Anda di halaman 1dari 8

MASALAH SIKNAS YANG TERFRAGMENTASI

DISUSUN OLEH:

INDAS DARA NANDA

10011381621119

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017
SIKNAS YANG TERFRAGMENTASI

Sistem Informasi Kesehatan adalah bagian penting dalam sistem kesehatan


suatu negara untuk pembangunan kesehatan yang lebih baik. Dalam
penyelenggaraan sistem kesehatan diperlakukan pengembangan manajemen upaya
kesehatan dimana informasi merupakan sarana penunjang yang perlu selalu
ditingkatkan. Untuk menampung banyaknya dan luasnya area cakupan data dan
informasi yang dibutuhkan maka dibutuhkan suatu system informasi kesehatan
nasional (SIKNAS) yang dapat menjangkau seluruh data dari setiap institusi
kesehatan.

SIKNAS adalah suatu sistem informasi yang dibangun dari kesatuan


sistem-sistem Informasi dari para penyelenggara Sistem Kesehatan Nasional
(2002,Kepmenkes).

Masalah

Sistem informasi kesehatan di Indonesia terus dikembangkan salah


satunya dengan Pemerintah membuat Kebijakan Dan Strategi Pengembangan
Sistem Informasi Kesehatan Nasional dalam Keputusan Menteri Kesehatan Ri No.
511/Menkes/SK/V/2002. Dalam pengembangan SIKNAS di Indonesia masih
terdapat hambatan ataupun permasalahan salah satunya adalah sistem informasi
kesehatan yang masih terfragmentasi dan belum terintegrasi. Sistem Informasi
Kesehatan yang berkembang sejak lama, tetapi satu sama lain kurang terintegrasi.

Sistem-sistem Informasi Kesehatan tersebut antara lain adalah:

a. Sistem Informasi Puskesmas

b. Sistem Informasi Rumah Sakit

c. Sistem Surveilans Terpadu

d. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

e. Sistem Informasi Obat


f. Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan, yang mencakup:
Sistem Informasi Kepegawaian Kesehatan

Sistem Informasi Pendidikan Tenaga Kesehatan

Sistem Informasi Diklat Kesehatan

Sistem Informasi Tenaga Kesehatan

g. Sistem Informasi IPTEK Kesehatan/Jaringan Litbang Kesehatan.

Mengacu pada kata fragmentasi sendiri yang artinya terbelah atau terbagi jika
dilihat ke sistem informasi kesehatan di Indonesia maka informasi kesehatan
masih terbagi bagi atau terfragmentasi dan belum terintegrasi.

Penyebab

Ada banyak hal yang menyebabkan terfragmentasinya dan belum


terintegrasi SIKNAS di Indonesia, yaitu:

a. Pemerintah
1. Sistem Pemerintahan Di Indonesia Berubah Dari Sentralisasi Menjadi
Bentuk Terdesentralisasi.
Dengan berubahnya sistem pemerintahan di Indonesia maka
wewenang daerah otonom yang mendorong daerah untuk
mengembangkan dan melakukan sendiri upaya kesehatan termasuk
pembangunan Sistem Informasi Kesehatan.
2. Pedoman Sistem Informasi Kesehatan Belum Seragam
Pedoman sistem informasi kesehatan yang belum seragam
menyebabkan perbedaan dalam pengembangan sistem informasi
kesehatan.
3. Pengembangan Yang Tidak Seragam
Akibat belum seragamnya pedoman pengembangan SIK di
Indonesia terjadi kesenjangan yang tidak bisa dipungkiri dalam
pengembangan SIK di propinsi, kabupaten/kota. Daerah yang
kemampuan nya belum memadai masih mengolah informasi secara
manual berbeda dengan daerah yang pengolahan data/informasi sudah
terkomputerisasi.

b. Sistem Dan Software Yang Di Gunakan


1. Banyaknya Sistem Yang Digunakan Berbeda
Banyaknya sistem informasi yang stand alone serta setiap institusi
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit dan dinas kesehatan
mempunyai sistem yang berbeda yang mengakibatkan informasi tidak
terintegrasi.
2. Software Yang Digunakan Terlalu Banyak
Software yang digunakan dalam pengembangan sistem informasi
kesehatan di Indonesia sangat banyak. Software yang digunakan
memiliki perbedaan dari segi data, struktur, dan fungsi yang
dikumpulkan sehingga data tidak dapat direkapitulasi di tingkat Provinsi
karena tidak dapat berkomunikasinya software-software tersebut.
3. Terjadi Kesenjangan Aliran Data
Aliran data pada setiap software tidaklah sama sehingga
mengakibatkan kesenjangan data.

c. Sumber Daya Yang Belum Memadai


Kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dan fasilitas yang
memadai dalam pengelolaan SIK juga menjadi penyebab
terfragmentasinya SIKNAS karena setiap daerah memiliki sumber daya
yang berbeda. Jumlah SDM yang tersedia di lapangan masih kurang bila
dibandingkan dengan jumlah inisiatif penguatan SIK secara manual
ataupun terkomputerisasi.

d. Dana/Biaya
Untuk mewujudkan SIKNAS yang terintegrasi dari daerah sampai ke
pusat tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit mulai dari dana untuk
sumber daya manusia nya juga untuk pengembangan software serta
keamanan.
Masih terfragmentasinya data kesehatan menyebabkan dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan jika berpindah tempat pelayanan kesehatan harus mendaftar
ulang dan data rekam medis di pelayanan kesehatan sebelumnya tidak ada
sehingga tidak tau riwayat penyakit yang diderita dan harus melakukan
pemeriksaan ulang. Tidak seperti negara-negara maju, sistem informasi kesehatan
yang dimiliki sudah terintegrasi dengan baik data kesehatan tersimpan semua
dalam satu sistem informasi kesehatan sehingga walaupun berpindah tempat
pelayanan kesehatan data kesehatan tetap ada dan dapat digunakan di pelayanan
kesehatan yang terdapat di negara tersebut.

Seperti pelaksanaan SIK di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung secara teknis


dan organisasi masih sangat lemah, kompleksitas pelaporan dan prosedur
pengisian rendah, pengumpulan dan pelaporan terfragmentasi dan tumpang tindih.
Integrasi sistem informasi belum terjadi, sistem sepenuhnya masih dilakukan
secara manual dan berdasarkan sebuah penelitian dalam satu tahun laporan yang
harus diserahkan kepada petugas kesehatan dalam provinsi melebihi 300 lebih tipe
laporan dengan memakai 8 tipe software yang berbeda. Hal-hal seperti itulah yang
membuat sistem informasi kesehatan terfragmentasi dan belum terintegrasi.

Solusi Aplikatif Pemecahan Masalah SIKNAS Terfragmentasi

a. SIKDA Generik
Aplikasi SIKDA Generik adalah aplikasi yang dibuat oleh pemerintah
dalam mengatasi terfragmentasi nya SIKNAS. SIKDA generik adalah sistem
informasi kesehatan daerah yang berlaku secara nasional yang
menghubungkan secara online dan terintegrasi seluruh puskesmas, rumah
sakit, dan sarana kesehatan lainnya, baik itu milik pemerintah maupun
swasta, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan
Kementerian Kesehatan.
SIKDA Generik dirancang mengikuti komponen pelaksana kesehatan
yang ada didalamnya yaitu Puskesmas, Dinas Kesehatan Kab/Kota dan
Provinsi. Sehingga SIKDA Generik terbagi menjadi beberapa sub sistem
sebagai berikut : 1. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIM
Puskesmas) 2. Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan (SIM Dinkes)
3. Sistem Informasi Eksekutif 4. Sistem Komunikasi Data.
Dalam penerapan SIKDA Generik ada beberapa hal yang harus ada dan
dipersiapkan yaitu pelatihan, pendampingan, dan perubahan budaya kerja.
Dari ketiga hal tersebut, dua yang pertama yaitu pelatihan dan pendampingan
sudah diakomodir oleh Pusdatin Kemenkes dan sudah disiapkan
anggarannya. Sedangkan yang nomor tiga yaitu kesiapan dan kemauan para
pengguna sendiri, merupakan tantangan tersendiri bagi terlaksananya
penerapan SIKDA Generik, akan tetapi ini pun pasti bisa diintervensi
mungkin dengan berbagai cara seperti pelatihan, workshop dan
pendampingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan data, publikasi
pemanfaatan data, pemberian penghargaan dan publikasi bagi daerah dengan
pengelolaan SIKDA terbaik.

b. Rekam Medis Elektronik Nasional


Rekam medik elektronik merupakan catatan rekam medik
pasien seumur hidup pasien dalam format elektronik tentang informasi
kesehatan seseorang yang dituliskan oleh satu atau lebih
petugas kesehatan secara terpadu dalam tiap kali pertemuan antara petugas
kesehatan dengan klien. Rekam medik elektronik ektronik bisa diakses
dengan computer dari suatu jaringan dengan tujuan utamamenyediakan at
au meningkatkan perawatan serta pelayanan kesehatan yang
efesien dan terpadu (Potter & Perry, 2009).
Spesifikasi kemampuan rekam medis elektronik sebagai berikut:
a. Database server Rumah Sakit, dimana setiap Rumah Sakit menyimpan
data klinis pasien yang telah berobat di rumah sakit tersebut Supaya data
tersebut bisa diakses oleh dokter/perawat di Fasyankes yang lain, setiap
Rumah Sakit wajib menyertakan OpenIDRM (Open Identity Rekam Medis)
sebagai kunci unik setiap pasien. Nomor OpenIDRM ini terdaftar di Server
Dinas Kesehatan sekaligus juga terintegrasi dengan NIK (Nomor Induk
Kependudukan) Dinas Kependudukan Kementerian dalam Negeri.
b. Database Server Dinas Kesehatan, Database ini digunakan untuk
menyimpan data pelayanan klinis pasien pada setiap Puskesmas, Poliklinik
atau Dokter Praktek swasta. Pada pelayanan ini, data terekam sesuai
pelayanan dan harus menyertakan OpenIDRM (Open Identity Rekam Medis)
sebagai kunci unik setiap pasien.
c. Sistem integrasi data rekam medis ini dikelola dalam sebuah portal
layanan yang berbasis web, dimana portal web ini bisa diakses oleh semua
Tenaga Kesehatan (NAKES) yang telah terdaftar/teregister di lingkungan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dengan demikian database user
(NAKES) dan database OpenIDRM pasien tersimpan di Server Dinas
Kesehatan. Database OpenIDRM tersebut memuat tentang semua NoRM
yang dimiliki oleh seorang Pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


511/MENKES/SK/V/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan
Sistem Informasi Kesehatan Nasional, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2012, Roadmap Sistem Informasi Kesehatan tahun


2011-2014, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kurnia, A, Astuti, R, Prasetya, J, 2015, Rancang Bangun Model Sistem Rekam


Medis Elektronik Terintegrasi Berbasis OpenSource di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, Seminar Nasional Teknologi Informasi dan
Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015, hh. 387.

Susetyo, A, 2011, Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Kabupaten


Purwerojo, SIKDA Generik 3(1): 9, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Utami, A, Dwi, 2013, Evaluasi Kinerja Sistem Informasi Kesehatan di Propinsi


Kepulauan Bangka Belitung, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai