk dikonsumsi.

Pengujian Contoh Produk Bakso ikan

Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini sesuai dengan SNI 01-
2891-1992, butir 1.2 dimana contoh diperiksa secara organoleptik terhadap warna,
bau, rasa, dan bentuk. Pengujian dilakukan di Badan Penelitian dan
Pengembangan Industri, Balai Besai Industri Agro, Jalan I.r H. Juanda No. 11
bogor. Hasil pengujian organoleptik menunjukkan hasil yang normal pada setiap
karakteristik warna, bau, rasa, dan bentuk. Perbandingan hasil pengujian dengan
SNI dapat dilihat pada Tabel 6

Uji Mikrobiologi
Uji mikrobiologi merupakan uji salah satu uji penting, karena selain dapat
menduga daya tahan simpan makanan, juga dapat dijadikan sebagai indikator
sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan. Pengujian mikrobiologi
diantaranya meliputi uji kuantitatif untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu
makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya,
dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut
13

(Fardiaz, 1993). Pengujian mikrobiologi pada contoh makanan akan selalu


mengacu kepada persyaratan makanan yang sudah ditetapkan. Parameter uji
mikrobiologi pada bakso ikan yang dipersyaratkan sesuai SNI meliputi ALT,
Coliform, Escherichia coli, Salmonella, vibrio cholerae dan Staphyloccocus
aureus.
Pengujian ALT pada produk bakso ikan menggunakan metode kuantitatif.
Menurut BPOM RI (2008) Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui
jumlah mikroba yang ada pada contoh bakso ikan. Pengujian kuantitatif yang
digunakan mengacu pada ISO 4833 2003. Penilaian hasil pengujian ALT sebesar
8,3 x 103 koloni/gram. Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat dilihat
pada Tabel 6.
Bakteri yang paling banyak digunakan sebagai indikator sanitasi adalah
Escherichia coli, karena bakteri ini adalah bakteri komensal pada usus manusia
dan umumnya bukan patogen penyebab penyakit. Escherichia coli adalah bakteri
gram negatif berbentuk batang yang tidak membentuk spora dan merupakan flora
normal di usus. Bakteri E coli merupakan bakteri yang sangat mudah tumbuh pada
produk perikanan bila tidak ditangani secara benar. Bakteri ini dapat merugikan
manusia, jika makanan yang dikonsumsi telah terkontaminasi, sehingga dalam
menggunakan produk perikanan kandungan bakteri tersebut harus rendah atau
tidak ada sama sekali. Metoda uji E. coli yang digunakan menggukan metoda uji
BAM 2002 chapter 4. Penilaian hasil pengujian E. coli sebesar >3 APM/gram.
Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat dilihat pada Tabel 6.
Salmonella adalah salah satu bakteri yang seringkali menyebabkan
penyakit cukup serius apabila mencemari makanan yang dikonsumsi manusia.
Pada pengujian identifikasi bakteri Salmonella, metode yang digunakan adalah
metode analisa kualitatif (positif/negatif). Metode analisa kualitatif memiliki
tahapan-tahapan tertentu dengan tujuan mengetahui ada tidaknya suatu
mikroorganisme dalam makanan. Tujuan pengidentifikasian bakteri Salmonella
pada metode ini adalah untuk mengetahui mutu ataupun suatu produk berdasarkan
kemasan atau sifat mikrobiologinya. Pengujian mikrobiologi pada contoh
makanan akan selalu mengacu kepada persyaratan makanan yang sudah
ditetapkan sesuai SNI. Hasil pengujian terhadap contoh produk disajikan pada
Tabel 6. Metoda uji Salmonella yang di gunakan mengacu pada ISO 6579: 2002.
Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat dilihat pada Tabel 6.
Staphyloccocus aureus merupakan bakteri coccus gram positif,
susunannya bergerombol dan tidak teratur seperti anggur. S. aureus tumbuh pada
media cair dan padat seperti NA (Nutrient Agar) dan BAP (Blood Agar Plate) dan
dengan aktif melakukan metabolisme, mampu fermentasi karbohidrat dan
menghasilkan bermacam-macam pigmen dari putih hingga kuning. Gejala
keracunan makanan yang terkena bakteri S. aureus sifatnya ringan dan akan
sembuh dengan sendirinya meskipun tanpa pengobatan. Gejala keracunan
makanannya sendiri biasanya muncul cukup cepat yakni antara 2-8 jam setelah
makanan yang tercemar dikonsumsi. Korban yang terkontaminasi bakteri ini akan
merasakan gejala yang relatif singkat yakni antara 3-6 jam. Metoda uji S. aureus
yang digunakan sesuai dengan BAM 2001 chapter 12. Penilaian hasil pengujian
S. aureus sebesar 0 koloni/gram. Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat
dilihat pada Tabel 6.
14

Uji Kimia
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat memengaruhi penampakan, tektur
dan citarasa pada bahan pangan tersebut. KA dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, KA tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Afrianto dan Liviawaty,
1989). Hasil uji kadar air pada bakso ikan menunjukkan nilai sebesar 65,8%.
Secara umum kadar air bakso ikan pada PT King Food telah memenuhi standar,
namun terdapat selisih sebesar 0,8%. Kadar air pada produk bakso ikan
menunjukkan nilai paling tinggi dibandingkan dengan karakteristik kimia lainnya.
Hal ini disebabkan adanya proses pencucian pada surimi sehingga dapat
meningkatkan kadar air dalam daging ikan. Hal ini terjadi karena pencucian
mampu meningkatkan sifat hidrofilik dari daging ikan (Suzuki 1981).
Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat dilihat pada Tabel 6.
Kadar protein produk bakso ikan diuji sesuai dengan SNI 01-2891-1992,
butir 7.1. Hasil uji protein bakso ikan sebesar 9,21%. Penggunaan bahan baku
yang mengandung protein tinggi akan menghasilkan produk yang tinggi. Begitu
juga sebaliknya dimana penggunaan bahan baku yang memiliki protein rendah
akan menghasilkan produk yang olahan dengan kandungan protein yang juga
rendah. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh
manusia karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan baker dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein dalam bahan makanan
yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino
(Paranginangin, 2000). Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat dilihat
pada Tabel 6.
Kadar lemak produk bakso ikan diuji sesuai dengan SNI 01-2891-1992,
butir 8.2. Hasil uji lemak bakso ikan sebesar 6,80%. Lemak merupakan zat
makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif disebanding dengan karbohidrat dan
protein. Lemak yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu dari
kandungan gizi yang terdapat dalam bahan pangan (Paranginangin, 2000).
Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat dilihat pada Tabel 6.
Kadar abu produk bakso ikan diuji sesuai dengan SNI 01-2891-1992, butir
6.1. Hasil uji abu bakso ikan sebesar 2,62%. Secara umum kadar abu bakso ikan
pada PT King Food telah memenuhi standar, namun terdapat selisih sebesar
0,62%. Kadar abu suatu bahan makanan menggambarkan banyaknya mineral yang
terbakar menjadi zat yang tidak dapat menguap. Rendahnya kadar abu pada suatu
produk menunjukkan kecilnya jumlah mineral-mineral yang terkandung dalam
produk tersebut. Sebagian besar bahan makanan yaitu sekitar 90% terdiri dari
bahan organik dan air. Sisanya terdiri atas unsur mineral (zat organik). Pada
proses pembakaran, bahan organik terbakar tetapi zat organiknya tidak terbakar,
oleh karena itu disebut abu (Winarno 2008). Tingginya kadar abu yang dihasilkan
oleh produk bakso ikan PT King Food Kemungkinan dikarenakan tidak adanya
proses pemfiletan pada saat proses penanganan bahan baku sehingga ikan utuh
15

beserta tulangnya masuk kedalam proses pelumatan yang membuat kadar abunya
tinggi.
Pengambilan contoh untuk pengujian telah sesuai dengan SNI 2326:2010,
pengambilan contoh dilakukan pemeriksaan tingkat satu dengan
mempertimbangkan nilai keeonomisan, dengan besarnya lot dibawah atau kurang
dari 4.800, dengan berat bersih kemasan terkecil kurang dari 1 kg, diambil contoh
dengan jumlah 7. Sampel dibawa dari PT King Food menuju lokasi pengujian
menggunakan kemasan komersial tertutup dan kedap udara dengan suhu ruang
atau lebih besar. Perbandingan hasil pengujian dengan SNI dapat dilihat pada
Tabel 6.

Tabel 2 Perbandingan hasil pengujian contoh dengan SNI


Spesifikasi Hasil Penelitian SNI 7266- Metoda Uji/Teknik
2014
Organoleptik SNI 01-2891-1992, butir 1.2
warna Normal 7-9
Bau Normal 7-9
Rasa Normal 7-9
Bentuk Normal 7-9
Mikrobiologi
ALT 8,3 x 103 koloni/gram 1,0 x 105 ISO 4833 2003
Escherichia coli <3 APM/gram <3 BAM 2002 chapter 4
Salmonella Negatif Negatif ISO 6579: 2002
Staphylococcus 0 koloni/gram Maks 1,0 x BAM 2001 chapter 12
aureus 102
Kimia
Air 65,8 % Maks 65 SNI. 01-2891-1992, butir 5.1
Protein 9,21 % Min 7 SNI. 01-2891-1992, butir 7.1
Lemak 6,80 % - SNI. 01-2891-1992, butir 8.1
Maks 2
Abu 2,62 % SNI. 01-2891-1992, butir 6.1

Evaluasi Penerapan SNI pada Proses Produksi


Penanganan dan pengolahan pada proses produksi bakso ikan sangat
penting untuk diawasi oleh SNI. Keseragaman hasil akhir produk sangatlah
dibutuhkan oleh setiap industri untuk mempertahankan mutu dan kualitas produk.
Standarisasi dalam penanganan dan pengolahan harus diterapkan pada setiap alur
proses produksi.

Bahan baku
Bahan baku ikan beku menurut SNI 7266-2014 memiliki potensi bahaya yaitu
kontaminasi kimia dan mikroba patogen. Potensi cacat mutunya adalah
kemunduran mutu karena kesalahan penanganan. Bahan baku harus dipertahankan
mutunya sesuai spesifikasi. Penerimaan ikan utuh beku ditangani secara cepat,
cermat dan saniter dengan suhu pusat maksimal -18 C. Bahan baku yang
digunakan PT King Food adalah ikan beku yang dikirim dari PT Dua Putra
Perkasa dengan spesifikasi dari jenis ikan deho (Euthynus sp.), sudah disiangi, dan
kepala masih utuh. Ikan segar disimpan dalam gudang penyimpanan beku pada
16

suhu -17C dengan suhu pusat setelah penggilingan sebesar 0-50C. Penyortiran
dilakukan pada ikan yang sudah mengalami kemunduran mutu untuk
mendapatkan bahan baku dengan kualitas tinggi dan tanpa adanya kontaminasi.

Pelumatan
Pelumatan daging merupakan bagian dari proses produksi bakso ikan.
Pelumatan merupakan proses melumatkan daging ikan dengan menggunakan alat
penggiling daging. Menurut SNI 7266-2014 pelumatan memiliki potensi bahaya
yaitu kontaminasi mikroba patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene.
Potensi cacat mutunya yaitu lumatan daging ikan tidak sesuai spesifikasi untuk
mendapatkan lumatan daging ikan sesuai spesifikasi, dengan cara daging ikan
dilumatkan secara mekanis dengan cepat, cermat dan saniter dalam kondisi
dingin. Proses pelumatan daging di PT King Food dilakukan secara cermat, hati-
hati, dan saniter dengan mempertahankan suhu 0-5C. Daging hasil gilingan
kemudian ditampung dalam wadah kedap air yang bersih.

Pencampuran
Pencampuran merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan.
Proses pencampuran merupakan proses pencampuran antara lumatan daging,
tepung, bumbu, dan bahan tambahan pangan lainnya. Menurut SNI 7266-2014
pencampuran memiliki potensi bahaya yaitu kontaminasi mikroba patogen, benda
asing. Potensi cacat mutunya adalah kesalahan komposisi, kemunduran mutu
karena kesalahan penanganan, tekstur tidak sesuai dengan spesifikasi, tidak
homogen. Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan adonan yang homogen dan
bebas kontaminasi dilakukan dengan cara lumatan daging ikan dimasukkan ke
dalam alat pencampur, ditambahkan
garam dan dicampur hingga didapatkan adonan yang lengket. Selanjutnya
dilakukan penambahan bumbu lainnya, dicampur sampai homogen. Proses
dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu
maksimum 10 C. Proses pencampuran yang dilakukan di PT King Food yaitu
daging dicampurkan dengan bahan tambahan (Tepung pati, tepung tapioka) serta
bumbu-bumbu (Bumbu: bawang merah, bawang putih, lada, garam, gula) dengan
menggunakan mixer dan ditambahkan air dingin atau air es agar suhu tetap
rendah, dilakukan selama 5 menit dan saniter.

Pembentukan
Pembentukan merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan.
Proses pembentukan dilakukan setelah adonan hasil pencampuran telah tercampur
merata dan homogen. Adonan harus dilakukan proses pembentukan agar memiliki
bentuk dan ukuran yang seragam. Menurut SNI 7266-2014 proses pembentukan
bakso ikan memiliki potensi bahaya yaitu kontaminasi mikroba patogen karena
kurangnya sanitasi dan higiene. Potensi cacat mutunya yaitu kemunduran mutu
karena kesalahan penanganan. Tujuan akhir proses ini untuk mencetak adonan
sesuai spesifikasi, dengan cara adonan dicetak dengan bentuk dan ukuran sesuai
spesifikasi. Proses pembentukan yang dilakukan di PT King Food yaitu
Pembentukkan dilakukan dengan menggunakan alat pembentuk bakso. Adonan
dimasukkan kedalam mesin pencetak bakso. Proses diulang jika ditemukan bakso
yang bentuk dan ukurannya berbeda.
17

Pemasakan
Pemasakan merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan.
Proses pemasakan dilakukan dua tahap, setiap tahap memakai suhu yang berbeda.
Menurut SNI 7266-2014 pemasakan bakso ikan memiliki potensi bahaya yaitu
terdapatnya mikroba patogen karena suhu tidak tercapai. Potensi cacat mutunya
yaitu tekstur tidak sesuai spesifikasi. Tujuan dari proses ini adalah untuk
mendapatkan tekstur bakso ikan yang baik. Dengan cara adonan yang sudah
dicetak direbus pada suhu 40 C 70 C selama 10 - 20 menit kemudian
dilanjutkan perebusan pada suhu 90 C 100 C sampai mengapung. Proses
pemasakan bakso ikan yang dilakukan di PT King Food yaitu dimulai dengan
adonan yang sudah dicetak direbus pada suhu 65 C - 70 C selama 15 menit
dengan mengunakan air garam agar adonan tetap mengapung kemudian di
lanjutkan perebusan pada suhu 95 C - 100 C sampai mengapung.

Pendinginan
Pemasakan merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan.
Proses pendinginan dilakukan sebelum proses sortasi dan pengemasan dilakukan.
Menurut SNI 7266-2014 proses pendinginan bakso ikan meliliki potensi bahaya
yaitu kontaminasi mikroba patogen karena kurangnya sanitasi dan higiene.
Potensi cacat mutunya yaitu kemunduran mutu karena kesalahan. Tujuan proses
pendinginan ini untuk menurunkan suhu bakso ikan setelah tahap perebusan dan
bebas kontaminasi mikroba patogen. Petunjuk pelaksanaannya dengan cara bakso
ikan didinginkan dengan cara ditiriskan atau dibantu dengan blower atau kipas
angin, secara cepat, cermat dan saniter. Proses pendingingan yang dilakukan di PT
King Food dengan cara ditiriskan dan diangini dalam wadah khusus untuk proses
pendinginan dengan bantuan blower atau kipas angin, kemudian bakso dilumuri
oleh minyak sawit tiap butirnya agar tidak lengket.

Sortasi
Sortasi merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan. Proses
sortasi dilakukan setelah proses pendinginan. Menurut SNI 7266-2014 proses
sortasi memiliki potensi bahaya yaitu kemunduran mutu karena kesalahan
penanganan dan kontaminasi
mikroba patogen. Potensi cacat mutunya yaitu Ketidakseragaman bentuk dan
ukuran. Tujuan proses sortasi adalah untuk mendapatkan bakso ikan dengan
bentuk dan ukuran yang seragam serta bebas dari kontaminasi mikroba patogen.
Petunjuk pelaksanaannya dengan cara bakso ikan yang tidak seragam bentuk dan
ukurannya dipisahkan. Sortasi dilakukan secara cepat, cermat dan saniter. Proses
sortasi yang dilakukan di PT King Food dilakukan dengan memilih dan
membedakan bakso. Bakso yang tidak sesuai atau tidak seragam bentuknya
dipisahkan.

Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu proses dari pembuatan bakso ikan.
Pengemasan merupakan proses terakhir sebelum pengiriman. Menurut SNI 7266-
2014 proses pengemasan memiliki potensi bahaya yaitu kontaminasi mikroba
patogen. Potensi cacat mutunya yaitu kemunduran mutu karena kesalahan
18

penanganan. Tujuan proses ini adalah untuk memasukkan bakso ikan ke dalam
pengemas, sesuai dengan berat yang ditentukan serta bebas dari kontaminasi
mikroba patogen. Petunjuk pelaksanaannya dengan cara bakso ikan dimasukkan
ke dalam pengemas plastik dan ditimbang sesuai dengan berat yang ditentukan.
Kemasan ditutup menggunakan alat penutup sealer atau vacuum sealer.
Penimbangan dan pengemasan dilakukan secara cepat, cermat. Proses yang
dilakukan di PT King Food dengan cara dikemas dalam plastik yang aman dan di
seal menggunakan sealer agar kedap udara, daya simpan lebih lama dan saniter.
Pengemasan yang dilakukan di PT King Food tidak dilakukan penimbangan,
namun dengan cara dihitung jumlahnya sejumlah 30 butir dalam satu kemasan
dengan bobot secara umum 500 gram.

Evaluasi Menggunakan Peta Kendali (Control Chart)


Hasil evaluasi masih memiliki beberapa penyimpangan, Analisis statistik
dilakukan pada tahapan suhu cold storage dan suhu perebusan kedua untuk
melihat sebaran data menggunakan peta kendali. Hasil perhitugan data
pengukuran suhu cold storage pada bulan agustus 2017 memperlihatkan bahwa
suhu tempat penyimpanan beku (cold storage) selama agustus 2017
memperlihatkan bahwa suhu tempat penyimpanan beku (cold storage) bahan baku
memiliki nilai rata - rata proses (x-bar) -18,29C, rata-rata tersebut berada di
bawah nilai batas spesifikasi atas (USL) yang telah ditentukan, yaitu -18C. Hal
ini menunjukkan bahwa secara umum, suhu tempat penyimpanan beku (cold
storage) selama Agustus 2017 bisa dikendalikan, sehingga proses dapat mencapai
suhu tempat penyimpanan beku yang diinginkan yaitu -18C. Grafik analisis
dengan peta kendali (x-bar) dan kurva standar deviasi (peta R) suhu penyimpanan
bahan baku dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta kendali (peta x-bar) dan kurva standar deviasi (peta R) suhu pada tahapan
penyimpanan beku (cold storage).
Analisis dengan peta kendali (x-bar) dari data pengukuran suhu tempat
penyimpanan (cold storage) bahan baku memperlihatkan bahwa sebanyak 2 data
atau sekitar 20% suhu tempat penyimpanan (cold storage) bahan baku berada di
19

atas batas spesifikasi atas (USL) yang telah ditentukan. Peta R menunjukkan 3
dari 10 data (30%) berada di atas rata rata standar deviasi proses. Hal ini
menunjukkan bahwa masih terdapat proses yang berada di luar kendali, maka
sistem penyimpanan (cold storage) bahan baku di PT King Food harus segera
dievaluasi dan diperbaiki, karena jika tidak dilakukan maka tempat penyimpanan
(cold storage) bahan baku tidak dapat digunakan untuk standar penyimpanan
bahan baku, yaitu tidak boleh melebihi -18C. Hal ini membuktikan bahwa
pelaksanaan pengendalian risiko suhu penyimpanan beku (cold storage) PT King
Food belum efektif dan berada di luar kendali, sehingga proses ini perlu
diperhatikan dan proses harus segera dievaluasi. Suhu tempat penyimpanan beku
(cold storage) dimana suhu pusat ikan agar enzim pendegradasi menjadi tidak
aktif mencapai -18C (Huss et al. 2004).
Hasil perhitungan data evaluasi pengukuran suhu perebusan 2 selama
bulan Agustus 2017 memperlihatkan bahwa suhu perebusan 2 memiliki nilai rata-
rata proses (x-bar) 92,92C, rata-rata tersebut berada di bawah nilai batas
spesifikasi atas (USL) 95C dan diatas batas spesifikasi bawah (LSL) 90C. Hal
ini menunjukkan bahwa suhu perebusan 2 selama Agustus 2017 masih berada di
bawah kendali, sehingga proses dapat mencapai suhu perebusan yang diinginkan.
Grafik analisis dengan peta kendali (x-bar) dan kurva standar deviasi (peta R)
suhu perebusan 2 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta kendali (peta x-bar) dan kurva standar deviasi (peta R) suhu pada tahapan
perebusan 2.
Analisis dengan peta kendali (x-bar) dari data pengukuran suhu perebusan
2 memperlihatkan bahwa 10 data (100%) berada di bawah batas spesifikasi atas
(USL). Sebaran data pada peta R menunjukkan standar deviasi dari 10 data berada
di bawah nilai UCL, namun terdapat 4 dari 10 data berada diatas rata-rata standar
deviasi. Hal ini menunjukkan bahwa suhu proses perebusan 2 belum bisa
dikendalikan sepenuhnya oleh prosedur atau sistem yang telah dijalankan.
Perebusan 2 berfungsi membentuk gel pada otak otak ikan. Pembentukan gel
suwari terjadi pada pemanasan dengan suhu mencapai 50C. Ketika pemanasan
gel ditingkatkan hingga di atas suhu 50C, maka struktur gel tersebut akan hancur.
20

Fenomena ini disebut dengan modori. Modori akan terjadi apabila dipanaskan
diatas suhu 50-60C selama 20 menit (Suzuki 1981).
Proses evaluasi penerapan SNI pada proses produksi bakso ikan
menguunakan Gap Analysis. Hasil analisis gap dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 3 Gap analysis evaluasi penerapan SNI


Unsur Gap Solusi
Penanganan dan
pengolahan
a. Penerimaan Ikan utuh beku ditangani secara Proses telah sesuai
cepat, cermat dan saniter
dengan suhu pusat
penyimpanan -17 C Proses telah sesuai
Proses cermat, hati-hati, dan
b. Pelumatan saniter dengan mempertahankan
suhu 0-5C Proses telah sesuai
Proses dilakukan selama 5
c. Pencampuran menit secara cepat, cermat dan
saniter dengan suhu dibawah 0 Proses telah sesuai
C
d. Pembentukan Dicetak dengan bentuk dan
ukuran sesuai spesifikasi Proses telah sesuai
menggunakan mesin pencetak
e. Pemasakan Perebusan pertama suhu 65 C - Secara umum proses telah sesuai
70 C 15 menit dengan namun PT King Food menggunakan
mengunakan air garam. air garam pada perebusan pertama agar
Perebusan kedua suhu 95 C - adonan tetap mengapung
100 C sampai mengapung
f. Pendinginan Bakso ikan ditiriskan dan Secara umum proses telah sesuai
diangini dengan bantuan namun PT King Food menggunakan
blower, kemudian ditambah penambahan minyak pada saat proses
minyak sawit pendinginan agar bakso tidak lengket
pada saat dilakukan pengemasan
g. Sortasi Sortasi dilakukan secara cepat, Proses telah sesuai
cermat dan saniter dan
dilakukan pemilihan
keseragaman sesuai spesifikasi
h. Pengemasan Pengemasan dilakukan dengan Secara umum proses telah sesuai
plastik dan tidak ditimbang namun PT King Food tidak melakukan
namun dihitung dengan jumlah penimbangan tetapi dengan cara
yang sama tiap kemasannya dihitung dengan jumlah yang sama
tiap kemasannya yaitu 30 butir,
kemudian langsung dikumpulkan
untuk segera didistribusikan. Tidak
ada proses penyimpanan beku karena
pembuatan bakso ikan dilakukan jika
ada permintaan, proses penyimpanan
dingin dilakukan oleh distributor atau
konsumen langsung.
Secara umum tiap proses pembuatan bakso ikan yang ada di PT King Food
telah sesuai dan memenuhi SNI 7266-2014. Namun pada beberapa bagian tidak
sesuai dengan SNI namun dapat diterima secara umum, karena
mempertimbangkan ke efisienan proses produksi perusahaan, seperti contohnya
pada proses perebusan pertama digunakan air garam agar ketika bakso jatuh dari
mesin pencetak langsung mengapung dan tidak menumpuk dan merubah bentuk
21

bakso. Atau pada proses pendinginan ditambahkan minyak agar tidak lengket.
Dan dalam rangka menghemat pengeluaran seperti contohnya untuk menghemat
dana pendinginan yang sangat besar dibiaya listriknya, proses pendinginan
dilakukan oleh distributor atau konsumen. Namun untuk mencegah proses
penurunan kesegaran atau kualitas bakso ikan, pembuatan bakso ikan dilakukan
jika ada pemesanan, ketika proses telah selesai, bakso ikan langsung
didistribusikan.

Perancangan Penilaian Kesesuaian SNI Menggunakan FMEA

Tingkat kesesuaian penerapan SNI 7266-2014 pada proses penanganan


dan produksi PT King Food dapat dinilai menggunakan metode FMEA (Failure
Mode and Effect Analysis). Metode FMEA digunakan untuk menilai dan
mengkalkulasikan tingkat kesesuaian SNI 7266-2014 secara kuantitatif. Metode
ini memiliki keunggulan, yaitu dapat mengetahui bagian mana saja dari tahapan
atau langkah dalam produksi yang memiliki risiko tinggi (Trafialek dan
Kolanowski 2014). Pengisian scoresheet audit dilakukan kemudian dihubungkan
dengan ketiga parameter (severity, oportunity, dan detectability). Hasil pengisian
tabel FMEAditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 4 Hasil analisis kesesuaian SNI dengan metode FMEA


Hasil penilaian FMEA
Bagian yang dievaluasi
Rataan skor Kesesuaian S O D R
Langkah 1. Penerimaan
4 80% 3,6 2 2,6 18,72
bahan baku
Langkah 2. Pelumatan 4,75 95% 3 1 1,75 5,25
Langkah 3. Pencampuran 4,5 90% 2,75 2 2 11
Langkah 4. Pembentukan 4,5 90% 2,5 1,5 2,5 9,38
Langkah 5. Perebusan 4,33 86,7% 3 1,5 1,5 6,75
Langkah 6. Pendinginan 4,67 93,4% 2,6 1,3 2 6,76
Langkah 7. Sortasi dan
3,6 72% 3,5 2,5 2,5 21,88
pengemasan
Keterangan: FMEA : Failure Mode and Effect Analysis
S : Severity
O : Occurance
D : Detectability
R : RPN (Risk Priority Number)
Tabel 8 merupakan tabel panalisis kesesuaian SNI dengan metode FMEA.
Hasil menunjukkan bahwa nilai RPN yang paling tinggi adalah proses sortasi dan
pengemasan. Nilai RPN yang paling rendah adalah proses pelumatan. Taiwan
(2016) mengatakan bahwa berdasarkan risiko yang telah terdaftar dan diketahui
nilai RPN masing-masing, maka dapat ditentukan risiko kritis. Suatu risiko
dikategorikan sebagai risiko kritis jika memiliki nilai RPN diatas nilai kritis. Nilai
kritis RPN ditentukan dari rata-rata nilai RPN dari seluruh risiko sehingga nilai
RPN setelah dihitung adalah 11,39. Berdasarkan nilai kritis RPN maka diperoleh
dua resiko kritis pada produksi bakso ikan di PT King Food. Dua resiko tersebut
22

adalah pada proses penerimaan bahan baku dan pada proses sortasi dan
pengemasan. Tabel 7 menunjukkan bahwa proses penanganan dan pengolahan
tidak berjalan 100% di PT King Food. Hasil audit menunjukkan bahwa
implementasi SNI 7266-2014 bagian penanganan dan pengolahan memiliki
tingkat kesesuaian 86,73%. Dengan hasil ini menurut Trafialek dan Kolanowski
(2014) artinya terdapat terdapat sedikit penyimpangan pada persyaratan dan tidak
begitu signifikan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Umumnya proses penanganan dan pengolahan produksi bakso ikan di PT


King Food sudah berjalan sesuai dengan SNI 7266-2014. Berdasarkan hasil
penguijan sampel terdapat beberapa parameter yang tidak sesuai dengan SNI
7266-2014 yaitu parameter kadar air dan kadar abu. Berdasarkan hasil analisis gap
secara umum proses penganganan dan pengolahan di PT King Food sudah sesuai
dengan SNI 7266-2014, namun terdapat beberapa gap yang tidak sesuai dengan
SNI 7266-2014 seperti proses pemasakan, pendinginan dan pengemasan. Gap
yang tidak sesuai dengan SNI 7266-2014 bukanlah pelanggaran atau kesalahan
namun modifikasi dengan mempertimbangkan nilai ekonomi dan efektifitas. Hasil
analisis kesesuaian dengan menggunakan FMEA menunjukkan bahwa nillai RPN
yang termasuk kedalam resiko kritis adalah pada proses penerimaan bahan baku
dan pross sortasi dan pengemasan. PT King Food memiliki tingkat kesesuaian
dengan SNI 7266-2014 sebesar 86,73% yang artinya terdapat terdapat sedikit
penyimpangan pada persyaratan dan tidak begitu signifikan.

Saran

Perlu dilakukan pengawasan yang lebih untuk proses penerimaan bahan


baku dan proses sortasi dan pengemasan terkait pengetahuan, dan praktik sanitasi
dan higiene penangan dan tata cara produksi yang baik, serta perlu diperbaikinya
proses dokumentasi pada proses produksi.
23

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E, Liviawaty E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta


(ID): Kanisius.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. SNI 01-2326-2010. Standar metode
pengambilan contoh (produk perikanan). Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2014. Bakso Ikan. SNI 7266-2014. Jakarta
(ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2014. Strategi Standarisasi Nasional.
Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-0222-1995. Bahan tambahan
makanan. Jakarta (ID): BSN
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013. Penerapan SNI Pada Dasarnya
Bersifat Sukarela. [internet]. Jakarta (ID): BSN. [diunduh 2017 Jun 5]
Tersedia pada jrihttp://web.bsn.go.id/bsn/activity.php?id=52
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2012. The state word fisheries and
aquaculture. World review of Fisheries and Aquaculture. Rome (IT): FAO
Gaspersz V. 2012. All-in-one Management Toolbook. Cetakan Pertama. Jakarta
[ID] : PT Gramedia Pustaka Utama.
Herjanto E. 2011. Pemberlakuan SNI secara wajib disektor industri: efektifitas
danberbagai aspek dalam penerapannya. Jurnal Riset Industri. 5(2): 121-
130
Hudson BJF, 1992. Biochemistry of Foods Proteins. London: Elsevier Applied
Science
Khan, Shaheen R; Ali F,Tanveer A. (2005). Compliance with International
Standards in the Marine Fisheries Sector: A Supply Chain Analysis from
Pakistan. Sustainable Development Policy Institute (SDPI). Manitoba
(CA): Trade Knowledge Network (TKN).
Masrifah E. 2015. Kesesuaian Penerapan Manajemen Mutu Ikan Pindang
Bandeng (Chanos Chanos) terhadap Standar Nasional Indonesia.
[SKRIPSI]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
[KEMENDAG] Kementrianen Perdagangan. 2015. Laporan Kinerja Kementrian
Perdagangan Tahun. Jakrta (ID): KEMENDAG.
[KEMENDAG] Kementrian Perdagangan. 2013. Kajian kebutuhan standar dalam
dimensi daya saing dan perlindungan konsumen. Jakarta (ID): Badan
Pengkajian dan Pengaembangan Kebijakan Perdagangan. Kementrian
Perdagangan.
Lovell J, Clark A, Jeffires D. 2003. Gap analysis in relation to quality
management for the supply chain management of genetically modified
(gm) products: supply chain identity preservation and segregation case
studies. Canberra (AU): Australian Government Department of
Agriculture, Fisheries and Forestry.
Nawawi H. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Paranginangin, R. 2000. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Balai Penelitia
Perikanan Laut Slipi.
24

Rosniawati T. 2016. Pentingnya implementasi manajemen keamanan pangan bagi


UMKM pangan. Majalah Keamanan Pangan. 29 (15):6-7.
Salim, Zamroni. ed. (2012). Standarisasi Produk Perikanan dan Olahannya Dalam
Penguatan Pasar Ekspor. LIPI. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Ekonomi
(P2E).
Santoso, J. 2009. Perubahan karakter surimi selama penyimpanan beku. Food
Review Indonesia. 4 (8): 36-40.
Santoso, J., Yasin, A.W.N., and Santoso. 2008. Perubahan karakteristik surimi
ikan cucut dan pari akibat pengaruh pengkomposision dan penyimpanan
dingin daging lumut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 19(1): 57-66.
Sukesi H, Suminto, Resnia R, Mahatama E, Nur YH, Wicaksena B. 2013. Kajian
kebutuhan standar dalam dimensi daya saing dan perlindungan konsumen.
Badan Pengkajian dan Pengaembangan Kebijakan Perdagangan.
Kementrian Perdagangan
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. London : Applied
Sci. Publisher Ltd.
Taiwan A. 2016. Identifikasi resiko pada jeruk siam (Citrus nobilis L) dengan
pendekatan Failure Mode and effect Analysis (FMEA) dan Fisbone
Diagrams di kabupaten karo. [SKRIPSI]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi
Dan Manajemen, Institut Petanian Bogor.
Trafialek J, Kolanowski W. 2014. Application of failure mode and effect analysis
(FMEA) for audit of HACCP system. Food Control 44: 35-44.
[UNCTAD] United Nation Conference on Trade and Development. 2016. Fish
trade. Trade and Enviroment Review: Fish Trade. Division on
International Trade in Goods and Services, and Commodities. Rome (IT):
UNCTAD.
Veranita D. 2011. Strategi pengembangan usaha bakso ikan tuna Surimi dan
campuran (studi kasus pada cv.bening jati anugerah, bogor). [TESIS].
Bogor(ID): Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
25

LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil pengujian contoh produk
26

Lampiran 2 Sertifikat halal PT KingFood


27

Lampiran 3 Tabel kerja alanisis gap

Proses Potensi Bahaya Potensi cacat mutu Tujuan Petunjuk Gap + Gap -
Bahan baku
Ikan utuh kontaminasi kimia kemunduran mutu mempertahankan ikan utuh beku ditangani
beku dan mikroba karena kesalahan mutu bahan baku secara cepat, cermat dan
patogen penanganan sesuai spesifikasi saniter dengan suhu pusat
maksimal -18 C
Pelumatan Kontaminasi Lumatan daging ikan Mendapatkan lumatan Daging ikan dilumatkan
mikroba patogen tidak sesuai spesifikasi daging ikan sesuai secara mekanis dengan cepat,
karena kurangnya spesifikasi cermat dan saniter
sanitasi dan higiene dalam kondisi dingin
Pencampuran Kontaminasi Kesalahan komposisi, Mendapatkan adonan lumatan daging ikan
mikroba patogen, kemunduran mutu yang homogen dan dimasukkan ke dalam alat
benda asing karena kesalahan bebas kontaminasi pencampur, ditambahkan
penanganan, tekstur garam dan dicampur hingga
tidak sesuai dengan didapatkan adonan yang
spesifikasi, tidak lengket. Selanjutnya
homogen dilakukan
penambahan bumbu lainnya,
dicampur sampai homogen.
Proses dilakukan secara
cepat, cermat dan saniter
dengan mempertahankan
suhu maksimum 10 C.
Pembentukan Kontaminasi Kemunduran mutu Mencetak adonan Adonan dicetak dengan
mikroba patogen karena kesalahan sesuai spesifikasi bentuk dan ukuran sesuai
karena kurangnya penanganan spesifikasi
sanitasi dan higiene
Pemasakan Terdapatnya Tekstur tidak sesuai Mendapatkan tekstur Adonan yang sudah dicetak
mikroba patogen spesifikasi bakso ikan yang baik direbus pada suhu 40 C 70
karena suhu tidak C selama
tercapai 10 - 20 menit kemudian
dilanjutkan perebusan pada
suhu 90 C 100 C
sampai
mengapung
Pendinginan Kontaminasi Kemunduran mutu Menurunkan suhu Bakso ikan didinginkan
mikroba patogen karena kesalahan bakso ikan setelah dengan cara ditiriskan atau
karena kurangnya tahap perebusan dan dibantu dengan blower
sanitasi dan higiene bebas atau kipas angin, secara
kontaminasi mikroba cepat, cermat dan saniter
patogen
Sortasi Kemunduran mutu Ketidakseragaman mendapatkan bakso bakso ikan yang tidak
karena kesalahan bentuk dan ukuran ikan dengan bentuk seragam bentuk dan
penanganan dan dan ukuran yang ukurannya dipisahkan.
kontaminasi seragam serta Sortasi
mikroba patogen bebas dari dilakukan secara cepat,
kontaminasi mikroba cermat dan saniter
patogen
Pengemasan Kontaminasi Kemunduran mutu Memasukkan bakso Bakso ikan dimasukkan ke
dan mikroba patogen karena kesalahan ikan ke dalam dalam pengemas plastik dan
penimbangan penanganan pengemas, sesuai ditimbang sesuai
dengan berat yang dengan berat yang
ditentukan serta bebas ditentukan. Kemasan ditutup
dari kontaminasi menggunakan alat penutup
28

Lampiran 4 Tabel penilaian skor FMEA Severity


No Resiko Produksi Bakso Ikan Skor Severity
1 Penerimaan Bahan Baku
Suhu awal bahan baku 3
Kesalahan penanganan 4
Benda asing 4
Rata-rata 3,6
2 Pelumatan
Kontaminasi Peralatan 2
Terjadi penundaan, suhu diatas 4C 3
Peralatan tidak saniter 3
Hasil tidak sesuai spesifikasi 4
Rata-rata 3
3 Pencampuran
Kontaminasi air dan peralatan 2
Terjadi penundaan, suhu diatas 4C 3
Bahan dan peralatan tidak saniter 2
Adonan tidak sesuai spesifikasi 4
Rata-rata 2,75
4 Pembentukan
Peralatan tidak saniter 2
Bentuk tidak sesuai spesifikasi 3
Rata-rata 2,5
5 Perebusan
Peralatan tidak saniter 2
Waktu perebusan tidak sesuai spesifikasi 4
Rata-rata 3
6 Pendinginan
Kontaminasi dari personil 2
Kontaminasi peralatan 3
Waktu pendinginan tidak sesuai spesifikasi 3
Rata-rata 2,6
7 Sortasi dan Pengemasan
Kontaminasi dari personil dan bahan pengemas 3
Masuknya metal fragment selama penanganan 4
dan pengolahan
Rata-rata 3,5
29

Lampiran 5 Tabel penilaian skor FMEA Occurance


Resiko Produksi Bakso Ikan Skor Occurance
1 Penerimaan Bahan Baku
Suhu awal bahan baku 1
Kesalahan penanganan 2
Benda asing 3
Rata-rata 2
2 Pelumatan
Kontaminasi Peralatan 1
Terjadi penundaan, suhu diatas 4C 1
Peralatan tidak saniter 1
Hasil tidak sesuai spesifikasi 1
Rata-rata 1
3 Pencampuran
Kontaminasi air dan peralatan 1
Terjadi penundaan, suhu diatas 4C 2
Bahan dan peralatan tidak saniter 2
Adonan tidak sesuai spesifikasi 3
Rata-rata 2
4 Pembentukan
Peralatan tidak saniter 1
Bentuk tidak sesuai spesifikasi 2
Rata-rata 1,5
5 Perebusan
Peralatan tidak saniter 1
Waktu perebusan tidak sesuai spesifikasi 2
Rata-rata 1,5
6 Pendinginan
Kontaminasi dari personil 2
Kontaminasi peralatan 1
Waktu pendinginan tidak sesuai spesifikasi 1
Rata-rata 1,3
7 Sortasi dan Pengemasan
Kontaminasi dari personil dan bahan pengemas 3
Masuknya metal fragment selama penanganan 2
dan pengolahan
Rata-rata 2,5
30

Lampiran 6 Tabel penilaian skor FMEA Detectibility


No Resiko Produksi Bakso Ikan Skor Detectibility
1 Penerimaan Bahan Baku
Suhu awal bahan baku 2
Kesalahan penanganan 4
Benda asing 2
Rata-rata 2,6
2 Pelumatan
Kontaminasi Peralatan 2
Terjadi penundaan, suhu diatas 4C 2
Peralatan tidak saniter 2
Hasil tidak sesuai spesifikasi 1
Rata-rata 1,75
3 Pencampuran
Kontaminasi air dan peralatan 3
Terjadi penundaan, suhu diatas 4C 1
Bahan dan peralatan tidak saniter 2
Adonan tidak sesuai spesifikasi 2
Rata-rata 2
4 Pembentukan
Peralatan tidak saniter 3
Bentuk tidak sesuai spesifikasi 2
Rata-rata 2,5
5 Perebusan
Peralatan tidak saniter 1
Waktu perebusan tidak sesuai spesifikasi 2
Rata-rata 1,5
6 Pendinginan
Kontaminasi dari personil 2
Kontaminasi peralatan 2
Waktu pendinginan tidak sesuai spesifikasi 2
Rata-rata 2
7 Sortasi dan Pengemasan
Kontaminasi dari personil dan bahan pengemas 3
Masuknya metal fragment selama penanganan 2
dan pengolahan
Rata-rata 2,5
31

Lampiran 7 Tabel Kesesuaian SNI dengan FMEA


No Pertanyaan Nilai kriteria
evaluasi
2 3 4 5
1 Penerimaan bahan baku
1.1 Apakah bahan baku disimpan atau diterima dengan suhu

maksimal 18 C?
1.2 Apakah pegawai bisa mengkontrol kesalahan penanganan
bahan baku?
1.3 Apakah pegawai dapat menyeleksi benda asing yang ada?
Niliai akhir 13
2 Pelumatan
2.1 Apakah kontaminasi peralatan dapat atau sering terjadi?

2.2 Apakah terjadi penundaan, suhu diatas 4C?
2.3 Apakah kebersihan peralatan tetap terjaga?
2.4 Apakah ada tindakan langsung jika hasil pelumatan tidak
sesuai spesifikasi?
Nilai akhir
19
3 Pencampuran
3.1 Apakah ada pencegahan terjadinya kontaminasi air dan
peralatan?
3.2 Apakah terjadi penundaan, suhu diatas 4C?

3.3 Apakah kebersihan peralatan tetap terjaga?
3.4 Apakah ada tindakan langsung jika hasil pelumatan tidak
sesuai spesifikasi?
Nilai akhir 18
4 Pembentukan
4.1 Apakah kebersihan peralatan tetap terjaga?
4.2 Apakah ada tindakan langsung jika hasil pembentukan tidak

sesuai spesifikasi?
Nilai akhir 10
5 Perebusan
5.1 Apakah kebersihan peralatan tetap terjaga?
5.2 Apakah waktu perebusan sesuai spesifikasi?
5.3 Apakah suhu perebusan sesuai spesifikasi?

Nilai akhir 13
6 Pendinginan
6.1 Apakah ada kemungkinan terjadinya kontaminasi dari
personil?

6.2 Apakah kebersihan peralatan tetap terjaga?


6.3 Apakah waktu pendinginan sesuai spesifikasi
32

Nilai akhir 14
7 Sortasi dan pengemasan
7.1 Apakah ada kemungkinan terjadinya kontaminasi dari
personil?
Apakah ada kemungkinan terjadinya kontaminasi bahan
7.2
pengemas?

7.3 Apakah ada kemungkinan terjadi masuknya metal fragment
selama penanganan dan pengolahan?
Nilai akhir 11

Lampiran 8 Skala kriteria audit


Deskripsi Kesesuaian (%)
persyaratan untuk seluruh kriteria yang dievaluasi dipenuhi disetiap 100
detail
terdapat sedikit penyimpangan pada persyaratan dan tidak begitu 80
signifikan
persyaratan terpenuhi dalam batas yang tidak memadai 60
tidak ada persyaratan yang terpenuhi secara keseluruhan 40
33

RIWA\YAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Jakarta tanggal 6 Februari 1995, putra ke-2 dari 3
bersaudara dari ayah Abdur Rahim dan ibu Fauza Marwati. Pendidikan formal
penulis di mulai dari TK Muhammad Toha tahun 2000, kemudian melanjutkan ke
SD Jatirahayu 5. Tahun 2006 penulis masuk SMP 259 Jakarta, setelah lulus dari
sekolah menengah pertama pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikannya
di SMAN 113 Jakarta.
Tahun 2013 penulis lulus dari SMA dan pada tahun yang sama penulis
masuk kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jalur SNMPTN Undangan,
memilih program studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan (FPIK). Selama di IPB, penulis Bergabung dalam beberapa organisasi
kampus non akademik yaitu Sniper Flag Football IPB, badan eksekutif
mahasiswa fakultas perikanan dan ilmu kelautan BEM FPIK sebagai staff HRD,
forum komunikasi muslim FPIK, himpunan mahasiswa teknologi hasil perairan
HIMASILKAN sebagai anggota divisi kewirausahaan. Selain itu penulis aktif
sebagai asisten praktikum mata kuliah Iktiologi, Penanganan Hasil Perairan,
Teknologi Produk Tradisional Hasil Peraian, dan Dasar-dasar Analisis
Mikroskopik Bahan Baku Hasil Perairan.

Anda mungkin juga menyukai