Anda di halaman 1dari 22

Pemeriksaan Umum

Inspeksi visual pasien meliputi beberapa kajian umum. Kulit harus diperiksa untuk
mengetahui bukti gejala jaundice atau pallor. Status nutrisi pasien juga harus diperiksa. Cachexia
merupakan tanda umum keganasan, dan obesitas juga bisa menjadi tanda abnormalitas
endokrinologi. Mudahnya, dokter harus memeriksa keberadaan obesitas truncal, buffalo
hump, dan bekas luka di kulit abdominal, yang merupakan tanda hiperadrenokortisisme.
Sebaliknya, debilitas dan hiperpigmentasi mungkin juga bisa menjadi tanda
hiperadrenokortisisme. Ginekomastia bisa menjadi tanda penyakit endokrinologi dan indicator
alkoholisme atau terapi hormonal sebelumnya untuk kanker prostat. Edema pada alat kelamin
dan tubuh bagian bawah juga mungkin berhubungan dengan dekompensasi jantung, gagal ginjal,
sindrom nefrotik, atau obstruksi limpatik pelvis dan/atau retroperitoneal. Limpadenopati
supraklavikular mungkin bisa ditemukan dengan neoplasma GU, terutama pada kanker prostat
dan testis; limpadenopati inguinal mungkin terjadi sebagai efek sekunder dari karsinoma penis
atau uretra.

Ginjal
Ginjal merupakan organ berukuran satu genggaman tangan yang berada di daerah tinggi
di bilateral retroperitoneum. Pada orang dewasa, ginjal normalnya sulit dipalpasi karena
posisinya berada di bawah diafragma dan rusuk dengan berbagai otot di sisi anterior dan
posterior. Karena posisi hati, ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri. Pada anak-anak
dan wanita kurus, mungkin bisa dilakukan palpasi di bagian bawah nginjal kanan setelah
pasien melakukan penarikan napas dalam. Meskipun demikian, biasanya tidak mungkin
melakukan palpasi ginjal pada pria, dan ginjal kiri cenderung lebih tidak bisa dipalpasi kecuali
mengalami perbesaran abnormal.
Cara terbaik untuk melakukan palpasi ginjal adalah dengan pasien pada posisi telentang.
Ginjal dinaikkan dari belakang dengan satu tangan dalam sudut costovertebral (Gambar 3-
1). Pada penarikan napas dalam, tangan pemeriksa ditekan secara halus ke abdomen anterior di
bawah bidang costal. Di titik inspirasi maksimal, ginjal mungkin bsai dirasakan di jika pemeriksa
menggeser tangannya ke bawah diafragma. Pada setiap inspirasi, tangan pemeriksa perlu masuk
lebih dalam ke abdomen. Sekali lagi, lebih sulit untuk melakukan palpasi ginjal pada pria karena
ginjal cenderung bergerak ke bawah dengan inspirasi dank arena dikelilingi dengan lapisan otot
tebal. Pada anak-anak, akan lebih mudah untuk melakukan palpasi pada ginjal karena ketebalan
tubuh yang rendah. Pada neonatus, ginjal bisa dengan mudah dirasakan dengan mengadakan
palpasi pada panggul antara ibu jari anterior dan jari di sudut costvertebral posterior.
Transiluminiasi ginjal mungkin akan berguna pada anak-anak berusia di bawah 1
tahun dengan massa yang bisa dipalpasi. Massa demikian biasanya berasal dari ginjal. Senter
atau sumber sinar dari serat optic diposisikan di sisi posterior melawan sudut costovertebral.
Massa berisi cairan seperti kista atau hidronefrosis menghasilkan sinar kemerahan di anterior
abdomen. Massa solid seperti tumor tidak memantulkan cahaya. Cara diagnosis lain yang
mungkin berguna untuk memeriksa ginjal adalah perkusi dan auskulasi. Meskipun inflamasi
ginjal bisa menyebabkan rasa nyeri yang tidak terlokalisasi, namun perkusi dari posterior sudut
costovertebral akan lebih melokalisasi rasa nyeri dan sensitivitas terhadap nyeri secara lebih
akurat. Perkusi hari dilakukan secara lembut karena pada pasien dengan inflamasi ginjal
signifikan, prosedur ini bisa jadi cukup menyakitkan. Auskulasi abdomen atas saat inspirasi
dalam mungkin bisa menunjukkan sirkuit sistolik yang berhubungan dengan stenosis arteri ginjal
atau aneurisme. Sirkuit ini juga bisa dideteksi saat memeriksa fistula arteriovenous ginjal besar.
Semua pasien dengan nyeri panggul harus diperiksa untuk kemungkinan iritasi
akar saraf. Rusuk harus dipalpasi secara berhati-hati untuk mengetahui tekanan tulang atau
abnormalitas tulang lain dan untuk mengetahui titik sensitif terhadap nyeri maksimal. Tidak
seperti nyeri ginjal, radikulitis biasanya menyebabkan hiperestesia dari kulit sekitar yang
diinervasi oleh saraf perifer teriritasi. Hipersensitivitas ini bisa dibuktikan dengan satu jarum
atau dengan mencubit kulit dan lemak di daerah sekitar yang terpengaruh. Akhirnya, rasa nyeri
yang dirasakan saat fase pre-eruptif nherpes zoster meliputi beberapa segmen antara T11 dan L2
yang juga menstimulasi nyeri dari daerah ginjal.

Kandung Kemih
Kandung kemih normal pada orang dewasa tidak bisa dipalpasi atau diperkusi
hingga terdapat setidaknya 150 mL urin di dalamnya. Pada volume sekitar 500 mL, kandung
kemih yang mengembang menjadi tampak pada pasien kurus karena lebih rendahnya massa
abdominal tengah.
Perkusi lebih baik daripada palpasi untuk diagnosis pembengkakan kandung
kemih. Pemeriksa perlu memulai dengan mengadakan perkusi langsung di atas symphysis pubis
dan lanjut melakukan cephalad hingga menemukan perubahan cahaya dari gelap menjadi agak
buram hingga jelas. Alternatifnya, kemungkinan pada pasien kurus dan anak-anak yang dipalpasi
kandung kemihnya dengan mengangkat lumbar spinde dengan satu tangan dan tangan lain
menekan garis tengah abdomen bawah.
Pemeriksaan hati-hati dari bimanual, paling baik dilakukan dengan pasien dengan
anestesi, tidak perlu dilakukan untuk memeriksa tingkat penyebaran tumor kandung kemih atau
massa pelvis lain. Kandung kemih dipalpasi antara abdomen dan vagina pada wanita (Gambar 3-
2) atau rectum pada pria (Gambar 3-3). Selain menentukan daerah indurasi, pemeriksaan
bimanual membuat pemeriksa bisa memeriksa mobilitas kandung kemih; seperti informasi yang
tidak bisa diperoleh melalui teknik radiologi seperti CT dan MRI, yang hanya menunjukkan
gambar statis.

Penis
Jika pasien tidak disirkumsisi, kulit depan mungkin harus diretraksi untuk memeriksa
tumor atau balanoposthitis (inflamasi prepuce dan glans penis). Hampir semua kanker penis
terjadi pada pria tidak disunat dan menyebar ke prepuce atau glans penis. Dengan demikian pada
pasien dengan pengeluaran berupa darah melalui penis pada mereka yang kulit depannya tidak
bisa diambil, pemisahan dorsal atau sirkumsisi harus dilakukan agar bisa mengevaluasi glans
penis dan uretra.
Posisi meatus uretra harus dicatat. Termasuk lokasi proksimal ujung glans pada
permukaan ventral (hipospadia) atau, yang tidak terlalu umum, di permukaan dorsal (epispadias).
Kulit penis harus diperiksa untuk keberadaan vesikel superficial yang cocok dengan herpes
simplex dan untuk ulkus yang mengindikasikan infeksi venereal atau tumor. Keberadaan kutil
venereal (condylomata acuminata), yang muncul sebagai lesi tidak beraturan, berpapiler, nadn
berwarna kusam pada alat kelamin pria harus diperhatikan.
Meatus uretral harus dipisahkan antara ibu jari dan jari telunjuk untuk memeriksa lesi
neoplastic atau inflamasi dalam fossa navicularis. Tangkai dorsal penis harus dipalpasi untuk
memeriksa keberadaan plak fibrotic atau bentolan yang merupakan gejala penyakit Peyronie.
Sensitivitas di sepanjang sisi ventral penis merupakan penanda periurethritis, seringkali
merupakan efek sekunder dari stricture uretral.
Skrotum dann Kontennya
Skrotum merupakan kantung kendur yang berisi testis dan struktur saluran berisi sperma.
Dinding scrotal dibentuk dari kulit dan lapisan muskular topis. Testis normalnya memiliki bentuk
oval, keras, dan lembut; pada orang dewasa, memiliki panjang sekitar 6 cm dan lebar 4 cm.
Bagian ini dibungkus oleh skrotum, dengan testis kanan normalnya berada di sisi anterior dari
testis kiri. Epididymis berada di sisi posterior testis dan bisa dipalpasi sebagai bentolan jaringan
yang menempel. Vas deferens bisa dipalpasi di atas setiap testis dan terasa seperti satu helai
benang.
Skrotum bisa diperiksa berdasarkan abnormalitas dermatologi. Karena skrotum, tidak
seperti penis, memiliki rambut dan kelenjar keringat, maka skrotum seringkali menjadi
situs infeksi dan kista sebaceous. Folikel rambut bisa terinfeksi dan mungkin tampak seperti
pustule kecil di permukaan skrotum. Biasanya gangguan ini akan pulih dengan sendirinya, tetapi
juga bisa menjadi semakin parah menjadi infeksi yang lebih signifikan, terutama pada pasien
dengan penurunan sistem imun dan diabetes. Pasien seringkali merasa khawatir mengenai lesi
ini, salah mengartikannya menjadi tumor testicular.
Testis harus dipalpasi secara lembut dengan ujung jari kedua tangan. Testis normalnya
memiliki konsistensi yang keras, namun elastis dengan permukaan yang halus. Testis dengan
ukuran kecil yang abnormal menunjukkan terjadinya hipogonadisme atau endokrinopati seperti
penyakit Klinefelter. Daerah yang kaku atau keras dalam testis harus dianggap sebagai
tumor ganas hingga bisa dibuktikan sebaliknya. Epididimis harus bisa dipalpasi dari sisi
posterior pada setiap testis. Massa dalam epididimis (spermatocele, kista, dan epididimistis)
hampir semuanya merupakan massa jinak.
Untuk memeriksa keberadaan hernia, jari manis dokter harus dimasukkan secara
lembut ke skrotum dan melakukan invaginasi ke cincin inguinal eksternal (Gambar 3-4).
Skrotum harid diinvaginasi di depan testis, dan perawatan tidak boleh dilakukan untuk
menaikkan testis itu sendiri, yang cukup menyakitkan. Saat cincin eksternal berhasil dilokasikan,
dokter harus menempatkan ujung jari dari yangannya yang lain ke atas cincin inguinal internal
dan meminta pasien untuk bergerak ke arah tiduran (gerakan Valsalva). Hernia bisa dirasakan
sebagai suatu benjolan yang turun dari ujung jari manis dalam cincin ingional eksternal saat
pasien bergerak. Meskipun mungkin mudah membedakan hernia inguinal secara langsung
melalui dasar kanal inguinal dari hernia inguinal tidak langsung yang menurun melalui cincin
inguinal internal, kemungkinan akan jarang bisa dilakukan dan hanya ada sedikit signifikansi
klinis karena pendekatan operasi biasanya identik pada kedua kondisi.
Saluran spermatik juga bisa diperiksa dengan pasien dalam posisi berdiri. Varicocele
mengalami dilatasi, vena spermatik berliku yang menjadi tampak lebih jelas saat pasien
melakukan gerakan Valsalva. Epididimis kemudian bisa dipalpasi sebagai benjolan jaringan yang
bisa ditemukan di sepanjang garis longitudinal, posterior setiap testis. Kemudian perlu dilakukan
palpasi lain pada testis antara jari-jari dari kedua tangan, kemudian lagi, pastikan jangan
memberikan tekanan tertentu yang akan menciptakan tekanan ke testis sehingga pasien tidak
akan merasa kesakitan.
Transiluminasi berguna untuk mengetahui apakah massa dalam skrotum merupakan
massa yang solid (tumor) atau sistik (hydrocele, spermatocele). Senter kecil atau selang senter
serat optik diposisikan di belakang massa. Massa sistik mudah menembuskan cahaya, namun
cahaya tidak bisa menembus pada tumor solid.

Pemeriksaan Rektum dan Prostat pada Pria


Pemeriksaan digital rectum (DRE) perlu dilakukan pada semua pria berusia 40
tahun dan pada pria berusia berapapun yang datang untuk pemeriksaan urologi. Kanker
prostat merupakan penyebab kedua kematian kanker pada pria setelah berusia 55 tahun dan
merupakan penyebab kematian paling tinggi pada pria berusia di atas 70 tahun. Banyak kanker
prostat bisa dideteksi pada tahap awal yang bisa disembuhkan dengan DRE, dan sekitar 25%
kanker kolorektal bisa dideteksi dengan DRE dengan kombinasi tes guaiac tinja.
DRE perlu dilakukan di akhir pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini paling baik dilakukan
dengan posisi pasien berdiri atau membungkuk ke atas meja periksa atau pasien dalam posisi
lutut di dada. Pada posisi berdiri, pasien perlu berdiri dengan pahanya menempel ke meja
periksa. Kaki harus terbuka sekitar 18 inchi, dengan lutut mengalami sedikit fleksi. Pasien perlu
membungkuk dengan sudut 90 derajat hingga dadanya menyentuh lengan bawah. Dokter perlu
memberikan cukup waktu bagi pasien untuk mendapatkan posisi yang sesuai dan dipastikan
serileks mungkin. Kata-kata yang melegakan sebelum pemeriksaan akan cukup membantu.
Dokter perlu meletakkan sarung tangan periksa dan memberikan lubrikasi ke jari telunjuk secara
keseluruhan.
Sebelum melakukan DRE, dokter perlu meletakkan telapak tangan yang lainnya melawan
abdomen bawah pasien. Intervensi ini akan menciptakan kelegaan pada pasien dengan
membiarkan dokter melakukan kontak lembut dengan pasien sebelum menyentuh anusnya.
Intervensi ini juga membuat dokter bisa menenangkan pasien dan memberikan tekanan lembut
jika pasien berusaha untuk bergerak saat DRE dilakukan. DRE itu sendiri dimulai dengan
memisahkan pantat dan memeriksa anus untuk patologi, biasanya hemorrhoid, tetapi, termasuk,
karsinoma anal atau melanoma yang mungkin terdeteksi. Sarung tangan, ndengan jari telunjuk
yang sudah dilubrikasi kemudian dimasukkan secara lembut ke dalam anus. Hanya satu jari yang
dimasukkan sehingga anus memiliki waktu untuk rileks dan mempermudah masuknya jari.
Estimasi pola saluran anal merupakan hal yang sangat penting; saluran yang lembut atau kaku
bisa menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang sama pada saluran kemih dan mungkin bisa
digunakan untuk membantu diagnosis penyakit neurogenic. Jika dokter menunggu hanya
beberapa detik, saluran anal akan kembali normal hingga tingkatan dimana jari bisa dimasukkan
lebih dalam tanpa menyebabkan rasa sakit. Jari telunjuk kemudian digerakkan ke atas prostat;
keseluruhan permukaan posterior kelenjar biasanya bisa diperiksa jika pasien berada dalam
posisi yang sesuai. Normalnya, prostat memiliki ukuran sebesar biji kenari dan memiliki
konsistensi yang mirip dengan kontraksi ibu jari (ibu jari diposisikan melawan jari
kelingking).
Jari telunjuk dimasukkan sedalam mungkin ke dalam rectum, dan keseluruhan kondisi
diperiksa untuk mendeteksi karsinoma rektal fase awal. Jari telunjuk kemudian dikeluarkan
secara perlahan, dan tinja di sarung tangan diantarkan ke kartu guaiac-impregnated (Hemoccult)
untuk pemeriksaan darah. Meskipun banyak kejadian hasil positif-palsu dan negative-palsu pada
tes darah dari feses, namuan pada umumnya tanpa pembatasan makan dan obat, tes guaiac
merupakan tes yang sederhana dan murah dan bisa memicu ke deteksi abnormalitas
gastrointestinal signifikan (Bond, 1999). Jaringan, sabun, dan handuk yang cukup harus
disediakan untuk pasien membersihkan dirinya sendiri setelah pemeriksaan. Dokter kemudian
perlu meninggalkan ruangan dan membiarkan pasien mendapat cukup waktu untuk mencuci
tubuhnya dan berpakaian sebelum mengadakan konsultasi.
Pemeriksaan Pelvis padaWanita
Dokter urologi pria selalu harus melakukan pemeriksaan pelvis pasien wanita
dengan ditemani perawat wanita atau tenaga kesehatan lain. Pasien harus diizinkan untuk
membuka bajunya sendiri secara pribadi dan tertitip rapat untuk prosedur pemeriksaan sebelum
dokter memasuki ruangan. Pemeriksaan itu sendiri harus dilakukan dalam posisi lithotomy
standar dengan membuka kaki pasien. Pada dasarnya, genitalia eksternal dan introitus harus
diperiksa, dengan perhatian khusus diberikan pada perubahan atropik, erosi, ulkus, keputihan,
atau kutil, semua yang menyebabkan dysuria dan ketidak nyamanan pada pelvis. Meatus uretra
harus diperiksa akan keberadaan caruncle, hyperplasia mukosa, kista, dan prolaps (penurunan)
mukosa. Pasien kemudian diminta untuk melakukan gerakan Valsalva dan diperiksa secara hati-
hati untuk cystocele (prolapse kandung kemih) atau rectocele (prolapse rektum). Pasien
kemudian diminta untuk batuk, yang mungkin akan mempresipitasi stress ketidaknyamanan
berkemih. Palpasi pada uretra dilakukan untuk mendeteksi pengerasan, yang mungkin
merupakan tanda inflamasi kronik atau keganasan. Palpitasi harus dilakukan untuk menunjukkan
diverticulum uretral, dan palpasi pada diverticulum mungkin akan menyebabkan keluarnya
lendir dari uretra. Pemeriksaan bimanual pada kandung kemih, uterus, dan adnexa kemudian
harus dilakukan dengan dua jari dalam vagina dan jari lain di abdomen bawah (lihat Gambar 3-
3). Semua bentuk abnormalitas dari organ pelvis harus dievaluasi lebih jauh dengan ultrasound
pelvis atau CT scan.

Pemeriksaan Neurologis
Terdapat berbagai situasi klinis dimana pemeriksaan neurologis mungkin akan berguna
dalam mengevaluasi pasien gangguan urologi. Pada beberapa kasus, dengan tingkat keparahan
abnormalitas neurologis bisa dilokalisasikan oleh pola defisit sensorik yang berhasil ditemukan
saat pemeriksaan fisik menggunakan peta dermatom (Gambar 3-5). Defisit sensorik pada penis,
labia, skrotum, vagina, dan daerah perianal pada umumnya mengindikasikan kerusakan atau
cedera akar sacral atau saraf. Selain pemeriksaan sensorik, tes refleks pada daerah kelamin juga
perlu dilakukan. Yang peling penting adalah refleks bulbocarvernosus (BCR), yang merupakan
refleks kontraksi dari otot lurik pelvis yang muncul saat terdapat berbagai macam stimulus pada
perineum atau alat kelamin. Refleks ini paling banyak diuji dengan menempatkan jari dalam
rectum dan kemudian menjepit glans penis atau klitoris. Jika kateter Foley ditempatkan, maka
BCR bisa dilakukan dengan sedikit menarik kateter. Jika BCR ditemukan, pengencangan saluran
anal bisa dirasakan dan/atau ditemukan. BCR menguji integritas sumsum tulang dalam
memediasi refleks dan bagian ini meliputi bagian S2-S4, serta mungkin tidak bisa ditemukan jika
terdapat abnormalitas sacral cord atau saraf perifer.
Refleks cremasteric bisa ditemukan dengan sedikit mengelus paha superior dan medial
dengan arah ke bawah. Respon normal pada pria adalah kontraksi otot cremasteric yang
menyebabkan adanya kenaikan pada skrotum dan testis ke arah ipsilateral. Ada batasan
penggunaan tes refleks superfisial ini misalnya cremasteric saat memeriksa disfungsi neurologis.
Meskipun demikian, kemungkinan ada peran tes refleks ini saat memeriksa pasien yang diduga
mengalami torsi testicular atau epididimis. Terakhir, refleks kremasterik aktif pada anak-anak
bisa menyebabkan kesalahan diagnosis testis tidak turun pada beberapa kasus.

URINALISIS
Urinalisis merupakan tes wajib yang harus dilakukan pada semua pasien urologi.
Meskipun pada banyak instansi tes urinalisis hanya dilakukan dengan mencelupkan stik, namun
hasilnya akan menunjukkan informasi penting, urinalisis lengkap meliputi analisis kimia dan
mikroskopik.

Pengumpulan Spesimen Urin


Pria
Pada pasien pria, sampel urin saat pertengahan urinasi dikumpulkan. Pria yang
belum disunat harus melakukan retraksi kulit depan, membersihkan glans penis dengan cairan
antiseptic, dan lanjut melakukan retraksi kulit luar selama buang air. Pasien pria mulai urinasi di
toilet dan menempatkan wadah steril dengan lubang yang besar di bawah penisnya untuk
mengumpulkan sampel urin. Dengan demikian, bisa menghindari kontaminasi pada spesimen
urin dengan kulit dan organisme uretral.
Pada pria dengan ISK kornik, empat sampel urin dikumpulkan. Aliquot ini dibagi
menjadi Voided Bladder 1, Voided Bladder 2, Expressed Prostatic Secretions, dan Voided
Bladder 3 (VB1, VB2, EPS, and VB3). VB1 pada umumnya berisi 5 hingga 10 mL urin,
sedangkan VB2 adalah urin aliran tengah. EPS merupakan sekresi yang bisa diproleh setelah
memijat bagian prostat, dan spesiem VB3 pada umumnya terdiri dari 2 hingga 3 mL urin yang
diperoleh setelah pijatan pada prostat. Kultur yang bisa digunakan untuk lokalisasi ISK adalah
sampel VB1 yang menunjukkan flora uretral; VB2, flora kandung kemih; dan EPS dan sampel
VB3, flora prostatic. Sampel VB3 pada umumnya cukup membantu saat tidak ada lagi atau
hanya ada sedikit cairan prostat yang bisa diperoleh dengan memijat. Untuk lebih banyak
memperoleh sekresi prostat, pasien perlu diminta untuk mencoba melakukan urinasi dengan
pijatan prostat dan untuk menghindari pengencangan saluran anal dan otot dasar pelvis. Empat
bagian sampel urin ini cukup berguna untuk mengevaluasi pria dengan dugaan prostatitis
bacterial (Meares dan Stamey, 1968).

Wanita
Pada wanita, akan lebih sulit untuk mendapatkan spesimen bersih melalui urinasi. Pasien
wanita perlu membersihkan vulva, membuka labia, dan mengumpulkan spesimen urin saat
pertengahan urinasi sebagaimana yang sudah dijelaskan pada pasien pria. Jika terdapat infeksi,
meskipun demikian, spesimen akan menjadi tidak akurat dan tidak boleh diantar untuk kultur dan
pemeriksaan sensitivitas. Untuk mengetahui kemungkinan infeksi pada wanita, sampel urin
harus selalu dikumpulkan dengan bantuan kateter.

Neonates dan Infant


Cara biasa untuk mengumpulkan sampel urin pada neonatus dan infant adalah kantung
steril dengan tutup lengket di alat kelamin bayi. Meskipun demikian, tentu saja alat ini bisa
digunakan untuk membedakan kontaminasi ISk. Saat dimungkinkan, semua sampel urin harus
diperiksa dalam waktu pengumpulan 1 jam dan ditempatkan untuk kultur dan
pemeriksaan sensitivitas jika diindikasikan. Jika urin bisa disimpan dalam suhu ruang dalam
waktu periode yang lebih panjang, pertumbuhan bakteri mungkin terjadi, perubahan pH mungkin
akan terjadi, dan sel darah merah dan putih mungkin akan mengalami disintegrasi. Jika tidak
mungkin memeriksa urin, maka sampel perlu disimpan dalam kulkas pada suhu 5oC.

Pemeriksaan Fisik Urin


Pemeriksaan fisik urin meliputi evaluasi warna, turbiditas, gravitasi spesifik dan
osmolalitas, dan pH.
Warna
Urin normal berwarna kuning pucat disebabkan adanya pigmen urochrome. Warna urin
sangat bervariasi tergantung pada konsentrasinya, tetapi banyak makanan, obat, produk
metabolik, dan infeksi bisa menghasilkan warna urin yang abnormal. Hal ini penting karena
banyak pasien datang konsultasi Karena menyadari terdapat perubahan warna pada urin mereka.
Dengan demikian penting bagi dokter urologi untuk menyadari penyebab perubahan warna urin
abnormal, dan hal ini didaftarkan dalam Tabel 303.

Turbiditas
Urin segar memiliki warna yang jernih. Warna yang agak keruh paling banyak
disebabkan oleh fosfaturia, proses hinjak dimana kelebihan kristal fosfat mengalami presipitasi
pada urin basa. Fosfaturia merupakan bagian yang sering muncul dan biasanya bisa ditemukan
setelah makan atau konsumsi sejumlah besar susu. Pasien mungkin tidak merasa ada keluhan
apapun (asimptomatik). Diagnosis fosfaturia bisa dicapat dengan mengasamkan urin dengan
asam asetat, yang kemudian akan menghasilkan urin jernih, atau dengan mengadakan analisis
mikroskopik, yang akan menunjukkan adanya sejumlah besar fosfat amorf.
Pyuria, biasanya berhubungan dengan ISK, merupakan penyebab lain kekeruhan urin.
Sejumlah besar sel darah purih menyebabkan urin berwarna keruh. Pyuria bisa dengan mudah
dibedakan dari fosfaturia baik dengan mencium urin (urin terinfeksi ditandai dengan bau tidak
sedap) atau dengan pemeriksaan mikroskopik yang bisa digunakan untuk membedakan kristal
fosfat amorf dari leukosit.
Penyebab langka dari kekeruhan urin meliputi chyluria (dimana terdapat komunikasi
abnormal antara sistem limpatik dan saluran kemih yang menyebabkan cairan limpa tercampur
dengan urin), lipiduria, hiperoksaluria, dan hyperuricosuria.

Gravitas dan Osmolalitas Spesifik


Gravitasi spesifik urin bisa diukur dengan mudah dengan stik celup urin dan
biasanya memiliki angka bervariasi antara 1,001 hingga 1,035. Gravitasi spesifik biasanya
merefleksikan status hidrasi pasien tetapi bisa juga dipengaruhi oleh fungsi ginjal abnormal,
sejumlah materi yang terlarut dalam urin, dan berbagai jenis penyebab lain yang akan dijelaskan
di bagian selanjutnya. Gravitasi spesifik kurang dari 1,008 disebut cair, dan gravitasi spesifik di
atas 1.020 dianggap sebagai kental. Gravitasi spesifik 1,010 merupakan tanda insufisiensi ginjal,
baik akut atau kronik.
Secara umum, gravitas spesifik menunjukkan status hidrasi tetapi juga
menunjukkan beberapa ide kemampuan konsentrasi ginjal. Kondisi yang bisa menurunkan
gravitasi spesifik meliputi (1) peningkatan asupan cairan, (2) diuretic, (3) penurunan kemampuan
ginjal dalam meningkatkan konsentrasi urin, dan (4) diabetes insipidus. Kondisi yang
meningkatkan gravitasi spesifik meliputi (1) penurunan asupan cairan; (2) dehidrasi akibat
demam, berkeringat, muntah, dan diare; (3) diabetes melitus (glukosuria); dan (4) tidak
cukupnya sekresi hormone antidiuretik. Gravitasi spesifik juga bisa naik hingga lebih dari 1,035
setelah injeksi intravena kontras mengandung iodin dan pada pasien yang menggunakan dextran.
Osmolalitas merupakan ukuran jumlah materi terlarut dalam urin dan biasanya
sangat bervariasi antara 50 dan 1200 mOsm/L. Osmolalitas urin sangat bervariasi tergantung
pada hidrasi, dan faktor sama yang memengaruhi gravitasi spesifik juga akan memengaruhi
osmolalitas. Osmolalitas urin bisa menjadi indicator fungsi ginjal, tetapi tidak bisa diukur dari
stik celup dan harus diukur menggunakan teknik laboratorium standar.

pH
pH urin diukur dengan pH meter yang terdiri dari dua indicator berwarna, methyl red dan
bromothymol blue, yang bisa digunakan untuk mengetahui rentang pH dari 5 hingga 9. pH urin
bisa jadi bervariasi dari 4,5 hingga 8; rata-rata pH bervariasi antara 5,5 dan 6,5. pH urin antara
4,5 dan 5,5 dianggap asam, sedangkan pH antara 6,5 dan 8 dianggap basa.
Secara umum, pH urin merefleksikan pH dalam serum. Pada pasien dengan asidosis
metabolic atau respiratori, urin biasanya asam; sebaliknya, pada pasien dengan metabolic atau
respiratori alkalosis, urin biasanya basa. Renal tubular acidosis (RTA) merupakan pengecualian
pola ini. pada pasien dengan RTA tipe I dan II, serum cenderung asam, tetapi urin cenderung
basa Karena tubuh terus kehilangan bikarbonat dalam urin. Pada asidosis metabolic parah pada
RTA tipe II, urin mungkin akan menjadi asam, tetapi pada RTA tipe I, urin selalu basa, bahkan
meskipun pasien menderita asidosis metabolic parah (Morris dan Ives, 1991). Pemeriksaan pH
urin digunakan untuk menunjukkan diagnosis RTA; ketidakmampuan untuk mengasamkan urin
ke pH di bawah 5,5 setelah pemberian asam merupakan mekanisme diagnosis RTA.
Pemeriksaan pH urin juga berguna untuk diagnosis dan terapi ISK dan penyakit kalkulus
urin. Pada pasien dengan ISK, urin basa dengan pH di atas 7,5 mengindikasikan terjadi
infeksi karena pemecahan urea oleh organisme tertentu, pada umumnya adalah Proteus.
Bakteri penghasil urease mengubah ammonia menjadi ion ammonium, yang kemudian
meningkatkan pH urin dan menyebabkan presipitasi kristal kalsium magnesium ammonium
fosfat. Sejumlah besar kristalisasi bisa menyebabkan staghorn calculi.
pH urin biasanya ditemukan asam pada pasien penderita asam urat dan cystine
lithiasis. Alkalinisasi urin merupakan intervensi penting melalui terapi kedua kondisi ini,
dan monitoring terus-menerus pada pH urin perlu dilakukan untuk mengetahui kecukupan terapi.

Pemeriksaan Senyawa Kimia Urin


Stik Celup Urin
Stik celup urin menghasilkan metode yang cepat dan tidak mahal untuk mendeteksi
substansi abnormal dalam urin. Stik celup merupakan strip pendek, dari plastic dengan bantalan
kecil yang bisa memberikan hasil berbeda tergantung pada reagen kimianya dan bereaksi dengan
substansi abnormal dalam urin untuk menghasilkan perubahan kolorimetrik. Substansi
abnormal pada umumnya bisa dites dengan stik celup meliputi (1) darah, (2) protein, (3)
glukosa, (4) keton, (5) urobilinogen dan bilirubin, dan (6) sel darah putih.
Substansi dalam Tabel 3-3 yang memproduksi warna urin abnormal mungkin akan
mengganggu pembentukan warna sebenarnya pada stik celup. Berdasarkan pengalaman kami,
kejadian ini paling banyak terjadi pada pasien pengguna fenazopiridine (Pyridium) untuk ISK.
Phenazopyridine mengubah urin menjadi berwarna jingga terang dan membuat evaluasi stik
celup menjadi tidak bisa digunakan.
Teknik yang sesuai harus digunakan untuk mendapatkan hasil akurat. Reagen pada stik
harus dicelupkan keseluruhannya pada spesimen segar yang belum disimpan dan harus segera
diangkap untuk mencegah pelarutan reagen ke dalam urin. Saat stik celup diangkat dari wadar
spesimen urin, sudut stik celup diangkat mengikuti dinding wadah untuk mengeliminasi
kelebihan urin. Stik celup harus digenggam dalam sudut horizontal hingga waktu pembacaan
hasil dan dibandingkan dalam bagan warna. Urin berlebih pada stik celup atau memegang
stik dalam posisi vertical akan membuat terjadinya pencampuran senyawa kimia dengan
reagen lain di sampingnya, yang kemudian menyebabkan kegagalan diagnosis. Hasil
negative palsu untuk glukosa dan bilirubin mungkin bisa ditemukan akibat peningkatan
konsentrasi asam askorbat pada urin yang tidak mengganggu tes stik celup untuk hematuria.
Tingginya jumlah buffer basa mungkin bisa menyebabkan hasil palsu untuk pengukuran gravitasi
spesifik dan mungkin akan menyebabkan munculnya hasil negative palsu untuk protein urin.
Penyebab lain hasil palsu dengan tes stik celup adalah strip yang sudah lama dan paparan strip
terhadap senyawa kimia lain, menyebabkan kerusakan pada reagen. Pada umumnya, saat stik
sudah rusak, kemungkinan akan terjadi perubahan warna pada bantalan sebelum dicelupkan ke
dalam urin. Jika ditemukan terjadi perubahan warna, maka hasil dari stik celup akan menjadi
tidak akurat.

Hematuria
Urin normal harus mengandung lebih sedikit dari tiga sel darah merah per HPF. Hasil
positif untuk deteksi darah pada urin di dasarkan pada aktivitas peroksidase pada hemoglobin.
Saat mengalami kontak dengan substat peroksidase organic, hemoglobin akan mengkatalisis
reaksi dan menyebabkan oksidasi pada indicator kromogen, yang mengubah warna tergantung
pada tingkat dan jumlah oksidasi. Tingkat perubahan warna sangat berhubungan dengan jumlah
hemoglobin dalam spesimen urin. Stik celup seringkali menunjukkan titik berwarna dan
perubahan warna. Jika hal ini terjadi, berarti hemoglobin dan myoglobin bebas dalam urin
diabsorbsi ke dalam bantalan reagen dan mengkatalisis reaksi dalam kertas tes, dengan demikian
menghasilkan efek perubahan warna. Eritrosit yang tidak terpengaruh dalam urin akan
mengalami hemolysis saat bersentuhan dengan bantalan reagen, dan hemoglobin bebas
terlokalisasi pada bantalan menghasilkan perubahan warna pada titik. Tentu saja, semakin
banyak eritrosit yang tidak terpengaruh pada spesimen urin, semakin banyak juga jumlah titik-
titik yang mungkin muncul pada kertas tes, dan titik-titik lainnya akan muncul saat ada lebih dari
250 eritrosit/mL.
Hematuria bisa dibedakan dari hemoglobinuria dan myoglobinuria melalui
pemeriksaan mikroskopik dari urin tersentrifugasi; keberadaan sejumlah besar eritrosit
bisa digunakan untuk diagnosis hematuria. Jika tidak ada eritrosit, maka pemeriksaan
serum bisa digunakan untuk membedakan hemoglobunuria dan myoglobinuria. Sampel
darah akan dikumpulkan dan disentrifugasi. Pada hemoglobinuria, supernatan yang dihasilkan
akan berwarna merah muda. Hal ini Karena hemoglobin bebas dalam serum berikatan dengan
haptoglobin, yang tidak larut dalam air dan memiliki berat molecular tinggi. Kompleks ini masih
akan tetap bisa ditemukan dalam serum, menghasilkan warna merah muda. Hemoglobin bebas
akan tampak dalam urin hanya jika semua situs ikatan haptoglobin sudah tersaturasi. Pada
myoglobinuria, myoglobin dilepaskan dari otot memiliki berat molecular rendah dan larut dalam
air. Senyawa ini tidak berikatan dengan haptoglobin dan dengan demikian mengadakan ekskresi
langsung ke dalam urin. Dengan demikian pada myoglobinuria, serum pasien tetap berwarna
jernih.
Sensitivitas stik celup urin untuk identifikasi hematuria, dianggap lebih tinggi
daripada tiga eritrosit/HPF dari sedimen tersentrifugasi yang diperiksa dengan mikroskop, dan
angka yang ditemukan akan di atas 90%. Sebaliknya, spesifisitas stik celup untuk hematuria
dibandingkan dengan mikroskop tampak sedikit lebih rendah, atau dengan kata lain memiliki
kemungkinan positif palsu lebih tinggi saat dilakukan pemeriksaan menggunakan stik celup
(Shaw et al, 1985).
Hasil positif palsu seringkali terjadi Karena kontaminasi spesimen urin dengan
darah menstruasi. Urin pada pasien dehidrasi dengan gravitasi spesifik bisa menghasilkan hasil
positif palsu tergantung pada peningkatan konsentrasi eritrosit dan hemoglobin. Individu normal
mengekskresikan sekitar 1000 eritrosit/mL urin, dengan batas atas normal bervariasi dari 5000
menjadi 8000 eritrosit/mL (Kincaid-Smith, 1982). Dengan demikian memeriksa urin dengan
gravitasi spesifik tinggi seperti spesimen urinasi pertama di pagi hari meningkatkan
kemungkinan hasil positif palsu. Selain dehidrasi, penyebab lain hasil positif palsu adalah
berolahraga, yang bisa meningkatkan jumlah eritrosit dalam urin.
Efikasi pemeriksaan hematuria menggunakan stik celup untuk identifikasi pasien
dengan penyakit urologi signifikan cukup kontroversial. Penelitian pada anak-anak dan
dewasa mudah menunjukkan angka penyakit signifikan yang lebih rendah (Woolhandler et al.,
1989). Pada orang dewasa dengan usia lanjut, sebuah penelitian dari Mayo Clinic di pada 2000
pasien dengan hematuria asimptomatik menunjukkan bahwa hanya 0,5% pasien yang memiliki
keganasan urologi dan hanya 1,8% yang kemudian menderita penyakit urologi serius dalam
periode waktu 3 tahun setelah identifikasi hematuria (Mohr et al., 1986). Sebaliknya, penyelidik
di Universitas Wisconsin menemukan bahwa 26% orang dewasa pernah setidaknya pernah
mengalami hasil pemeriksaan dengan stik celup positif untuk hematuria yang berhubungan
dengan patologi urologi signifikan tertentu (Messing et al., 1987). Tentu saja, usia populasi,
kelengkapan pemeriksaan urologi, dan definisi penyakit signifikan semuanya memengaruhi
kecepatan munculnya penyakit pada sekelompok pasien dengan hematuria asimptomatik yang
bisa diidentifikasi melalui pemeriksaan stik celup. Penting untuk mengingat bahwa, sebelum
melakukan penelitian yang lebih sulit, hasil stik celup harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
mikroskopik pada sedimen urin tersentrifugasi.
Diagnosis dan evaluasi berbeda untuk hematuria. Hematuria mungkin akan menunjukkan
penyakit nefrologi atau urologi tertentu. Hematuria akibat gangguan nefrologi seringkali
banyak dihubungkan dengan gangguan pada urin dan hampir selalu berhubungan dengan
proteinuria signifikan. Bahkan hematuria signifikan akibat gangguan urologi tidak akan
meningkatkan konsentrasi protein urin menjadi 100 hingga 300 mg/dL atau 2_ hingga 3+
rentang pada hasil stik celup, dan proteinuria akibat gangguan ini hampir selalu
mengindikasikan penyakit ginjal glomerular atau tubuloinsterstitial.
Evaluasi morfologi eritrosit pada sedimen urin tersentrifugasi juga membantu
melokalisasi situs penyebab munculnya gangguan. Eritrosit dari penyakit glomerular
cenderung memiliki bentuk dismorfik dan menunjukkan adanya sejumlah besar gangguan
morfologi. Sebaliknya, eritrosit yang muncul akibat penyakit ginjal tubulointerstitial dan
dari sumber urologi memiliki bentuk bulat yang seragam; eritrosit ini mungkin akan atau
tidak berikatan dengan hemoglobinnya (ghost cells), tetapi bentuk sel individualnya tetap
bulat. Pada individu tanpa patologi signifikan dengan jumlah hematuria minimal, eritrosit akan
memiliki bentuk dismorfik tetapi jumlah sel yang bisa ditemukan jauh lebih sedikit dibandingkan
sel yang bisa ditemukan pada pasien dengan penyakit nefrologi. Morfologi eritrosit mudah
diketahui menggunakan fase kontras mikroskop, tetapi teknik ini hanya bisa dilakukan
menggunakan mikroskop sinar konvensional (Schramek et al, 1989).
Glomerular Hematuria. Glomerular hematuria ditunjukkan dengan keberadaan eritrosit
dismorfik, pelapis sel darah merah, dan proteinuria. Pada pasien penderita glomerulonephritis,
diagnosis bisa dibangun dengan biopsy ginjal, meskipun sekitar 20% pasien hanya menunjukkan
terjadinya hematuria saja tanpa pelapis sel darah merah atau proteinuria (Fassett et al., 1982).
Gangguan glomerular yang dihubungkan dengan hematuria didaftarkan dalam Tabel 3-4.
Evaluasi lebih lanjut pada pasien dengan hematuria glomerular perlu dimulai dengan sejarah
mendalam. Hematuria pada anak-anak dan orang dewasa muda, pada umumnya pria, banyak
berhubungan dengan demam ringan dan ruam erythematosus yang mengarahkan ke diagnosis
nefropati (Berger disease) immunoglobulin A (IgA). Riwayat keluarga mengenai penyakit ginjal
dan tuli bisa dihubungkan dengan nefritis turunan atau sindrom Alport. Hemoptysis dan
perdarahan abnormal banyak berhubungan dengan anemia mikrosistik yang ditandai dengan
sindrom Goodpasture, dan keberadaan ruam dan arthritis yang bisa menjadi tanda systemic lupus
erythematosus. Terakhir, poststreptococcal glomerulonephritis harus diperhatikan pada anak-
anak dengan riwayat saluran pernapasan atas terinfeksi streptococcus atau infeksi kulit.
Evaluasi laboratorium selanjutnya harus meliputi pengukuran kreatinin serum, klirens
kreatinin, dan saat terjadi proteinuria pada urin terdapatnilai 2+ atau lebih, pada pemeriksaan
protein urin selama 24 jam. Meskipun tes ini bisa digunakan untuk kuantifikasi disfungsi ginjal,
namun tes selanjutnya perlu dilakukan untuk menemukan diagnosis spesifik dan terutama untuk
mengetahui apakah penyakit ini disebabkan etiologi imun atau nonimun. Baru-baru ini, biopsy
ginjal merupakan hal yang penting dilakukan untuk menunjukkan diagnosis dengan
presisi baik, dan biopsy cukup penting jika hasilnya akan memengaruhi terapi pasien.
Biopsy ginjal sangat berguna saat diperiksa oleh ahli patologis berpengalaman menggunakan
sinar, dengan imunofluorosensi, dan mikroskop electron.
Algoritme untuk evaluasi hematuria glomerular ditunjukkan dalam Gambar 3-6.
Nefropati IgA (Berger Disease). Nefropati IgA, atau Berger disease, merupakan penyebab
paling umum dari glomerular hematuria, terjadi pada sekitar 30% kasus (Fassett etl, 1982).
Pasien pada umumnya memiliki gejala hematuria setelah infeksi saluran napas atas atau setelah
berolahraga. Hematuria mungkin akan dihubungkan dengan demam ringan atau ruam, tetapi
hampir semua pasien tidak menunjukkan gejala sistemik. Hematuria gross muncul secara
berselang, tetapi hematuria mikroskopik merupakan hasil yang bisa ditemukan secara konstan
pada beberapa pasien. Penyakit ini merupakan penyakit kronik, tetapi prognosisnya pada hampir
semua pasien cukup baik. Fungsi ginjal tetap normal pada hampir semua orang, tetapi hanya
sekitar 25% yang kemudian mengalami insufisiensi ginjal. Saat onset penyakit muncul di usia
lebih tua, fungsi abnormal pada ginjal, proteinuria konsisten, dan hipertensi merupakan indicator
prognosis yang buruk (DAmico, 1988).
Hasil penemuan patologi pada penyakit Berger terbatas pada segmen glomerulus
fokal atau lobular dari glomerulus. Perubahannya cukup proliferative dan biasanya dibatasi
oleh sel mesangial (Berger dan Hinglais, 1968). Biopsy ginjal menunjukkan terdapat deposit
IgA, IgG, dan 1c-globulin, meskipun deposit IgA dan IgG mesangial bisa ditemukan dalam
bentuk glomerulonephritis lain. Peran IgA pada penyakit masih belum diketahui, meskipun
deposit tersebut bisa memicu reaksi inflamasi dalam glomerulus (van den Wall Bake et al, 1989).
Karena hematuria gross seringkali diikuti dengan infeksi saluran pernapasan atas, etiologi virus
perlu dicurigai tetapi tidak perlu diperiksa. Hubungan antara hematuria dan olahraga pada
kondisi ini masih belum bisa dijelaskan hingga sekarang.
Gejala klinis glomerulonephritis IgA cukup membahayakan dan mirip dengan
penyakit sistemik tertentu seperti Schonlein-Henoch purpura, systemic lupus
erythematosus, bacterial endocarditis, dan Goodpasture syndrome. Dengan demikian,
evaluasi klinis dan laboratorium diindikasikan untuk menunjukkan diagnosis sebenenarnya.
Pelapis sel darah merah bisa ditunjukkan dari daerah glomerular pada kondisi hematuria. Saat
tidak ada pelapis sel darah merah, evaluasi urologi diindikasikan untuk mengeksklusikan saliran
urinary sebagai sumber pendarahan dan untuk konfirmasi bahwa hematuria bisa terjadi dari
kedua ginjal. Diagnosis nefropati IgA dikonfirmasikan oleh biopsy ginjal yang
mendemonstrasikan deposit klasik immunoglobulin pada sel menangial, sebagaimana yang
sudah dijelaskan sebelumnya. Saat diagnosis berhasil dibuat, evaluasi berulang untuk hematuria
pada umumnya tidak disarankan. Meskipun tidak ada terapi efektif untuk kondisi ini, fungsi
ginjal masih tetap stabil pada hampir semua pasien dan tidak ada komplikasi jangka panjang
yang diketahui.
Nonglomerular Hematuria
Medis. Kecuali untuk tumor ginjal, hematuria nonglomerular dari sumber ginjal
merupakan efek sekunder dari gangguan tubulointerstitial, renovaskular, atau gangguan sistemik.
Urinalisis pada hematuria nonglomerular perlu dibedakan dari hematuria glomerular dengan
memeriksa keberadaan eritrosit sirkular dan tidak adanya lapisan eritrosit. Seperti hematuria
glomerular, hematuria nonglomerular dari sumber ginjal pada umumnya berhubungan dengan
proteinuria signifikan, yang bisa digunakan untuk membedakan penyakit nefrologi Dario
penyakit urologi dimana tingkat keparahan proteinuria biasanya ditemukan minimal, bahkan saat
terjadi perdarahan berat.
Dengan hematuria glomerular, pemeriksaan riwayat secara hati-hati akan membantu
menunjukkan diagnosis penyakit. Riwayat keluarga akan hematuria atau kecenderungan
perdarahan akan mengarahkan ke diagnosis dyscrasia darah, yang perlu diperiksa lebih lanjut.
Riwayat keluarga pada urolithiasis berhubungan dengan hematuria berselang yang
mengindikasikan penyakit batu, yang perlu diperiksa dengan mengukur kadar kalsium dan asam
urat dalam serum dan urin. Riwayat keluarga mengenai penyakit sistik ginjal bisa digunakan
untuk merekomendasikan evaluasi radiologi lebih lanjut untuk spons medulla ginjal dan penyakit
ginjal polisistik pada orang dewasa. Nekrosis papiler sebagai penyebab hematuria harus
dipertimbangkan pada pasien diabetes, Afrikan Amerika (efek sekunder dari penyakit
atau sifat sel sickle), dan dicurigai merupakan penyalahguna obat analgesik.
Obat bisa menginduksi hematuria, terutama antikoagulan. Antikoagulan dengan kadar
terapeutik normal, meskipun demikian tidak memengaruhi pasien menjadi menderita
hematuria. Dalam sebuah penelitian, prevalensi hematuria adalah 3,2% pada pasien
antikoagulan dibandingkan 4,8% pada kelompok kontrol. Gangguan urologi diidentifikasikan
pada 81% pasien dengan lebih dari satu serangan hematuria mikroskopik, dan penyebab
hematuria tidak bervariasi antar kelompok (Culclasure et al, 1994). Dengan demikian terapi
antikoagulan per satuannya tidak tampak bisa meningkatkan risiko hematuria kecuali pasien
menerima intervensi antikoagulan yang berlebihan.
Hematuria terinduksi olahraga sudah diteliti dengan peningkatan frekuensi. Pada
umumnya terjadi pada orang yang berlari dalam jarak panjang (>10 km), biasanya diketahui bisa
terjadi setelah lari, dan kemudian hilang setelah beristirahat. Hematuria mungkin terjadi di
bagian ginjal atau kandung kemih. Peningkatan jumlah eritrosit dysmorphic sudah bisa
ditemukan pada beberapa pasien, menunjukkan gangguan glomerular. Hematuria terinduksi
olahraga mungkin menjadi tanda awal penyakit glomerular seperti nefropati IgA. Sebaliknya,
cystoscopy pada pasien dengan hematuria terinduksi olahraga seringkali ditunjukkan memiliki
lesi perdarahan di bagian punctate pada kandung kemih, maka kondisi ini akan menunjukkan
bahwa hematuria terjadi akibat gangguan di kandung kemih.
Penyakit vaskular juga bisa menyebabkan hematuria nonglomerular. Embolisme
dan thrombosis arteri ginjal, arteriovenous fistula, dan thrombosis vena ginjal mungkin
merupakan akibat dari hematuria. Pemeriksaan fisik mungkin akan menunjukkan kondisi
hipertensi parah, denyutan pada panggul atau abdominal, atau atrial fibrilasi. Pada pasien
tersebut, evaluasi selanjutnya untuk penyakit ginjal vaskular perlu dilakukan.
Algoritma evaluasi hematuria nonglomerular ditunjukkan dalam Gambar 3-7.
Operasi bedah. Hematuria nonglomerular atau hematuria esensial meliputi urologi primer
daripada penyakit nefrologi. Penyebab umum hematuria esensial meliputi tumor urologis, batu,
dan ISK.
Urinalisis pada hematuria medis nonglomerular dan operasi bedah memiliki sifat yang
mirip dan keduanya ditandai oleh eritrosit sirkular dan tidak adanya pelapis eritrosit. Meskipun
demikian, hematuria esensial berpotensi digunakan sebagai diagnosis akhir jika tikda adanya
proteinuria signifikan yang biasanya bisa ditemukan pada hematuria nonglomerular akibat
gangguan parenkim ginjal. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa proteinuria tidak selalu bisa
ditemukan pada penyakit ginjal glomerular atau nonglomerular.
American Urological Association (AUA) Best Practice Policy Panel pada Hematuria
Mikroskopik sudah digunakan untuk formulasi rekomendasi praktek untuk deteksi dan evaluasi
hematuria mikroskopik asimptomatik (Grossfeld et al, 2001a,, 2001b). mereka menyimpulkan
bahwa, disebabkan rendahnya spesifisitas pemeriksaan stik celup urin, begitu juga dengan risiko
dan mahalnya evaluasi, pasien dengan tes stik celup positif hanya perlu melakukan evaluasi
untuk hematuria jika hal ini dikonfirmasikan dengan penemuan tiga atau lebih RBC/HPF pada
evaluasi mikroskopik. Andalan evaluasi, menurut peneliti, merupakan sitology saat urinasi,
cystocopy, dan pemeriksaan pengambilan gambar di saluran urinasi menggunakan
ultrasonography, CT, dan/atau intravena urografi (IVU). Penggunaan tes pada seorang pasien
perlu dilakukan berdasarkan hampir semua kasus relative dari patologi saluran urin yang
signifikan.
Algoritma untuk evaluasi hematuria esensial ditunjukkan dalam Gambar 3-8.

Proteinuria
Meskipun orang dewasa sehat mengekskresi 80 hingga 150 mg protein dalam urin harian,
namun deteksi kualitatif proteinuria saat urinalisis bisa meningkatkan kecurigaan akan penyakit
ginjal. Proteinuria mungkin merupakan indikasi pertama renovaskular, glomerular, atau
penyakit ginjal tubulointerstitial, atau mungkin bisa ditemukan pada aliran protein
abnormal ke dalam urin pada kondisi penyakit seperti multiple myeloma. Proteinuria bisa
muncul sebagai efek sekunder untuk gangguan nonrenal dan dalam responnya terhadap kondisi
fisiologi seperti olahraga stenuous.
Konsentrasi protein pada urin tentu saja tergantung pada status hidrasi, tetapi seringkali
melebihi 20 mg/dL. Normalnya, protein urin bisa ditemukan pada sekitar 30% albumin,
30% globulin serum, dan 40% jaringan protein, dimana komponen mayornya adalah
protein Tamm-Horsfall. Profil ini bisa diganggu oleh kondisi yang memengaruhi filtrasi
glomerular, reabsorpsi tubular, atau ekskresi protein urin, dan pemeriksaan profil protein urin
melalui beberapa teknik elektroforesis protein yang akan membantu menunjukkan etiologi
proteinuria.
Patofisiologi. Hampir semua penyebab proteinuria bisa dikategorikan menjadi satu
dari tiga kategori: glomerular, tubular, atau overflow. Proteinuria glomerular merupakan
jenis paling umum dari proteinuria dan bisa dihasilkan dari peningkatan permeabilitas
kapiler glomerular terhadap protein, khususnya albumin. Proteinuria glomerular bisa
muncul pada semua penyakit glomerular primer seperti nefropati IgA atau pada kondisi
glomerulopati yang berhubungan dengan penyakit sistemik seperti diabetes melitus. Penyakit
glomerular perlu dicurigai saat ekskresi protein urin selama 24 jam melebihi 1 gram dan paling
banyak ditemukan saat ekskresi protein total melebihi 3 gram.
Proteinuria tubular merupakan hasil dari kegagalan reabsorbsi normal protein
dengan berat molekular rendah seperti immunoglobulin. Pada proteinuria tubular,
kehilangan protein urin 24 jam seringkali melebihi 2 hingga 3 gram dan protein yang
diekskresi adalah protein dengan berat molekular lebih rendah daripada albumin.
Gangguan yang memicu proteinuria tubular pada umumnya berhubungan dengan defek lain
fungsi tubular proksimal seperti glucosuria, aminoaciduria, fosfaturia, dan uricosuria (Fanconi
syndrome).
Aliran proteinuria terjadi dengan tidak adanya penyakit ginjal sebelumnya dan
disebabkan pada peningkatan konsentrasi plasma pada immunoglobulin abnormal dan
protein dengan berat molekular rendah lainnya. Peningkatan kadar serum dari protein
abnormal menghasilkan berlebihnya filtrasi glomerular yang melebihi kapasitas reabosorpsi
tubular. Penyakit paling umum akibat berlebihnya konsentrasi proteinuria adalah multiple
myeoloma, dimana sejumlah besar immunoglobulin berantai tipis diproduksi dan bisa ditemukan
dalam urin (Bence Jones protein).
Deteksi. Deteksi kualitatif pada proteinuria abnormal mudah dicapai dengan stik celup
yang penuh dengan pewarna tetrabromophenol blue. Warna pewarnaan berubah sesuai dengan
perubahan pH yang berhubungan dengan kandungan protein dalam urin, terutama albumin,
menyebabkan munculnya warna biru. Karena latar belakang stik celup adalah kuning, maka pola
berwarna hijau akan muncul, dan warna hijau yang lebih gelap, dengan konsentrasi protein lebih
besar dalam urin. Konsentrasi protein minimal yang bisa dideteksi dengan metode ini adalah 20
hingga 30 mg/dL. Hasil negatif palsu bisa terjadi pada urin basa, urin cair, atau saat protein
primer yang ditemukan adalah albumin. Tingkat keparahan nefrotik dengan proteinuria 1
gram/24 jam, meskipun demikian, kondisi ini seringkali terlewatkan saat pemeriksaan kualitatif.
Presipitasi protein urin dengan asam kuat seperti asam sulfosalisilat 3% bisa mendeteksi
proteinuria pada konsentrasi rendah sebesar 15 mg/dL dan lebih sensitive untuk deteksi protein
lain dan albumin. Pasien dengan hasil negatif pada stik celup tetapi sangat positif pada
pemeriksaan asam sulfosalisilat harus dicurigai menderita multiple myeloma, dan urin harus
dites lebih lanjut untuk memeriksa keberadaan protein Bence Jones.
Jika tes kualitatif menunjukkan terjadinya proteinuria, maka hasil ini harus dikuantifikasi
dengan pengumpulan urian 24 jam. Pemeriksaan kualitatif lebih lanjut dari protein urin abnormal
bisa dilakukan dengan elektroforesis protein atau immunoassay untuk protein spesifik.
Elektroforesis protein cukup berguna untuk membedakan proteinuria glomerular dari
tubular. Pada proteinuria glomerular, albumin bisa ditemukan pada sekitar 70% protein
total yang diekskresi, dimana pada proteinuria tubular, protein mayor yang diekskresikan
adalah immunoglobulin dengan albumin hanya bisa ditemukan dalam konsentrasi 10%
hingga 20%. Immunoassay merupakan salah satu pilihan metode untuk mendeteksi
protein spesifik seperti Bence Jones protein pada multiple myeloma.
Evaluasi. Proteinuria pertama-tama bisa diklasifikasikan berdasarkan waktunya
menjadi kondisi transient, intermiten, atau persisten. Proteinuria transien banyak
ditemukan, khususnya pada kelompok usia pediatric, dan biasanya akan sembuh sendiri
dalam waktu beberapa hari (Wagner et al, 1968). Kemungkinan disebabkan dari demam,
olahraga, atau stress emosional. Pada pasien lansia, proteinuria transien mungkin disebabkan
gangguan jantung kongesti. Jika penyebab nonrenal berhasil diidentifikasi dan pemeriksaan
urinalisis ditemukan negatif, tidak ada evaluasi lebih lanjut yang perlu dilakukan. Tentu saja, jika
proteinuria bisa ditemukan, maka evaluasi harus dilakukan lebih lanjut.
Proteinuria juga mungkin muncul sementara (intermiten), dan biasanya
berhubungan dengan perubahan postural (Robinson, 1985). Proteinuria yang muncul hanya
pada posisi tegak merupakan penyebab umum dari proteinuria ringan, intermiten pada pria muda.

Anda mungkin juga menyukai