Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna. Seluruh aktifitas di dalamnya telah
diatur dengan hukum Islam, baik itu dalam hal ibadah, munakahat, muamalah
maupun jinayat. Fiqih muamalah merupakan aturan yang membahas tentang
hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam sebuah masyarakat. Segala
tindakan manusia yang bukan merupakan ibadah termasuk kedalam kategori ini.
Didalamnya termasuk kegiatan perekonomian masyarakat.
Salah satu jenis transaksi ekonomi yang dibahas dalam fiqih muamalah
ialah ijarah. Ijarah merupakan salah satu bentuk transaksi muamalah yang banyak
dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Didalam pelaksanaan
ijarah ini yang menjadi objek transaksinya adalah manfaat yang terdapat pada
sebuah zat. Sebagai transaksi umum, maka ijarah memiliki aturan-aturan tertentu.
Kebanyakan para pelaku ijarah saat ini melakukan transaksi ini hanya berdasarkan
kebiasaan saja, tanpa tahu dasar hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Oleh
karena itulah, dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian dan dasar
hukum ijarah, rukun dan syarat ijarah, menerima upah dalam konteks ibadah,
pembayaran sewa dan upah serta pembatalan dan berakhirnya ijarah.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, pemakalah akan merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian dan dasar hukum Ijarah?
2. Apa saja Rukun dan Syarat Ijarah?
3. Bagaimana jika menerima upah dalam Ibadah?
4. Pembayaran Upah dan Sewa
5. Bagaimana jika menyewakan barang sewaan?
6. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
7. Pengembalian Sewaan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Ijarah


Secara etimologi al-ijarah berasal dari kata al-Ajru yang berarti al-Iwadh
yaitu penggantian, dari sebab itulah dalam konteks pahala dinamai juga al-Ajru
atau upah1.
Adapun secara terminologi/ istilah, para ulama fiqh berbeda pendapatnya,
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Menurut Ulama Syafiiyah al-ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi
terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh
dimanfaatkan dengan cara memberi imbalan tertentu2.
2. Menurut Hanafiyah bahwa ijarah ialah:


Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan
disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
3. Menurut Malikiyah bahwa ijarah adalah:


Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan
untuk sebagian yang dapat dipindahkan.
4. Menurut Syaikh Syihab al-Din dan Syaikh Umairah bahwa yang dimaksud
dengan ijarah adalah:



1
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Beirut: Dar kitab al-Arabi, 1971), Jilid III, hlm. 177.
2
Asy-Sarbaini al-Khatib, mugni al-Mukhtaz (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), Jilid II, hlm. 223

2
Akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan
membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu.
5. Menurut Muhammad al-Syarbini al-Khatib bahwa yang dimaksud dengan
ijarah adalah:


Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.
6. Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi
untuk mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian.
7. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie bahwa ijarah adalah :



Akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu
pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.
8. Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga
orang lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat tertentu.
9. Menurut Amir Syarifuddin al-ijarah secara sederhana dapat diartikan
dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu. Bila
yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda
disebut Ijarah alAin, seperti sewa menyewa rumah untuk ditempati. Bila
yang menjadi objek transaksi manfaat atau jasa dari tenaga seseorang
disebut Ijarah ad-Dzimah atau upah mengupah, seperti upah mengetik
skripsi. Sekalipun objeknya berbeda keduanya dalam konteks fiqh disebut
al-Ijarah3.
Berdasarkan defenisi-defenisi di atas, dapat dipahami bahwa ijarah adalah
menukar sesuatu dengan imbalannya, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
berarti sewa-menyewa dan upah mengupah. Sewa menyewa adalah:


Menjual manfaat
dan upah mengupah adalah :

3
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005), Cet. II, hlm. 216.

3

Menjual tenaga atau kekuatan.
Al-ijarah dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah
mengupah merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam Islam. Hukum
asalnya menurut Jumhur Ulama adalah mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara beerdasarkan ayat al-Quran,
hadits-hadits Nabi dan ketetapan Ijma Ulama4. Adapun dasar hukum tentang
kebolehan al-ijarah sebagai berikut:




jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada
mereka upahnya. (QS. At-Thalaq:6)






Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya". (QS. Al-Qashas : 26)
Adapun dasar hukum dari hadits Nabi diantaranya adalah:
1. Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw.
bersabda:

4
Wahbah al-Juhaili, al-Fiqh al-Islami Wa adilatuhu (Damaskus: Dar al-Fiqr al-Muasshim, 2005), Jilid V, cet ke-8, hlm.
3801-3802.

4
Rasulullah saw berbekam, kemudian beliau memberikan upah kepada
tukang-tukang itu.
2. Riwayat Ibnu Maajah, Rasulullah bersabda:

Berikanlah upah atau jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum
kering keringatnya.

Adapun dasar hukum ijarah berdasarkan ijma ialah semua umat sepakat,
tidak ada seorang ulama pun membantah kesepakatan (ijma) ini, sekalipun ada
beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak
dianggap5. Umat Islam pada masa sahabat telah berijma bahwa ijarah
dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia. Perlu diketahui bahwa tujuan
disyariatkannya ijarah itu adalah untuk memberikan keringanan kepada umat
dalam pergaulan hidup. Seseorang mempunyai uang tetapi tidak dapat bekerja,
dipihak lain ada yang punya tenaga dan membutuhkan uang. Dengan adanya
ijarah keduanya saling mendapat keuntungan dan memperoleh manfaat.

B. Rukun dan Syarat-Syarat al-Ijarah


Menurut Hanafiyah rukun al-ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari
dua belah pihak yang bertransaksi. Adapun menurut Jumhur Ulama rukun Ijarah
ada empat, yaitu:
1. Dua orang yang berakad (Mujir dan mustajir). Mujir adalah orang yang
memberikan upah dan yang menyewakan, mustajir adalah orang yang
menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu.
2. Sighat (ijab dan kabul) antara mujir dan mustajir.
3. Sewa atau imbalan (ujrah).
4. Manfaat

5
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.117

5
Adapun syarat-syarat al-ijarah sebagaimana yang ditulis Nasrun Haroen
sebagai berikut:
1. Yang terkait dengan dua orang yang berakad. Menurut ulama Syafiiyah
dan Hanabalah disyaratkan telah balig dan berakal. Oleh sebab itu, apabila
orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila
maka ijarahnya tidak sah.
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya melakukan akad
al-ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad ini,
maka akad al-ijarah tidak sah. Hal ini sesuai dengan dengan Firman Allah
QS. An-Nisa: 29:







Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. An-Nisa:29).
3. Manfaat yang menjadi objek al-ijarah harus diketahui, sehingga tidak
muncul perselisihan di kemudian hari.
4. Objek al-ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara langsung dan
tidak ada cacatnya.
5. Objek al-ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara. Oleh sebab itu,
para ulama fiqh sepakat mengatakan tidak boleh menyewa seseorang
untuk membunuh orang lain, atau untuk menyantet orang lain, begitu juga
tidak boleh menyewakan rumah untuk dijadikan tempat maksiat.
6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa, misalnya
menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa, atau
menyewa orang yang belum haji untuk menggantikan haji penyewa, maka
akad sewa menyewa seperti ini tidak sah, karena shalat dan haji
merupakan kewajiban penyewa itu sendiri.

6
7. Objek al-ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan seperti
rumah, kendaraan dan alat-alat perkantoran.
8. Upah atau sewa dalam al-ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang
memiliki nilai ekonomi.6

C. Upah dalam Pekerjaan Ibadah

Para ulama berbeda sudut pandang dalam hal upah atau imbalan terhadap
pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya ibadah atau perwujudan ketaatan kepada Allah
SWT. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa al-ijarah dalam perbuatan ibadah atau
ketaatan kepada Allah seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa, haji atau
membaca al-Quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu seperti
kepada arwah orang tua yang menyewa, menjadi muadzin, menjadi imam dan lain
sebagainya yang sejenis, haram hukumnya mengambil upah dari pekerjaan
tersebut berdasarkan sabda Rasulullah saw :


Bacalah olehmu al-Quran dan janganlah kamu cari makan dengan jalan itu.

Pada hadits lain Rasulullah saw bersabda:


Jika kamu mengangkat seseorang menjadi muadzin maka janganlah kamu ambil
dari adzan itu suatu upah.

Perbuatan seperti adzan, shalat, haji, puasa, membaca al-Quran, dan


dzikir adalah tergolong perbuatan untuk taqarrub kepada Allah, karenanya tidak
boleh mengambil upah untuk pekerjaan itu selain dari Allah. Hal yang sering
terjadi di beberapa daerah di Indonesia apabila salah seorang muslim meninggal
dunia, maka keluarga yang ditinggal wafat meminta kepada santri atau tetangga
untuk membaca al-Quran di rumah atau di makam selama tiga malam, tujuh
malam atau bahkan ada yang sampai empat puluh malam. Setelah selesai

6
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000)hlm. 232-235.

7
membaca al-Quran dan dzikir-dzikir tertentu pada waktu yang telah ditentukan,
mereka diberi upah atas jasanya tersebut.

Menurut Sayyid Sabiq, pekerjaan seperti itu batal menurut hukum Islam,
karena yang membaca al-Quran bila bertujuan untuk memperoleh upah (uang)
maka baginya tidak memperoleh pahala dari Allah sedikit pun. Persoalannya
kemudian apa yang akan ia hadiahkan kepada si mayit. 7 Sekalipun pembaca al-
Quran niat karena Allah, maka pahala pembacaan ayat al-Quran untuk dirinya
sendiri dan tidak bisa diberikan kepada orang lain.

Menurut madzhab Hambali, boleh mengambil upah dari pekerjaan-


pekerjaan mengajar al-Quran dan sejenisnya, jika tujuannya termasuk untuk
mewujudkan kemaslahatan. Tetapi haram hukumnya mengambil upah jika
tujuannya termasuk kepada taqarrub kepada Allah.

Madzhab Maliki, Syafii dan Ibnu Hazm, membolehkan mengambil upah


sebagai imbalan mengajar al-Quran dan kegiatan-kegiatan sejenis, karena hal ini
termasuk jenis imbalan dari perbuatan yang diketahui (terukur) dan dari tenaga
yang diketahui pula. Ibnu Hazm mengatakan bahwa pengambilan upah sebagai
imbalan mengajar al-Quran dan kegiatan sejenis, baik secara bulanan atau secara
sekaligus dibolehkan dengan alasan tidak ada nash yang melarangnya. 8

D. Pembayaran Upah dan Sewa

Jika ijarah itu suatu pekerjaan, maka kewajiban pembayaran upahnya pada
waktu berakhirnya pekerjaan, bila tidak ada pekerjaan lain, jika akad sudah
berlangsung dan tidak disyaratkan mengenai pembayaran dan tidak ada ketentuan
penangguhannya, menurut Abu Hanifah wajib diserahkan upahnya secara
berangsur, sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Menurut Imam Syafii dan
Ahmad, sesungguhnya ia berhak dengan akad itu sendiri, jika mujir menyerahkan

7
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah......., hlm. 183.
8
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah........, hlm. 120, bandingkan dengan Ibnu Rusyd, Bidayatul al-Mujtahid wa Nihayah al-
Muqtashid, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), Jilid 2,hlm. 203-206.

8
zat benda yang disewa kepada mustajir, ia berhak menerima bayarannya, karena
penyewa (mustajir) sudah menerima kegunaan.

Hak menerima upah bagi mustajir adalah sebagai berikut:

a. Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadits yang


diriwayatkan Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda :


Berikanlah upah atau jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum
kering keringatnya.
b. Jika menyewa barang, maka uang sewaan dibayar ketika akad sewa,
kecuali bila dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang diijarahkan
mengalir selama penyewaan berlangsung.

E. Menyewakan Barang Sewaan

Bolehkan penyewa menyewakan kembali barang sewaan? Menurut Sayyid


Sabiq, penyewa dibolehkan menyewakan lagi barang sewaan tersebut pada orang
lain, dengan syarat penggunaan barang itu sesuai dengan penggunaan yang
dijanjikan ketika akad awal. Misalnya, penyewaan seekor binatang, ketika akad
awal dinyatakan bahwa binatang itu disewa untuk membajak sawah, kemudian
binatang tersebut disewakan lagi kepada penyewa kedua, maka binatang itu harus
digunakan untuk membajak pula. Penyewa pertama boleh menyewakan lagi
dengan harga serupa pada waktu ia menyewa atau kurang sedikit atau bahkan
lebih mahal dari harga penyewaan pertama. Hal ini boleh-boleh saja dilakukan.
9
Menurut Sayyid Sabiq kebiasaan seperti ini disebut al-Khulwu. Hal ini berlaku
juga untuk penyewaan yang lainnya seperti penyewaan rumah, kendaraan dan
alat-alat musik.

Sementara itu, bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang
bertanggung jawab adalah pemilik barang (al-Mujir) dengan syarat kerusakan itu

9
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah........., hlm. 194-195, bandingkan dengan Ibnu Rusyd, Bidayatul al-Mujtahid..........., hlm. 216.

9
bukan akibat dari kelalaian penyewa (al-Mustajir). Bila kerusakan benda yang
disewa itu akibat kelalaian penyewa maka yang bertanggung jawab adalah
penyewa atau al-mustajir itu sendiri.

F. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah

Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adanya
fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali
bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh. Ulama Hanafiyah berpendirian
bahwa akad al-ijarah itu bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak
apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad seperti, salah satu pihak
wafat, atau kehilangan kecakapan bertindak dalam hukum.10

Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut:

1. Terjadinya cacat pada barang sewaan yang kejadian itu terjadi pada tangan
penyewa.
2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti ambruknya rumah dan
runtuhnya bangunan gedung.
3. Rusaknya barang yang diupahkan (majur alaih), seperti baju yang
diupahkan untuk dijahit.
4. Telah terpenuhinya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa yang
telah ditentukan dan selesainya pekerjaan.
5. Menurut Hanafi salah satu pihak dari yang berakad boleh membatalkan al-
ijarah jika ada kejadian-kejadian yang luar biasa, seperti terbakarnya
gedung, tercurinya barang-barang dagangan dan kehabisan modal.11

G. Pengembalian Barang Sewaan

Menurut Sayyid Sabiq jika akad al-ijarah telah berakhir, penyewa


berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Jika barang itu berbentuk barang
yang dapat dipindah (barang bergerak), seperti kendaraan, binatang, dan

10
Ash-Sarakhsi, al-Mabsud (Beirut: Dar Fikr, 1978), Jilid XVI, hlm. 2.
11
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah........, hlm. 199-200.

10
sejenisnya, ia wajib menyerahkannya langsung pada pemiliknya. Dan jika
berbentuk barang yang tidak dapat berpindah (barang yang tidak bergerak), seperti
rumah, tanah, bangunan, ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam
keadaan kosong seperti keadaan semula.

Madzhab Hambali berpendapat bahwa ketika al-ijarah telah berakhir,


penyewa harus melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian
mengembalikan untuk menyerah terimakannya seperti barang titipan. Selanjutnya
mereka juga berpendapat bahwa setelah berakhirnya masa akad al-ijarah dan tidak
terjadi kerusakan yang tanpa disengaja, maka tidak ada kewajiban menanggung
bagi penyewa.12

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

12
Ibid., hlm. 200-201.

11
Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan:
1. Al-ijarah secara sederhana dapat diartikan dengan akad atau transaksi manfaat
atau jasa dengan imbalan tertentu. Bila yang menjadi objek transaksi adalah
manfaat atau jasa dari suatu benda disebut Ijarah alAin, seperti sewa
menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi manfaat
atau jasa dari tenaga seseorang disebut Ijarah ad-Dzimah atau upah
mengupah, seperti upah mengetik skripsi. Sekalipun objeknya berbeda
keduanya dalam konteks fiqh disebut al-Ijarah.
2. Al-ijarah dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah
mengupah merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam Islam.
Hukum asalnya menurut Jumhur Ulama adalah mubah atau boleh bila
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara
beerdasarkan ayat al-Quran, hadits-hadits Nabi dan ketetapan Ijma Ulama.
3. Menurut Hanafiyah rukun al-ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari dua
belah pihak yang bertransaksi. Adapun menurut Jumhur Ulama rukun Ijarah
ada empat, yaitu:
1. Dua orang yang berakad (Mujir dan mustajir). Mujir adalah orang
yang memberikan upah dan yang menyewakan, mustajir adalah orang
yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa
sesuatu.
2. Sighat (ijab dan kabul) antara mujir dan mustajir.
3. Sewa atau imbalan (ujrah).
4. Manfaat

4. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa al-ijarah dalam perbuatan ibadah atau


ketaatan kepada Allah seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa, haji
atau membaca al-Quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu
seperti kepada arwah orang tua yang menyewa, menjadi muadzin, menjadi
imam dan lain sebagainya yang sejenis, haram hukumnya mengambil upah
dari pekerjaan tersebut.

12
5. Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adanya
fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran,
kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh. Ulama Hanafiyah
berpendirian bahwa akad al-ijarah itu bersifat mengikat, tetapi boleh
dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang
berakad seperti, salah satu pihak wafat, atau kehilangan kecakapan bertindak
dalam hukum. Jika akad al-ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban
mengembalikan barang sewaan.

B. Saran

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan seluruh pembaca.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan dan kesempurnaan di masa
mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran al-Karim

13
Abdul Rahman Ghazaly, Prof., Dr., Dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012, Cet ke-2.

Al-Juhaily, Wahbah, Prof., Dr., Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus: Dar


al-Fikr al-Muasshim. 2005. Juz 5, cet ke-8.

Ash-Sarakhsi, al-Mabsud, Beirut: Dar Fikr. 1978. Jilid XVI.

Asy-Syarbaini, al-Khatib, Mughni al-Muhtaj, Beirut: Dar Fikr, 1978. Jilid II.

Haroen, Nasrun, Dr., MA., Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.
Cet ke-2.

Mardani, Dr., Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta : Kencana


Prenadamedia Group, 2012

Nawawi, Ismail, Prof., Dr., Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Hukum
Perjanjian, Ekonomi, Bisnis dan Sosial, Bogor: Ghalia Indonesia. 2012.

Rusyd, Ibnu, Bidayatul al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Beirut: Dar al-


Fikr.1978. Jilid 2.

Sabiq, al-Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr. 1983. Jilid III, Cet ke-4.

Suhendi, Hendi, M. Si., Dr., Haji, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002.

Syarifuddin, Amir, Prof., Dr., Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana. 2005,
Cet II.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul

14
Sewa Menyewa dan Upah Mengupah (Ijarah). Penulisan makalah merupakan
salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Fiqih Muamalah.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang
setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan
semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal Alamiin.

Pekanbaru, April 2016

Penulis

15

Anda mungkin juga menyukai