Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil
(Kusnadi, dkk, 2003). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk
melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat mengalami pertumbuhan,
menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki
fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai
kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi
dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi
karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim
yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak akan
disimpan dalam bentuk persediaan.enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk
perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada.
Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tempat yang besar, mudah ditumbuhkan
dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relative cepat (Darkuni, 2001). Oleh
karena aktivitasnya tersebut, maka setiap mikroorganisme memiliki peranan dalam
kehidupan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan.
Dunia mikroorganisme terdiri dari berbagai kelompok jasad renik (makhluk
halus). Kebanyakan bersel satu atau uniseluler. Ciri utama yang membedakan
kelompok organism tertentu dari mikroba yang lain adalah organisasi bahan selulernya.
Dunia mikroba terdiri dari Monera (Virus dan sianobakteri), Protista, dan Fungi.
Mikroorganisme tersebut diantaranya adalah bakteri, jamur, dan virus
Secara umum, bakteri, jamur, dan virus mempunyai morfologi dan struktur
anatomi yang berbeda. Di dalam kehidupannya beberapa mikroorganisme seperti
bakteri, jamur, dan virus selalu dipengaruhi oleh lingkungannya dan untuk
mempertahankan hidupnya mikroorganisme melakukan adaptasi dengan
lingkungannya. Adaptasi ini dapat terjadi secara cepat serta bersifat sementara waktu
dan dapat pula perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk
morfologi serta struktur anatomi dari bakteri, jamur, dan virus. Untuk
mengidentifikasikan suatu mikroorganime dapat dilakukan dengan mengetahui
morfologi dan struktur anatominya. Oleh karena itu kita perlu mengetahui bentuk
morfologi dan struktur anatomi dari bakteri.

1
Pertumbuhan pada bakteri didefinisikan sebagai pertumbuhan berat sel. Karena
berat sel relatif sama pada setiap siklus sel, maka pertumbuhan dapat di definisikan
sebagai pertambahan jumlah sel. Mempelajari pertumbuhan bakteri merupakan faktor
terpenting dalam mengetahui beberapa aspek fisiologi suatu bakteri (Purwoko, 2007).
Pertumbuhan bakteri dapat diukur dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Pengukuran pertumbuhan bakteri secara langsung dapat dilakukan dengan
metode total count, turbidikmetrik, berat kering, electronic counter, plating techique,
fltrasi membran. Sedangkan pengukuran pertumbuhan bakteri secara tidak langsung
dapat dilakukan dengan metode viable count, aktivitas metabolik dan berat sel kering

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pembelahan sel bakteri?
2. Bagaimana waktu generasinya?
3. Apa saja fase pertumbuhan?
4. Bagaimana cara untuk mengukur pertumbuhan mikroba?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pembelahan sel bakteri
2. Untuk mengetahui waktu generasinya
3. Mengetahui fase pertumbuhannya
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengukur pertumbuhan mikroba

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pembelahan Sel Bakteri

Bakteri merupakan sel prokariot yang bereproduksi dengan cara aseksual dengan
pembelahan biner atau disebut juga pembelahan amitosis. Pembelahan biner merupakan
proses pembelahan dari satu sel menjadi dua sel tanpa melalui fase-fase atau melalui tahap-

tahap pembelahan sel.

2. Waktu Generasi

Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk


meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva pertumbuhan
mikroorganisme terdiri atas empat fase yaitu fase penyesuaian (lag phase), fase
eksponensial atau fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase eksponensial
terjadi peningkatan jumlah sel dan digunakan untuk untuk menentukan waktu generasi.

Pertumbuhan pada mikroorganisme diartikan sebagai penambahan jumlah atau total


massa sel yang melebihi inokulum asalnya. Telah dijelaskan pada bahasan sebelumnya,

3
bahwa sistem reproduksi bakteri adalah dengan cara pembelahan biner melintang, satu sel
membelah diri menjadi 2 sel anakan yang identik dan terpisah. Selang waktu yang
dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri menjadi dua kali lipat disebut sebagai waktu
generasi. Waktu generasi pada setiap bakteri tidak sama, ada yang hanya memerlukan 20
menit bahkan ada yang memerlukan sampai berjam-jam atau berhari-hari.

Bila bakteri diinokulasikan ke dalam medium baru, pembiakan bakteri tidak segera
terjadi tetapi ada periode penyesuaian pada lingkungan yang dikenal dengan pertumbuhan.
Kemudian akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga akan
diperoleh kurva pertumbuhan.

Kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase pertumbuhan bakteri.

Fase lamban

Fase lamban merupakan periode awal dan merupakan fase penyesuaian diri
(adaptasi), sehingga tidak ada pertambahan jumlah sel bahkan kadang-kadang jumlah sel
menurun

Fase cepat

Fase cepat merupakan periode pembiakan yang cepat. Pada periode ini dapat
teramati ciri-ciri sel yang aktif. Waktu generasi pada setiap bakteri dapat ditentukan pada
fase cepat ini. Pada fase tersebut dapat terlihat beberapa sel mulai membelah, yang lainnya
setengah membelah, dan yang lainnya lagi selesai membelah.

Fase statis

Pada fase statis pembiakan mulai berkurang dan beberapa sel mati. Apabila laju
pembiakan sama dengan laju kematian, maka secara keseluruhan jumlah sel tetap konstan.
Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya nutrien ataupun terbentuknya produk
metabolisme yang cenderung menumpuk mungkin menjadi racun bagi bakteri
yangbersangkutan.

4
Fase kematian

Fase kematian bakteri merupakan fase dimana proses pembiakan telah berhenti.
Sel-selnya sudah mati, yang kemudian akan diikuti dengan proses lisis. Apabila laju
kematian melampaui laju pembiakan, maka jumlah sel sebenarnya menurun.

Pertumbuhan bakteri pada umumnya ditandai dengan empat fase yang khas, yakni
periode awal yang tampaknya tanpa pertumbuhan (fase lamban atau lag phase) diikuti leh
suatu periode pertumbuhan yang cepat (fase log), kemudian mendatar (fase statis atau
stationary phase), dan akhirnya diikuti oleh suau penurunan polpulasi sel-sel hidup (fase
kematian atau penurunan). Di antara setiap fase ini ada suatu periode peralihan yang
menunjukkan lamanya waktu sebelum semua sel memasuki fase yang baru. Ciri-ciri
tambahan ang berkaitan dengan keempat fase pertumbuhan tersebut dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:

Fase Pertumbuhan Ciri

Lamban (lag) Tidak ada pertambahan populasi

Sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya

Substansi intraseluluer bertambah.

Logaritma (eksponensial)

Sel membelah dengan laju yang konstan

Massa menjadi dua kali lipat dengan laju sama

Aktifitas metabolic konstan

Keadaan pertumbuhan seimbang

Statis Penumpukan produk beracun dan kehabisan nutrient Beberapa sel mati
sedangkan yang lain tumbuh dan membelahJumlah sel hidup menjadi tetap

Penurunan atau kematian Sel menjadi mati lebih cepat daripada terbentuknya sel-sel
baru

5
3. Fase pertumbuhan
Fase dalam pertumbuhan bakteri telah dikenal luas oleh ahli mikrobiologi.
Terdapat 4 fase pertumbuhan bakteri ketika ditumbuhkan pada kultur curah (batch
culture), yaitu fase adaptasi (lag phase), fase perbanyakkan (exponential phase), fase
statis (stationer phase), dan fase kematian (death phase) (Purwoko, 2007).

a. Fase Adapatasi (Lag phase)


Pada fase ini tidak ada pertambahan populasi. Sel mengalami perubahan dalam
komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya, substansi interaseluler bertambah
(Perlazar, 2005).
Ketika sel dalam fase statis dipindahkan ke media baru, sel akan melakukan proses
adaptasi. Proses adaptasi meliputi sintesis enzim baru yang sesuai dengan medianya
dan pemulihan terhadap metabolit yang bersifat toksik (misalnya asam,alkohol, dan
basa) pada waktu media lama (Purwoko, 2007).
Pada fase adaptasi tidak di jumpai pertambahan jumlah sel. Akan tetapi terjadi
pertambahn volume sel karena pada fase statis biasanya sel melakukan pengecilan
ukuran sel. Akan tetapi, fase adaptasi dapat dihindari (langsung ke fase perbanyakan),
jika sel di media lama dalam kondisi fase perbanyakan dan dipindahkan ke media baru
yang sama komposisinya dengan media lama (Purwoko, 2007).

b. Fase Perbanyakan (Logaritma atau eksponensial)


Pada fase ini pembiakan bakteri berlangsung paling cepat. Jika kita ingin
mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri dalam fase ini baik sekali untuk
dijadikan inokolum (Dwidjuseputro, 1998).
Sel akan membelah dengan laju yang konstan massa menjadi dua kali lipat dengan laju
yang sama, aktivitas metabolit konstan dan keadaan pertumbuhan yang seimbang
(Pelczar, 2005).
Setelah memperoleh kondisi ideal dalam pertumbuhannya, sel melakukan
pembelahan. Karena pembelahan sel merupakan persamaan ekponensial, maka fase itu
disebut juga fase eksponensial. Pada fase perbanyakan jumlah sel meningkat pada batas
tertentu (tidak terdapat pertumbuhan bersih jumlah sel), sehingga memasuki fase statis.
Pada fase perbanyakan sel melakukan konsumsi nutrien dan proses fisiologis lainnya.
Pada fase itu produk senyawa yang di inginkan oleh manusia terbentuk, karena senyawa

6
terbentuk merupakan senyawa yang di inginkan pada fase perbanyakan adalah etanol,
asam laktat dan asam organik lainnya (Purwoko, 2007).

c. Fase Statis/Konstan
Pada fase ini terjadi penumpukan produk beracun dan atau kehabisan nutrien.
Beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah. Jumlah sel hidup
menjadi tetap (Pelczar, 2005).
Fase ini menunjukan jumlah bakteri yang berbiak sama dengan jumlah bakteri
yang mati, sehingga kurva menunjukan garis yang hampir horizontal (Dwidjoseputro,
1998).
Alasan bakteri tidak melakukan pembelahan sel pada fase statis bermacam-
macam. Beberapa alasan yang dapat dikemukan akan adalah :
a. Nutrien habis
b. Akumulasi metabolit toksik (misalnya alkohol,asam, dan basa)
c. Penurunan kadar oksigen
d. Penurunan nilai aw (ketersediaan air)
Bentuk kasus kedua dijumpai pada fase fermentasi alkohol dan asam laktat,
untuk kasus ketiga dijumpai pada bakteri aerob dan untuk kasus keempat dijumpai pada
fungi/jamur (Purwoko, 2007).
Pada fase statis biasanya sel melakukan adaptasi terhadap kondisi yang kurang
menguntungkan. Adaptasi ini dapat menghasilkan senyawa yang di inginkan manusia
misalnya antibiotika dan antioksidan (Purwoko, 2007).

d. Fase Kematian
Pada fase ini sel menjadi mati lebih cepat dari pada terbentuknya sel-sel baru,
laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial bergantung pada
spesiesnya, semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau beberapa bulan (Pelczar,
2005).
Penyebab utama kematian adalah autolisis sel dan penurunan energi seluler. Beberapa
bakteri hanya mampu bertahan beberapa jam selama fase statis dan akhirnya masuk ke
dalam fase kematian, sementara itu beberapa bakteri hanya mampu bertahan sampai
harian dan mingguan pada fase statis dan akhirnya masuk ke fase kematian. Beberapa
bakteri bahkan mampu bertahan sampai puluhan tahun sebelum mati, yaitu dengan
mengubah sel menjadi spora (Purwoko, 2007).
7
4. Mengukur Pertumbuhan Mikroba

Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel (jumlah


sel per satuan isi kultur) ataupun destilasi sel (berat kering dari sel-sel persatuan isi
kultur). Dua parameter ini tidak selalu sama karena berat kering sel rata-rata bervariasi
pada tahap berlainan dalam pertumbuhan kultur, kedua para meter tersebut juga tidak
bermakna sama dalam penelitian mengenai biokimia mikroorganisme atau gizi
mikroorganisme. Densitas sel adalah kuantitas yang lebih bermakna, sedangkan dalam
penelitian mengenai inaktivitas mikroorganisme, kosentrasi sel adalah kuantitas yang
bermakna (Pratiwi, 2008).
Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur dengan dua cara, yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Pengukuran pertumbuhan mikroorganisme secara langsung
dapat dilakukan dengan beberapa cara,yaitu :
1. Metode Total Count
Pada metode ini sampel ditaruh di suatu ruang hitung (seperti hemasitometer)
dan jumlah sel dapat ditentukan secara langsung dengan bantuan mikroskop
(Hadioetomo, 1993).
Jika setetes kultur dimasukkan kedalam wadah (misalnya hemasitometer) yang
diketahui volumenya, maka jumlah sel yang dapat dihitung. Akan tetapi cara tersebut
memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat membedakan sel hidup atau mati dan tidak dapat
digunakan pada jumlah sel yang sangat sedikit (kurang dari 102 sel/ml) (Purwoko, 2007).
Kelemahan lainnya ialah sulitnya menghitung sel yang berukuran sangat kecil
seperti bakteri karena kekebalan hemositometer tidak memungkinkan digunakannya
lensa objektif celup minyak. Hal ini dibatasi dengan cara mencernai sel sehingga menjadi
lebih mudah dilihat. Kelemahan lain lagi ialah kadang-kadang cenderung bergerombol
sehingga sukar membedakan sel-sel individu. Cara mengatasinya ialah mencerai-
beraikan gerombolan sehinggga tersebut dengan menambahkan bahan anti gumpalan
seperti dinatrium etilanadiamina tetra asetat dan tween-80 sebanyak 0,1%. Keuntungan
metode ini ialah pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan banyak peralatan
(Hadioetomo, 1993).
2. Metode Turbidimetrik
Bila kita harus memeriksa kosentrasi sel jumlah besar biakan, maka metode
cawan bukanlah pilihan yang baik karena tidak hanya memakan waktu tetapi juga
memerlukan media dan pecah-belah dalam jumlah besar. Untuk kasus demikian tersedia

8
metode yang lebih cepat dan praktis, yaitu pengukuran kekeruhan biakan dengan
fotokilometer (Hadioetomo, 1993).
Secara rutin jumlah sel bakteri dapat dihitung dengan cara menghitung kekeruhan
(turbiditas) kultur. Semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah sel. Prinsip dasar
metode turbidimeter adalah jika cahaya mengenai sel, maka sebagian cahaya diserap dan
sebagian cahaya diteruskan. Jumlah cahaya yang diserap propisional (sebanding lurus
dengan jumlah sel bakteri). Ataupun jumlah cahaya yang diteruskan berbanding terbalik
dengan jumlah sel bakteri. Semakin banyak jumlah sel, semakin sedikit cahaya yang
diteruskan. Metode ini memiliki kelemahan tidak dapat membedakan antara sel mati dan
sel hidup (Purwoko, 2007).
3. Metode Berat Kering
Cara yang paling cepat mengukur jumlah sel adalah metode berat kering. Metode
tersebut relatif mudah dilakukan, yaitu kultur disaringan atau disentrifugasi, kemudian
bagian yang disaring atau yang mengendap hasil sentrifugasi dikeringkan. Pada metode
ini juga tidak dapat membedakan sel yang hidup dan mati. Akan tetapi keterbatasan itu
tidak mengurangi manfaat metode tersebut dalam hal mengukur efesiensi fermentasi,
karena pertumbuhan diukur dengan satuan berat, sehingga dapat diperhitungkan dengan
parameter konsumsi substrat dan produksi senyawa yang diinginkan (Purwoko, 2007).
4. Metode Elektronic Counter
Pada pengukuran ini, suspensi mikroorganisme dialirkan melalui lubang kecil
(orifice) dengan bantuan aliran listrik. Elektroda yang ditempatkan pada dua sisi orifice
mengukur tekanan listrik (ditandi dengan naiknya tekanan) pada saat bakteri melalui
orifice. Pada saat inilah sel terhitung. Keuntungan metode ini adalah hasil bisa diperoleh
dengan lebih cepat dan lebih akurat, serta dapat menghitung sel dengan ukuran besar.
Kerugiannya metode ini tidak bisa digunakan untuk menghitung bakteri karena adanya
gangguan derbit, filamen, dan sebagainya, serta tidak dapat membedakan antara sel hidup
dan sel mati (Pratiwi, 2008).
5. Metode Plating Techique
Metode ini merupakan metode perhitungan jumlah sel tampak (visible) dan di
dasarkan pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah dan memproduksi
satu koloni tunggal. Satuan perhitungan yang dipakai adalah CFU (colony forming unit)
dengan cara membuat seri pengenceran sampel dan menumbuhkan sampel pada media
padat. Pengukuran dilakukan pada plat dengan jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30-
300. Keuntungan metode ini adalah sederhana, mudah dan sensitif karena
9
menggunakan colony counter sebagai alat hitung dapat digunakan untuk menghitung
mikroorganisme pada sampel makanan, air ataupun tanah. Kerugiannya adalah harus
digunakan media yang sesuai dan perhitungannya yang kurang akurat karena satu
koloni tidak selalu berasal dari satu individu sel (Pratiwi, 2008).
6. Metode filtrasi membran
Pada metode ini sampel dialirkan pada suatu sistem filter membran dengan
bantuan vaccum. Bakteri yang terperangkap selanjutnya ditumbuhkan pada media yang
sesuai dan jumlah koloni dihitung. Keuntungan metode ini adalah dapat menghitung sel
hidup dan sistem perhitungannya langsung, sedangkan kerugiannya adalah tidak
ekonomis (Pratiwi, 2008).
Metode pengukuran pertumbuhan mikroorganisme secara tidak langsung dapat
dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut :
1. Metode Viable Count
Kultur diencerkan sampai batas yang di inginkan. Kultur encer ditumbuhkan
kembali pada media, sehingga di harapkan setiap sel tumbuh menjadi 1 koloni beberapa
saat berikutnya, biasanya 4-12 jam. Akan tetapi cara ini memiliki keterbatasan, yaitu
jumlah sel terhitung biasanya lebih dari sebenarnya (kemungkinan besar 1 koloni dapat
berasal dari 2 sel) dan tidak dapat di aplikasikan pada bakteri yang tumbuh lambat. Pada
metode tersebut yang perlu diperhatikan adalah jumlah sel bakteri harus mendekati
kelipatan 10 pada setiap pengencerannya. Jika tidak pengenceran di anggap gagal.
Misalnya cawan yang dapat dihitung jumlah selnya adalah yang mempunyai jumlah sel
sekitar 2-4 untuk sampel pengenceran (10-x ), 20-40 untuk sampel pengenceran (10(x+1))
dan 200-400 untuk sampel pengenceran (10-(x+2)) (Purwoko, 2007).
2. Metode Aktivitas Metabolik
Metode ini di dasarkan pada asumsi bahwa produk metabolit tertentu, misalnya
asam atau CO2, menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat di dalam media.
Misalnya pengukuran produksi asam untuk menentukan jumlah vitamin yang di hasilkan
mikroorganisme (Pratiwi, 2008).
3. Metode Berat Sel Kering
Metode ini umum digunakan untuk mengukur pertumbuhan fungi berfilamen.
Miselium fungi dipisahkan dari media dan dihitung sebagai berat kotor. Miselium
selanjutnya dicuci dan dikeringkan dengan alat pengering (desikator) dan ditimbang
beberapa kali hingga mencapai berat yang konstan yang dihitung sebagai berat sel kering
(Pratiwi, 2008)
10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk


meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva pertumbuhan
mikroorganisme terdiri atas empat fase yaitu fase penyesuaian (lag phase), fase
eksponensial atau fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian.

Fase dalam pertumbuhan bakteri telah dikenal luas oleh ahli mikrobiologi.
Terdapat 4 fase pertumbuhan bakteri ketika ditumbuhkan pada kultur curah (batch
culture), yaitu fase adaptasi (lag phase), fase perbanyakkan (exponential phase), fase
statis (stationer phase), dan fase kematian (death phase) (Purwoko, 2007).

Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel (jumlah


sel per satuan isi kultur) ataupun destilasi sel (berat kering dari sel-sel persatuan isi
kultur). Dua parameter ini tidak selalu sama karena berat kering sel rata-rata bervariasi
pada tahap berlainan dalam pertumbuhan kultur, kedua para meter tersebut juga tidak
bermakna sama dalam penelitian mengenai biokimia mikroorganisme atau gizi
mikroorganisme. Densitas sel adalah kuantitas yang lebih bermakna, sedangkan dalam
penelitian mengenai inaktivitas mikroorganisme, kosentrasi sel adalah kuantitas yang
bermakna (Pratiwi, 2008).

11
DAFTAR PUSTAKA

http://maulidafarmasi.blogspot.co.id/2012/02/pengukuran-pertumbuhan-
mikroorganisme.html

http://www.nafiun.com/2012/11/pertumbuhan-mikroba-kurva-laju-lag-eksponensial-
stasioner-bakteri-pengaruh-kecepatan.html

http://www.sawitchem.com/post/25/kurva-dan-fase-pertumbuhan-bakteri-dari-hidup-sampai-
mati.html

12

Anda mungkin juga menyukai