Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

TUMOR MAXILLOFACIAL

Disusun Oleh:
Chelsea Beauty Frabes
(2017-84-045)

Pembimbing:

dr. Ninoy Mailoa, Sp.B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan Referat II pada bagian ilmu Bedah dengan

judul Tumor Maxillofacial.

Referat II ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik pada bagian ilmu

Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon tahun 2017. Penulis menyadari bahwa

referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun selalu

penulis harapkan, dan semoga referat ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas segala pihak yang telah membantu

penulis dalam penyelesaian pembuatan referat ini.

Ambon, Juli 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR. i

DAFTAR ISI.. ii

BAB I PENDAHULUAN.. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2

A. Tumor epitelial ..................... 2

B. Tumor maligna jaringan lunak ..... 5

C. Tumor rahang .................................... 9

D. Tumor rongga mulut................................. 12

BAB III PENUTUP. ............. 22

DAFTAR PUSTAKA..................... 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Regio maksilofasial yang terdiri atas maksila, mandibular dan jaringan penghubung

lainnya dapat menjadi lokasi terjadinya neoplasma, baik yang bersifat jinak maupun ganas.

Bengkak dan massa pada regio maksilofasial sangat unik disebabkan oleh kelainan kosmetik

yang nyata serta gangguan fungsional anatomi yang berhubungan dengan traktus digestivus yaitu

mulut. Angka kejadian kanker rongga mulut di India sebesar 20-25 per 100.000 atau 40% dari

seluruh kanker. Sedangkan Amerka dan Eropa 3-5% dari seluruh kanker. Kanker rongga mulut

paling sering mengenai lidah (40%), dasar mulut (15%) dan bibir (13%). Lebih banyak pada

laki-laki daripada perempuan dan sebagian besar timbul pada usia >40 tahun (70%).1,2

Gangguan yang dialami dapat asimptomatis namun dapat pula mengganggu kenyamanan

kaena secara kosmetik akan sangat nampak perubahan di wajah. Gangguan bernapas, bicara dan

menelan juga dapat terganggu karena tumor yang dapat menginvasi rongga hidung serta lidah.

Tindakan bedah dapat dilakukan sesuai dengan derajat keparahan serta ukuran dan

ketersediaan peralatan. Tatalaksana dapat bersifat kuratif, diagnostik, mencegah kekambuhan

dan mengembalikan fungsi awalnya.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TUMOR MAXILLOFACIAL

A. Tumor epitelial

1. Inverted papilloma

Ditandai oleh peningkatan dinding nasal lateral pada region resesus etmoid, terkadang

merupakan perluasan sekunder dari sinus, terutama sinus maksilaris. Gejala yang paling

sering timbul yaitu hidung tersumbat. Selain itu, keluar cairan dari hidung, epistaksis,

anosmia, sakit kepala (terutama frontal), epifora, proptosis dan diplopia. Jarang terdapat

nyeri, namun bila dikeluhkan dapat dicurigai adanya infeksi sekunder atau perubahan ke arah

maligna.3

Gambar 1. Inverted papilloma pada cavum nasal kanan dan sinus maksilaris3

Secara histopatologis, inverted papilloma terbentuk oleh epitel yang ditutupi membran

basement hiperplastik yang tumbuh ke dalam stroma. Epitel yang terbentuk berlapis-lapis,

biasanya dengan ketebalan 5-30 lapis sel dan membentuk sel squamos atau kolumnar bersilia

2
(epitel respiratorik) yang bercampur dengan mukosit. Epitel sel squamous atau epitel

transisional predominan dan dilapisi oleh satu lapis sel kolumnar bersilia.

Operasi eksisi lengkap merupakan pilihan terapinya. Eksisi lesi yang tidak adekuat

memungkinkan terjadinya rekurensi sekitar 22-50%.

2. Karsinoma sel squamous

Karsinoma sel squamous pada rahang merupakan malignansi yang sering terjadi.

Penyebabnya belum diketahui dengan jelas namun berhubungan dengan kersinogen.

Karsinoma sel squamous pada sinus paranasal berhubungan dengan penggunaan tobako.

Menyerang laki-laki 2-5 kali lebih sering dan pada usia 60-65 tahun. Tanda dan gejalanya

tergantung pada stadium penyakit dan pertumbuhan tumor. Keluhan dapat dibagi kedalam 5

kategori yaitu; nasal, oral, ocular, fasial dan neurologis. Keluhan nasal meliputi sesak pada

hidung, rinore onstruksi dan epistaksis. Temuan oral yaitu nyeri yang menjalar pada gigi

premolar dan molar atas, gigi kendur, palatum bengkak atau ulser, sulkus gingivobukal atau

fistula. Tanda okular yang sering terjadi yaitu bengkak pada kelopak, banyak mengeluarkan

air mata, gangguan penglihatan dan proptosis. Gejala fasial meliputi dinding anterior sinus

yang ditandai dengan pipi yang bengkak dan asimetris. Tanda neurologis sering terjadi

karena infiltrasi tumor ke cabang nervus kranial V dengan mati rasa atau paralisis bibir dan

pipi. 3

Sekitar 10-15% pasien datang dengan nodus limfe regional positif, biasanya di bagian

jugular, submandibular dan retrofaringeal. Secara histopatologis, mayoritas karsinoma

squamous berdiferensiasi baik dan sedang. Tumor dengan diferensiasi buruk sangat jarang.

Karsinoma sel skuamous pada rahang dan camum oral biasanya ditangani dengan blok

reseksi tepi bebas 1-2 cm. beberapa kasus ditangani dengan radioterapi atau operasi radikal

3
kombinasi dan radioterapi. Walaupun dengan terapi radikal prognosisnya buruk dengan

survival rate 5 tahun sebanyak 40%dan akan berkurang bila depositnya bermetastasis ke

nodus limfe. Dengan atau tanpa keterlibatan nodus servikasl, kematian biasanya terjadi

karena destrukdi lokal dan ketidakmampuan untuk mengontrol penyakit primernya. Karena

tumor sinus yang cepat terjadi saat terdiagnosis, kombinasi pembedahan dan radiasi biasanya

dipakai dengan atau tanpa kemoterapi.

3. Karsinoma mukoepidermoid

Merupakan karsinoma kelenjar parotis yang paling sering dan biasanya muncul sebagai

bengkak yang asimptomatis. Tumor intraoseus juga dapat terbentuk di rahang. Nyeri dan

fasial palsy juga dapat terjadi yang berhubungan dengan tumor stadium tinggi. CT scan dan

MRI sangat mendasar sebelum dilakukan penanganan.3

Secara histopatologis, sesuai namanya karsinoma mukoepidermoid terbentuk oleh

campuran sel yang memproduksi mukus dan sel squamous (epidermoid). Sel mukus bentuk

bervariasi dan mengandung banyak sitoplasma busa.

Gambar 2. Sel karsinoma mukoepidermoid kelenjar ludah3

4
Tumor parotis stadium awal dapat dilakukan parotidektomi subtotal dengan pemeliharaan

saraf fasial. Tumor lanjut membutuhkan parotidektomi pengangkatan kelenjar parotis total.

Tumor kelenjar submandibular ditangani dengan pengangkatan kelenjar total. Karsinoma

mukoepidermoid kelenjar minor biasanya diatasi dengan pembedahan eksisi dengan tepi

bebas. Pada neoplasma, hanya tepian jaringan normal yang perlu diangkat, namun pada

tumor besar atau derajat tinggi memerlukan reseksi yang lebih luas, sama halnya dengan

pada karsinoma sel skuamous. 3

Bila ditemukan adanya destruksi tulang, maka tulang tersebut harus dieksisi. Diseksi

radikal leher diindikasikan untuk pasien yang terbukti secara klinis terjadi metastase dan

harus dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan tumor besar atau derajat tinggi. Terapi

radiasi postoperasi juga diperlukan pada tumor yang agresif. Prognosis tergantung pada

stadium tumor. Pasien dengan tumor stadium rendah memiliki prognosis yang baik.

Rekurensi dan metastase regional jarang terjadi dan 90-98% pasien dapat sembuh.

B. Tumor maligna jaringan lunak

1. Fibrosarkoma

Keluhan yang timbul biasanya berhubungan dengan massa di nasal, obstruksi atau

epistaksis, cairan keluar dari hidung, nyeri atau bengkak regio fasial atau perubahan sensoris

yang melibatkan saraf regional. Penelitian radiografi mencatat adanya massa nasal atau sinus

paranasal yang berhubungan dengan erosi tulang. Terlihat juga pada rahang. Secara

histopatologis, fibrosarkoma kaya proliferasi seluler. Terlihat pola herringbone, nukleus

pleomorfik, gambaran mitosis bahakan pada bentuk yang berdiferensiasi baik. Penanganan

optimal untuk fibromatosis agresif adalah bedah reseksi meluas. Sayangnya, hal ini bukan

5
pilihan untuk region kepala dan leher. Pada area kepala dan leher, rekurensi sebanyak 60-

70% tidak termasuk lesi oral dan paraoral dengan rekurensi sebanyak 25%.3

2. Angiosarkoma

Gejala yang dikeluhkan adalah bengkak, nyeri, epistaksis, tonsil deviasi dan bengkak,

obstruksi nasal dan sinusitis. Secara histopatologis, terdapat infiltrasi sekitar aringan dan

tulang, nekrosis dan hemoragik.

Gambar 3. Angiosarkoma menunjukan ruang seperti pembuluh darah yang membesar3

Pasien biasanya ditangani dengan reseksi bedah radiasi dengan atau tanpa kemoterapi.

Rekurensi sering terjadi (50%), disebabkan oleh eksisi tidak lengkap atau kemungkinan

multifokal. Metastasis jarang, lokasi predileksi yaitu paru-paru, limpa dan sum-sum tulang.

3. Rabdomiosarkoma

Biasanya muncul pada dekade pertama kehidupan namun dapat muncul pada remaja dan

dewasa muda. Jarang terjadi pada usia >45 tahun dan 60% terjadi pada laki-laki.

Rabdomiosarkoma embrional sering terjadi pada 10 tahun pertama kehidupan.

Rabdomiosarkoma alveolar sering muncul pada usia 10-25 tahun. Rabdomiosarkoma

pleomorfik sangat jarang terjadi dan prevalensi tertinggi pada usia >40 tahun. Tumornya

6
tidak nyeri, massa infiltratif yang berkembang cepat. Di regio kepala dan leher, wajah dan

orbita merupakan lokasi yang tersering kemudian cavum nasal. Palatum merupakan lokasi

intraoral tersering.3

Penanganan termasuk bedah eksisi lokal diikuti kemoterapi multiagen. Terapi radiasi

postoperatif juga digunakan, kecuali tumor terlokalisasi yang telah direseksi lengkap pada

bedah inisial.

4. Leiomiosarkoma

Merupakan tumor maligna pada otot polos. Pasien datang dengan keluhan bengkak dan

nyeri. Durasi gajala biasanya lama. Tidak terdapat limfadenopati. Foto polos menunjukan

opak pada cavum nasal atau sinus, terkadang menunjukan sinusitis. Hanya sebagian kecil

leiomiosarkoma sinonasal yang dilaporkan. Dapat timbul pada semua usia, dengan puncak

pada rata-rata usia 53 tahun tanpa ada perbedaan jenis kelamin.3

Gambar 4. leiomiosarkoma fasikulus bebentuk sel spindle dengan sitoplasma eosinofilik3

Secara histopaltologis, ditemukan infiltrat neoplasma dengan permukaan ulserasi. Invasi

tulang atau tulang rawan lebih sering dibandingkan invasi permukaan atau kelenjar

7
seromusin. Tumornya hiperselular namun nekrosis tumor koagulatif dan hemoragik dapat

menunjukan tampakan hiposelular. 3

Kebanyakan kasus terjadi rekurensi lokal dalam setahun dan 1/3 dari pasien tersebut

mengalami metastasis (biasanya di hati dan paru). Bedah eksisi lengkap, radiasi dan

kemoterapi digunakan untuk keberhasilan. Prognosis buruk bila melibatkan lebih dari 1

lokasi, besar tumor >5 cm, jumlah mitosis meningkat (>20/10 lapangan) dan stadium tumor.

5. Liposarkoma

Biasanya terjadi pada orang dewasa dengan prevalensi puncak antara sia 40-60 tahun.

Tumor dengan permukaan licin, tumbuh lambat, massa terlihat normal dengan warna

kekuningan. Nyeri tekan tidak biasa terjadi, saat terjadi biasanya sudah lama. Leher

merupakan lokasi tersering pada region kepala dan leher. Lokasi oral yang papling sering

yaitu lidah dan pipi.

Gambar 5. liposarkoma menunjukan lipoblast diantara adiposit matur3

Secara histopatologi, liposarkoma dibagi dalam 3 kategori, yaitu liposarkoma diferensiasi

baik, liposarkona sel bulat / mixoid, dan liposarkoma pleomorfik. Eksisi radikal merupakan

pilihan paling tepat untuk kebanyaka liposarkoma yang ada di tubuh.

8
C. Tumor rahang

1. Tumor jinak rahang

1.1. Kista folikuler

Disebut juga kista dentogen karena berasal dari folikel gigi. Kista ini dapat timbul pada

usia anak maupun dewasa di daerah insisivus sampai premolar. Pada kista unilokuler ini,

mahkota gigi tempat asal kelainan yang belum mengalami erupsi (gigi primordial)

menghadap ke kista. Terjadi penumpukan cairan antara ameloblast dan gigi yang tidak

erupsi, dengan akibat tulang atau perubahan posisi gigi. Kista folikular jarang

bertransformasi menjadi ameloblastoma. Pada pemeriksaan foto rontgen tanpak kista

unilokuler yang radiolusen dengan mahkota gigi menghadap ke arah kista. Penanganannya

adalah ekskokleasi kista dan ekstraksi gigi.4

1.2. Kista radikuler

Merupakan kista odontogen yang paling sering dijumpai pada usia 20-39 tahun,

mengenai insisivus maksila dan molar mandibular. Kista ini berasal dari gigi karies lalu

diikuti inflamasi dan nekrosis pulpa gigi. Akibat rangsangan kronik, terbentuk granuloma di

tulang rahang sekitar akar gigi yang kemudian mengalami nekrosis di bagian sentralnya

sehingga membentuk kista infeksi unilokuler. Kista ini dilapisi derivate sisa epitel dari

pertumbuhan gigi. Pada pemeriksaan foto rontgen nampak kista yang rodiolusen dengan

batas radio-opak.kista ini selalu mengarah ke akar gigi. Terapinya ialah ekskokleasi kista dan

ekstraksi gigi yang karies.4

1.3. Kista odontogenik kalsifikasi (Kista Gorlin)

Kista ini berupa benjolan yang tidak nyeri pada mandibular atau maksila, biasanya di

daerah kaninus-premolar. Pada pemeriksaan foto rontgen tampak kista unilokuler radiolusen

9
dengan bercak-bercak radio-opak. Terapinya ialah eksisi kista dengan mempertahankan

struktur gigi.

1.4. Displasia fibrosa

Bisa hanya mengenai satu tulang mandibular atau maksila saja (monostotik), juga dapat

mengenai beberapa tulang (poliostotik). Dapat bersifat kongenital atau herediter, dimulai saat

anak-anak. Gejalanya berupa pembengkakan maksila dan mandibular. Pada pemeriksaan foto

rontgen tampak massa bebatas tidak jelas dan radio-opak. Kelianan ini tidak perlu diterapi

sampai pasien dewasa karena ada usia dewasa pertumbuhannya akan berhenti. Terapi

pembedahan dapat berupa osteotomi eksisi untuk rekonturing.4

1.5. Ameloblastoma

Merupakan tumor yang berasal dari sel ameloblast, yaitu sel yang tidak berdiferensiasi

dan membentuk email. Tumor ini tumbuh sangat lambat, sering di daerah premolar atau

molar rahang bawah kemudian rahang atas. Dapat tumbuh sampai ukuran sangar besar tapi

tidak bermetastasis. Dinding kista tipis sehingga memberikan fenomena bola pimpong sat

palpasi. Dengan foto rontgen nampak gambaran radiolusen multikistik. Tumor ini perlu

direseksi karena dengan ekskoklease saja dapat terjadi kekambuhan.4

2. Tumor ganas rahang

2.1. Osteosarcoma

Paling sering mengenai simfisis madibulla. Berupa benjolan yang cepat membesar

disertai nyeri, rasa tebal pada dagu dan bibir karena terlibat N. alveolaris inferior, gangguan

membuka mulut dan tanggalnya beberapa gigi. Bila berlanjut dapat terjadi ulserasi kulit atau

mukosa mulut. Dapat terjadi obstruksi nasal bila melibatkan tumor maksila. Dengan foto

rontgen terlihat gambaran pancaran sinar matahari (sun ray appearance) aau bayangan

10
radiokusen dan radio-opak yang menyebar. Terapinya berupa kombinasi kemoterapi,

radioterapi dan reseksi rahang.4

2.2. Tumor Burkitt

Disebut juga limfoma Burkitt, merupakan limfoma maligna yang biasanya ditemukan

pada anak-anak 4-8 tahun. Didapatkan pembengkakan multipel di daerah rahang atas dan

bawah, namun lebih sering di maksila. Pertumbuhan massa tumor dapat menyebabkan

bengkak pada wajah. Tumor dapat ditemukan di orbita, menimbulkan eksoftalmus dan

proptosis. Gambaran patologisnya berupa sel histiosit yang besar dan terang, tersebar di

seluruh jaringan linfoid yang uniform dan gelap sehingga gambaran histologisnya sepeti

bintang di langit yang cerah. Tatalaksananya berupa pemberian sitostatik.3,4

Gambar 6. Tampak stary sky pada limfoma Burkitt, sel-sel histiosit dengan sitoplasma banyak3

2.3. Keganasan sekunder

Merupakan metastasis hematogen yang berasal dari tumor yang lazim bermetastasis ke

tulang. Lokasi metastasis sering mengenai daerah molar madibula. Pada orang dewasa,

metastasis dapat berasal dari kanker tiroid, payudara, prostat, kolon, ginjal, testis dan

11
limfoma. Sedangkan pada anak berasal dari neuroblastoma adrenal, rabdomiosarkoma

embrional dan tumor Wilms. 4

D. Tumor rongga mulut

1. Tumor jinak rongga mulut

1.1. Leukoplakia

Merupakan kelainan pramaligna di rongga multu dengan gambaran hyperkeratosis.

Perkembangannya dipengaruhi oleh rangsangan kronik seperti penggunaan tembakau, sirih,

alkohol atau protesis yang tidak cocok. Terlihat seperti bercak putih yang sedikit menebal

dan biasanya tidak menimbulkan keluhan. Sering ditemukan di gusi, mukosa bukal dan lidah.

Lebih sering terjadi pada laki-laki dewasa. Lesi tidak nyeri namun dapat berubah menjadi

keganasan. Jika suatu lesi dicurigai sebagai leukoplakia perlu dilakukan kerok untuk

pemeriksaan sitologis. 5

1.2. Eritroplakia

Tampak sebagai bercak kemerahan berbatas tegas,lunak dan menebal, biasanya

ditemukan pada laki-laki usia tua, seringkali berhubungan dengan kebiasaan merokok.

Eritroplakia umumnya terletak di dasar mulut, lidah dan palatum molle. Secara mikroskopik,

eritroplakia dapat berupa dysplasia berat, karsinoma in situ atau karsinoma sel skuamosa

invasive pada 90% penderita. 5

Perlu dilakukan biopsi eksisional untuk menhetahui gambaran histopatologisnya. Eksisi

luas dilakukan bila hasilnya menunjuka adanya keganasan.

1.3. Epulis

Merupakan tumor jinak gusi yang berasal dari periosit di sekitar gigi. Dapat terjadi pada

segala umur dan tumbuhnya lambat. Pada orang dewasa, epulis lebih sering terjadi pada

12
wanita, berupa benjolan gingiva yang muncul diantara 2 gigi, tumbuh cepat, biasanya

berukuran 2-4 cm atau lebih, berwarna kemerahan, bertangkai, dapat mengalami ulserasi atau

perdarahan. Terapinya yaitu eksisi dan kuretase tulang tempat melekatnya epulis. Dianjurkan

untuk ekstraksi kedua gigi yang berdampingan untuk mencegah kekambuhan.

1.4. Kista retensi

Ditemukan di rongga mulut, disebabkan oleh tersumbatnya saluran kelenjar liur yang

tersebar di seluruh mukosa mulut, terutama di palatum. Adanya gelembung yang tidak nyeri,

berdinding tipi yang berisi cairan. Dapat diatasi dengan pungsi untuk mengeluarkan

cairannya.5

1.5. Ranula

Merupakan benjolan berisi tumpukan cairan musin yang bersal dari robekan saluran

kelenjar liur sublingual akibat trauma lokal. Benjolan di dasar mulut, berbatas jelas, kistik,

tidak nyeri dan dapat membesar. Bila terletak superfisial, ranula dapat berwarna kebiruan.

Benjolan nampak di daerah submental, bisa dsertai dengan benjolan di dasar mulut.

Eksisi tidak dianjurkan untuk keadaan ini karena dapat terjadi kerusakan iatrogenik pada

struktur di sekitarnya seperti N. hipoglosus dan AVN lingualis. Penanganan cukup dengan

eksisi parsial dinding kista.5

1.6. Papilloma

Terdapat 3 jenis papilloma kavum nasi yaitu inverted papilloma, fungiformis dan

silindris. Fungiformis meliputi 50% kasus dan timbul pada septum nasi, mengakibatkan

obstruksi dan perdarahan. Papilloma silindris meliputi 3 % kasus, timbul pada dinding lateral

kavum nasi. Bentuk inverted papilloma meliputi 47% kasus dan memiliki potensi keganasan.

Timbul pada dinding lateral kavum nasi daerahn matus medius. Cenderung kambuh, bersifat

13
destruktif lokal. Papilloma inverted hampir selali unilateral, sering pada laki-laki usia tua,

10% berubah menjadi ganas. Terapi bakunya yaitu maksilektomi medial dengan pendekatan

rinotomi lateral.5

2. Tumor ganas rongga mulut

Faktor risiko mayor kanker ke rongga mulut adalah:5

Tembakau: 80% penderita kanker rongga mulut adalah perokok. Risiko perokok 5-9 kali

lebih besar dibanding bukan perokok.

Alkoholisme: peminum berat mempunyai risiko 30 kali lebih besar dan efeknya sinergis

dengan merokok.

Infeksi virus dalam rongga mulut;Human Papilloma Virus, khusunya HPV 16 dan 18

Sirosis hepatis

Oral hygiene yang jelek

Sunburn: iritasi sinar matahari dan iritasi kronis lainnya

Gaya hidup: kebiasaan mengunyah sirih (betel leaf, betel nut)

Lesi pre kanker: hyperplasia, leukoplakia, eritroplakiadan diplasia. Eritroplakia dan

dysplasia berpotensi paling tinggi untuk menjadi ganas.

Prosedur diagnostik

a. Anamnesis. Pada keluhan utama biasanya ditemukan:5

Plak putih atau plak kemerahan pada ginggiva, lidah, tonsil atau mukosa rongga mulut

Ulkus atau sariawan yang tidak ada perbaikan setelah 2 minggu

Benjolan atau penebalan di bibir, gingiva atau dalam rongga mulut

Gigi tanggal atau gigi palsu yang tidak cocok lagi

Sulit menelan dan bermasalah saat mengunyah

14
Benjolan di mandibula atau terkadang di leher

Perdarahan, nyeri atau kebas di bibir atau pipi

b. Pemeriksaan fisik. Dilakukan untuk menilai status generalis, regional dan lokal.5

Inspeksi dilakukan dengan penerangan cukup. Inspeksi rongga mulut mulai dari bibir

sampai ke orofaring posterior.

Palpasi rongga mulut dilakukan dengan 1 atau 2 jari dimasukan ke dalam rongga mulut.

Untuk pemeriksaan lidah dan orofaring, maka ujung lidah ditarik keluar dengan bantuan

kassa. Bila perlu dapat menggunakan cermin periksa.

Status regional dilakukan dengan inspeksi dan palpasi ada tidaknya pembesaran kelenjar

getah bening leher ipsilateral dan kontralateral. Tentukan juga lokasi, ukuran terbesar dan

jumlah kelenjar getah bening yang membesar. Pemeriksaan ini penting karena risiko

metastasis tinggi ke kelenjar getah bening. Penyebaran tergantung dari diferensiasi tumor,

letak, ukuran dan rekurensinya.

2.1. Kanker lidah

Kanker lidah pada 2/3 anterior memiliki kareakteristik yang berbeda dengan 1/3

posterior atau dasar lidah yang biasanya berdiferensiasi buruk, sudah ada metastasis ke

kelenjar getah bening saat ditemukan dengan stadium lanjut. Tanda awal kanker lidah 2/3

anterior adalah ulkus yang tdak nyeri dan tidak sembuh-sembuh, kemudian membesar dan

menekan jaringan sekitar. Akibatnya timbul gejala nyeri lokal, otalgia ipsilateral dan nyeri

mandibular. Kanker kecil terkadang timbul tanpa gejala. Otot-otot intrinsik dan ektrinsik

memberikan hambatan minimal untuk pertumbuhan tumor. Infiltrasi ke otot-otot ini

mengakibatkan gerakan lidah terbatas sehingga proses menelan bolus makanan dan bicara

15
terganggu. Lokasi tumor paling sering di daerah perbatasan antara bagian tengah dengan 1/3

posterior lidah. 5

2.2. Kanker bibir

Paling sering karsinoma sel skuamosa yang terdiri atas 3 tipe yaitu eksofitik, endofitik

dan verrukous. Nampak sebagai ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan hyperkeratosis yang

merupakan tanda malignansi. Lesi yang menetap selama 2 minggu harus dibiopsi.

Limfadenopati pertama muncul pada kelenjar getah bening submental dan submandibular

kemudian ke jugular. Tumor pada bibir atas dapat bermetastasis ke kelenjar getah bening

preaurikular. Sebagian besar kanker terlokalisir dan tumbuh perlahan. Ekstensi langsung ke

tulang atau invasi perineural merupakan bentuk agresif dari kanker ini.

2.3. Kanker dasar mulut

Lesi umumnya merupakan karsinoma sel skuamous dengan diferensiasi ringan sampai

sedang. Terkadang muncul dari kelenjar liur berupa adenokarsinoma., adenoid kistik

karsinoma dan mukoepidermoid karsinoma. Lesi premaligna menyebabkan gejala minimal.

Leukoplakia (plak putih) akan menjadi karsinoma bila tidak diterapi dengan tepat.

Eritroplakia (plak kemerahan) sering merupakan kanker invasif. Lesi maligna umumnya

berupa ulkus kronis yang tidak sembuh-sembuh, lesi dini tidak terasa nyeri. Adanya nyeri

mengindikasikan terdpat infiltrasi ke perineural, tulang dan struktur dalam (deep invasion).

Terkadang muncul lesi endofitik terutama bila kanker berasal dari kelenjar liur. Umumnya

pasien datang setelah terdapat benjolan submandibular atau limfadenopati leher. 5

2.4. Kanker palatum durum

Tampilan klinis karsinoma sel skuamous palatum adalah lesi ulkus yang asimptomatis

pada stadium awal dan sangat nyeri di stadium lanjut.gambaran lain yaitu massa di palatum,

16
berdarah, foul odor (bau mulut), gigi tanggal dan ill fitting dentures. Melanoma maligna di

palatum umumnya licin, lesi hitam atau kecoklatan. Sarcoma karposi adalah lesi kebiruan

(bluish) umumnya terlihat pada pasien dengan HIV.5

2.5. Kanker ginggiva

Sering terlhat sebagai perubahan mukosa yang disertai leukoplakia. Tumor yang lebih

ekstensif akan mengakibatkan gigi goyang, berdarah atau nyeri, kemudian menginvasi tulang

disekitarnya. Perluasan tumor dapat melibatkan dasar mulut, mukosa bukal, palatum dan

sinus maksilaris. Kanker pada trigonum retromolar dapat menyebabkan trismus karena

keterlibatan ruang pterygomandibular, pterygoid dan otot-otot bukinator.5

2.6. Kanker mukosa bukal

Pada stadium dini temuan asimptomatis atau dapat teraba oleh lidah. Ulserasi dapat

menyebabkan nyeri lokal. Obstruksi duktus stenses dapat menyebabkan pembesaran

kelenjar parotis. Nyeri disebarkn ke telinga diikuti N.lingualis dan dentalis. Ekstensi tumor

dapat menyebabkan trismus katena infiltrasi ke otot maseter.

c. Pemeriksaan penunjang

Radiologis.

Foto mandibular dilakukan pada tumor gingiva, mandibula atau tumor yang melekat di

mandibula. CT sca atau MRI dilakukan untuk menilai detail lokasi tumor dan luas ekstensi

tumor primer. Foto thoraks untuk ealuasi adanya metastasis jauh.5

Biopsi

FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) dapat mengingkatkan diagnosis tumor. Dapat

dilakukan pada tumor primer atau pada metastasis ke kelenjar getah bening leher. Biopsi

insisi dilakukan bila tumor besar (>1 cm). Biopsi eksisi dilakukan pada tumor yang kecil

17
(<1 cm), eksisi yang dilakukan ialah eksisi luas seperti operasi definitive yaitu 1 cm dari

tepi tumor. Bisa juga dilakukan biopsi potong beku.5

d. Tatalaksana

Tujuan akhir dari tatalaksana kanker rongga mulut adalah tercapainya penyembuhan

(kuratif), preservasi dan restorasi fungsi serta kosmetik, sekuele minimal dan pencegahan

terjadinya kanker primer sekunder. Modalitas terapi untuk kanker rongga mulur yaitu:5

Pembedahan

Berupa eksisi luas kanker dengan margin yang adekuat yang melibatkan 1-1,5 cm jaringan

sehat disekitarnya.defek operasidapat sembuh sekunder, ditutup dengan skin graft atau

rekonstruksi dengan flap. Diseksi leher radikal dilakukan bila secara klinis terdapat

pembesaran kelenjar getah bening. Diseksi leher elektif dilakukan untuk tumor ukuran besar,

tumor dengan invasi dalam >4 mm dan faktor prognosis buruk lainnya. Terdapat 5 teknik

pendekatan oprasi pengangkatan tumor primer ronnga mulut yaitu;

1. Peroral

Dilakukan hanya dengan membuka mulut selebar mungkin dan dipertahankan dengan

mouth gage atau mouth speder (alat pembka mulut). Tindakan ini dilakukan pada lesi kecil

pada 2/3 lidah anterior, dasar mulut, gusi, mukosa pipi, palatum molle dan durum.

2. Mandibulotomi

Tindakan ini dilakukan pada kasus keganasan yang tidak mungkin dilakukan dengan

hanya membuka mulut. Lapangan operasi menjadi lebih luas sehingga pengangkatan lebih

mudah, misalnya pada tumor yang terletak pada lidah posterior dan trigonum retromolar.

18
3. Upper dan lower cheek flap

Dilakukan pada pengangkatan tumor rongga mulut disertai mendibulektomi marginal yang

membutuhkan ekspos luas.

4. Visor cheek flap

Dilakukan pada tumor yang berlokasi di anterior rongga mulut terutama tumor dasar

mulut. Keuntunganya yaitu pemotongan bibir bawah dan dagu midline dapat dihindari.

Kerugiannya yaitu tidak adekuat untuk eksisi tumor yang perluasanya mencapai 1/3 tengah

lidah atau trigonum retromolar. Teknik ini juga menyebabkan anastesia karena memotong N.

mentalis.

5. Mandibulektomi marginal

Tindakan ini diindikasikan pada tumor primer yang dekat dengan mandibula dan bila

terdapat erosi minimal pada korteks atau prosesus alveolaris.

Radioterapi

Diberikan dalam bentuk radiasi eksterna atau brachiterapi. Diindikasikan pada lesi kecil di

anterior komisura bibir, anterior lidah dan dasar mulut. Radioterapi jarang digunakan sebagai

terapi primer dan umumnya diverikan sebagai terapi adjuvant pada pasien dengan risiko
5
tinggi rekurensi.

19
Tabel 1. Klasifikasi TNM karsinoma rongga mulut2

20
Bagan tatalaksana karsinoma rongga mulut (PERABOI, 2003)2

21
BAB III

KESIMPULAN

Tumor pada regio maksilofasial melibatkan struktur maksila, mandibula, hidung, rongga

mulut dan jaringan lain yang berhubungan. Tumor yang terjadi dapat bersifat jinak maupun

ganas (kanker). Penilaian status generalis, regional dan lokalis dibutuhkan untuk menilai

klasifikasi tumor. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dapat mengarahkan pemikiran

diagnosa yang lebih tepat. Pemeriksaan penunjang seperti radiologi dan biopsy sangat membantu

dalam penegakan diagnose. Tatalakana berupa pembedahan eksisi maupun insisi tergantung ada

ukuran tumor.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Bassey GO, et al. Maxillofacial tumor and tumor-like lesion in a Nigerian Teaching hospital.

African health sciences. 2014;14(1):56-63

2. PERABOI. Protokol penatalaksanaan kasus bedah onkologi. 2003

3. Azizi T. Diagnosis and management of common oral and maxillofacial lesions. A textbook of

oral and maxillofacial surgery. 2013

4. Sjamsuhdajat, et al. Buku ajar ilmu bedah de Jong. EGC. 2010

5. Suyatno, Pasaribu ET. Bedah onkologi. Edisi 2. Sagung seto. 2014

23

Anda mungkin juga menyukai