Anda di halaman 1dari 13

JURNAL BERAJA NITI

ISSN : 2337-4608
Volume 2 Nomor 11 (2013)
http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja
Copyright 2013

PELAKSANAAN ASAS KONTRADIKTUR DELIMITASI


TERHADAP KEPASTIAN HUKUM OBYEK HAK ATAS TANAH DI
KOTA SAMARINDA.

Ryan Zuliananda Nugraha 1


( ryanugraha32@yahoo.com)

Abstrak

Di Indonesia pemanfaatan bidang tanah tidak hanya sebatas pada usaha untuk
mencukupi kebutuhan bidang pangan saja, melainkan juga untuk usaha-usaha
yang lebih luas yang menyangkut perkembangan kehidupan seperti misalnya
tanah untuk perumahan, pendirian bangunan industri, perkantoran, pendidikan,
tempat ibadah, dan berbagai keperluan yang lain. Karena keadaan tanah terbatas
sedangkan penduduk bertambah terus dengan pesatnya, maka dengan sendirinya
jumlah penduduk yang ingin mendayagunakan tanah menjadi tidak seimbang
dengan keadaan tanahnya.
Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah itu meliputi
pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah, serta pemberian surat-surat bagi
tanda bukti hak atas tanah tersebut. Sebelum pengukuran dilakukan terlebih
dahulu ditetapkan batas-batas tanah yang akan diukur, atau pengukuran
sebidang tanah harus memenuhi asas Kotradiktur Delimitasi. Jika tidak demikian
maka semua kelanjutan dari pekerjaan itu akan sia-sia. Pengukuran tidak dapat
dilaksanakan, demikian juga pembuatan peta-peta serta pembukuan tanah, lebih-
lebih pemberian surat-surat tanda bukti hak tentu tidak akan diperbolehkan. Asas
Kontradiktur Delimitasi dilapangan ada kalanya tidak dapat berjalan dengan baik
karena adanya hal-hal yang meyebabkan ketidaksepakatan batas anatar pemilik
tanah dan pemilik tanah yang berbatasan.

Kata kunci : Pendaftaran Tanah, pengukuran tanah, pembukuan tanah,


kontradiktur delimitasi, sepakat.

1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
IMPLEMENTATION OF THE PRINCIPLES OF CERTAINTY
DLIMITATION CONTRADICTOIRE
OBJECT OF THE LAW OF LAND IN THE CITY SAMARINDA

Ryan Zuliananda Nugraha


ryanugraha32@yahoo.com

Abstract
In Indonesia, the utilization of land is not only limited in an effort to fulfill
the food sectors, but it also for an extensive efforts and involve the developments
of life such as land for housing, establishment of industrial buildings, offices,
educational places, house of worship and any other kind of purposes. Due to
limited ground state while the population continues to grow rapidly in our
country, so then by itself the number of people or residents who want to utilize
the land becomes unbalance with the terrain.
As we know that the implementation of land registration is based on
measurement, mapping, soil and book-keeping land and as well as to referral
some letters as a proof of his/her land rights. Before the measurements were
done, firstly set the boundaries of the land to be measured or the measurement
of a piece of land must according to dlimitation contradictoire principle. If not so
then all of the continuation working will be in vain. Measurements cannot be
implemented, as well as mapping and books soil, the worst is referral letters as a
proof of the land rights is not allowed to be given. In fact, dlimitation
contradictoire principle sometimes doesnt work out properly, because of there
are several things can cause some disagreements between limit landowners and
adjacent landowners.

Keywords : Land Registration, surveying,land bookeeping, dlimitation


contradictoire, agreed
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11

Pembahasan

Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.

Manusia hidup serta melakukan aktifitas diatas tanah sehingga, setiap saat

manusia selalu berhubungan dengan tanah baik secara langsung maupun tidak

langsung. Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka setiap orang

akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Pemerintah Republik Indonesia

melalui Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melaksanakan kegiatan

pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia sesuai dengan amanat dari pasal

19 ayat(1) Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok

Agraria. Pendaftaran tanah tersebut menurut ayat (2) Undang-Undang Pokok

Agraria meliputi pengukuran, pemetaaan, dan pembukuan tanah. Pendaftaran

tanah bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hokum dan perlindungan

hukum kepada pemegang hak atas tanah. Terselenggaranya pendaftaran tanah

memungkinkan bagi para pemegang hak untuk membuktikan hak atas tanah

yang dikuasainya.

Pendaftaran tanah di Indonesia pada awalnya diatur didalam Peraturan

Pemerintah No. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah. Namun seiring dengan

berjalannya waktu Peraturan ini dianggab belum maksimal dan masih memiliki

beberapa kekurangan. Untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan didalam

peraturan ini makan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24

tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana

yang disebutkan dalam dalam pasal (19) Undang-Undang Pokok Agraria untuk

2
PELAKSANAAN ASAS KONTRADIKTUR DELIMITASI (Ryan Zuliananda)

memberikan kepastian hukum bagi sipemilik atau yang menguasai tanah, meliputi

kepastian obyek dan subyek hak atas tanah. Kepastian atas pendaftaran tanah

tersebut dibuktikan dengan diterbitkannya sertifikat tanah sebagai alat

pembuktian yang kuat.

Dalam pendaftaran tanah salah satu hal yang paling penting adalah

proses pengukuran tanah. Sebelum proses pengukuran dilaksanakan, terlebih

dahulu harus dipastikan bahwa tanda batar telah terpasang pada setiap sudut

bidang tanah yang akan diukur. Pemegang atau pemilik tanah memiliki kewajiban

memasang dan memelihara tanda batas sebagaimana telah ditegaskan dalam

pasal (17) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

Kewajiban memasang atau memelihara tanda batas yang telah ada dimaksudkan

menghindari terjadinya perselisihan atau sengketa mengenai batas tanah dengan

para pemiki tanah yang berbatasan. Penetapa batas tersebut dilakukan oleh

pemilik tanah dan para pemilik tanah yang berbatasan secara Kontardiktur

dikenal dengan asas Kontardiktur Delimitasi.

Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah itu

meliputi pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah, serta pemberian surat-

surat bagi tanda bukti hak atas tanah tersebut. Sebelum pengukuran dilakukan

terlebih dahulu ditetapkan batas-batas tanah yang akan diukur, atau pengukuran

sebidang tanah harus memenuhi asas Kotradiktur Delimitasi. Jika tidak demikian

maka semua kelanjutan dari pekerjaan itu akan sia-sia. Pengukuran tidak dapat

dilaksanakan, demikian juga pembuatan peta-peta serta pembukuan tanah, lebih-

lebih pemberian surat-surat tanda bukti hak tentu tidak akan diperbolehkan.

3
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11

Dengan demikian, kepastian hukum obyek hak atas tanah tidak akan

terwujud. Hal ini dijelaskan oleh R. Hermanses, S.H sebagai berikut, Sebelum

batas-batas bidang tanah diukur dan dipeta pada peta-peta kadester harus

diadakan penetapan batas-batas terlebih dahulu oleh Pejabat Jawatan

Pendaftaran Tanah yang harus melakukan pengukuran bersama-sama dam

demham persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan. Jadi, sebelum pengukuran

sebidang tanah dilaksanakan terlebih dahulu harus ditetapkan batas-batas bidang

tanah tersebut. Pihak-pihak yang berbatasan di hadapan petugas ukur

menunjukkan batas-batas yang disetujui atau disepakati oleh semua pihak.

Setelah penetapan batas dan persetujuan bersama dicapai maka pengukuran

dilaksanakan. Cara penetapan batas yang demikian disebut penetapan batas

secara kontradiktur delimitasi, seperti dikatakan oleh R. Hermanses, S.H. Dengan

demikian, pendaftaran pihak-pihak dalam daftar buku tanah dilakukan setelah

bidang-bidang tanah yang menjadi obyek hak-hak itu diukur dan dipetakan.

Dengan dijadikannya asas Kontradiktur Delimitasi sebagai tahap awal pekerjaan

pengukuran, maka setiap pemilik tanah harus lebih dulu memasang tanda-tanda

batas tanahnya sesuai dengan persetujuan pihak-pihak yang berbatasan dengan

tanahnya. Tanda-tanda batas ini harus disesuaikan dan memenuhi syarat

menurut Peraturan Menteri Agraria Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1961,

tentang tanda-tanda batas tanah hak. Untuk jelasnya berikut ini dikutip bunyi

pasal-pasal peraturan tersebut.

Pasal 1: Tiap-tiap tanah hak batas-batasnya harus dinyatakan dengan tanda-

tanda batas, menurut ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini.

4
PELAKSANAAN ASAS KONTRADIKTUR DELIMITASI (Ryan Zuliananda)

Pasal 2: Untuk bidang-bidang tanah hak yang luasnya kurang dari 25 ha,

dipergunakan tanda-tanda batas seperti diuraikan di bawah ini.

a. Pipa besi atau batang besi, panjang sekurang-kurangnya 1,00

m bergaris tengah luar sekurang-kurangnya 0,03 m, yang

0,08 m dimasukkan kedalam tanah, sedang selebihnya tutup

dan cat merah.

b. Tugu dari batu, dan seterusnya ...

Pasal 3: Untuk bidang tanah hak yang luasnya lebih dari 25 ha, dipergunakan

tanda-tanda batas seperti diuraikan dibawah ini:

Tugu dari batu tembok, dan seterusnya ...

Pasal 5: Tanda-tanda batas yang dimaksud dalam pasal 2 dan 3 diatas harus

dipasang diatas batas.

Dengan dipenuhinya tanda-tanda batas seperti disebutkan di muka dan

ditempatkan pada tempat yang sebenarnya dilakukanlah pengukuran. Kemudian

instansi yang berwenang, dalam hal ini Kantor Pertanahan akan menunjukkan

luas batas-batas dan letak tanah itu sebagaimana mestinya dan pembuatan peta

dan perhitungan luas tanah tersebut sesuai dengan keadaan sebenarnya di

lapangan. Gmabr Situasi/Surat Ukur yang kemudian digunakan sebagian dari

sertifikat tanah tersebut. Pelaksanaan Kontradiktur Delimitasi di kota Samarinda

dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973

jo. Nomor 6 Tahun 1972. Sebelum dilakukan pengukuran atas sebidang tanah

pemilik tanah (pemohon) lebih dahulu mengajukan permohonan dengan mengisi

5
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11

formulir surat permohonan hak kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota

setempat.

Formulir surat permohonan hak tersebut berisi jenis hak yang dimohon,

nama dan umur serta alamat pemohon, data tentang jati diri pemohon dan yang

berhubungan dengan tanah tersebut berupa surat-surat keterangan, dan surat-

surat bukti perolehan atas tanah yang dimohon. Setelah menerima permohonan

tersebut, Sub Seksi Pendaftaran dan Peralihan Hak bersama anggotanya

memeriksa kelengkapan berkas peromohonan. Setelah diteliti dan berkas

permohonan itu sudah lengkap, selanjutnya si pemohon dipanggil dengan Surat

Dinas oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota untuk memberikan penjelasan

penetapan batas tanahnya dengan pihak yang berbatasan. Pemohon dan pihak

yang berbatasan dengan tanah tersebut menyatakan kesepakatan untuk

menetapkan batas tanahnya dihadapan pamong desa setempat dengan

memasang tanda-tanda batas.

Setelah pemasangan tanda-tanda batas, pemohon dan pihak yang

berbatasan dengan tanah itu akan mengadakan kesepakatan untuk menetapkan

batas tanahnya dihadapan pamong desa setempat dengan pemasangan tanda-

tanda batas. Setelah penetapan tanda batas dan pemasangan tanda batas,

pemohon dan pihak yang berbatasan membuat surat keterangan persetujuan

penetapan batas. Selanjutnya pemohon mengajukan permohonan pengukuran

kepada Kantor Pertanahan Kotamadya dengan menyertakan surat keterangan

persetujuan penetapan batas tersebut. Berdasarkan permohonan ini, Kepala Seksi

Pendaftaran Tanah yang bertindak atas nama Kepala Kantor Petanahan Kota

6
PELAKSANAAN ASAS KONTRADIKTUR DELIMITASI (Ryan Zuliananda)

memerintahkan petugas u kur untuk melaksanakan pengukuran obyek tanah

yang dimohon.

Pada saat petugas ukur akan melakukan pengukuran, pihak-pihak yang

berbatasan dan pemohon harus hadir dan menunjukan batas-batas tanahnya

sekaligus memasang tanda-tanda batas pada batas yang telah disepakati. Ukuran

tanda-tanda batas sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8

Tahun 1961. Setelah kegiatan pengukuran dan penepatan batas ini selanjutnya

pihak yang berbatasan menandatangani lembar isian pendaftaran, yaitu lembar

gambar ukur (veldwerk) sebagai tanda bukti bahwa asas Kontradiktur Delimitasi

dipenuhi pada saat penetapan batas dan pengukuran. Selanjutnya petugas ukur

akan membuat gambar/situasi surat ukur atas bidang tanah tersebut sesuai

dengan letak,batas-batas dan luas tanah yang telah di ukur.

Seperti yang telah dikemukakan diatas Bahwa kebutuhan akan tanah

terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk yang sangat

besar dan masalah yang dihadapi umumnya bersumber dari pertumbuhan jumlah

penduduk tersebut. Luas tanah terbatas dan tidak akan mengalami pertambahan,

yang merupakan salah satu penyebab selalu meningkatnya nilai ekonomis dan

cultural tanah. Kalaupun terjadi penambahan luas tanah akibat proses alamiah

namun pertumbuhan tersebut juga akan diiringi dengan jumlah penduduk yang

cepat, jadi pertambahan jumlah penduduk tidak sebanding dengan bertambahnya

jumlah tanah. Secara ekonomis, maka luas tanah terbatas sementara jumlah

manusia selalu bertambah, maka nilai ekonomis tanah akan meningkat. Secara

cultural penguasaan tanah akan memperlihatkan eksistensi manusia baik

7
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11

kelompok maupun individual, di dalam masyarakat sehingga akan selalu ada

upaya manusia dan masyarakat untuk mempertahankan dan memperluas tanah

yang dikuasainya. Terbatasnya luas tanah akan menimbulkan upaya untuk saling

menguasai.

Releigh Barlowe mengibaratkan tanah sebagai sepotong intan (batu

permata) yang mempunyai banyak isi ada kalanya tanah dipandang sebagai

ruang, alam, faktor produksi, barang-barang konsumsi, milik dan modal.

Disamping itu juga memandang tanah sebagai benda yang berkaitan dengan

Tuhan (Sang Pencipta). Berkaitan dengan masyarakat yang menimbulkan

pandangan bahwa tanah sebagai kosmos, dan pandangan bahwa tanah adalah

sebagai tabungan. Hukum adat dan pranata adat yang mengatur tentang

penguasaan tanah akan bermacam-macam atau berlainan pada tiap-tiap daerah

atau suku bangsa keanekaragaman yang hidup ditengah masyarakat

(HukumRakyat) ini di dasari oleh postulat-postulat hukum berupa nilai-nilai yang

ada dalam masyarakat dan melatarbelakangi seluruh kebudayaan masyarakat.

Nilai-nilai tersebut oleh T.O. Ihromi disebut juga dengan premis-premis,

keberadaannya tidak pernah dipermasalahkan bahkan dijadikan dasar dalam

melakukan penilaian bertingkah laku pada suatu masyarakat. Nilai-nilai yang

teraktualisasi dalam bentuk norma akan menentukan subjek hak kepemilikan.

Walaupun tanah mempunyai nilai ekonomis dan strategis bagi kehidupan

masyarakat dan bahkan umat manusia di dunia, tetapi dalam kenyataannya

belum semua masyarakat menyadari betapa pentingnya merawat dan memelihara

tanah-tanah yang dimilikinya, hal ini bias dibuktikan dengan fakta yang diperoleh

8
PELAKSANAAN ASAS KONTRADIKTUR DELIMITASI (Ryan Zuliananda)

di lapangan baru sebagian kecil masyarakat melaksanakan kewajiban

pemasangan tanda batas. Dan Fungsinya adalah untuk mempertegas batas atas

tanah di lapangan serta sebagai petunjuk posisi letak tanah.

Di dalam buku, adapun akibat hukum yang akan ditimbulkan dengan

tidak melaksanakan kewajiban pemasangan tanda batas tanah tersebut adalah :

a. Akan mengakibatkan terjadinya sengketa batas antara pemegang hak

yang satu dengan pemegang hak yang lain yang berbatasan sebagai

akibat tidak adanya batas yang jelas dan benar,

b. Akan mengakibatkan terjadinya sengketa batas antara ahli waris

pemegang hak dengan pemegang hak lainya,

c. Akan memerlukan waktu yang lama bagi pemegan hak apabila akan

mengembalikan batas hak atas tanahnya dikemudian hari sebagai

tidak adanya batas yang jelas dan benar,

d. Akan mengakibatkan pemegang hak apabila akan melakukan jual beli

sebagai akibat tidak adanya batas yang jelas dan benar.

9
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11

Penutup

a. Bahwa peraturan mengenai kewajiban pemegang hak atas tanah untuk

memasang tanda batas telah diatur dalam Pasal 20,Pasal 21,Pasal 22 dan

Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 namun dalam

pelaksanaannya dimasyarakat dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

b. Asas Kontradiktur Delimitasi dilapangan ada kalanya tidak dapat berjalan

dengan baik karena adanya hal-hal yang meyebabkan ketidaksepakatan

batas anatar pemilik tanah dan pemilik tanah yang berbatasan yang

berujung dengan ditangguhkannya penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah

yang dimohonkan oleh si pemohon tersebut

Daftar Pustaka

A. Literatur

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra. Aditya
Bakti , Bandung
Ali Achmat Chomzah, 2003, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid I Prestasi
Pustaka Jakarta.
Boedi Harsono, 1999. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembuatan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya . Penerbit Djambatan.
Jakarta.
Djamali, R. Abdoel, 2006 Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Raja Grafindo,
Jakarta.
Kansil,CST, 2008, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia , Balai
Pustaka, Jakarta
R. Hermanses, 1983. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Yayasan Karya Dharma
Institut Ilmu Pemerintahan. Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, 1999, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,
Yogyakarta.
Soerjono Soekanto, 1982, Pengantar Penelitian Hukum,UI, Jakarta
Soerojo Wignjodipoero, 1995, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung
Agung, Jakarta
Trisno Yuwono dan Silvita I..S, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Arkola.
Surabaya.

10
PELAKSANAAN ASAS KONTRADIKTUR DELIMITASI (Ryan Zuliananda)

B. Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah
Republik Indonesia , Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang
Badan Pertanahan Nasional

C. Website/Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Samarinda di akses 29 Maret 2013


http://id.wikipedia.org/wiki/Loa_Janan_Ilir,_Samarinda
di akses 29 Maret 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Palaran,_Samarinda di akses 29 Maret 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Samarinda_Ilir,_Samarinda
di akses 29 Maret 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Samarinda_Kota,_Samarinda
di akses 29 Maret 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Samarinda_Seberang,_Samarinda
di akses 29 Maret 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Samarinda_Ulu,_Samarinda
di akses 29 Maret 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Samarinda_Utara,_Samarinda
di akses 29 Maret 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Sambutan,_Samarinda di akses 29 Maret 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Kunjang,_Samarinda
di akses 29 Maret 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Pinang,_Samarinda
di akses 29 Maret 2013

11

Anda mungkin juga menyukai