Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN HIPERTENSI

KELOMPOK 3 :

Afrilita Putri Yuza 1611316013

Intan Nia Soleha 1611316014

Warsiatun 1611316015

Vania Aresti Yendrial l1611316016

Laila Maharani 1611316017

M Agung Akbar 1611316018

Dosen Pembimbing : Ns. Bunga Permata Wenny,.M.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya. Shalawat beserta salam tak lupa pula kita hadiahkan kepada Nabi besar
kita yakninya Nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya dari
zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh ilmu pengetahuan yang kita rasakan
pada saat sekarang ini.

Makalah ini penulis buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan
Gerontik mengenai Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Hipertensi.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga menjadi
ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Amin.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan supaya kita selalu berada di bawah lindungan
Allah SWT.

Padang, September 2017

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Konsep Lansia ............................................................................... 4
1. Defenisi ................................................................................. 4
2. Batasan Lansia ....................................................................... 4
3. Proses Menua.......................................................................... 5
4. Perubahan yang terjadi pada Lansia ....................................... 6
B. Konsep Hipertensi
1. Pengertian ............................................................................... 7
2. Klasfikasi .............................................................................. 8
3. Penyebab .......................................................................... ... 8
4. Faktor Risiko .......................................................................... 10
5. WOC hipertensi ..................................................................... 14
6. Manifestasi Klinis ................................................................. 15
7. Komplikasi ............................................................................. 15
8. Penatalaksanaan .................................................................... 16
C. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Hipertensi
1. Pengkajian ............................................................................. 17
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan ................................... 21
3. Intervensi Keperawatan .......................................................... 22

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................. 27
B. Saran ........................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia, menjelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun ke atas (Kemenkes RI, 2016).
Proporsi dan jumlah usia lanjut dalam populasi dunia mengalami
peningkat dari tahun ke tahun. Hampir seluruh negara di dunia mengalami
pertumbuhan populasi usia lanjut, pertumbuhan ini diperkirakan akan semakin
cepat dalam beberapa dekade kedepan. Jumlah tersebut merupakan sebuah
peningkatan sebesar 48% dibandingkan dengan jumlah penduduk berusia
lanjut dunia pada tahun 2000 adalah 607 juta jiwa. Jumlah tersebut mengalami
peningkatan sebesar 48% menjadi 901 juta jiwa pada tahun 2015. Jumlah
penduduk berusia lanjut dunia diproyeksikan akan meningkat hingga 1,4
miliar jiwa pada tahun 2030 dan mencapai 2,1 miliar pada tahun 2050 (United
Nations, 2015).

Jumlah lansia di Indonesia tiap tahunnya mengalami peningkatan.


Menurut Badan Pusat Statistik (2013) proyeksi jumlah lanjut usia (>60 tahun)
di Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 207.930.000 jiwa, dan
pada tahun 2035 diperkiran mencapai 481.987.0000 juta jiwa. Peningkatan
jumlah lansia di Indonesia secara signifikan membuat Indonesia masuk dalam
5 besar negara yang memiliki populasi lansia terbanyak di Dunia (WHO,
2014).

Lansia merupakan proses alami yang dialami oleh semua orang,


dimasa ini seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial
secara bertahap (Kemenkes, 2013). Seseorang yang sudah mengalami lanjut
usia akan mengalami beberapa perubahan ada pada sosial-ekonomi, mental,
maupun fisik-biologik. Dari aspek fisik-biologik terjadi perubahan pada

1
beberapa sistem, seperti sistem respirasi, sistem persayarafan, sistem
muskuloskeletal, sistem genitourinaria, sistem endokrin, sistem integumen dan
sistem kardiovaskuler. Perubahan pada sistem kardiovaskuler berupa
kemampuan memompa darah menurun, elastisitas pembuluh darah menurun
serta menigkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah
meningkat atau biasa disebut hipertensi (Maryam, dkk, 2008)

Hipertensi pada populasi lansia berusia 60 tahun menurut the Eighth


Joint Nationall Committe (JNC VIII) merupakan kondisi dimana tekanan
darah sistolik sama atau lebih tinggi dari 150 mmHg dan tekanan diastolik
lebih tinggi dari 90 mmHg. Penuaan pada lansia akan menyebabkan
perubahan pada arteri dalam tubuh menjadi kurang elastis dan kaku yang
mengakibatkan kapasitas dan rekoil darah yang diakomodasikan melalui
pembuluh darah menjadi berkurang. Pengurangan ini menyebabkan tekanan
sistole menjadi bertambah dan tekanan diastole menurun. Kekakuan arteri
juga dapat disebabkan oleh adanya mediator vasoaktif yang bekerja di
pembuluh darah (Lionakis dkk., 2012).

Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat global dan


diperkirakan pada tahun 2025 lebih dari 1,5 miliar individu di seluruh dunia
akan menderita hipertensi, terhitung 50% risiko penyakit jantung dan 75%
risiko stroke (Kearney et all, 2005). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 bahwa hipertensi merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi
yang tinggi yaitu sebesar 26,5%, terjadi peningkatan prevalensi hipertensi
berdasarkan wawancara dari 7,6 % di tahun 2007 menjadi 9,5 % pertahun
2013, sedangkan di Sumatera Barat prevalensi hipertensi sebesar 22,6 %.
Hipertensi menempati peringkat pertama dari sepuluh besar penyakit
terbanyak yang diderita oleh lansia di Indonesia dengan persentase hipertensi
(57,6%), artritis (51,9%), dan stroke (46,1%) diikuti dengan PPOK (8,6 %)
dan diabetes melitus (4,8%) (Riskesdas, 2013).

Dari latar belakang di atas kelompok tertarik untuk membahas


mengenai asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi.

2
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada lansia dengan hipertensi ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi ?
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep lansia
b. Untuk mengetahui konsep hipertensi
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia hipertensi

3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Lansia
1. Defenisi Lansia
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut
Aging Process atau proses penuaan (Nugroho, 2012).
Secara umum terdapat beberapa perubahan kondisi fisik pada lansia
yang dapat dilihat dari: a. Perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan,
dan kulit. b. Perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf : otak, isi
perut : limpa, hati. c. Perubahan panca indra : penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasa. d. Perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan,
kecepatan dan belajar keterampilan baru (Setiawan, 2009).

2. Batasaan Lansia
Menurut Padila (2013) usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia
berbeda beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat
para ahli tentang batasan usia adalah sebagai berikut :
a. Menurut World Health Organisation (WHO), ada empat tahap lansia
meliputi :
1) Usia pertengahan ( Middle Age ) = kelompok usia 4559 tahun.
2) Lanjut usia ( Elderly ) = antara 6074 tahun.
3) Lanjut usia tua ( Old ) = antara 7590 tahun.
4) Lansia sangat tua ( Very Old ) = diatas 90 tahun.
b. Klasifikasi pada lansia ada 5 (Maryam, 2011), yakni :
1) Pralansia ( Prasenilis ) = seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia = seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi = seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

4
4) Lansia Potensial = lansia yang masih mampu melakukan aktifitas. 5)
Lansia tidak potensial = lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
c. Menurut Birren and Jenner dalam Nugroho (2012) mengusulkan untuk
membedakan antara usia biologis, usia psikologis, dan usia sosial.
a. Usia biologis, yaitu jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada
dalam keadaan hidup tidak mati.
b. Usia psikologis, yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian pada situasi yang dihadapinya.
c. Usia sosial, yaitu peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat
kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
Batasan lansia yang ada di Indonesia adalah 60 tahun ke atas.
Pernyataan tersebut dipertegas dalam Undangundang Nomor 13 Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Nugroho, 2012).

3. Proses Menua
Menjadi tua (menua) adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tahap tahap kehidupan, yaitu neonatus, toddler, pra school,
remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik secara bilogis
maupun psikologis. Memasuki usia tua, lansia banyak mengalami penurunan
fungsi tubuh, misalnya fisik yang di tandai dengan kulit menjadi keriput
karena berkurangnya bantalan lemak, rambut memutih, pendengaran
berkurang, penglihatan memburuk, gigi mulai ompong, aktivitas menjadi
lambat, nafsu makan berkurang, dan kondisi tubuh yang mengalami
kemunduran (Padila, 2013).
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan
terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
stuktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti, hipertensi,

5
aterosklerosis, diabetes militus dan kanker yang akan menyebabkan kita 13
menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti
stroke, infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya
(Dharmojo, 2009)

4. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia


1) Perubahan kondisi fisik
Maryam dkk (2008), menjelaskan perubahan- perubahan kondisi fisik
pada lansia yaitu :
a. Sel;
Ketika seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan
berubah, seperti jumlahnya yang menurun, iukuran lebih besar sehingga
mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan proporsi protein di otak, otot,
ginjal, darah dan hati berkurang.
b. Kardiovaskuler;
Katup jantung akan menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun,
elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
c. Respirasi;
Otot otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru
menurun, kapasitas residu meningkat sehinga menarik napas lebih berat.,
alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun serta
terjadi penyempitan bronkus.
d. Persyarafan;
Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam
merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress.
Berkurangnya atau hilangnya lapisan myelin akson sehingga menyebabkan
berkurangnya respon motorik dan reflek.
e. Musculoskeletal;
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk
(kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor,
tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
f. Genitourinaria;
Ginjal akan mengalami pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal akan
menurun.

6
g. Pendengaran;
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-
tulang pendengaran mengalami kekakuan.
h. Penglihatan;
Respon terhadp sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi
menurun, lapang pandang menurun dan kekeruhan lensa
atau katarak.
i. Kulit;
Kulit keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut memutih,
kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh
seperti tanduk.
j. Endokrin.
Produksi hormone menurun, menurunnya aktivitas tiroid,
menurunnya daya pertukaran gas dan memurunnya produksi aldosteron.

2) Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi memori jangka pendek, frustasi,
kesepian, takut kehilangan, takut menghadapi kematian, perubahan
keinginan, depresi, dan kecemasan (Maryam dkk, 2008)

3) Perubahan social
Perubahan sosial pada lansia meliputi perubahan peran, keluarga, teman, abuse,
masalah hukum, agama dan panti jompo (Maryam dkk,2008).

B. Konsep Hipertensi
1. Defenisi
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, gagal ginjal. Disebut
sebagai pembunuh diam-diam karena orang dengan hipertensi sering ridak
menampakkan gejala (Brunner & Suddart, 2015). Sedangkan hipertensi pada
populasi lansia berusia 60 tahun menurut the Eighth Joint Nationall
Committe (JNC VIII) merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama

7
atau lebih tinggi dari 150 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90
mmHg (James, et al, 2014).

2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut JNC (2014) pengelompokan tekanan darah adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi Darah Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
60 tahun <150 Atau <90
<60 tahun <140 Atau <90
18 tahun (dengan DM dan <140 Atau <90
atau CKD)

Pengelompokan ini menjadi hal penting karena akan memengaruhi


jenis terapi yang perlu diberikan sesuai dengan kelompoknya. Peningkatan
tekanan darah akan sejalan dengan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler, serangan jantung, dan stroke di kemudian hari (James, et
al, 2014).

3. Penyebab Hipertensi
a. Hipertensi Primer
Hipertensi primer adalah hipertensi essensial atau hipertensi yang
90 % tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan
dengan berkembangnya hipertensi essensial di antaranya (Udjianti, 2010) :
a. Genetik, individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi
berisiko lebih tinggi untuk mendapatkan penyakit ini ketimbang
mereka yang tidak.
b. Jenis kelamin dan usia, laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita paska
menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
c. Diet, konsumsi diet tinggi garam atau kandungan lemak, secara
lansung berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.

8
d. Berat badan atau obesitas (25% lebih berat dari berat badan ideal) juga
sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.
e. Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol juga meningkatkan
tekanan darah (bila gaya hidup yang tidak sehat tersebut tetap
diterapkan).

b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya
diketahui. Beberapa gejala atau penyakit yang menyebabkan hipertensi
jenis ini antara lain (Udjianti, 2010)
a. Coarctationaorta, yaitu penyempitan aortacongenita yang (mungkin)
terjadi pada beberapa tingkat aorta torasik atau aorta abdominal.
Penyempitan ini menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah di atas area konstriksi.
b. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan
penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskular
berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar, yang
secara lansung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90 % lesi arteri
renal pada penderita hipertensi disebabkan oleh arterosklerosis atau
fibrous dysplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit
parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan
struktur serta fungsi ginjal.
c. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen). Oral kontrasepsi yang
berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme
renin-aldosteron-mediate volume expansion. Dengan penghentian oral
kontrasepsi, tekanan darah kembali normal setelah beberapa bulan.
d. Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal
dapat menyebabkan hipertensi sekunder.
e. Kegemukan (obesitas) dan gaya hidup yang tidak aktif (malas
berolahraga).

9
f. Stress, yang cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk
sementara waktu. Jika stress telah berlalu maka tekanan darah
biasanya akan kembali normal.
g. Kehamilan.
h. Luka bakar.
i. Peningkatan volume intravascular.
j. Merokok.

4. Faktor Risiko Hipertensi


Faktor-faktor resiko hipertensi yang tidak dapat diubah dan yang
dapat diubah oleh penderita hipertensi menurut Black & Hawks (2014)
adalah sebagai berikut :
a. Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah
1) Riwayat keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada
seseorang dengan riwayat keluarga, beberapa gen berinteraksi
dengan yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat
menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke waktu. Klien
dengan orang tua yang memiliki hipertensi berada pada risiko
hipertensi yang lebih tinggi pada usia muda.
2) Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun.
Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia 50-60 % klien yang
berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg. Diantara orang dewasa, pembacaan tekanandarah
sistolik lebih dari pada tekanan darah diastolic karena merupakan
predictor yang lebih baik untuk kemungkinan kejadian dimasa
depan seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, dan
penyakit ginjal.
3) Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita
sampai kira-kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan wanita

10
hamper sama antara usia 55 sampai 74 tahun, wanita beresiko lebih
besar.
4) Etnis
Peningkata pravelensi hipertensi diantara orang berkulit hitam
tidaklah jelas, akan tetapi penigkatannya dikaitkan dengan kadar
rennin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap
vasopressin, tinginya asupan garam, dan tinggi stress lingkungan.
b. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah
1) Diabetes mellitus
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dua kali lipat pada klien
diabetes mellitus karena diabetes mempercepat aterosklerosis dan
menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah
besar.
2) Stress
Stress meningkat resistensi vaskuler perifer dan curah jantung serta
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Stress adalah permasalah
persepsi, interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan
banyak stressor dan respon stress.
3) Obesitas
Obesitas terutama pada tubuh bagian atas, dengan meningkatnya
jumlah lemak disekitar diafragma, pinggang dan perut,
dihubungkan dengan pengembangan hipertensi. Kombinasi
obesitas dengan faktor-faktor lain dapat ditandai dengan sindrom
metabolis, yang juga meningkatkan resiko hipertensi.
4) Nutrisi
Kelebihan mengosumsi garam bias menjadi pencetus hipertensi
pada individu. Diet tinggi garam menyebabkan pelepasan hormone
natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak langsung
menigkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga menstimulasi
mekanisme vaseoresor didalam system saraf pusat. Penelitan juga
menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsim, kalium, dan
magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan hipertensi.

11
5) Penyalahgunaan obat
Merokok sigaret, mengosumsi banyak alcohol, dan beberpa
penggunaan obat terlarang merupakan faktor-faktor resiko
hipertensi. pada dosis tertentu nikotin dalam rokok sigaret serta
obat seperti kokain dapat menyebabkan naiknya tekanan darah
secara langsung.

5. Patofisiologi Hipertensi pada Lansia


Secara fisiologi tekanan darah diregulasi melalui mekanisme sistem
saraf otonom, perpindahan cairan kapiler, sistem hormon dan proses regulasi
oleh ginjal sehingga seluruh jaringan dalam tubuh mendapatkan suplai darah
yang mencukupi untuk menjalankan fungsinya masing-masing (Lionakis dkk.,
2012). Patofisiologi hipertensi pada lansia dikelompokan menjadi tiga
berdasarkan penyebabnya, yaitu :
a. Kekakuan Arteri
Penuaan akan menyebabkan perubahan pada arteri dalam tubuh
menjadi lebih lebar dan kaku yang mengakibatkan kapasitas dan rekoil darah
yang diakomodasikan melalui pembuluh darah menjadi berkurang.
Pengurangan ini menyebabkan tekanan sistol menjadi bertambah dan tekanan
diastol menurun. Kekakuan arteri juga dapat disebabkan oleh adanya mediator
vasoaktif yang bekerja di pembuluh darah (Lionakis dkk., 2012).
b. Neurohormonal dan disregulasi otonom
Penuaan akan menyebabkan terganggunya mekanisme neurohormonal
seperti sistem renin-angiotensin-aldosteron dan juga menyebabkan
meningkatnya konsentrasi plasma perifer norepinefrin hingga dua kali lipat
yang diduga sebagai mekanisme kompensasi dari menurunnya -adrenergik.
Selain itu menurunnya fungsi sensitivitas barorefleks akibat penuaan
menyebabkan hipotensi ortostatik pada lansia. Sedangkan hipertensi
ortostastik disebabkan adanya perubahan postur tubuh pada lansia (Lionakis
dkk., 2012).
Penuaan Ginjal Glomerulosklerosis dan intestinal fibrosis merupakan
tanda-tanda penuaan pada ginjal. Hal ini mengakibatkan Glomerular Filtration

12
Rate (GFR) menurun, penurunan homeostatis tubuh, serta peningkatan
vasokonstriksi dan ketahanan vaskuler (Lionakis dkk., 2012).

Selain itu pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.Medulla adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasonkonstriktor pembuluh darah.Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler.Semua factor tersebut cendrung pencetus keadaan hipertensi
(Brunner & Suddart, (2005) dalam Wijaya & Putri, (2013).

13
6. WOC

Sumber: Lionakis dkk., 2012; Wijaya & Putri,


2013; NANDA 2016
14
7. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan,
eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat edema
pupil (edema pada diskus optikus ) (Brunner & Suddart, 2015).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai
bertahun tahun.Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya kerusakan vaskuler,
dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh pembuluh
darah bersangkutan.Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling
menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban
kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekana sistemik yang
menigkat.Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja, maka
dapat terjadi gagal jantung kiri (Brunner & Suddart, 2015).

8. Komplikasi
Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan
arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut.
Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ tubuh menurut Wijaya & Putri
(2013), sebagai berikut :
a. Jantung
Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung koroner. Pada
penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor
dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi
mampu memompa sehingga banyaknya cairang yang tetahan diparu maupun jaringan
tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal
jantung.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila tidak diobati resiko
terkena stroke 7 kali lebih besar.

15
c. Ginjal
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat menyebabkan kerusakan
system penyaringan didalam ginjal akibat lambat laun ginjal tidak mampu membuang
zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
penumpukan di dalam tubuh.
d. Mata
Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan
kebutaan.

9. Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah
dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi,
komplikasi, biaya perawatan dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Brunner &
Suddart, 2015).
Beberapa penelitan menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis termasuk
penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau, latihan dan relaksasi
merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap antihipertensi. Apanila
penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi (pria perokok) atau bila tekanan
darah diastoliknya menetap, diatas 85 mmHg atau 95 mmHg dan sistoliknya diatas 130
sampai 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan. (Brunner & Suddart, 2015 ).

16
C. Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Hipertensi
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
Nama klien ,jenis kelamin,umur,agama ,status marital,pendidikan terakhir,pekerjaan
alamat
b. Status Kesehatan Saat ini
Mengeluh pusing, sakit kepala berdenyut-denyut. Pusing semakin dirasakan jika berjalan
dan berkurang jika istirahat. Kaku di leher, kurang paham mengenai penyakit hipertensi.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Beberapa tahun yang lalu pernah mengalami sakit jantung dan berobat ke rumah sakit.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengatakan di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit gula dan mengatakan
keluarga menderita penyakit tekanan darah tinggi.
e. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
Biasanya tekanan darah > 150/90 mmhg
o Pengkajian menurut Doengus
a. aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler
Tanda : kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu
dingin
c. Integritas Ego
Gejala :riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor stress
multiple
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan
yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola
bicara

17
d. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
e. makanan/cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
f. neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,
gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal
optic
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat,
nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis
Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural

f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : biasanya lemah, sedang atau baik.
2) Kepala, wajah, mata, leher
- Kepala tampak bulat, tidak ada lesi dan benjolan, rambut tampak beruban
- Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor
- Tidak teraba ada pembesaran kelenjar getah bening
- Hidung tampak simetris, tidak tampak ada cairan berlebih
-

18
3) Sistem pernapasan
Bentuk thorax normal, tidak tampak ada retraksi intercostal, vocal premitus merata di
semua lapang paru, perkusi terdengar sonor, auskultasi terdengar vesikul
4) Sistem kardiovaskuler
Auskultasi terdengar murmur atau tidak,
5) Sistem Urinaria
2-3 atau lebih kali sehari, tidak atau sakit saat BAK dan lancar.
6) Sistem muskulosceletal
Kedua kaki sejajar dan sama besar dan panjang. Tidak tampak adanya kifosis dan
scoliosis. Kemampuan mengubah posisi baik, kekuatan otot tangan pada saat meremas
agak lemah.
7) Sistem syaraf pusat
o Nervus I (Olfactorius) : membedakan bau dari minyak kayu putih dan minyak
wangi/parfum.
o Nervus II (Opticus) : dapat melihat jauh tulisan, orang dan benda-benda yang kecil
atau tidak, menggunakan bantuan kacamata atau tidak
o Nervus III, IV, V (Oculomotoris, Trochlearis, Abdusen)
o Nervus V (Trigeminus) : Sensasi sensorik kulit wajah klien baik, dapat merasakan
goresan kapas pada pipi kanan.
o Nervus VII (Facialis) : menggerakan alis dan mengerutkan dahi
o Nervus VIII (Vestibulococlear) : Fungsi keseimbangan baik atau tidak
o Nervus IX, X (Glasopharingeus, Vagus) : Reflek menelan baik atau tidak
o Nervus XI (Accesorius) : menggerakkan kedua bahunya dan menggerakkan
kepalanya
o Nervus XII : berbicara dengan jelas dan lidah berfungsi baik
b. Sistem endokrin adanya penyakit gula dan gondok atau tidak
Sistem reproduksi mengalami masalah atau tidak
c. Sistem integument
Kulit tampak keriput, warna kulit sawo matang,putih atau pucat ada lesi atau tidak,
elastisitas kulit berkuang.

19
g. Pengkajian Psikososial & Spiritual
1) Psikososial dapat bersosialisasi dengan penghuni panti lainnya, karena dengan
bersosialisasi dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain. Status emosi
stabil dan kooperatif saat diajak bicara.
2) Spiritual menjalankan ibadah sholat lima waktu, memasrahkan semuanya pada
Allah SWT
h. Pengkajian Fungsional Klien
a. Katz index
No. Kegiatan Mandiri Bantuan Bantuan
Sebagian Penuh
1. Mandi
2. Berpakaian
3. Ke Kamar Kecil
4. Berpindah Tempat
5. BAK/BAB
6. Makan/Minum

b. Barthel index
No. Kegiatan Dengan Mandiri
Bantuan
1. Makan/Minum
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat
tidur/sebaliknya
3. Kebersihan diri (cuci muka, gosok gigi,
menyisir rambut)
4 Keluara masuk kamar mandi (menyeka
tubuh, menyiram, mencuci baju)
5. Mandi
6. Jalan-jalan di permukaan datar
7. Naik turun tangga
8. Memakai baju
9. Kontrol BAK
10. Kontrol BAB
Jumlah

20
Keterangan: Jumlah skor 100 = mandiri
Jumlah skor 50-95 = ketergantungan sebagian
Jumlah skor kurang dari 45 = ketergantungan total

i. Pengkajian Status Mental


Short Portable Mental Status Questioner (SPSMQ)

Benar Salah No. Pertanyaan


1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang?
3. Apa nama tempat ini?
4. Dimana alamat anda?
5. Berapa umur anda?
6. Kapan anda lahir?
7. Siapa presiden Indonesia sekarang?
8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
9. Siapa nama ibu anda?
10. Kurangi 3 dari 20 & tetap pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara berurutan
Jumlah
Total Skor: Hasil:

1. Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh


2. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3. Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4. Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita
klien
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit.

21
3. Intervensi Keperawatan

DIANGOSA
NO KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX DAN
KOLABORASI
1 Resiko tinggi NOC : NIC :
terhadap penurunan Cardiac Pump o Cardiac Care
curah jantung effectiveness o Evaluasi adanya nyeri dada (
berhubungan dengan Circulation Status intensitas,lokasi, durasi)
peningkatan Vital Sign Status o Catat adanya disritmia jantung
afterload, Kriteria Hasil: o Catat adanya tanda dan gejala penurunan
vasokonstriksi, Tanda Vital dalam cardiac putput
hipertrofi/rigiditas rentang normal (Tekanan o Monitor status kardiovaskuler
ventrikuler, iskemia darah, Nadi, respirasi) o Monitor status pernafasan yang
miokard Dapat mentoleransi menandakan gagal jantung
aktivitas, tidak ada o Monitor abdomen sebagai indicator
kelelahan penurunan perfusi
Tidak ada edema o Monitor balance cairan
paru,perifer, dan tidak o Monitor adanya perubahan tekanan darah
ada asites o Monitor respon pasien terhadap efek
Tidak ada penurunan pengobatan antiaritmia
kesadaran o Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
o Monitor toleransi aktivitas pasien
o Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu
dan ortopneu
o Anjurkan untuk menurunkan stress

o Vital Sign Monitoring


o Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
o Catat adanya fluktuasi tekanan darah
o Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
o Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
o Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
o Monitor kualitas dari nadi
o Monitor adanya pulsus paradoksus
o Monitor adanya pulsus alterans
o Monitor jumlah dan irama jantung
o Monitor bunyi jantung
o Monitor frekuensi dan irama pernapasan
o Monitor suara paru
o Monitor pola pernapasan abnormal
o Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit

22
o Monitor sianosis perifer
o Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
o Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign

2 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


berhubungan dengan Energy conservation Energy Management
kelemahan, Self Care : ADLs o Observasi adanya pembatasan klien dalam
ketidakseimbangan Kriteria Hasil : melakukan aktivitas
suplai dan kebutuhan Berpartisipasi dalam o Dorong anal untuk mengungkapkan
oksigen. aktivitas fisik tanpa perasaan terhadap keterbatasan
disertai peningkatan o Kaji adanya factor yang menyebabkan
tekanan darah, nadi dan kelelahan
RR o Monitor nutrisi dan sumber energi
Mampu melakukan tangadekuat
aktivitas sehari hari o Monitor pasien akan adanya kelelahan
(ADLs) secara mandiri fisik dan emosi secara berlebihan
o Monitor respon kardivaskuler terhadap
aktivitas
o Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
o Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
o Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
o Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yangsesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
o Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
o Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
o Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
o Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
o Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
o Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas

23
o Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
o Monitor respon fisik, emoi, social dan
spiritual

3 Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan dengan Pain Level, Pain Management
peningkatan tekanan Pain control, o Lakukan pengkajian nyeri secara
vaskuler serebral Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Mampu mengontrol nyeri dan faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri, o Observasi reaksi nonverbal dari
mampu menggunakan ketidaknyamanan
tehnik nonfarmakologi o Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengurangi nyeri, untuk mengetahui pengalaman nyeri
mencari bantuan) pasien
Melaporkan bahwa nyeri o Kaji kultur yang mempengaruhi respon
berkurang dengan nyeri
menggunakan o Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
manajemen nyeri o Evaluasi bersama pasien dan tim
Mampu mengenali nyeri kesehatan lain tentang ketidakefektifan
(skala, intensitas, kontrol nyeri masa lampau
frekuensi dan tanda o Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
nyeri) dan menemukan dukungan
Menyatakan rasa nyaman o Kontrol lingkungan yang dapat
setelah nyeri berkurang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
Tanda vital dalam pencahayaan dan kebisingan
rentang normal o Kurangi faktor presipitasi nyeri
o Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
o Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
o Ajarkan tentang teknik non farmakologi
o Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
o Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o Tingkatkan istirahat
o Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
o Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
o Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
o Cek instruksi dokter tentang jenis obat,

24
dosis, dan frekuensi
o Cek riwayat alergi
o Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
o Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
o Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
o Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
o Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
o Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

4 Cemas berhubungan Setelah dilakukan Anxiety Reduction


dengan krisis tindakan keperawatan o Gunakan pendekatan yang menenangkan
situasional sekunder selama 3 x 24 jam, o Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
adanya hipertensi cemas pasien berkurang pelaku pasien
yang diderita klien dengan kriteria hasil: o Jelaskan semua prosedur dan apa yang
Anxiety Control dirasakan selama prosedur
Coping o Temani pasien untuk memberikan
Vital Sign Status keamanan dan mengurangi takut
Menunjukan teknik o Berikan informasi faktual mengenai
untuk mengontrol cemas diagnosis, tindakan prognosis
teknik nafas dalam o Dorong keluarga untuk menemani anak
Postur tubuh pasien o Lakukan back / neck rub
rileks dan ekspresi wajah o Dengarkan dengan penuh perhatian
tidak tegang o Identifikasi tingkat kecemasan
Mengungkapkan cemas o Bantu pasien mengenal situasi yang
berkurang menimbulkan kecemasan
TTV dbn o Dorong pasien untuk mengungkapkan
TD = 110-130/ 70-80 perasaan, ketakutan, persepsi
mmHg o Instruksikan pasien menggunakan teknik
RR = 14 24 x/ menit relaksasi
N = 60 -100 x/ menit o Barikan obat untuk mengurangi
S = 365 375 0C kecemasan

5 Kurang pengetahuan NOC : NIC :


berhubungan dengan Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
kurangnya informasi process o Berikan penilaian tentang tingkat
tentang proses Kowledge : health pengetahuan pasien tentang proses penyakit
penyakit Behavior yang spesifik
Kriteria Hasil : o Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
Pasien dan keluarga bagaimana hal ini berhubungan dengan

25
menyatakan pemahaman anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
tentang penyakit, kondisi, tepat.
prognosis dan program o Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
pengobatan muncul pada penyakit, dengan cara yang
Pasien dan keluarga tepat
mampu melaksanakan o Gambarkan proses penyakit, dengan cara
prosedur yang dijelaskan yang tepat
secara benar o Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna
Pasien dan keluarga cara yang tepat
mampu menjelaskan o Sediakan informasi pada pasien tentang
kembali apa yang kondisi, dengan cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim o Hindari harapan yang kosong
kesehatan lainnya. o Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
o Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
o Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
o Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
o Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
o Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
o Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas.
Perubahan kondisi fisik pada lansia terdiri dari perubahan penampilan pada
bagian wajah, tangan, dan kulit, perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem
saraf : otak, isi perut : limpa, hati, perubahan panca indra : penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa, perubahan motorik antara lain berkurangnya
kekuatan, kecepatan dan belajar keterampilan baru.

Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau


lebih tinggi dari 150 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg .
Hipertensi primer adalah hipertensi essensial atau hipertensi yang 90 % tidak
diketahui penyebabnya sedangkan hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi
yang penyebabnya diketahui. Faktor-faktor resiko hipertensi yang tidak dapat
diubah dan yang dapat diubah oleh penderita hipertensi.

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber atau bahan bacaan bagi
mahasiswa khususnya dalam asuhnan keperawatan lansia dengan hipertensi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar


2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Herdman, T, Heather. NANDA internasional Inc. Diagnosa Keperawatan:


Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC

James, et al, 2014. Evidence-based Guideline For the management of high blood
pressure in adults: report from the panel members appointed to the eighth
Joint National Committee (JNC 8). JAMA 2014;311(5): 507-20

Lionakis, N dkk. 2012. Hypertension in the Elderly. World Journal of Cardiology,


4(5), 135-147.

Maryam, dkk, 2008) Maryam, Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

Nugroho, W. (2012). Keperawatan gerontik. Jakarta : EGC

Padila 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Yogyakarta:Nuha Medika

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2015.Buku Ajar : Keperawatan Medika


Bedah Brunner & Suddart. Jakarta : EGC

United Nations. 2015. World Population. New York

Wijaya, Andra Saferi& Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah .
Yogyakarta : Nuha Medika

28

Anda mungkin juga menyukai