Anda di halaman 1dari 14

KULIAH KEBIDANAN: PSIKOLOGI IBU NIFAS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di negara maju maupun negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju
pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan
kebalikannya, oleh karena risiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa
pasca persalinan. Keadaan ini terutama disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, di samping ketidak
tersediaan pelayanan atau rendahnya peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan
kesehatan yang cukup berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan
rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini serta penatalaksanaan yang adekuat
terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa pascapersalinan. Oleh karena itu, pelayanan
pascapersalianan harus terselenggara pada masa nifas atau puerperium untuk memenuhi kebutuhan ibu
dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini pengobatan komplikasi dan penyakit yang
mungkin terjadi, serta pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi
bagi ibu.

B. TUJUAN

Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan
psikologis bagi ibu dan bayi 2. Pencegahan, diagnosis dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu 3.
Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu 4. Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, serta
memungkinkan ibu untuk mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang
khusus 5. Memberikan pendidikan kesehatan pada ibu berkaitan dengan : gizi, menyusui, pemberian
imunisasi pada bayinya, perawatan bayi sehat dan pelayanan KB 6. Mendorong pelaksanaan metode
yang sehat tentang pemberian makan anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik
antara ibu dan anak.

C. MANFAAT

1. Terdeteksinya komplikasi lebih awal dan mendapatkan rujukan pada waktu yang tepat

2. Ibu dan bayi mendapatkan asuhan secara profesional


3. Memberikan asuhan yang aman dan bermutu kepada klien

4. Kesehatan ibu dan bayi terpantau

5. Kepercayaan diri ibu terbangun

BAB II

PERUBAHAN PSIKOLOGI MASA NIFAS DAN MENYUSUI

PENDAHULUAN
Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 6 minggu, atau masa nifas
adalah masa yang dimulai dari beberapa jam setelah lahir plasenta sampai 6 minggu berikutnya.

Terjadi perubahan peran sebagai orang tua yang mempunyai tugas dan tanggung jawabnya terhadap
kelahiran seorang bayi. Mengalami perubahan stimulus dan kegembiraan untuk memenuhi kebutuhan
bayi.

URAIAN MATERI

A. KONSEP DASAR PERUBAHAN PSIKOSOSIAL DALAM MASA NIFAS

1. Perubahan peran

Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran anak. Sebenarnya suami dan istri
sudah mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan. Perubahan peran ini semakin
meningkat setelah kelahiran anak. Contoh, bentuk perawatan dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si
ibu kepada bayinya saat masih berada dalam kandungan adalah dengan cara memelihara kesehatannya
selama masih hamil, memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat, berolah raga, dan
sebagainya.

Selanjutnya, dalam periode postpartum atau masa nifas muncul tugas dan tanggung jawab baru, disertai
dengan perubahan-perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan terus berkembang dan selalu
mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan waktu cenderung mengikuti suatu arah yang bisa
diramalkan.

Pada awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya bayi belajar mengenal orang tuanya
lewat suara, bau badan dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal kebutuhan-kebutuhan bayinya
akan kasih sayang, perhatian, makanan, sosialisasi dan perlindungan.

Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan keluarga sebagai satu kesatuan/unit
keluarga. Masa konsolidasi ini menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-ibu, orang tua-anak, anak
dan anak).

2. Peran menjadi orang tua setelah melahirkan

Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama perlu diubah
atau ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali hubungan mereka dengan
bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan sosialisasi. Periode ini ditandai oleh masa
pembelajaran yang intensif dan tuntutan untuk mengasuh. Lama periode ini bervariasi, tetapi biasanya
berlangsung selama kira-kira empat minggu.

Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk bersama-sama membangun kesatuan keluarga.
Periode waktu meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-saudara) orang tua
mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi dalam menjalankan aktivitas merawat bayi dan
menjadi lebih sensitif terhadap makna perilaku bayi. Periode berlangsung kira-kira selama 2 bulan.

3. Tugas dan tanggung jawab orang tua

Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak yang dilahirkan tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Karena dampak dari kekecewaan ini dapat mempengaruhi proses pengasuhan
anak.

Walaupun kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan menyebabkan orang tua kurang
melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila perasaan kecewa tersebut tidak segera diatasi, akan
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menerima kehadiran anak yang tidak sesuai dengan
harapan tersebut.

O rang tua perlu memiliki keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-
kegiatan pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk memenuhi
kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda tersebut.

Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap bayinya, antara lain :

Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus terbawa dengan khayalan
dan impian yang dimilikinya tentang figur anak idealnya. Hal ini berarti orang tua harus menerima
penampilan fisik, jenis kelamin, temperamen dan status fisik anaknya.

Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang pdibadi yang terpisah dari diri
mereka, artinya seseorang yang memiliki banyak kebutuhan dan memerlukan perawatan.

Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini termasuk aktivitas merawat bayi,
memperhatikan gerakan komunikasi yang dilakukan bayi dalam mengatakan apa yang diperlukan dan
member respon yang cepat

Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai untuk menilai kesuksesan
atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.

Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam keluarga. Baik bayi ini
merupakan yang pertama atau yang terakhir, semua anggota keluarga harus menyesuaikan peran
mereka dalam menerima kedatangan bayi.

Dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya, harga diri orang tua akan tumbuh bersama dengan
meningkatnya kemampuan merawat/mengasuh bayi. Oleh sebab itu bidan perlu memberikan
bimbingan kepada si ibu, bagaimana cara merawat bayinya, untuk membantu mengangkat harga
dirinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada masa post
partum adalah :
Respon dan dukungan dari keluarga dan teman

Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi

Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu

Pengaruh budaya

B. MASA ADAPTASI IBU DALAM MASA NIFAS

Ada tiga fase dalam masa adaptasi peran pada masa nifas, antara lain adalah :

Fase dependent

1) Pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan, ketergantungan ibu sangat menonjol. Pada saat
ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi oleh orang lain. Rubin (1991) menetapkan
periode beberapa hari ini sebagai fase menerima yang disebut dengan taking in phase. Dalam
penjelasan klasik Rubin, fase menerima ini berlangsung selama 2 sampai 3 hari.

2) Ia akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan.

3) Pada saat ini, ibu memerlukan istirahat yang cukup agar ibu dapat menjalan masa nifas selanjutnya
dengan baik.

4) Membutuhkan nutrisi yang lebih, karena biasanya selera makan ibu menjadi bertambah. Akan
tetapi jika ibu kurang makan, bisa mengganggu proses masa nifas.

Fase independent

Pada ibu-ibu yang mendapat perawatan yang memadai pada hari-hari pertama setelah melahirkan,
maka pada hari kedua sampai keempat mulai muncul kembali keinginan untuk melakukan berbagai
aktivitas sendiri. Di satu sisi ibu masih membutuhkan bantuan orang lain tetapi disisi lain ia ingin
melakukan aktivitasnya sendiri. Dengan penuh semangat ia belajar mempraktekkan cara-cara merawat
bayi. Rubin (1961) menggambarkan fase ini sebagai fase taking hold.

Pada fase taking hold, ibu berusaha keras untuk menguasai tentang ketrampilan perawatan bayi,
misalnya menggendong, menyusui, memandikan dan memasang popok. Pada masa ini ibu agak sensitive
dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tsb, cenderung menerima nasihat bidan atau perawat
karena ia terbuka untuk menerima pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Pada tahap ini Bidan
penting memperhatikan perubahan yang mungkin terjadi.

Pada beberapa wanita yang sulit menyesuaikan diri dengan perannya, sehingga memerlukan dukungan
tambahan. Hal ini dapat ditemukan pada :

Orang tua yang baru melahirkan untuk pertama kali dan belum pernah mempunyai pengalaman
mengasuh anak
Wanita karir

Wanita yang tidak mempunyai keluarga atau teman dekat untuk membagi suka dan duka

Ibu dengan anak yang sudah remaja

Single parent

Fase interdependent

Periode ini biasanya terjadi after back to home dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan
perhatian yang diberikan oleh keluarga. Ibu akan mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi,
ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang menyebabkan berkurangnya
hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.

Pada fase ini, kegiatan-kegiatan yang ada kadang-kadang melibatkan seluruh anggota keluarga, tetapi
kadang-kadang juga tidak melibatkan salah satu anggota keluarga. Misalnya, dalam menjalankan
perannya, ibu begitu sibuk dengan bayinya sehingga sering menimbulkan kecemburuan atau rasa iri
pada diri suami atau anak yang lain.

Pada fase ini harus dimulai fase mandiri (letting go) dimana masing-masing individu mempunyai
kebutuhan sendiri-sendiri, namun tetap dapat menjalankan perannya dan masing-masing harus
berusaha memperkuat relasi sebagai orang dewasa yang menjadi unit dasar dari sebuah keluarga.

C. KEADAAN ABNORMAL PADA PSIKOLOGI IBU NIFAS

BABY BLUES (POST PARTUM BLUS)

Post Partum Blues merupakan suatu fenomena psikologis yang dialami oleh ibu dan bayinya. Biasanya
tejadi pada hari ke-3 sampai ke-5 post partum. Angka kejadiannya 80% dari ibu post partum
mengalaminya, dan berakhir beberapa jam/hari.

Merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu
yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi yang ditandai dengan gejala-gejala sebagai
berikut :

Sedih

Cemas tanpa sebab

Menangis tanpa sebab

Tidak sabar

Tidak percaya diri

Sensitif
Mudah tersinggung (iritabilitas)

Merasa kurang menyayangi bayinya

Post partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan. Oleh sebab itu,
sering tidak diperdulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditindak lanjuti sebagaimana seharusnya.
Jika hal ini dianggap enteng, keadaan ini bisa menjadi serius dan bisa bertahan dua minggu sampai satu
tahun dan akan berlanjut menjadi depresi dan psikosis post partum. Banyak ibu yang berjuang sendiri
dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada hal yang salah namun mereka sendiri
tidak mengetahui penyebabnya.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan post partum blues, antara lain :

Faktor hormonal

Perubahan kadar estrogen dan progesterone yaitu terjadi fluktuasi hormonal dalam tubuh. Kadar
hormone kortisol (hormone pemicu stress) pada tubuh ibu naik hingga mendekati kadar orang yang
mengalami depresi. Disaat yang sama, hormone laktogen dan prolaktin yang memicu produksi ASI
sedang meningkat. Sementara pada saat yang sama kadar progesterone sangat rendah. Pertemuan
kedua hormone ini akan menimbulkan keletihan fisik pada ibu dan memicu depresi.

2. Faktor demografik, seperti faktor usia yang terlalu muda atau terlalu tua.

Pengalaman proses kehamilan dan persalinan.

Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan,
kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta
keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman).

Faktor psikologis

Berkurangnya perhatian keluarga, terutama suami karena semua perhatian tertuju pada anak yang baru
lahir. Padahal usai persalinan si ibu yang merasa lelah dan sakit pasca persalinan membuat ibu
membutuhkan perhatian. Kecewa terhadap penampilan fisik bayi karena tidaksesuai dengan
harapannya juga bisa memicu baby blues.

6. Faktor fisik

Kelelahan fisik karena aktifitas mengasuh bayi, menyusui, memandikan, mengganti popok, dan
menimang sepanjang hari bahkan tidak jarang di malam buta sangatlah menguras tenaga. Apalagi jika
tidak ada bantuan dari suami atau anggota keluarga yang lain.

7. Faktor sosial

Si ibu merasa sulit menyesuaikan dengan peran baru sebagai ibu. Apalagi kini gaya hidupnya akan
berubah drastis. Ibu merasa dijauhi oleh lingkungan dan merasa kaan terasa terikat terus pada si kecil.
Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam penanganan ibu post partum blues. Secara garis
besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial
dan psikologis secara bersama-sama dengan melibatkan lingkungannya, yaitu suami, keluarga dan
teman dekatnya.

PERAN BIDAN

Menjalin hubungan baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya menjalin kasih sayang dengan
bayinya

Hal ini merupakan tanda awal kesulitan dalam pengasuhan anak di masa yang akan dating

Waspada terhadap reaksi negatif yang menonjol dari orang tua, seperti :

a. Perilaku negatif orang tua

b. Sikap verbal dan nonverbal

c. Interaksi yang tidak mendukung (tidak menyentuh bayinya)

d. Ucapan kekecewaan/merendahkan

4. Upaya memperkokoh hubungan bayi dengan orang tuanya (seperti menggendong, mengajak bayinya
bercerita, dan sebagainya)

5. Mendorong orang tua untuk melihat dan memeriksa bayi mereka dengan komentar positif tentang
bayinya

6. Berikan anjuran-anjuran/advice pada ibu dan keluarga :

7. Anjurkan pada ibu untuk melepaskan saja emosi, tidak perlu ditahan-tahan. Ingin menangis,
marah, lebih baik dekspresikan saja

8. Usahakan agar ibu mendapatkan istirahat yang cukup (kalau ada kesempatan gunakan untuk tidur,
walaupun hanya 10 menit)

9. Berikan motivasi pad ibu, agar ibu menyadari badai pasti berlalu. Rasa sakit setelah melahirkan pasti
akan sembuh, rasa sakit ketika awal-awal memberi ASI pasti akan hilang, teror tangis bayi lambat laun
akan berubah menjadi ocehan dan tawa yang menggemaskan, bayi yang menjengkelkan, beberapa
bulan lagi akan menjadi bayi mungil yang menakjubkan, dan lain-lain

10. Minta bantuan orang lain, misalnya kerabat atau teman untuk membantu mengurus si kecil

11. Ibu yang baru saja melahirkan sangat butuh instirahat dan tidur yang cukup. Lebih banyak istirahat di
minggu-minggu dan bulan-bulan pertama setelah melahirkan, bisa mencegah depresi dan memulihkan
tenaga yang seolah terkuras habis
12.Hindari makan manis serta makanan dan minuman yang mengandung kafein, karena kedua makanan
ini berfungsi untuk memperburuk depresi

13. Konsumsi makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh cepat pulih, sehat dan segar

14. Coba berbagi rasa dengan suami atau orang terdekat lainnya, dukungan dari mereka bisa
membantu mengurangi depresi

DEPRESI POST PARTUM

Depresi postpartum dialami 20% ibu yang baru melahirkan, menurut Boback & Jensen (1993). Depresi
dapat digambarkan sebagai perasaan sedih, galau, tak bahagia, susah atau kehilangan semangat hidup.
Kebanyakan dari kita merasakan hal seperti ini pada suatu periode singkat di dalam suatu waktu.
Biasanya gejala akan tampak pada bulan pertama setelah melahirkan, bisa hingga bayi berumur satu
tahun.

Penyebab depresi

Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Banyak alasan yang dapat dikemukakan sebagai penyebab
perempuan menderita depresi. Perubahan hormone atau kejadian di dalam kehidupan yang
menimbulkan stress seperti saat kematian keluarga, menyebabkan perubahan kimiawi di dalam otak
yang mengarah menuju depresi. Setelah melahirkan perubahan hormonal yang terjadi dalam tubuh
perempuan dapat memicu terjainya depresi. Selama kehamilan terjadi lonjakan jumlah estrogen dan
progesterone. Dalam jangka waktu 24 jam setelah melahirkan, jumlah estrogen dan progesterone
kembali normal seperti saat sebelum kehamilan.

Faktor lain yang dapat menyebabkan depresi

Kelelahan setelah melahirkan, berubahnya pola tidur dan kurang istirahat, seringkali menyebabkan ibu
yang baru melahirkan belum kembali ke kondisi normal meskipun setelah berminggu-minggu dari saat
melahirkan

Kegalauan dan kebingungan dengan kelahiran bayi yang baru, perasaan tidak percaya diri dengan
kemampuan diri untuk dapat merawat bayi yang baru sementara masih merasa bertanggung jawab
dengan semua pekerjaan yang ada

Perasaan stress dari perubahan dalam pekerjaan maupun kerutinan dalam rumah tangga. Sementara
banyak perempuan yang merasa berkewajiban untuk menjadi super women yang tidak realistis dan sulit
dicapai, malahan akan menambah stress yang ada

Perasan kehilangan akan identitas diri, akan kemampuan diri akan figure tubuh sebelum kehamilan,
akan perasaan dapat mengontrol diri sebelum kehamilan, akan perasaan menjadi kurang menarik

Kurangnya waktu untuk diri sendiri, tidak dapatnya mengontrol waktu sebagaimana yang dapat
dilakukan sebelum dan selama kehamilan, harus tinggal di dalam rumah dalam jangka waktu yang lama,
juga kekurangan waktu probadi dengan orang yang dicintai selain dari bayi yang baru lahir
Gejala depresi

Perasaan sedih, tidak berdaya dan galau

Sering menangis

Tidak ada energy dan motivasi hidup

Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit

Tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit

Sulit untuk fokus, mengingat atau mengambil keputusan

Rasa tidak berharga dan bersalah

Kehilangan semangat atau kenyamanan dalam beraktifitas

Menjauhkan diri dari teman atau keluarga

Sakit kepala, nyeri di dada, jantung berdebar-debar dan nafas cepat

Setelah melahirkan, gejala lain dari depresi dapat termasuk ketakutan untuk menyakiti bayi dan dirinya
sendiri (rasa ingin bunuh diri) dan tidak ada ketertarikan pada bayi.

PERAN BIDAN

Menjalin hubungan baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya menjalin kasih sayang dengan
bayinya

Berikan dukungan emosional dan spiritual

Lakukan kolaborasi untuk perawatan depresi :

1) Terapi bicara, adalah sesi bicara dengan terapis, psikolog atau pekerja sosial untuk mengubah apa
yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh ibu akibat menderita depresi.

2) Obat medis. Obat anti depresi yang diresepkan oleh dokter. Sebelum mengkonsumsi obat anti depresi
sebaiknya didiskusikan benar, obat mana yang tepat dan aman bagi bayi untuk dikonsumsi oleh ibu
menyusui.

1. Berikan advice :

a) Banyak istirahat sebisanya (tidurlah selama bayi tidur).

b) Hentikan membebani diri sendiri untuk melakukan semuanya sendiri. Kerjakan apa yang dapat
dilakukan dan berhenti saat merasa lelah. Biarkan pekerjaan yang tersisa dilakukan kemudian.
c) Mintalah bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan pemberian makan pada waktu
malam hari. Mintalah pada suami untuk mengangkat bayinya untuk disusui saat malam hari sehingga ibu
dapat menyusui di tempat tidur tanpa harus banyak bergerak. Bila memungkinkan, carilah tenaga
bantuan dari teman, keluarga atau tenaga professional untuk membantu selama diperlukan.

d) Bicarakan dengan suami, keluarga,dan teman mengenai perasaan yang dimiliki.

e) Jangan sendirian dalam jangka waktu lama. Berdandan dan keluarlah dari rumah. Pergilah atau jalan-
jalan ke suatu tempat untuk merubah suasana hati.

f) Bicaralah dengan orang tua (ibu) agar dapat bertukar pikiran dan sharing pengalaman.

g) Jangan membuat perubahan hidup yang sangat drastic, seperti pindah kerja, pindah rumah, ganti
pasangan hidup, dan lain-lain.

h) Bila ada perubahan drastic yang tidak dapat dielakkan, buatlah persiapan yang matang.

Dampak depresi pada bayi

Stress serta sikap tidak tulus ibu yang terus menerus diterima oleh bayi kelak bisa membuatnya tumbuh
menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas sekaligus pemurung. Dampak lain
yang juga merugikan adalah anak cenderung mudah sakit.

Depresi pasca melahirkan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk merawat bayinya. Ia dapat
kurang tenaga, tidak dapat berkonsentrasi, gusar terus menerus dan tidak dapat memenuhi kebutuhan
bayi akan cinta dan perhatian yang tidak putus. Akibatnya penderita akan merasa bersalah dan
kehilangan rasa percaya diri akan kemampuannya sebagai ibu, dimana perasan ini dapat memperburuk
kondisi depresinya.

Pendapat para ilmuwan bahwa ini dapat mempengaruhi kemampuan bayi dalam perkembangan
bahasanya, dalam kedekatan emosionalnya dengan orang lain, dalam masalah bersikap, tingkat aktifitas
yang lemah, masalah tidur dan distress. Adanya gangguan pemberian ASI sehingga pemberian nutrisi
bayi menjadi terganggu. Jika menyusui di jam-jam pertama kelahiran tidak dapat dilakukan, alternatif
terbaik berikutnya adalah memerah ASI selama 10-20 menit tiap 2 hingga 3 jam sekali.

POST PARTUM PSIKSIS

Sangat jarang terjadi, 1 atau 2 dalam setiap 1000 kelahiran dan biasanya dimulai pada minggu ketiga
dalam 6 minggu setelah melahirkan. Para wanita yang rentan terhadap depresi postpartum yang lebih
berat adalah mereka yang kehamilannya tidak diharapkan, atau mereka yang mempunyai masalah-
masalah yang sulit dihadapi, beresiko untuk terkena postpartum psikosis.

Gejala :

- Halusinasi

- Gangguan saat tidur


- Perilaku yang kurang wajar

Etiologi :

- Perubahan tingkat hormonal

- Stres psikologis dan fisik

- Sistem pendukung yang tidak memadai

Sering dialami :

- Ibu yang mengalami abortus

- Kematian bayi dalam kandungan

- Kematian bayi setelah lahir

Kesedihan dan Duka Cita

Kesedihan

Kesedihan adalah reaksi emosi, mental dan fisik dan sosial yang normal dari kehilangan sesuatu yang
dicintai dan diharapkan. Berduka sangat bervariasi tergantung pada apa yang hilang dan respon
terhadap kehilangan akan berbeda setiap individunya.

Tahap kesedihan (Kubler Ross, 1970)

1) Denial (penyangkalan)

Menyangkal apa yang sebenarnay terjadi dan terus berharap pada apa yang mereka impikan atau
angan-angankan.

2) Anger (kemarahan)

Marah pada apa yang sedang terjadi, emosi tidak stabil dan mungkin menyalahkan semua pihak yang
terlibat di dalamnya (seperti tenaga kesehatan yang menolong ataupun dari pihak keluarganya sendiri.

3) Bargaining (tawar menawar)

Terkesan seperti menerima apa yang telah terjadi tetapi tahap ini merupakan tahap pendek atau singkat
dan tidak mungkin dinyatakan oleh pasien. Pasien tetap berharap, itu tidak terjadi.

4) Depression (depresi)
Fase ini merupakan fase yang berlangsung cukup lama, bisa berlangsung dalam beberapa bulan atau
mungkin beberapa tahun. Gejala yang tampak; perasaan depresi, bersalah, kehilangan, kesepian, panic
dan menangis tanpa sebab yang jelas.

5) Acceptance (menerima)

Kematian merupakan suatu hal yang tidak bisa dielakkan atau dihindari, kesedihan akibat kematian akan
mulai berkurang seiring dengan berjalannya waktu, ibu dan keluarga mulai menerima kenyataan.

Tanda gejala berduka:

a.) Efek fisik, ibu akan merasa kelelahan, sulit tidur, nafsu makan menghilang, gelisah dan lemah.

b.) Efek emosional, ibu merasa bersalah terhadap apa yang terjadi, marah, sedih, dan benci pada dirinya
sendiri.

c.) Efek sosial, ibu cenderung untuk menarik diri.

2. Duka cita

Duka cita adalah suatu respon fisiologis terhadap kehilangan. Ada beberapa tahapan proses duka cita.

1) Tahap shock, merupakan respon awal individu terhadap kehilangan.

a) Manifestasi perilaku dan perasaan

Penolakan ketidak percayaan, keputusasaan, marah, takut, ansietas, merasa bersalah, kekosongan,
kesendirian, kesedihan, kesepian, isolasi, kekakuan, menangis, kebencian/kepahitan, keterasingan,
kehilangan inisiatif, merasa dihianati, frustasi, memberontak dan kehilangan konsentrasi.

b) Manifestasi fisik

Keluhan kehilangan berat, anoreksia, tidur gelisah, keletihan, kurang istirahat,kurus, sesak nafas,
mengomel sakit dada, kelemahan internal, kelemahan umum dan kelemahan kaki.

2) Tahap penekanan / fase realitas

Tahap ini terjadi penerimaan fakta kehilangan dan penyesuaian terhadap realita yang membebani.
Contoh : orang yg mengalami duka cita akan menyesuaikan dengan lingkungan tanpa kehadiran orang
yang dicintainya atau menerima fakta dan membuat penyesuaian yang perlu dalam kehidupannya.

PERAN BIDAN
Dalam upaya membantu klien yang bersedih dan berduka, bidan dapat memfasilitasi penerimaan
mereka pada :

Kehilangan bayi :

Mengajak untuk melihat, menyentuh dan memegang bayi yang meninggal

Memberi harapan kepada mereka dengan memberi nama bayi, memberi satu set jejak kaki, memberi
foto

Memberi harapan untuk mendapatkan beberapa bentuk bantuan pemakaman

2. Anak yg tidak sempurna/kelainan :

Memberikan rasa aman dan sabar

Mendengarkan keluhannya

Tidak menyalahkan

Menghindari lingkungan yang memfasilitasi hal yang negatif yng mereka rasakan

Menghindari penolakan terhadap bayinya

BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Dengan adanya asuhan kebidanan pada ibu nifas bidan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada
ibu berkaitan dengan gizi, menyusui, pemberian imunisasi pada bayinya,perawatan bayi sehat dan
pelayanan KB yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi.

2. SARAN

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu diharapkan kritik dan saran demi
perbaikan makalah-makalah selanjutnya. Semoga materi dan rancangan format asuhan kebidanan pada
ibu nifas dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa kebidanan.Pada masa nifas bidan
wajib melakukan pendampingan selama 2 jam setelah pasca persalinandan wajib memberikan KIE
kepada ibu nifas untuk melakukan kunjungan ulang minimal empat kali.

Anda mungkin juga menyukai