Anda di halaman 1dari 3

Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena

dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan


farmakodinamik.

Pemakaian obat yang banyak (polifarmasi), lebih sering terjadi efek samping, interaksi, toksisitas
obat, dan penyakit iatrogenik, lebih sering terjadi peresepan obat yang tidak sesuai dengan
diagnosis penyakit dan berlebihan, serta ketidakpatuhan menggunakan obat sesuai dengan aturan
pemakaiannya (inadherence).

Dari data yang diperoleh, peresepan obat pada lansia berkisar sepertiga dari semua peresepan dan
separuh dari obat yang dibeli tanpa resep digunakan oleh lansia. Secara keseluruhan, 80 % dari
lansia setiap hari menggunakan paling sedikit satu jenis obat.
Dengan semakin meningkatnya jumlah lansia maka masalah peresepan obat pada lansia akan
menjadi masalah yang sangat perlu diperhatikan atau perlu mendapat perhatian khusus.

Peresepan Obat Yang Rasional Menurut World Health Organization (1985) bahwa yang
termasuk dalam peresepkan obat yang rasional adalah jika penderita yang mendapat obat-obatan
sesuai dengan diagnosis penyakitnya, dosis dan lama pemakaian obat yang sesuai dengan
kebutuhan pasien, serta biaya yang serendah mungkin yang dikeluarkan pasien maupun
masyarakat untuk memperoleh obat.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka di dalam meningkatkan mutu pengobatan terhadap
pasien perlulah diperhatikan hal-hal yang dapat menimbulkan peresepan obat yang tidak rasional
pada lansia. Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada
lansia, yaitu :

1. Meresepkan obat dengan boros (extravagantly drug prescribing) : hal ini terjadi karena
meresepkan obat yang mahal, sedangkan masih ada obat pilihan lain yang lebih murah
dengan manfaat dan keamanan yang sama atau hampir sama. Termasuk juga disini
berupa pemberian obat-obat yang hanya mengurangi gejala-gejala dan tanda-tanda tanpa
memperhatikan penyebab penyakit yang lebih penting.
2. Meresepkan obat secara berlebihan (over drug prescribing) : hal ini terjadi jika dosis,
lama pemberian, jumlah/jenis obat yang diresepkan melebihi dari yang diperlukan,
termasuk juga disini meresepkan obat-obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk
pengobatan penyakitnya.
3. Meresepkan obat yang salah (incorrect drug prescribing) : hal ini terjadi akibat
menggunakan obat untuk hal-hal yang tidak merupakan indikasi, pemakaian obat tanpa
memperhitungkan keadaan lain yang diderita pasien secara bersamaan.
4. Meresepkan obat lebih dari satu jenis (multiple drugs prescribing/polypharmacy): hal ini
dapat terjadi pada pemberian dua jenis atau lebih kombinasi obat, sedangkan sebenarnya
cukup hanya diperlukan satu jenis obat saja, termasuk pula disini berupa pemberian obat
terhadap segala gejala dan tanda-tanda yang timbul, tanpa memberikan obat yang dapat
mengatasi penyebab utamanya.
5. Meresepkan obat yang kurang (under drug prescribing) : hal ini dapat terjadi jika obat
yang seharusnya diperlukan tidak diberikan, dosis obat yang diberikan tidak mencukupi
maupun lama pemberian terlalu singkat dibandingkan dengan yang sebenarnya
diperlukan.

Masalah Dalam Peresepan Obat


Beberapa masalah yang sering timbul dalam peresepan obat pada lansia adalah sebagai berikut :

I. Farmakokinetik, Yang meliputi penyerapan, distribusi, metabolisme dan pengeluaran


obat.

* Penyerapan obat : beberapa hal yang menghambat penyerapan obat pada lansia adalah
berkurangnya permukaan lapisan atas usus, berkurangnya gerakan dan aliran darah saluran
cerna, berkurangnya keasaman lambung, dan penyakit-penyakit tertentu. Sebaliknya, akibat
berkurangnya gerakan saluran cerna menyebabkan lebih lama obat didapati saluran cerna
sehingga absorpsinya lebih banyak. Akibat hal-hal tersebut di atas ma ka penyerapan obat hanya
sedikit terganggu.

* Distribusi obat : dipengaruhi oleh jumlah darah yang dipompakan jantung keseluruh tubuh per
menit (curah jantung), kelarutan obat dalam air atau lemak dan keterikatan obat dengan protein.
Akibat bertambahnya usia, curah jantung berkurang yang menyebabkan berkurangnya obat yang
terikat dengan reseptor yang terdapat di dalam sel.

Demikian juga terjadi perubahan komposisi tubuh (berkurangnya cairan dan bertambahnya
lemak tubuh) serta berkurangnya massa otot.

Mengenai kelarutan obat, ada yang larut dalam air dan ada yang larut dalam lemak. Akibat
kurangnya cairan tubuh maka obat yang larut dalam air mempunyai volume distribusi yang lebih
sedikit, sehingga kadarnya dalam serum meningkat dan takarannya perlu dikurangi.

Sebaliknya, obat yang larut dalam lemak, akibat pertambahan lemak tubuh menyebabkan volume
distribusi meningkat, sehingga memperpanjang lamanya obat dalam tubuh. Kadar protein
(albumin) yang berkurang pada lansia menyebabkan bertambah sedikit obat yang terikat dengan
albumin dan bertambah banyak obat dalam bentuk bebas di dalam serum sehingga efek obat
meningkat.

*Metabolisme : berkurangnya kecepatan metabolisme pada lansia karena berkurangnya aliran


darah ke hati dan fungsi hepatosit serta enzim hati cytochrome P 450.

*Pengeluaran: berkurangnya fungsi ginjal untuk mengeluarkan obat dari tubuh pada lansia
disebabkan berkurangnya fungsi glomerulus dan tubulus. Sebagai akibatnya, obat -obat
mempunyai durasi yang lebih lama dan kadarnya lebih tinggi di dalam tubuh, sehingga mudah
terjadi efek samping dan toksisitas obat.

II. Farmakodinamik
Perubahan ini berupa gangguan kepekaan target organ terhadap obat yang dikonsumsi
pada lansia yang menyebabkan meningkatnya atau berkurangnya efek obat tersebut
dibandingkan dengan pada usia yang lebih muda. Hal ini disebabkan gangguan
pengikatan obat dengan reseptor dan berkurangnya jumlah reseptor.

Anda mungkin juga menyukai