Anda di halaman 1dari 17

TUMOR GANAS LARING

PENDAHULUAN

Tumor ganas laring bukanlah hal yang jarang ditemukan di bidang THT.
Sebagai gambaran, diluar negeri tumor ganas laring menempati urutan pertama
dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di RSCM menempati urutan

ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal.1
Tumor Ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan,

dengan perbandingan 5 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.1,2


Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal
yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol,

sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis.1,3


Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan,
hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga
dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan
yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan.
Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa

dini.1,4,5
Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah dengan
pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung

stadium penyakit dan keadaan umum penderita.1,6

ANATOMI7,8,9
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan
yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan
ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa.
Tulang dan tulang rawan laring yaitu :
1. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf U, mudah diraba pada leher
bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian

1
belakang dan prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini
melekat pada otot-otot lidah, mandibula dan tengkorak.
2. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua
lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang.
3. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang
rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat
ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang
melekat otot krikoaritenoid posterior.

Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu :


1. Otot-otot ekstrinsik :
Otot elevator :
- M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid
Otot depressor :
- M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid

2. Otot-otot Intrinsik : Otot Adduktor dan Abduktor :


- M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid oblique dan transversum
Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis :
- M. Tiroaritenoid, M. Vokalis, M. Krikotiroid
Otot yang mengatur pintu masuk laring :
- M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.

KEKERAPAN
Kekerapan tumor ganas laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-beda. Di
Amerika Serikat pada tahun 1973 1976 dilaporkan 8,5 kasus karsinoma laring
per 100.000 penduduk laki-laki dan 1.3 kasus karsinoma laring per 100.000
penduduk perempuan. Pada akhir-akhir ini tercatat insiden tumor ganas laring
pada wanita meningkat. Ini dihubungkan dengan meningkatnya jumlah wanita

yang merokok.9,10
Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 Juni 2003 dijumpai 97 kasus
karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia penderita

2
berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 Februari 2000, 28 orang
diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total.

ETIOLOGI
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal
yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol,
sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan asbestosis. Ada peningkatan resiko
terjadinya tumor ganas laring pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan debu

kayu.1,3,9,10,11

Patofisiologi

Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun.


Kebanyakan pada orang laki-laki. Hal ini mungkin berkaitan dengan
kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau
serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti
oleh para ahli. Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari semua
penyakit keganasan. Terutama neoplasma laryngeal, 95% adalah
karsinoma sel skuamosa. Bila kanker terbatas pada pita suara (intrinsik)
menyebar dengan lambat. Pita suara miskin akan pembuluh limfe sehingga
tidak terjadi metastase ke arah kelenjar limfe. Bila kanker melibatkan
epiglottis (ekstrinsik) metastase lebih umum terjadi. Tumor superglotis
dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara sehingga
mengakibatkan suara serak. Tumor pita suara yang sejati terjadi lebih dini
biasanya pada waktu pita suara masih dapat digerakan.

HISTOPATOLOGI

3
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 98% dari semua tumor ganas laring,
dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai

adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.2,10


Karsinoma Verukosa. Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya
jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 2% dari seluruh tumor ganas laring,
lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor
tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan
lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan
operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya

sangat baik.2,12
Adenokarsinoma. Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering
dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis. Sering
bermetastase ke paru-paru dan hepar. two years survival rate-nya sangat rendah.
Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe

regional dan radiasi pasca operasi.12


Kondrosarkoma. Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid
70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 60 tahun. Terapi

yang dianjurkan adalah laringektomi total.12

KLASIFIKASI1-10
Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, klasifikasi dan
stadium tumor ganas laring terbagi atas :
1. Supraglotis
2. Glotis
3. Subglotis
Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior epiglotis yang terletak di
sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os
hioid, pita suara palsu, ventrikel.

Yang termasuk glottis adalah : pita suara asli, komisura anterior dan komisura
posterior.

4
Yang termasuk subglotis adalah : dinding subglotis.

Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC :

1. Tumor primer (T)

Supra glottis :

T is: tumor insitu

T 0 : tidak jelas adanya tumor primer l

T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal

T 1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika,


ventrikel atau pita suara palsu satu sisi.

T 1b : tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita
suara palsu

T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi

T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya infiltrasi ke
dalam.

T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring.

Glotis :

T is : tumor insitu

T 0 : tak jelas adanya tumor primer

T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan posterior)
dengan pergerakan normal

T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli

T 1b : tumor mengenai kedua pita suara

T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun


subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu.

5
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita suara

T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring

Sub glotis :

T is : tumor insitu

T 0 : tak jelas adanya tumor primer

T 1 : tumor terbatas pada subglotis

T 1a : tumor terbatas pada satu sisi

T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi

T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita suara asli
dengan pergerakan normal atau terganggu

T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara

T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring.

2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)

N x : kelenjar tidak dapat dinilai

N 0 : secara klinis tidak ada kelenjar.

N 1 :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter 3 cm

N 2 :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 <6 cm atau


klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6
cm

N 2a :klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm - 6


cm.

N 2b :klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm

N 3 :kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral

N 3 a :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm

N 3 b :klinis terdapat kelenjar bilateral

6
N 3 c : klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral

3. Metastase jauh (M)

M 0 : tidak ada metastase jauh

M 1 : terdapat metastase jauh

4. Stadium :

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium II : T2 N0 M0

Stadium III : T3 N0 M0

T1, T2, T3, N1, M0

Stadium IV : T4, N0, M0

Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1

GEJALA DAN TANDA

Gejala dan tanda yang sering dijumpai adalah :1-3,15

Suara serak

Sesak nafas dan stridor

Rasa nyeri di tenggorok

Disfagia

Batuk dan haemoptisis

Pembengkakan pada leher

7
DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :1-3,15

1. Anamnese

2. Pemeriksaan THT rutin

3. Laringoskopi direk

4. Radiologi foto polos leher dan dada

5. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI

6. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti

DIAGNOSA BANDING

Tumor ganas faring dapat dibanding dengan :

1. TBC laring

2. Sifilis laring

3. Tumor jinak laring.2,7

4. Penyakit kronis laring

PENGOBATAN

Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan,

radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya.1-3,8,10,11,13-16

I. PEMBEDAHAN

8
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :8,9,15,16
A. LARINGEKTOMI
1. Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang
tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
2. Laringektomi total
Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas
(epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.

B. DISEKSI LEHER RADIKAL


Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 T2) karena kemungkinan
metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis,
subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke
kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan

ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.2,10


II. RADIOTERAPI
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2
dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini
adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang

dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 7000 rad.2,10
Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang,
dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan
maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada
jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 45005000 rad selama

46 minggu diikuti dengan laringektomi total.2


III. KEMOTERAPI
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliativ.

Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80120 mg/m 2 dan 5 FU 8001000

mg/m2.3
REHABILITASI

9
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor
ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik.
rehabilitasi mencakup : Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan

Social Rehabilitation.3
PROGNOSA
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan
tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring
stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium IV 40
50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year

survival rate sebesar 50%.2,7,12

LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki, MS, umur 49 tahun datang ke IGD RSUP H. Adam
Malik tgl. 07-10-2003 dengan keluhan utama tidak bisa mengeluarkan suara. Hal
ini sudah dialami os sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat suara serak (+) sejak 2
tahun yang lalu, batuk-batuk (+), dahak (-), sesak nafas (+) sejak 5 bulan yang lalu
sebelum dilakukan trakeostomi. Sebelumnya os di Opname di RS Pirngadi selama
4 hari dan dilakukan tindakan trakeostomi karena sesak dan dinyatakan ada tumor
di laring. Riwayat merokok (+) 2 bungkus dalam 1 hari. Riwayat minum-
minuman beralkohol (-).
Pemeriksaan Fisik

Sensorium : Compos Mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 90x/i

Frekuensi pernafasan : 25x/i

Temperatur : 370C

Pemeriksaan THT rutin

10
- Telinga : tidak ada kelainan

- Hidung : tidak ada kelainan

- Tenggorokan : trakeostomi (+)

Diagnosis Sementara : Suspect tumor laring

Terapi : - IVFD RL s/s Dextrose 5% 20 gtt/I

- Ampicilin 1 gr / 6 jam

- Gentamycin 80 mg / 8 jam

Rencana : 1. Mikrolaringoskopi optik + biopsi

2. Periksa laboratorium darah lengkap

3. Rontgen foto thorax dan EKG

4. Konsul Penyakit Dalam

5. Konsul Anestesi

08-10-2003

Pkl : 04.00 WIB

Keluhan : sesak nafas (trakeostomi terpasang)

Vital sign :

TD : 130/80 mmHg
N : 90 x/i

RR : 30 x/I

Terapi : - Bersihkan trakeostomi dengan suction sputum (-)

- IVFD RL s/s Dextrose 5% 20 gtt/i

- Ampicilin 1 gr / 6 jam

11
- Gentamycin 80 mg / 8 jam

- Dexamethason 1 amp / 8 jam hanya 1 hari saja

11-10-2003

Hasil Laringoskopi Optik :


- Tampak massa memenuhi supraglotik. Massa merah dan berbenjol-benjol

- Pita suara tidak dapat dinilai

- Epiglotis : normal

Rencana : - CT Scan

- Mikrolaring biopsi persiapan darah lengkap, EKG & Foto thorax

13-10-2003

Hasil Pemeriksaan Laboratorium : dalam batas normal

14-10-2003

Hasil pemeriksaan :
- Foto thorax : kesan : tidak dijumpai metastasis paru

- EKG : Kesan : Old myocard infark inferior

- CT- Scan : tidak dilakukan karena pasien t.a.u

16-10-2003

Hasil konsul interna : tidak ada kontra indikasi untuk dilakukan anestesi umum.
Konsul anastesi : ACC dengan anestesi umum

27-10-2003

Dilakukan operasi mikrolaring + biopsi

12
Tampak epiglotis oedem dan hyperemis. Lalu epiglotis diangkat ke atas tampak
massa merah berulkus memenuhi daerah supraglotis
Hasil Pemeriksaan Histopatologi No. PA/B/1462/03, Lokasi : Supra glotik

Makroskopik : diterima 2 potong jaringan ukuran seujung beras, konsistensi


kenyal warna abu-abu.

Mikroskopik : sediaan tampak jaringan dilapisi epitel dengan inti disorganisasi


pleomorfik, kromatin kasar, sitoplasma sedikit, stroma jaringan ikat.

Kesimpulan : karsinoma sel skuamous non keratinizing.

30-10-2003

Pasien dikonsulkan ke Sub. Bagian Onkologi THT untuk ambil alih untuk
penanganan selanjutnya.
Oleh Sub. Bagian Onkologi, pasien dianjurkan untuk dilakukan Radiotherapy.

DISKUSI

Tumor ganas laring merupakan keganasan yang sering dijumpai di bidang THT.
Hal-hal yang saling mempengaruhi kesembuhan penyakit ini antara lain kecepatan
dan ketepatan diagnosa, penentuan stadium tumor, fasilitas dan sarana yang ada,
kondisi pasien serta pilihan pengobatan yang diberikan.

Pada pasien ini, keluhan yang pertama kali muncul adalah suara serak sejak dua
tahun lalu, sehingga tumor primer diduga berasal dari daerah glotis. Karena secara
klinis tidak dijumpai pembesaran kelenjar, maka pasien ini diduga berada pada
stadium II (T2, N0, M0).

Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah pembedahan, radiasi,


sitostatika maupun kombinasi daripadanya. Pilihan terbaik untuk pasien ini adalah
radiasi, karena hasil biopsi dari tumor menunjukkan karsinoma sel skuamous non
keratinizing yang bersifat radio sensitif. Keuntungan lain dari radiasi adalah laring
tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Rehabilitasi setelah
operasi dengan terapi yang seksama memiliki prognosis yang baik. Kerjasama

13
yang baik dari ahli onkologi, ahli patologi, ahli radiasi onkologi sangatlah
diperlukan untuk memberikan kesembuhan yang optimal.

KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus tumor ganas laring yang sudah dilakukan
mikrolaringoskopi optik + biopsi.

14
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N
Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher. Edisi ke-5. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2001. h. 156-62.
2. Spector, Ogura JH. Tumor Laring dan Laringofaring. Dalam. Ballenger JJ, Ed.
Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Edisi ke-13.
Jakarta : Binarupa Aksara. 1997. h. 621-77.
3. Ramalingam KK, Sreeramamoorthy B. A. Short Practice of Otolaryngylogy
India : All Publisher & Disatributor, 1993. h. 335-43.
4. Basyiruddin H. Penanggulangan Karsinoma Laring di Bagian THT RSAPD
Gatot Subroto. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati. Ujung Pandang,
1986. h. 185-93.
5. Mulyarjo. Hasil Pembedahan pada Karsinoma Laring di UPF THT RSUD DR.
Sutomo Surabaya. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati, Batu Malang,
27-29 Oktober 1996. h. 1075-9.
6. Adam GL., IR, Paparella MW. Fundamental of Otolaryngology. Edisi ke-5 ed.
Philadelphia WB. Saunders, 1978. h. 446-7.
7. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear Nose and Throat diseases, A. Pocket
Reference. Edisi ke-2. New York. Thieme Med. 1994. h. 423-32.
8. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and Neck
Surgery Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h. 1313-60.
9. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN,
Suem JY. Ed. Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533-60.
10.Hanna E, Suen JY. Larynx. Dalam : Closel G, Larson DL, Shah JP, Essential of
Head and Neck Oncology. New York Thieme, 1998. h. 223-39.
11. Robin PE, Oloffosn J. Tumors of the Laring. Dalam : Hibbert J. Ed. Scott-
Browns. Otolaryngology. Laryngology and Head and Neck Surgery. Vol. 3.
Edisi ke-6. Great Brittain : Butterworth-Heinemann, 1997. h. 5/11/1-43.

16
12. Shumrick K. Malignant Lesions of the Larynx. Dalam : Lee KJ, Ed. Text
Book of Otolaryngology and Head and Neck Surgery Elsevier. 1989. h. 647-
57.
13.Montgomery WW. Surgery of Upper Respiratory System. Edisi ke-2.
Philadelphia. Lea and Febiger, 1989. h. 533-604.
14. Hanafee WN, Ward PH. The Laring, Radiology, Surgery, Pathology. Vol. I.
New York. Thieme Med, 1990. h. 46-7.
15. Lore JM. An Atlas of Head and Neck Surgery. Edisi ke-3 Philadelphia. WB
Saunders. 1998. h. 886-937.
16. Wright D. Total Laryngectomy. Dalam : Rob and Smith. Ballantine JC,
Harrison DFN Ed. Operative Surgery Nose and Throat. Edisi ke-4. London:
Butterworths, 1986. h. 317-46.

17

Anda mungkin juga menyukai