Anda di halaman 1dari 31

sasaran terapi :

Pembuluh darah yang mengalami sumbatan (stroke ischemic) dan menghentikan pendarahan yang
terjadi pada pembuluh darah (stroke hemorrhage).

Tujuan terapi :
Tujuan terapi pada ischemic stroke akut adalah mengurangi terjadinya kerusakan neurologi dan
menurunkan resiko kematian serta kecacatan seumur hidup. Mencegah terjadinya komplikasi
sekunder pada organ gerak dan cacat neurologic serta untuk mencegah terjadinya stroke berulang.

FARMAKOLOGIS :
Pada dasarnya hanya ada dua jenis senyawa farmakologis (obat) yang direkomendasikan dengan
level rekomendasi A, yaitu recombinant tissue plasminogen activator (rtPA) pada 3 jam onset dan
aspirin ada 48 jam.
1. Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))
Indikasi : terapi trombolitik pada myocardial infraction akut dan pada massive pulmonary embolism
akut dengan haemodynamic instability. Terapi pada ischemic stroke akut. Terapi harus dilakukan
selama tiga (3) jam onset terjadinya simptom dan setelah dipastikan tidak mengalami intracranial
hemorrage stroke dengan CT scan.
Kontra Indikasi : sama halnya dengan senyawa trombolitik, rtPA tidak boleh digunakan pada pasien
yang mengalami resiko tinggi haemorhage, pasien yang menerima antikoagulan oral (warfarin),
menunjukkan atau mengalami perburukan pendarahan, punya riwayat stroke atau kerusakan
susunan saraf pusat, Haemorhage retinopathy, sedang mengalami trauma pada external jantung
(<10 hari), arterial hipertensi yang tidak terkontrol, adanya infeksi bakteri endocarditis, pericarditis,
pancreatitis akut, punya riwayat ulcerative gastrointestinal disease selama 3 bulan terakhir,
oesophageal varicosis, arterial aneurisms, arterial/venous malformation, neoplasm dengan
peningkatan resiko pendarahan, pasien gangguan hati parah termasuk sirosis hati, portal
hypertension (oesophageal varices) dan hepatitis aktif, setelah operasi besar atau mengalami trauma
yang signifikan pada 10 hari, pendarahan cerebral, punya riwayat cerebrovascular disease,
intracranial neoplasm, arteriovenous malformation, pendarahan internal aktif.
Dosis : dosis yang direkomendasikan 0,9mg/kg (dosis maksimal 90 mg) secara infusi selama 60
menit dan 10% dari total dosis diberikan secara bolus selama 1 menit. Pemasukan dosis 0,09 mg/kg
(10% dari dosis 0,9mg/kg) secara iv bolus selama 1 menit, diikuti dengan 0,81 mg/kg (90% dari
dosis 0,9mg/kg) sebagai kelanjutan infus selama lebih dari 60 menit. Heparin tidak boleh dimulai
selama 24 jam atau lebih setelah penggunaan alteplase pada terapi stroke.
Aturan Pakai : diberikan sesegera mungkin dalam 3 jam onset simptom.
Efek Samping :
1% sampai 10% : kardiovaskular (hipotensi), susunan saraf pusat (demam), dermatologi
(memerah(1%)), gastrointestinal (GI hemorrhage (5%), nausea, vomiting), hemotologi (pendarahan
mayor (0,5%), pendarahan minor (7%)), reaksi alergi (anaphylaxis, urticaria(0,02%), intracranial
haemorrhage (0,4% sampai 0,87%, jika dosis 100mg)
Faktor Resiko :
a. Kehamilan; Berdasarkan Drug Information Handbook menyatakan Alteplase termasuk dalam
kategori C. Maksudnya adalah pada penelitian dengan hewan uji terbukti terjadi adverse event pada
fetus ( teratogenik atau efek embriocidal) tetapi tidak ada kontrol penelitian pada wanita atau
penelitian pada hewan uji dan wanita pada saat yang bersamaan. Obat dapat diberikan jika terdapat
kepastian bahwa pertimbangan manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.
Pada BNF disebutkan bahwa Alteplase berpeluang menyebabkan pemisahan prematur plasenta pada
18 minggu pertama. Secara teoritis bisa menyebabkan fetal haemorrhage selama kehamilan, dan
hindarkan penggunaannya selama postpartum.
b. Gangguan hati; hindari penggunaannya pada pasien gangguan hati parah.
Bentuk Sediaan : injeksi, serbuk kering.
Nama Generik : Alteplase.
Nama Dagang : Actylise (Boehringer Ingelheim) serbuk injeksi 50mg/vial
Catatan : karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan Alteplase (rt-PA) :
1. Terdiagnosis ischemic stroke.
2. Tanda-tanda neurologis tidak bisa terlihat jelas secara spontan.
3. Simptom stroke tidak mengarah pada subarachnoid hemorrhage.
4. Onset simptom kurang dari 3 jam sebelum dimulai terapi dengan Alteplase.
5. Tidak mengalami trauma kepala dalam 3 bulan terakhir.
6. Tidak mengalami myocardial infarction dalam 3 bulan terakhir.
7. Tidak terjadi gastrointestinal hemorrhage atau hemorrhage pada saluran kencing dalam 21 hari
terakhir.
8. Tidak melakukan operasi besar dalam 14 hari terakhir.
9. Tidak mengalami arterial puncture pada tempat-tempat tertentu dalam 7 hari terakhir.
10. Tidak mempunyai riwayat intracranial hemorrhage.
11. Tidak terjadi peningkatan tekanan darah (sistolik kurang dari 185 mmHg dan diastolik kurang
dari 110 mmHg).
12. Tidak terbukti mengalami pendarahan aktif atau trauma akut selama pemeriksaan.
13. Tidak sedang atau pernah mengkonsumsi antikoagulan oral, INR 100 000 mm3.
16. Kadar glukosa darah >50 mg/dL (2.7 mmol/L).
17. Tidak mengalami kejang yang disertai dengan gangguan neurologi postictal residual.
18. Hasil CT scan tidak menunjukkan terjadinya multilobar infarction (hypodensity kurang dari 1/3
cerebral hemisphere).

2. Acetylsalicylic Acid
Indikasi : analgesik antipiretik, antiinflamasi, myocardial infraction, stroke akut, pencegahan pre-
eklamsia dan stroke.
Kontra Indikasi : hipersensitif pada salisilat ataupun NSAIDs, asthma, rhinitis, nasal polyps,
mempunyai riwayat pendarahan (kelainan bawaan), penggunaan pada anak (<16 tahun) dengan
infeksi viral dan kehamilan (khususnya trimester ketiga).
Dosis : khusus untuk stroke akut
Drug Information Handbook : 160-325 mg/hari dimulai dalam 48 jam (pada pasien yang tidak
terdiagnosis thrombolitik atau tidak menerima antikoagulan sistemik).
Aturan Pakai : digunakan satu kali sehari dimulai dalam 48 jam setelah onset stroke dan dilanjutkan
selama 2 minggu atau sampai dihentikan (kurang lebih 6 bulan, dengan maksud untuk mencegah
terjadinya stroke berulang). Asetosal dapat diberikan 24 jam setelah pemberian Alteplase.
Efek Samping : bronchospasm; gastro-intestinal haemorrhage dan haemorrhage di tempat lain.
Faktor Resiko :
a. Ibu Menyusui, hindari penggunaannya beresiko menyebabkan Reyes syndrome; penggunaan
berulang dengan dosis tinggi dapat mengganggu fungsi platelet dan pembentukan
hypoprothrombinaemia pada bayi jika saat lahir mengalami kekurangan vitamin K.
b. Kehamilan; penggunaannya berbahaya pada trimester ketiga karena dapat menyebabkan
kerusakan fungsi platelet dan beresiko menimbulkan haemorrhage, penundaan onset dan durasi
proses melahirkan dengan peningkatan kehilangan darah; penggunaan dosis tinggi dapat
menyebabkan penutupan fetal ductus arteriosus in utero dan memungkinkan terjadinya hipertensi
pulmonary menetap pada bayi baru lahir, dan menyebabkan kernicterus pada neonates.
c. Gagal ginjal; hindari; dapat memicu terjadinya retensi natrium dan air, memperbukur kerja ginjal,
meningkatkan resiko pendarahan gastro-intestinal.
d. Gangguan fungsi hati; hindari penggunaannya pada kondisi gangguan hati parah, karena dapat
meningkatkan resiko pendarahan gastro-intestinal.
Bentuk Sediaan : tablet dan tablet kunyah
Nama Generik : Asetosal
Nama Dagang : Ascardia (tablet), Restor (tablet), Trombo Aspilet (tablet), Aptor (tablet),
Aspimec (tablet), Aspilet (tablet kunyah), Cardio Aspirin (tablet), Astika (tablet),
Procardin (tablet).

DAFTAR PUSTAKA
Adam, H. P., et.al., 2007, Guidelines for the Early Management of Adults With Ischemic Stroke: A
Guideline From the American Heart Association/ American Stroke Association Stroke Council,
Clinical Cardiology Council, Cardiovascular Radiology and Intervention Council, and the
Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease and Quality of Care Outcomes in Research
Interdisciplinary Working Groups: The American Academy of Neurology affirms the value of this
guideline as an educational tool for neurologists, http://www.stroke.ahajournal.org. diakses tanggal 7
Desember 2007.
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 2005, MIMS Indonesia: Petunjuk Konsultasi, 2005/2006, PT. InfoMaster lisensi dari
CMPMedica, Jakarta.

Anonim, 2006, British National Formulary Ed. 52nd, BMJ Publish Group, Ltd., United Kingdom.

Anonim, 2006, MIMS Annual, Indonesia, PT. InfoMaster lisensi dari CMP Medica, Jakarta.

Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2006, Drug Information Handbook, 14th
Edition, AphA, Lexi-Comp Inc, Hudson, Ohio.

Dipiro, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, p. 415-421, The


McGraw-Hill Companies, Inc.,USA.

Worp.,H.B., et.al., 2007, Acute Ischemic Stroke, http://www.nejm.org. diakses tanggal 7 Desember
2007.

Alteplase (TPA) merupakan satu-satunya obat yang dilegalisasi oleh FDA bagi penanganan stroke
iskemik akut dengan waktu kurang dari 3 jam sejak onset stroke. Keterlambatan pemberian obat dan
sempitnya waktu terapi merupakan faktor yang utama bagi penggunaan iv-TPA pada stroke iskemik.

The European Cooperative Acute Stroke Study (ECASS III) telah menguji efikasi dan keamanan
Alteplase yang diberikan antara 3-4,5 jam setelah onset stroke. Sebesar 52,4% pasien yang mendapat
iv-TPA menunjukkan perbaikan klinis setelah 90 hari terapi, dibandingkan 45,2% pada kelompok
kontrol (Placebo). Dijumpai Stroke Hemorhagik Simptomatik sebesar 2,4% yang mendapat iv-TPA
(kelompok pengobatan) dibanding 0,2% kelompok kontrol (Placebo). Dibanding studi NINDS, pada
studi ECASS III, dalam kriteria eksklusi dimasukkan juga Diabetes Mellitus, riwayat stroke dan usia
diatas 80 tahun.

Hingga ini US FDA tidak merekomendasi penggunaan iv-TPA diatas 3 jam bagi stroke iskemik,
sedangkan American Heart Association/ American Stroke Association mempublikasi rekomendasi
penggunaan iv-TPA pada onset 3-4,5 jam dengan syarat pasien harus datang ke Stroke Center, onset
kurang dari 4,5 jam, dan derajat keparahan stroke dinilai dengan skala N1HS (skor maksimum 42).
Kontra Indikasi Penggunaan Alteplase:

1. Absolut:

Riwayat atau dugaan Stroke Hemorhagik; Dugaan pendarahan Sub Arachnoid; ArterioVenous
Malformation; Tekanan darah Sistolik lebih dari 185 mmHg atau tekanan darah Diastolik lebih dari 110
mmHG; Kejang dengan gejala sisa Defisit; Neurologik; Jumlah trombosit kurang dari 100.000/mmm3;
Waktu Protombin > 15 tau INR > 1,7; Pendarahan akut di saluran kencing dan usus atau Trauma Akut
(Fraktur); Trauma Akut (Fraktur atau trauma kepala); Pasca stroke kurang dari 3 bulan; Suntikan intra
arterial pada daerah Non Compressible dalam waktu 1 minggu.

2. Relatif

Dugaan perikarditis akut; Perbaikan klinis stroke yang cepat; Infark Miokard kurang dari 3 bulan; Kadar
gula darah <50 mg% atau lebih dari 400 mg%.

Cara penggunaan Alteplase:

1. Apabila tidak ada kontra indikasi, maka pasang selang infus:

Tahap I: pasang selang infus untuk Alteplase.

Tahap II: pasang selang infus untuk komplikasi yang mungkin terjadi.

2. Dosis yang dianjurkan yaitu:

Sebanyak 0,9 mg/Kg per berat badan (diinfus lebih dari 60 menit, sedangkan 10% dari dosis total
yang diberikan sebagai bolus intravenous selama 1 menit).

Pasien harus dirawat di ruang "Critical Care" untuk menilai fungsi neurologik, tekanan darah serta
fungsi kardiovaskuler. Para dokter harus memantau komplikasi serta menanganinya. Efektifitas terapi
Trombolisis ini tergantung pada kriteria inklusi dan eksklusi. Tidak boleh diberikan terapi lain seperti:
Antiplatelet atau Antikoagulan karena akan meningkatkan resiko perdarahan.

Alteplase cukup aman serta efektif bila diberikan pada pasien yang memenuhi kriteria serta kurang
dari onset 3 jam. Pemberian alternatif Indra arterial Trombolisis dengan dosis lebih rendah dapat
diberikan secara selektif pada onset 3 - 6 jam dan sumbatan terjadi pada daerah Arteri Cerebri Media.

Dikutip dari artikel berjudul Terapi Trombolisis Pada Stroke Iskemik, yang ditulis oleh Hardhi Pranata,
Konsulen Departemen Saraf&Unit Stroke RSPAD Gatot Soebroto, Ketua Umum Perhimpunan Dokter
Herbal Medik Indonesia, seperti dimuat di majalah MEDICINUS Vol. 24 (2), May 2011, hal. 3. Artikel
selengkapnya dapat dilihat di sini.
PEMBERIAN TISSUE PLASMINOGEN ACTIVATOR
3 SAMPAI 4,5 JAM PASCA STROKE ISKEMIK AKUT

ILUSTRASI KASUS
Tn. R, 67 tahun, datang ke IGD RSCM dengan penurunan kesadaran
mendadak kurang lebih 3,5 jam sebelum masuk rumah sakit. Di rumah saat
tidur, pasien tiba-tiba muntah satu kali. Setelah itu, pasien ingin bangun
untuk ke kamar mandi, tetapiterjatuh dan kepalanya membentur lantai.
Pasien langsung tidak sadarkan diri. Tidak ada sakit kepala. Tidak ada mulut
mencong ataupun kelojotan di satu sisi. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu dan mengaku rajin kontrol ke
dokter dan minum obat teratur. Pasien juga memiliki riwayat
stroke sebelumnya,kurang lebih 4 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan status
generalis, didapatkan kesadaran sopor, TD 192/116 mmHg. Pada
pemeriksaan status neurologis, didapatkan hasil GCS E2M4V2. Terdapat kesan
hemiparesis dekstra dan refleks patologis +/-.Selain itu, pasien juga
mengalami Inkotinensia urin. Tn. R didiagnosis dengan CVDstroke iskemik.

PERTANYAAN KLINIS
Bagaimana efektivitas tissue plasminogen activator (tPA) pada pengobatan
stroke iskemik akut dengan onset >3 jam?

METODE
Penulis mencari kepustakaan melalui PubMed dengan kata kunci recombinan
tissue plasminogen activator AND acute stroke dengan dibatasi
ketentuan Meta-Analysis, published in the last 5 years.

HASIL
Pada penelusuran kepustakaan didapatkan sebanyak 21 clinical studies dengan
6 artikel free full text dan 10 systematic review. Dari 6 artikel free full text, 1 pada
tahun 2008, 2 pada tahun 2009, 2 artikel dipublikasi tahun 2010, dan 1 artikel
dipublikasi pada tahun 2011. Penulis memilih metaanalisis karena
memiliki level of evidence based paling tinggi diantara artikel penelitian lain. Studi
yang dipilih juga yang dipublikasikan dalam 5 tahun terakhir.
Penulis akan melakukan telaah kritis pada artikel yang dipublikasikan pada
tahun 2009. Artikel tersebut berjudul Efficacy and Safety of Tissue Plasminogen
Activator 3 to 4.5 Hours After Acute Ischemic Stroke: A Metaanalysis dan dipublikasikan
pada jurnal Stroke 2009, 40: 2438-2441.

TELAAH KRITIS JURNAL


Suatu penelitian yang dilakukan pada tahun 2008 menunjukkan adanya efek
baik pengobatan stroke akut dengan tPA intravena pada jangka waktu 3-4,5
jam. Akan tetapi, penelitian sebelumnya yang dipublikasikan tahun 1998,
tidak memperlihatkan efek signifikan pemberian tPA lebih dari 3 jam pasca
stroke. Oleh karena itu, tujuan metaanalisis ini ialah untuk memberikan
estimasi yang tepat dan dapat dipercaya mengenai efek penggunaan tPA
dengan mengumpulkan data dari berbagai studi yang relevan.
Metaanalisis ini memilih penelitian randomized controlled trial, dengan jumlah
sampel lebih dari 100, pada pemberian tPA untuk pengobatan stroke iskemik
akut dengan pasien yang diobati antara 3-4,5 jam setelah serangan. Terdapat
4 artikel penelitian yang ditelaah secara statistik dalam metanalisis ini.
Pada salah satu penelitian, disebutkan bahwa dari 821 pasien yang
diteliti, 418 mendapatkan tPA dan sisanya plasebo. Ternyata pada pasien
yang diberi tPA terdapat peningkatan absolut tingkat kesembuhan pada 90
hari follow up sebesar 7,2%. Hasil metaanalisis menunjukkan bukti yang kuat
efikasi pemberian tPA pada 3-4,5 jam pasca stroke iskemik akut. Secara
statistik, hasilnya sangat terpercaya (p=0,002). Pada pemberian tPA, juga
terdapat peningkatan risiko terjadinya perdarahan intraserebral sehingga
angka kematian juga dinilai dalam penelitian ini. Dari keempat studi yang
telah dianalisis tingkat mortalitasnya pada hari ke-90, tidak terdapat
hubungan antara tPA dengan mortalitas pasien.
Kesimpulan studi ini ialah adanya bukti yang kuat bahwa pengobatan dengan
tPA pada 3-4,5 jam memberikan efek baik dan signifikan. Penelitian ini
menyarankan penggunaan tPA pada pasien stroke yang datang ke rumah sakit
selama jangka waktu tersebut.
Salah satu keterbatasan pada penelitian ini ialah adanya perbedaan dosis tPA
intravena yang digunakan. Salah satu penelitian yang dianalisis menggunakan
tPA dosis tinggi (1,1mg/kgBB), sementara ketiga studi lainnya menggunakan
dosis 0,9 mg/kgBB. Hal tersebut memiliki kemungkinan mempengaruhi angka
mortalitas hari ke-90 karena meningkatkan risiko terjadinya perdarahan
intraserebral. Selain itu, studi ini hanya memasukkan penelitian yang telah
dipublikasi dan ditulis dalam Bahasa Inggris.

DISKUSI KASUS
Berdasarkan ilustrasi kasus di atas, Tn. R mengalami serangan stroke, yaitu
stroke iskemik dengan kemungkinan onset 3,5 jam. Oleh karena itu, dapat
dipertimbangkan pemberian tPA pada pasien tersebut. Penelitian di atas
menyebutkan jangka waktu pemberiannya adalah sampai 4,5 jam sehingga
pada Tn. R masih ada waktu kurang lebih 1 jam untuk melakukan asesmen
yang diperlukan sebelum pemberian tPA (termasuk pemeriksaan CT scan
kepala dan laboratorium). Dengan memperhatikan kriteria inklusi dan
eksklusi, tPA diberikan pada pasien sesuai dengan guideline yang digunakan
sebagai acuan.

KESIMPULAN
TPA dapat diberikan pada pasien dengan onset stroke >3 jam, yaitu antara 3-
4,5 jam. Pemberian tPA tersebut secara statistik sudah terbukti akan
meningkatkan angka kesembuhan pasien tanpa disertai peningkatan risiko
terjadinya kematian akibat perdarahan intraserebral.

DAFTAR PUSTAKA
Lansberg MG, Bluhmki E, dan Thijs VN. Efficacy and safety of tissue
plasminogen activator 3 to 4,5 haours after acute ischemic stroke: a
metaanalysis. Stroke. 2009; 40: 2438-41.

STROKE NON HEMORAGIK


E. FISIOLOGI

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem


vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua
faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-
kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga,
adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan
untuk membeku).(1)
Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung,
darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak
(arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila
tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya
otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara
50-150 mmHg).(1)
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya seperti
kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang
asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial
CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi.(1)
Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas
yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO
menurun.(1)
F. FAKTOR RESIKO
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter untuk
menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke non
hemoragik, yakni:(4,5)
Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
Hipertensi
Merokok
Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi
atrium kiri)
Hiperkolesterolemia
Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas
darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi megalami
stroke non hemoragik.(4,6)
G. KLASIFIKASI
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:(1)
1.Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2.Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu.
3.Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4.Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Gejala klinis sudah menetap.
H. ETIOLOGI
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.(4)
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat
juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.(5)
a)Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari
plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima
arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b)Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1)Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian
kiri atrium atau ventrikel;
2)Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada
katup mitralis;
3)Fibralisi atrium;
4)Infarksio kordis akut;
5)Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6)Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus
sistemik;
c)Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1)Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
2)Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3)Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.(4)
2.Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan
arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet.(4)
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi
protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi
arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma,
diseksi aorta thorasik, arteritis).(4)
3.Patofisiologi
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis (terbentuknya ateroma)
dan arteriolosklerosis. (1,6)
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan
cara:(1)
a.Menyempatkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
b.Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau peredaran darah
aterom.
c.Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d.Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:(1)


a.Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau
tersumbat oleh trombus/embolus.
b.Keadaan darah: viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat
(polisetemial) yang menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat: anemia yang berat
menyebabkan oksigenasi otak menurun.
c.Tekanan darah sistematik memegang peranan tekanan perfusi otak. Perlu diingat apa
yang disebut otoregulasi otak yakni kemampuan intrinsik dari pembuluh darah otak
agar aliran darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan dari tekanan perfusi
otak.
Batas normal otoregulasi antara 50-150 mmHg. Pada penderita hipertensi otoregulasi
otak bergeser ke kanan.
d.Kelainan jantung
1)Menyebabkan menurunnya curah jantung a.l. fibrilasi, blok jantung.
2)Lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.

I.DIAGNOSIS
1.Gambaran Klinis
a.Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi
akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat
tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik
meskipun gejalah seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran
lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejalah umum yang terjadi pada
stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan
monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan
kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut
juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa
faktor dapat mengganggu dalam mencari gejalah atau onset stroke seperti:
1) Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga
pasien bangun (wake up stroke).
2) Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.
3) Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4) Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi
sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.(4)
b.Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup
pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi
menings. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan
pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler,
bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien
dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya
sendiri.(4)

c.Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalah seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi
serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus
diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah
pada stroke harus dibedakan dengan Bells palsy di mana pada Bells palsy biasanya
ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.(4,7)
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat.
1) Arteri serebri media (MCA)
Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi kontralateral,
hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia. Karena MCA memperdarahi
motorik ekstremitas atas maka kelemahan tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat
daripada tungkai bawah.(4,8)
2)Arteri serebri anterior
Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan bicara,
timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking reflex), penurunan tingkat kesadaran,
kelemahan kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari pada tungkai atas), defisit
sensorik kontralateral, demensia, dan inkontinensia uri.(4,8)
3)Arteri serebri posterior
Menimbulkan gejalah seperti hemianopsia homonymous kontralateral, kebutaan
kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran, hemiparese kontralateral,
gangguan memori.(4,8)
4)Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)
Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus kranialis, serebellar,
batang otak yang luas. Gejalah yang timbul antara lain vertigo, nistagmus, diplopia,
sinkop, ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda Babynski bilateral, tanda serebellar,
disfagia, disatria, dan rasa tebal pada wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah
temuan klinis yang saling berseberangan (defisit nervus kranialis ipsilateral dan deficit
motorik kontralateral).(4,8)
5)Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)
Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah bifurkasio
arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Adapun cabang-
cabang dari arteri karotis interna adalah arteri oftalmika (manifestasinya adalah buta
satu mata yang episodik biasa disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior,
karoidea anterior, serebri anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri serebri
anterior dan media pun dapat timbul.(4,8)
6)Lakunar stroke
Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di daerah
subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm. Gejala yang timbul
adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau ataksia. Stroke jenis ini biasanya
terjadi pada pasien dengan penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes dan
hipertensi.(4)
2.Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula
menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia,
dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang
sedang diderita saat ini seperti anemia.(9)
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki
gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka
penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).(9)
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan.(9)
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan
anatara peningkatan enzim jantung dengan hasih yang buruk dari stroke.(9)
3.Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya
kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).(4)
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12
jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya
edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA
(oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.(4,10)
b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi daerah
awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi
dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di
daerah tersebut.(4,17)

c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA).
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga
dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.(4)
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada
stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan
biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.(4,10)
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2
standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-weighted imaging
(DWI) dan perfussion-weighted imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar
dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih
cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada
daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang
serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari
waktu ke waktu serta dibandingkan.(4)

e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi
arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial
dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk
di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan
ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik
yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk
mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk
mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.(4)

J. PENATALAKSANAAN
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba. Keputusan
penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan
tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi
trombolitik.(6,12)
1.Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten
memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi.
Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target pCO2
arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi
edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau
pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya obstruksi
jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.(11,12,13,14)
b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan
pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia
jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke.(11,12,13,14)
c.Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang
kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan
normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa
dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik
serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan
pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl.
Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk
mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.(11,12,13,14)
d.Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal jika
pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus
stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan
sekitar 30-45 derajat.(11,12,13,14)
e.Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan TIK,
pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga hanya
bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk
mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan
tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi
diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220
mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk
mendapatkan terapi trombolitik.(11,12,13,14)
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non
hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan
terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah
diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka
tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta
komplikasinya harus ditangani.(11,12,13,14)
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-140
mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit jika
tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga
mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5
mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan
menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam.
Pilihan terakhir dapat diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe
pump. Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15
persen.(11,12,13,14)
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg,
dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan
pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak
terjadi komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah
labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat
yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis
maksimal 15 mg/jam.(11,12,13,14)
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus diperiksa
setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan
setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15
persen dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen
berikut dapat diberikan.(11,12,13,14)
1.TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat diberikan
labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama 10-20 menit hingga
maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.
2.TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat diberikan
labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal
15mg/jam.
3.Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat
menyebabkan hipotensi ekstrim.
f.Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena
hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma
neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak
ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.(11,12,13,14)
g.Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan
mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan
pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan
cepat.(11,12,13,14)
h.Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset. Meskipun
profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel kejang dengan
menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.(11,12,13,14)
2.Penatalaksanaan Khusus
a.Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan
mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.(15)
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset
stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan
secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek
samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.
Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun
1996.(15)
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke Study (ECASS)
pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg) diberikan secara IV
dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan
fungsi neurologik tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang
menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien
menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah
onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA
dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin
untuk digunakan di Eropa.(15)
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk mengatakan
bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar sebab resikonya
sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela waktu untuk terapi
tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari
streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study
Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu
jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga
penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan.(15)
b.Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu
fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi,
baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia.
Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris,
trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
heparin tersebut.(15)
1)Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu paro
plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose),
diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.(16)
2)Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat pada mast
cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan
darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein
lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit.
Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari.
Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose.
Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan
level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan
oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali normal. Akan
tetapi kemungkinan perlu diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk
menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg
heparin (100 unit).(16)
c.Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,
berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar fibrinogen
dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran
darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu
memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan
fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar
fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.
Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam
jendela waktu 12 jam sesudah onset.(15)
d.Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1)Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin
merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-
macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering
dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis
aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang
efikasius.(16)
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum terus,
kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat
terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan
glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.(16)
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain adalah
kemungkinan terjadi resistensi aspirin pada dosis rendah. Hal ini memungkinkan
platelet untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic acid, hasil samping kreasi
asam arakhidonat intraplatelet (lipid oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak
dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A2
terjadi dengan dosis rendah aspirin.(16)
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan ada yang
memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak pembentukan agregasi platelet.
Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.(16)
2)Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan
tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet,
agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi
platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3
tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin.
Resiko relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin.(16)
Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap terapi
tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi
tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin
maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik.(16)
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila
obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3
bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia
trombotik dan anemia aplastik.(16)
e.Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan
sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat
oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela waktu yang
potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif
telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada manusia.(15)
f.Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien
semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.(18)
1)Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior
atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat maka
kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical procedure that cleans out plaque and
opens up the narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi dan aspirin lebih
baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak
dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap.
Angka mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen.(18)
2) Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri
serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih
aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk
terjadi restenosis lebih besar.(18)

K.KESIMPULAN
Berdasarkan data yang disajikan di atas, kami menyimpulkan bahwa setiap pasien
dengan stroke akut harus individulized berdasarkan usia, CT scan temuan (adanya atau
kehadiran pergeseran garis tengah, hypodensity fokus). An expert opinion should be
formed with the contribution from neurologist, vascular surgeon and interventional
radiologist. Pendapat pakar harus dibentuk dengan kontribusi dari ahli saraf, dokter
bedah vaskular dan radiolog intervensi. High risk patients should be treated with urgent
CAS after the correction of the coagulation cascade. Karotis endarterektomi mengurangi
risiko stroke pada pasien dengan gejala stenosis paling sedikit 70 persen, sebagaimana
ditentukan oleh arteriography. Percobaan saat ini adalah mengatasi pertanyaan apakah
endarterektomi bermanfaat untuk pasien dengan derajat stenosis karotis moderat.
Manfaat endarterektomi untuk pasien dengan lesi karotid asimtomatik masih belum
jelas.
Uji klinis acak telah membuktikan bahwa terapi warfarin mengurangi risiko stroke pada
pasien dengan atrial fibrilasi nonvalvular dan pada mereka yang telah memiliki infark
miokard. Pada pasien yang tidak kandidat untuk terapi antikoagulan jangka panjang,
aspirin bermanfaat, tapi pengurangan risiko lebih kecil dengan aspirin dibandingkan
dengan warfarin. Pada pasien dengan gejala iskemik serebral asal noncardiac, aspirin
dan ticlopidine mengurangi risiko stroke, tapi manfaat itu sederhana. Mengingat
sendirian, tidak dipyridamole atau sulfinpyrazone mencegah stroke. Pertanyaannya
tetap apakah salah satu dari obat ini ditambah aspirin lebih baik daripada aspirin saja.
Dosis optimal aspirin untuk pencegahan stroke belum ditentukan.(19,20)
L.KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema serebral,
transformasi hemoragik, dan kejang.(21)
1.Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun agak
jarang (10-20%)
2.Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah indikator
independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan terapi lain untuk
mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun
kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum
diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal
ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya
trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan
neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma yang
memerlukan evakuasi.
3.Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke
iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami
serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang sekunder dari
stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain yang
timbul sebagai akibat neurologis injury.
M. PROGNOSIS
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting adalah sifat
dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien, penyebab stroke,
gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara
keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling
sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar
35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana
biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15%
memerlukan perawatan institusional.(11,22,23)
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor
Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007. Hal: 81-115.
2. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13

3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan


Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.

4. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
5. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam Neurologi
klinis dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93.

6. Giraldo, Elias. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086c.html
7. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8th Edition.
McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
8. Chung, Chin-Sang. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical Neurology editor
Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company: 1999. Hal: 10-3

9. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis
10. Li, Fuhai, dkk. Neuroimaging for Acute Ischemic Stroke. [Online]. Cited 2010 May
1st available
from: http://www.emedmag.com/html/pre/fea/features/039010009.asp
11. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.

12. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-treatment
13. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-dasar ilmu
penyakit saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-58.
14. Hughes, Mark. Miller, Thomas. Nervous System Third Edition. University of
Edinburgh, Edinburgh, UK.

15. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.

16. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan
prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika.
Hal: 53-73.

17. Josephson, S. Andrew. Ischemic Stroke. San Fransisco. CA. [Online]. Cited 2010
May 1st available from: http://knol.google.com/k/s-andrew-josephson/ischemic-
stroke/BF8MGEYK/bAWc9g#
18. Simon, Harvey. Stroke Surgery. Harvard Medical School. [Online]. Cited 2010
May 1st available
from: http://www.umm.edu/patiented/articles/what_drugs_used_treat_stroke_pati
ents_prevent_recurrence_000045_8.htm
19. Barnett, Henry dkk. Drugs and Surgery in the Prevention of Ischemic Stroke.
[Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/332/4/238
20. Aziz, Faisal M.D. Rethinking The Six Weeks Waiting Approach To Carotid
Intervention After Ischemic Stroke . The Internet Journal of Surgery. 2007 Volume 11
Number 1. Department of General Surgery. New York Medical College. [Online]. Cited
2010 May 1st available
from: http://www.ispub.com/journal/the_internet_journal_of_surgery/volume_11_
number_1/article/rethinking_the_six_weeks_waiting_approach_to_carotid_interve
ntion_after_ischemic_stroke.html
21. Hassmann KA. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-followup
22. Giraldo, Elias. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://www.merck.com/mmpe/sec16/ch211/ch211b.html
23. Goldstein LB. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000726.htm

Thrombo aspilets

Komposisi : Acetyl salicylic acid 80 mg/tablet salut enterik.

Indikasi : Terapi dan pencegahan trombosis pada infark miokard akut atau pasca stroke

Dosis : 1-2 tab 1x/hr

Pemberian obat : Sesudah makan : telan utuh jangan dikunyah/dihancurkan

Kontra indikasi : Sensitif terhadap aspirin, asma, ulkus peptikum, perdarahan


subkutan, hemofilia, trombositopenia, terapi anti koagulan.

Efek samping : Iritasi GI, mual muntah. Penggunaan jangka panjang : perdarahan GI,
ulkus peptikum.

Mekanisme kerja : asetosal mencegah adhesi dan agregasi platelet dengan cara
menghambat enzim siklooksigenase yang berfungsi membentuk tromboksan A2 dan
prostasiklin. Tromboksan A2 merupakan suatu vasokonstriktor yang akan menginduksi
pelepasan granul-granul intraseluler, sehingga berakibat agregasi platelet. Prostasiklin
merupakan vasodilator yang akan menghambat agregasi platelet.
Rencana edukasi : Minum segera setelah makan dengan satu gelas air

Penatalaksanaan
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di perlukan
pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat,
tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. 9
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan
rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam
dan hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang
fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang diantaranya yaitu :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol dan hindari cairan
hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah trombosis yang progresif dan
optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama adalah usia lanjut, ukuran
infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila
ada hipertensi beri obat antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi dengan heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di berikan bolus intravena
sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak
memperlihatkan infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi
atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg
intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak dan perburukan
neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti, iskemia miokard akut,
edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran selang 15 menit dimana
sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan
diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap
15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di
turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml)
dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif
lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke
maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya
infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.

e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.


f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler atau sirkulasi posterior
atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin
normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada
kondisi :
1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3) Stroke dalam evolusi
4) Diseksi arteri
5) Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik dengan infrak
miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan
antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat sangatlah
penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan
nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan
cairan harus di berikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat
untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu
obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika :27
1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan pada keadaan
dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin
dan kumarin.28
2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan
terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang
termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel. 28
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam setelah infark otak,
jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah
streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.28
Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang muncul sesuai
kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan pengontrolan perkembangn kesehatan di
rumah sakit kembali, di samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan
anggota keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap 281 pasien
stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan 60% berobat jalan, 23,8% meninggal dan sisanya pulang
atas permintaan sendiri. 28,5

J. Komplikasi
Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non neurologis yang dapat
di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi tersebut yaitu :9
1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara agresif dengan
antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan
urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai hasil kultur.
2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat dilakukan pemberian
makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki risiko aspirasi beri makanan secara
enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (dekstrosa 5% dalam air, larutan
NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan harus di hindari.
4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset stoke :
a. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena
b. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam
c. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat
d. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravena
e. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena
f. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena
g. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena
h. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena
5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam
6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur dilakukan latihan gerakan
sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan tendo achilesdi lakukan splin tumit untuk
mempertahankan pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.
7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di lakukan neurorestorasi dini.
8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam
selama 5-10 hari.
9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan pemasangan kateter
urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar.

K. Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol, kegemukan,
konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol
dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit
vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur. 9
Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi dengan
diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit
jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia,
berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.9

L. Prognosis
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. usia
pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara
keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan
didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode
akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15%
memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk
terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat
ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan
sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan
kecacatan.29,30,31,32
Tujuan Terapi
Menurunkan neurologi injury & menurunkan mortalitas & disability jangka panjang
Mencegah komplikasi sekunder dr imobilitas dan disfungsi neurologi
Mencegah stroke berulang

Sasaran Terapi
Stroke Akut
Perlu penanganan segera, cepat & tepat
Pada stroke iskhemik, daerah penumbra (daerah iskemik di sekeliling jaringan otak yg infark,
akan mengalami infark dlm 3-6 jam kemudian (golden periode). Apabila pengobatan dilakukan
pd jam ini akan mendapatkan hasil pengobatan yg baik
Pada stroke perdarahan, terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan perdarahan ulang yg terjadi
dpt memperburuk keadaan klinik

Tatalaksana Terapi
Stroke Iskemik
Tujuan terapi stroke iskemik adalah:
Memelihara agar tekanan darah normal
Memperbaiki aliran darah de ngan mencegah terjadinya klot kembali.

Tatalaksana Stroke Iskemik Akut


tPA (tissue Plasminogen Activator) pada 3 jam pertama serangan
oksigen dan cairan harus cukup
Aspirin, 48 jam setelah serangan
Antihipertensi (pertimbangan: Tekanan Darah Pasien)
Pompa proton (Lanzoprazol) untuk pasien yang ulkus petikum
Jika terjadi sumbatan diberikan Heparin
Neurotropik dan neurotransmitter lainnya (Pirazetam)
Istrirahat cukup selama seminggu, jika stress diberikan Alprazolam
Nutrisi yang sesuai dan diberikan obat Antikolesterol.

Antihipertensi
Pedoman penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut menurut PERDOSSI (2004) dan
ASA (2005)

TD diastolik >140mmHg (atau >110mmHg bila akan dilakukan terapi trombolitik): drip
kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-lain. Atau na-nitroprusid 0,5mg/kg/menit
infus i.v sebagai dosis inisial dengan monitoring TD sampai tercapai 10%-15% penurunan TD.
TD sistolik > 230mmHg dan atau TD diastolik 121-140mmHg diberikan labetalol i.v 1-2 menit.
Atau nikardipin 5mg/jam infus iv sebagai dosis inisial, dititrasi sampai efek yang diinginkan
dengan kenaikan 2,5mg/jam setiap 5 menit atau maksimal 15mg/jam. Tujuan terapi penurunan
TD 10%-15%

TD sistolik 180-230mmHg dan atau diastolik 105-120mmHg terapi darurat harus ditunda kecuali
ada bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal
akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi. Alternatif : nifedipin oral 10 mg setiap 6
jam atau kaptopril 6,25-25mg setiap 8 jam. Jika terapi oral tidak berhasil atau tidak dapat
dilakukan maka diberikan labetalol i.v.

Obat parenteral untuk terapi emergensi hipertensi pada stroke akut (PERDOSSI, 2004)
Obat Dosis
Labetalol 20-80 mg iv bolus setiap 10 menit atau 2mg/menit infus kontinyu
Nikardipin 5-15mg/jam infus kontinyu
Diltiazem 5-40mg/kg/menit infus kontinyu
Esmolol 200-500ug/kg/menit untuk 4 menit, selanjutnya 50-300mg/kg/menit iv

Obat oral tunggal untuk terapi emergensi hipertensi pada stroke akut (PERDOSSI, 2004)
Obat Dosis dan frekuensi
Nifedipin 10mg setiap 6 jam
Kaptopril 6,25-25 mg /8 jam
Clonidin 0,1-0,2/12 jam
Prazosin 1-2mg/8 jam
Minoxidil 5-20mg/12 jam
Labetalol 20-80mg/12 jam

Anti Platelet
Aspirin
Aspirin bekerja sebagai anti platelet dengan menghambat secara irreversibel siklooksigenase
sehingga mencegah konversi asam arakhidonat menjadi tromboxan A2 yang merupakan
vasokonstriktor kuat dan stimulator agregasi platelet.

Aspirin juga menghambat aktifitas prostasiklin (PGI2) pada otot polos dinding vaskular
Dosis efektif aspirin sebagai anti platelet masih diperdebatkan, terutama karena efeknya pada
gastrointestinal, sehingga dosis rendah lebih baik

Ada beberapa range dosis yang disepakati para ahli, yaitu 75-150mg sehari (Alter et al., 2006),
160-325mg sehari (Adams et al., 2005)

Diberikan pada 48 jam setelah serangan. Aspirin harus diminum terus, kecuali terjadi reaksi
merugikan pada pasien, Efek samping yang sering muncul adalah rasa tidak enak pada
gastrointestinal, perdarahan dan alergi

Dipiridamol
Digunakan sebagai terapi tambahan atau kombinasi dengan aspirin dalam bentuk extended
release, Bekerja menghambat agregasi platelet pada dosis tinggi, dengan menghambat
fosfodiesterase yang menyebabkan akumulasi cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan
cyclic guanosine monophosphate (cGMP) intrasel, yang mencegah aktivasi platelet

Dipiridamol juga menaikkan potensial antitrombotik dinding vaskular


Dosis oral 300-600mg sehari dalam 3-4 dosis terbagi sebelum makan
Efek samping yang kadang menyebabkan obat harus dihentikan adalah efek pada gastrointestinal
dan sakit kepala (AHFS, 2005; Fagan et al., 2005)

Tiklopidin
Tiklopidin adalah produk tienopiridin, Cara kerjanya menghambat jalan adenosin difosfat (ADP)
pada agregasi platelet dan menghambat faktor-faktor yang diketahui merupakan stimuli agregasi
platelet, Efek ini menyebabkan perubahan membran platelet dan interaksi membran-fibrinogenik
menyebabkan penghambatan reseptor platelet glikoprotein IIb/IIIa.

Dosis 250mg 2 x sehari dapat digunakan sebagai alternatif antiplatelet pada pasien yang
mengalami intoleransi aspirin

Efek sampingnya lebih besar daripada klopidogrel, yaitu menekan sumsum tulang yang
menyebabkan neutropenia, rash, diare, dan kenaikan serum kolesterol. Yang lebih menjadi
persoalan adalah resiko anemia aplastik dan trombotik trombositopenik purpura. Pasien perlu
dimonitor hitung darah lengkap setiap 2 minggu dalam 3 bulan

Klopidogrel
Golongan tienopiridin seperti tiklopidin dengan efek samping yang lebih rendah
Dosis lazim 75mg/hari memiliki efikasi yang sama dengan aspirin 325mg dengan efek
perdarahan GIT yang lebih sedikit

Klopidrogel memerlukan biotransformasi oleh hati menjadi metabolit aktif menggunakan enzim
sitokrom P450 3A4 (CYP3A4)

Efek samping klopidogrel adalah diare dan rash, dan tidak menyebabkan neutropenia

Anti Koagulan
Fungsi Antikoagulan yaitu :
Antikoagulan digunakan untuk mencegah perluasan trombus yang menyebabkan bertambahnya
defisit neurologik dan untuk mencegah kambuhnya episode gangguan serebrovaskular

Antikoagulan oral diindikasikan pada kelompok resiko tinggi untuk emboli otak berulang
(fibrilasi atrium non valvuler, katup jantung buatan, trombus mural dalam ventrikel, infark
miokard baru

Heparin
Pemberian heparin pada stroke iskemik akut masih dalam perdebatan para ahli. Walaupun
heparin mampu mencegah stroke berikutnya tetapi efek perdarahan intrakranial meningkat
sehingga tidak direkomendasikan pada periode akut serangan stroke.
Warfarin
Merupakan antikoagulan yang efektif mencegah stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi
Warfarin juga digunakan untuk terapi sekunder mencegah kardioembolik stroke

Warfarin diberikan sampai tercapai target INR (International Normalized Ratio) = 2,5 (2,0-3,0)
dengan dosis pemeliharaan 5 mg/hari

Monitor harus dilakukan karena resiko perdarahan. INR dievaluasi setiap 2 hari, kemudian 2-3 x
seminggu, kemudian 1-2 minggu sekali

Trombolisis
Penggunaan trombolisis 0,9mg/kg iv pada 3 jam pertama serangan menunjukkan excellent
outcome yaitu minimal disability dalam skala neurologi
Salah satu contoh trombolisis: alteplase

Pemberian trombolisis pada stroke yang disertai perdarahan akan menyebabkan terjadinya
komplikasi yang berat. Setelah penggunaan alteplase dalam waktu 24 jam, pasien tidak boleh
diberikan antiplatelet atau antikoagulan

Perlindungan Fungsi CNS (Central Nervous System)


Perlindungan pada otak di sekitar daerah yang mengalami iskemik masih dalam penelitian
Beberapa neuroprotektan yang sering digunakan di Indonesia antara lain : pirasetam, sitikolin.

Hiperlipidemik
Golongan Statin
Terbukti dapat mengurangi resiko terjadinya stroke pada 30% pasien dgn CAD dan dislipidemia.
Pemberian statin: nilai LDL menurun.
Rekomendasi:simvastatin 40 mg/hari.
Kadar LDL rekomendasi <100 mg/dL

Golongan Ezetimibe
Ezetimibe dapat menurunkan total kolesterol dan LDL juga meningkatkan HDL. Ezetimibe
bekerja dengan cara mengurangi penyerapan kolesterol di usus.

Ezetimibe dapat digunakan sendiri jika antihiperlidemik lain tidak bisa ditoleransi tubuh atau
dikombinasi denga golongan statin (penghambat HMGCoa reduktase) jika golongan statin tidak
dapat menurunka kadar lipid darah sendirian.

Hiperglikemik
Tatalaksana Hiperglikemia pd Stroke akut(PERDOSSI, 2004)

Kadar Glukosa (mg/dL) Insulin tiap 6 jam s.c


< 80 Tidak diberikan insulin
80-150 Tidak diberikan insulin
150-200 2 unit
201-250 4 unit
251-300 6 unit
301-350 8 unit
351-400 10 unit
> 400 12 unit

KGD harus diturunkan <180 mg/dL

Stroke Hemorage
Saat ini belum ada study yang jelas mengenai standar strategi farmakologi untuk penanganan
stroke hemoragik intracerebral hemorrhage (ICH). Penggunaan agen hemostatic (ex : faktor VII)
pada tahap akut (<4 jam onset) dapat mengurangi pergerakan hematoma, tetapi tidak
menunjukkan peningkatan outcome terapeutik. Penanganan dapat dilakukan dengan mengatasi
hipertensi pada pasien, dengan menggunakan Nimodipin.
Penatalaksanaan Strok Hemoragik
Singkirkan kemungkinan koagulopati : pastikan hasil masa protrombin dan masa tromboplastin
parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan plasma beku segar (FFP) 4-8
unit intravena setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg
subkutan samapai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin
sulfat 10-50 mg lambat bolus (1 mg mengoreksi 100 unit heparin

Kendalikan hipertensi : Berlawanan dengan infark serebri akut, pendekatan pengendalian


tekanan darah yang lebih agresif dilakukan pada pasien dengan perdarahan intraserebral akut,
karena tekanan yang tinggi dapat menyebabkan perburukan edema perihematoma serta
meningkatakn kemungkinan perdarahan ulang. Tekanan darah sistolik > 180 mmHg harus
diturunkan samapai 150-180 mmHg dengan labetalol (20 mg intravenadalam 2 menit; ulangi 40-
80 mg intravena dalam interval 10 menit sampai tekanan yang diingikan, kemudian infuse 2
mg/menit (120 ml/jam) dan dititrasi atau penghambat ACE (misalnya kaptopril 12,5-25 mg, 2-3
kali sehari) atau antagonis kalsium (misalnya nifedipin oral 4 kali 10 mg).

Pertimbangkan konsultasi bedah saraf bila : perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau
volum > 50 ml) untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidrosefalus obstruktif akut atau kliping aneurisma

Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma atau malformasi arteriovenosa.


Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien usia muda (< 50 tahun) yang non hipertensif bila
tersedia fasilitas.

Berikan manitol 20 % (1 kg/kgBB, intravena dalam 20-30 menit) untuk pasien dengan koma
dalam atau tanda-tanda tekanan intracranial yang meninggi atau ancaman herniasi. Steroid tidak
terbukti efektif pada perdarahan intraserebral. Steroid hanya dipakai pada kondisi ancaman
herniasi transtentorial. Hiperventilasi dapat dilakukan untuk membantu menurunkan tekanan
intracranial.

Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kgBB intravena, kecepatan maksimal 50 mg/menit; atau per
oral) pada pasien dengan perdarahan luas dan derajat kesadaran menurun. Umumnya,
antikonvulsan hanya diberikan bila ada aktivitas kejang. Namun, terapi profilaksis beralasan jika
kondisi pasien cukup kritis dan membutuhkan intubasi, terapi tekanan intracranial meningkat
atau pembedahan.

Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme bila secara
klinis, fungsi lumbal atau CT Scan menunjukkan perdarahan subaraknoid akut primer.

Penatalaksanaan Stroke Akut di Unit Gawat Darurat


Waktu adalah otak merupakan ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya pengobatan strok
sedini mungkin, karena jendela terapi dari strok hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat,
tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Hal yang
harus dilakukan yaitu:
Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas
Pasang jalur infuse intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan kecepatan 20 ml/jam,
jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0,45 %, karena dapat
memperhebat edema otak
Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung
Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks
Ambil sampel untuk pemeriksaan darah : pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombosit,
kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan kreatinin), masa protrombin, dan masa
tromboplastin parsial
Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut : kadar alcohol, fungsi hati, gas darah arteri, dan
skrining toksikologi
Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis
CT Scan atau resonansi magnetic bila alat tersedia. Bila tidak ada, dengan skor Siriraj untuk
menentukan jenis strok
Pencegahan Penyakit Stroke
Pencegahan Primer
Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit vascular
lainnya.
Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas strok :
Menghindari : rokok, stress mental, alcohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obat
golongan amfetamin, kokain, dan sejenisnya.
Mengurangi : kolesterol dan lemak dalam makanan
Mengendalikan : hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit vascular aterosklerotik
lainnya.
Menganjurkan : konsumsi gizi seimbang dan olah raga teratur.
Pencegahan Sekunder
Modifikasi gaya hidup berisiko strok dan factor resiko misalnya :
Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai.
Diabetes mellitus : diet, obat hipoglikemik oral/insulin
Penyakit jantung aritmia nonvalvular (antikoagulan oral)
Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia
Berhenti merokok
Hindari alcohol, kegemukan, dan kurang gerak
Hiperurisemia : diet, antihiperurisemia
Polisitemia
Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin
Obat-obatan yang digunakan :
Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar
antara 80-320 mg/hari.
Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan factor resiko penyakit
jantung , kondisi koagulopati yang lain dengan syarat-syarat tertentu. Dosis awal warfarin 10
mg/hari dan disesuaikan setiap hari berdasarkan hasil masa protrombin/trombotes (masa
protrombin 1,3-1,5 kali nilai control atau INR=2-3 atau trombotes 10-15 %), biasanya baru
tercapai setelah 3-5 hari pengobatan. Bila masa protrombin/trombotes sudah stabil maka
pemeriksaannya dikurangi menjadi setiap minggu kemudian setiap bulan.
Pasien yang tidak tahan asetosal, dapat diberiakn tiklopidin 250-500 mg/hari, dosis rendah
asetosal 80 mg + cilostazol 50-100 mg/hari, atau asetosal 80 mg + dipiridamol 75-150 mg/hari.
Tindakan Invasif
Flebotomi untuk polisitemia
Enarterektomi karotis hanya dilakukan pada pasien yang simtomatik dengan sienosis 70-99 %
unilateral dan baru
Tindakan bedah lainnya (reseksi artery vein malformation [AVM], kliping aneurisma Berry).

Monitoring
Efektivitas terapi
Efek samping potensial terapi farmakologi yang diberikan
Kondisi klinis.
Outcome terapeutik

Evaluasi Hasil Terapi


Pasien dengan stroke akut harus dimonitor dengan sungguh untuk memperbaiki pemburukan
neurologi (perluasan atau kambuh), komplikasi (thromboembolism atau infeksi/peradangan),
atau efek tak diinginkan dari penanganan nonpharmacologic atau pharmacologic.
Pertimbangan paling umum untuk pasien stroke adalah :
Perluasan lukaischemic atau hemorrhagicpada otak
Terjadinya edema cerebral dan meningkatnya tekanan intracranial
Hypertensive darurat
Infeksi/peradangan (berhubung pernapasan dan air kencing paling umum)
Thromboembolism pembuluh darah (trombosa pembuluh darah mendalam dan embolism
(penyumbatan pembuluh darah) berkenaan dengan paru-paru)
Kelainan elektrolit dan gangguan-gangguan irama berhubungan jantung (dapat dihubungkan
dengan luka otak)
Kambuhnya stroke.

Anda mungkin juga menyukai