Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan perkembangan dari sistem saraf,


yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion myentericus Auerbach dan plexus
submukosa Meissner yang mempersarafi segmen distal kolon sehingga
menghasilkan suatu bagian yang tidak dapat berelaksasi pada bagian distal kolon
dan musculus sphincter ani interna 5.
Kelainan ini disertai hipertrofi serat-serat saraf. Akibat dari tidak adanya sel-sel
ganglion ini, fase relaksasi dari peristaltik menghilang sehingga terjadi obstruksi
fungsional.
Plexus myentericus Auerbach adalah plexus saraf yang terletak di antara
lapisan otot longitudinal dan sirkular. Sedangkan plexus submukosa Meissner
adalah plexus yang terletak dalam lapisan submukosa antara lapisan muskuler
dengan mukosa usus halus dan kolon 6,7.

Gambar 2.1
Plexus Myentericus Auerbach yang Terletak Antara Lapisan Otot 7

2
3

Gambar 2.2 Plexus Submukosa Meissner 6

Berdasarkan panjang segmen yang aganglionik, maka penyakit Hirschsprung


diklasifikasikan dalam :
1. Penyakit Hirschsprung dengan segmen aganglionik sangat pendek :
kelainan aganglionik hanya terbatas pada bagian paling ujung rektum.
2. Penyakit Hirschsprung dengan segmen aganglionik pendek : keadaan
aganglionik terbatas pada rektosigmoid.
3. Penyakit Hirschsprung dengan segmen aganglionik panjang : keadaan
aganglionik melewati bagian rektosigmoid tetapi masih pada daerah kolon.
4. Penyakit Hirschsprung dengan aganglionik total : seluruh kolon
aganglionik, kadang sampai usus halus.
4

2.2 Insidensi

Pada penelitian di Amerika Serikat ditemukan bahwa 1 dari 5000 bayi lahir
5,8
menderita Hirschsprung . Terjadi pada semua ras. Insidensi pada laki-laki
banding perempuan adalah 4 : 1 1. Hirschsprung dengan aganglionosis di daerah
distal sigmoid dan rektum menyerang 80% laki-laki, sedangkan Hirschsprung
dengan segmen aganglionik yang panjang memiliki prevalensi yang sama antara
laki-laki dan perempuan 3. Pada penelitian, < 8 % kasus ini diturunkan secara
familial. Sekitar 15% pasien yang menderita Hirschsprung memiliki trisomi 21
(sindroma Down) 4.

2.3 Patofisiologi

Tidak adanya sel ganglion pada Hirschsprung disebabkan karena kegagalan


migrasi neural crest antara umur kehamilan 5-12 minggu. Pada keadaan normal,
neuroblast dari prekursor neural crest akan bermigrasi ke bagian atas dan bawah
dari saluran pencernaan saat embryogenesis, kemudian akan mengalami maturasi
dan migrasi ke kaudal sehingga memenuhi seluruh bagian usus. Pada
Hirschsprung, neural crest tidak dapat berubah dan mencapai daerah hindgut.
Migrasi dari kolon transversum ke rektum dan anus ini yang paling rentan
mengalami gangguan. Oleh karena itu, insidensi terbanyak kasus aganglionosis
adalah pada rektum dan daerah rektosigmoid. Semakin dini migrasi terjadi, maka
semakin panjang segmen aganglionosis yang terjadi 5.

2.4 Diagnosis

Manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik bervariasi tergantung usia penderita


dan keparahan kondisinya. Dengan anamnesis yang teliti, dugaan adanya penyakit
Hirschsprung dapat dibuat dari hari pertama hingga minggu pertama kehidupan.
Beberapa pemeriksaan penunjang diperlukan untuk memastikan diagnosis. Makin
muda umur penderita, makin kurang ketepatan diagnosis.
5

2.4.1 Manifestasi Klinis

Sebanyak 80-90% pasien dengan Hirschsprung menunjukkan gejala yang khas,


dan terdiagnosis selama masa neonatus. Gejala yang penting adalah kegagalan
mengeluarkan meconium dalam 24 jam pertama setelah kelahirannya (90%
pasien), konstipasi, distensi dari perut dan muntah. Sebanyak 1/3 kasus
Hirschsprung menunjukkan gejala diare, dengan muntah dan perut yang
terdistensi. Diare membutuhkan perhatian khusus, sebab diare adalah gejala yang
menunjukkan terjadinya enterokolitis, yang menyebabkan angka kematian
meningkat 5.

2.4.2 Pemeriksaan Fisik

Tanda yang paling sering ditemukan adalah distensi abdomen. Namun bayi
dengan anus imperforatus atau atresia ani juga dapat memberikan gejala yang
sama.
Pemeriksaan rektal penting dilakukan untuk mendapatkan kesan penyebab dari
distensi. Pada penyakit Hirschsprung didapatkan musculus sphincter ani yang
hipertonik (jari pemeriksa terjepit keras) dan ampulla rektum yang kosong karena
massa fekal tidak dapat melalui segmen aganglionik akibat spasme dan tidak
adanya peristaltik.. Pada pemeriksaan dengan rectal tube atau termometer yang
dimasukkan ke dalam rektum akan menimbulkan semburan cairan feses dan
keluarnya gas bila sudah terjadi enterokolitis. Keluarnya cairan feses yang
menyemprot ini diakibatkan pengumpulan feses dengan tekanan tinggi di daerah
obstruksi.

2.4.3 Pemeriksaan Penunjang

2.4.3.1 Pemeriksaan Radiologis


6

Pemeriksaan yang lazim dilakukan untuk menegakkan diagnosis Hirschsprung


adalah foto polos abdomen (BNO) dan foto dengan kontras barium. CT Scan dan
MRI biasanya tidak digunakan, sedangkan USG kadang digunakan untuk
pemeriksaan 1.

1. BNO
Gambaran radiologi pada kasus Hirschsprung menunjukkan gambaran
yang serupa dengan gambaran obstruksi usus halus bagian bawah 3. Pada
BNO, didapatkan adanya gambaran dilatasi dari proksimal usus yang
mengalami obstruksi, gambaran udara intraluminar, tidak terlihat adanya
udara atau feses di daerah rektum. Pada posisi tegak, didapatkan gambaran
air fluid level l,3. Pada kasus dengan segmen aganglionik sangat pendek,
tampak distensi dari kolon sigmoid.

Gambar 2.3 BNO pada Penyakit Hirschsprung 8


7

Gambar 2.4 BNO Posisi LLD 8

2. Foto kontras barium


Bila zona transisi telah terlihat, pemeriksaan harus dihentikan.
Sebaiknya saat pemeriksaan barium enema, digunakan kontras dalam
jumlah sedikit terlebih dahulu, karena kelainan lebih banyak terjadi pada
daerah rektum dan kolon sigmoid, kontras yang diperlukan tidak banyak.
Bila kontrasnya kurang, baru dilakukan penambahan zat kontras. Hal ini
dilakukan karena kontras yang tertinggal dapat mengeras menjadi batu dan
menimbulkan kelainan.
Sebelumnya jangan dilakukan pemeriksaan colok dubur atau pencucian
rektum (wash out) karena dapat menyebabkan false negative (dilatasi
semu pada segmen yang aganglionik). Pada foto akan didapatkan
gambaran :
a. Gambaran daerah aganglionik dengan ukuran diameter normal atau
spastik (gambaran menyempit pada segmen distal).
b. Zona transisi yang khas antara kolon proksimal yang melebar dan
kolon distal yang sempit, dapat berupa :
i. Perubahan yang mendadak dan berbatas tegas (abrupt
change).
ii. Perubahan bentuk kerucut (cone-shaped).
iii. Perubahan bentuk corong (funnel-shaped).
8

Zona transisi dapat dilihat pada daerah rektosigmoid (65%), colon


descenden (14%), rectum (8%), bagian yang lebih proksimal dari
colon (10%) 9.
c. Dilatasi pada bagian proksimal. Lebih jelas pada anak yang lebih
besar. Pada neonatus biasanya belum jelas, terutama bila fesesnya
cair.
d. Pengumpulan barium pada daerah rektosigmoid dan retensi zat
kontras > 24 jam (pengosongan zat kontras terlambat). Bila
penyakit Hirschsprung disertai dengan enterokolitis maka
pengosongan usus akan lebih cepat dibandingkan penyakit
Hirschsprung tanpa enterokolitis.
e. Index rektosigmoid kurang dari 1. Caranya adalah dengan
membandingkan diameter rektum dengan diameter sigmoid. Index
rektosigmoid yang normal adalah sama atau lebih besar dari 1. Jika
zona transisi sudah terlihat jelas, tidak perlu dilakukan pengukuran
lagi 1.
Batas daerah yang dicapai kontras dapat dijadikan sebagai batas daerah
yang akan direseksi. Bila sudah terjadi enterokolitis, akan didapatkan
penebalan dinding usus dengan mukosa irreguler, tampak lekukan-lekukan
halus atau spikulasi dinding usus (saw-teeth appearance). Gambaran dari
zona transisi tidak akan begitu jelas karena adanya suatu inflamasi yang
mengganggu fungsi muskular daerah kolon normal.
9

Gambar 2.5 Pemeriksaan barium enema yang memperlihatkan dilatasi colon,


zona transisi terlihat di bagian distal colon 10

Gambar 2.6 Rectosigmoid Index

Gambar 2.7 Foto lateral, pemeriksaan barium enema menunjukkan penyempitan


dari diameter rektum dan sigmoid 1.
10

Gambar 2.8 Gambaran retensi dari barium dan feses di daerah rektum, setelah
pemeriksaan dengan kontras barium 24 jam yang lalu 1.

Gambar 2.9 Gambaran Hirschsprung dengan segmen aganglionik yang panjang,


terlihat gambaran zona transisi pada colon transversum 4.
Pada pemeriksaan foto kontras barium, ditemukan gambaran kolon memendek,
namun tidak sesempit gambaran mikrokolon pada meconium ileus dan atresia
intestinal. Enterokolitis sangat sering terjadi. Diagnosis dikonfirmasi dengan
biopsi rektal. Biopsi dapat dilakukan pada appendix, bila pada appendix tidak
ditemukan sel ganglion maka didiagnosis sebagai total colonic aganglionosis.
11

Gambar 2.10 Gambaran aganglionosis yang terjadi di sepanjang kolon, dan


bagian terminal dari ileum pada anak berusia 3 hari 3.

Gambar 2.11 Total colonic aganglionosis Gambaran yang menunjukkan


terdapatnya pengurangan dari diameter kolon dan berkurangnya panjang dari usus
besar, tidak terlihat adanya gambaran zona transisi yang jelas 1.
12

Gambar 2.12 Total colonic aganglionosis, foto pertama (BNO) memperlihatkan


distensi dari usus, elevasi hemidiafragma, yang merupakan gambaran obstruksi
usus bagian bawah ; foto kedua (left posterior oblique position) dengan kontras
barium menunjukkan gambaran filling defects daerah colon (meconium plug) dan
penyempitan diameter rectosigmoid ; foto ketiga diambil pada pasien 20 jam
setelah pengambilan foto pertama, terlihat gambaran dilatasi dari usus halus yang
menetap (tanda panah), terlihat mukosa irregular di daerah fleksura hepatica
(kepala panah) 9.

Gambar 2.13 Gambaran microcolon pada Hirschsprung totalis, terlihat distensi


yang sangat berat pada usus halus, colon terdorong ke samping oleh usus halus
yang sangat berdilatasi 3.
13

3. USG
USG bukan pemeriksaan pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis
Hirschsprung. Pada penelitian dikatakan, anak usia 1 bulan yang tidak
disangka menderita Hirschsprung pada saat melakukan check up,
diperoleh gambaran distensi dari ususnya yang ternyata mengarahkan
diagnosis Hirschsprung. Gambaran USG menunjukkan gambaran yang
sama seperti barium enema, dilatasi dari colon sigmoid dan penyempitan
dari diameter rectum. Tingkat kepercayaan menegakkan diagnosis
Hirschsprung dengan USG termasuk rendah, sebab gambaran gas yang
sangat banyak di daerah usus proksimal dapat mengaburkan diagnosis 1.

2.4.3.2 Biopsi

Diagnosis definitif ditegakkan dengan biopsi rektum. Biopsi merupakan gold


standard untuk menegakkan diagnosis. Ada 2 cara untuk melakukan biopsi :
Full Thickness Rectal Biopsy
Pemeriksaan ini membutuhkan anestesi umum. Pemeriksaan ini dapat
menimbulkan komplikasi seperti perforasi, perdarahan, dan infeksi. Tidak
adanya ganglion dari hasil biopsi menunjukkan Hirschsprung 5.
Suction Biopsy
Pemeriksaan ini memiliki risiko yang lebih rendah dan tidak
membutuhkan anestesi 5.

Preparat diwarnai dengan pewarnaan HE dan pewarnaan dengan


asetilkolinesterase, akan didapatkan :
Tidak ada sel ganglion dari plexus myentericus Auerbach dan plexus
submukosa Meissner.
Peningkatan dari neurofibril yang terwarnai dengan asetilkolinesterase.
Hipertrofi serat-serat nervus pada lamina propria dan muskularis propria 4.
14

Gambar 2.15 Gambaran biopsi rectum pada Hirschsprung menunjukkan


berkurangnya sel ganglion pada submukosa dan melebarnya nervus (panah) 4.

2.5 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari Hirschsprung adalah semua keadaan yang dapat


menyebabkan distensi perut dan kegagalan dalam mengeluarkan meconium yang
terjadi pada bayi baru lahir. Beberapa penyakit yang perlu dipikirkan adalah
meconium ileus (berhubungan dengan cystic fibrosis), malformasi usus (ileum
atau atresia colon, striktur usus), kelainan dari enteric nervous system seperti
hipoganglionosis, hiperganglionosis, imaturitas dari pleksus submukosa dan
pleksus myenterikus. Kelainan enteric nervous system dapat dibedakan dari
Hirschsprung dengan pemeriksaan histologi 5.
Pada bayi baru lahir, harus dibedakan dengan meconium plug syndrome dan
11,12
small left colon syndrome . Pada meconium plug syndrome, terdapat kelainan
anatomis berupa imaturitas dari pleksus myentericus. Meconium plug syndrome
menunjukkan gambaran diameter colon yang normal / sedikit membesar dan terisi
oleh mekonium. Perubahan dari diameter colon dapat terlihat di fleksura lienalis,
tetapi sulit membedakannya dengan Hirschsprung. Hirschsprung biasanya
menunjukkan gambaran zona transisi di rectosigmoid 11.
15

Gambar 2.16 Meconium ileus, menunjukkan gambaran usus yang berdilatasi


dan gambaran soap bubble, yang merupakan corakan dari gas dan feces 3.

Gambar 2.17 Meconium plug syndrome Pemeriksaan barium enema


menunjukkan diameter rectum dan colon yang normal, dengan filling defect
meconium (tanda panah) 3
16

Gambar 2.18 Small left colon syndrome, Foto lateral dengan posisi telentang,
pada bayi dengan distensi perut, muntah bersifat empedu, dan kegagalan dalam
mengeluarkan mekonium dalam 24 jam setelah lahir, menunjukkan gambaran
distensi dari usus, dan gambaran air fluid level 12.

Gambar 2.19 Small left colon syndrome, pemeriksaan dengan kontras barium
menunjukkan diameter yang normal pada rektum, diameter colon sigmoid dan
colon descenden yang menyempit, serta gambaran zona transisi pada fleksura
lienalis 12.
17

2.6 Komplikasi

Stasis feses dapat menyebabkan iskemia mukosa sehingga meningkatkan


kemungkinan invasi bakteri sehingga sering terjadi enterokolitis. Gejala
enterokolitis dapat berupa distensi abdomen, muntah, nyeri tekan, demam,
gangguan pertumbuhan anak, lethargia, hematochezia serta dehidrasi bila sudah
terjadi sepsis. Buang air besar tidak pernah keras, warna abu, bau seperti daging
busuk. Usus menjadi rapuh sehingga tidak bisa dilakukan wash out. Sekali terkena
enterokolitis akan rentan untuk terkena lagi sehingga harus dilakukan colostomy
untuk mengistirahatkan usus. Enterokolitis dapat menjadi lebih berat dan
menyebabkan toksik megakolon dengan gejala seperti demam, muntah yang
terwarnai bilirubin, diare masif, distensi abdomen, dehidrasi, shock 5.

Gambar 2.20 Hirschsprung enterokolitis. Pemeriksaan barium enema yang


dilakukan pada anak laki berusia 12 hari yang meninggal akibat tidak
terdiagnosisnya Hirschsprung saat baru lahir. Terdapat gambaran dilatasi dari
sigmoid dengan mukosa yang irregular dan edematous 3 .
18

Gambar 2.21 Hirschsprung enterokolitis. Foto polos (pada pasien yang


berbeda) terlihat gambaran dinding usus transversum yang irregular 3.

2.7 Penatalaksanaan

Terapi definitif adalah operasi reseksi segmen aganglionosis. Terapi definitif


ini seharusnya dilakukan pada masa bayi. Tahapan operasi berupa kolostomi
kemudian operasi definitive pull-through. Kolostomi dilakukan di daerah proximal
segmen aganglionosis sehingga pada daerah yang dijadikan kolostoma
mengandung persarafan sel ganglion. Kolostomi juga dianjurkan sebagai life-
saving pada pasien yang mengalami malnutrisi, enterokolitis berat, obstruksi
intestinal berat, kolon berdilatasi ekstrim, dan perforasi.
Tujuan umum dilakukannya operasi adalah membuang segmen usus yang
aganglionik dan merekonstruksi kembali usus dengan menarik usus yang normal
hingga ke anus. Beberapa teknik operasi yang paling sering dilakukan untuk
mencapai tujuan ini adalah Swenson (Rectosigmoidectomy), Duhamel-Martin
(Rectorectal Pull-Through), dan Soave (Endorectal Pull-Through) 5.
19

2.8 Prognosis

Hirschsprung yang telah menjalani operasi menunjukkan hasil yang


memuaskan untuk kesembuhan, tetapi ada beberapa penelitian yang melaporkan
terjadinya konstipasi yang menetap. 1% dari pasien Hirschsprung membutuhkan
colostomy permanen dalam hidupnya. Pasien dengan penyakit ini yang memiliki
kelainan trisomi 21 memiliki prognosis yang lebih buruk. Secara umum, 90%
pasien dengan Hirschsprung memiliki prognosis yang baik, walaupun beberapa
pasien membutuhkan waktu beberapa tahun untuk kembali memiliki fungsi yang
normal dalam defekasi 1.

Anda mungkin juga menyukai