Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KELOMPOK 5C 2015:
JAKARTA
2017
I. PREFORMULASI ZAT AKTIF
Paraffin Liquidum (Rowe, 2009 hlm. 445, FI IV hlm. 652)
Pemerian : Transparan, tidak berwarna, cairan kental, tidak berfluo-
rosensi, tidak berasa dan tidak berbau ketika dingindan
berbau ketika dipanaskan.
Massa Jenis : 0,84-0,89 g/cm3 pada suhu 20C
Kelarutan : Praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air, Larut
dalam jenis minyak lemak hangat; sedikit larut dalam
etanol; praktis tidak larut dalam aseton, alkohol 95%,
dan air.
Stabilitas : Dapat teroksidasi oleh panas dan cahaya. Parrafin seha-
rusnya disimpan pada suhu tidak lebih pada 40C dan
disimpan pada wadah tertutup
Inkompatibitilitas : Ketidakcampuran dengan zat pengoksida lain yang kuat.
Khasiat : Laksativ (pencahar)
HLB Butuh : 10 12 (M/A). 5 6 (A/M)
OTT : Dengan oksidator kuat.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat, hindari dari cahaya, kering dan
sejuk.
Secara Farmakologi
Indikasi Mengurangi sembelit, membuat tinja lebih mudah
dikeluarkan. Parafin juga dapat digunakan untuk
mengurangi rasa sakit yang terkait dengan buang air
dengan kondidi wasir.
Kontra indikasi Anak usia dibawah 3 tahun
Mekanisme Kerja Parafin bekerja dengan melunakan dan sebagai
pelumas tinja, yakni dengan membantu tinja
bergerak lebih mudah melalui usus. Paraffin adalah
minyak mineral berbentuk cair, dimana minyak
mineral akan melunakan feses dan memudahkannya
keluar dari tubuh dan bahan ini akan menurunkan
penyerapan dari vitamin yang larut dalam lemak.
Peringatan Hindari penggunaan jangka panjang
Efek samping Tirisan (rembesan) anal parafin menyebabkan iritasi
anal setelah penggunaan jangka panjang, reaksi
granulomatosa disebabkan oleh absorbsi sedikit
parafin cair (terutama dari emulsi), pneumonia
lipoid, dan gangguan absorbsi vitamin-vitamin larut
lemak
Dosis 0,5 mg/kg per hari (DepKes RI, 1979)
Kekuatan Sediaan Dalam 100 ml mengandung 50 ml paraffin
liquidum
Aturan Pakai Dewasa 1-2 sdm (15-30 ml) 1 kali sehari sebelum
tidur.
Anak 6-12 thn dosis dewasa
Dari data preformulasi zat aktif paraffin liquidum diatas, disimpulkan untuk
membuat sediaan emulsi
Pelarut
Propilen Glikol, alasan digunakan untuk melarutkan Nipagin-Nipasol
karena sifat dari Nipagin-Nipasol yang sukar larut dalam air (Rowe,
2009)
Pemanis
Sirupus Simplex, Alasan dipilih Sirup Simplex karena Sirup Simplex
bersifat alami dan berbeda dari Na Sakarin dan Sorbitol yang
menimbulkan rasa getir diakhir pemakaian (Rowe, 2009)
Pengawet : 1. Nipagin
2. Nipasol
3. Natrium benzoate (formula cadangan)
Alasan digunakan kombinasi paraben karena paraben lebih efektif dalam
kombinasi sebagai Pengawet Antimikroba (Rowe, 2009)
Alasan pemilihan natrium benzoate karena merupakan pengawet yang
kompatibel dengan tragakan dalam formulasi dengan konsentrasi 0,1%.
Aktifitas natrium benzoate sebagai pengawet dapat berkurang dengan
adanya interaksi dengan kaolin dan surfaktan non ionic (Rowe, Sheskey
dan Owen, 2006 Edisi 5)
Antioksidan : Vitamin E
Alasan digunakannya vitamin e karena merupakan antioksidan yang larut
minyak.
3. Propilenglikol
6. -tokoferol
7. Tragakan
Nama senyawa : Tragakan
Pemerian : Bentuk serbuk, putih hingga kuning, tidak berbau, rasa
seperti mucilago
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, etanol 95% dan pelarut orga-
nic lain. Meskipun tidak larut dalam air, tragakan
mengembang dengan cepat dalam 10x ait panas atau
dingin dari beratnya dan membentuk kristal atau semi gel.
Ph : 5-6 untuk 1% larutan disperse
Stabilitas : Bentuk serpihan dan serbuk dai tragakan stabil, disperse
tragakan stabil pada ph 4-8, meskipun stabilitas
memuaskan pada pH serendah-rendahnya pH 12. Bulk
materialnya harus disimpan dalam wadah kedap udara,
ditempat sejuk dan kering
Kompatibilitas : Cocok dengan garam konsentrasi tinggi dari suspending
agent alami dan sintesis seperti CMC, pati, dan gula.
Inkompatibilitas : Pada pH 7 tragakan mengurangi aktivitas antimikroba
benzalkonium klorida, klorobutanol, metil paraben, fenol,
dan fenil merkuri asetat. Pada pH <5 tragakan tidak
berefek pada efisiensi asam benzoate, klorbutanol atau
metil paraben.
Kegunaan : Suspending agent, peningkat viskositas
(Rowe, 2009 Edisi 6 Hal 785)
8. Natrium Benzoat
Pemerian : Granul putih atau kristal, tidak berbau atau praktis tidak
berbau, stabil diudara
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan
lebih mudah larut dalam etanol 90%
Kegunaan : Pengawet
Konsentrasi : 0.02-0,5% untuk sediaan oral
Stabilitas : Stabil diudara
Sterilisasi : Autoklaf atau filtrasi (martindale 28 hal 1290)
pH : 8.0 pada suhu 25C, efek bagus pada larutan asam ph 2-5
OTT : Dengan gelatin, garam besi, garam kalsium dan garam
logam berat yang mengandung perak ,merkuri, timbal,
dan air raksa. Aktifitas pengawet di kurangi dengan
interaksi dengan kaolin atau surfaktan nonionik
Wadah : Wadah tertutup baik, disimpan di tempat sejuk dan kering.
(Rowe, Sheskey dan Owen, 2006 Edisi 5)
9. Sunset Yellow
Pemerian : Serbuk kuning kemerahan, di dalam larutan memberikan
warna orange terang.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, gliserin dan propilen glikol (50%),
sedikit larut dalam propilen glikol.
OTT : Asam askorbat, gelatin, dan glukosa.
Kegunaan : Sebagai pewarna.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat dan tempat sejuk dan kering.
(Rowe, 2009 Edisi 6 hal. 193-194)
BM : 18,02.
Rumus molekul : H2O.
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Stabilitas : Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil dalam
bentuk fisik (es, air, dan uap). Air harus disimpan dalam
wadah yang sesuai. Pada saat penyimpanan dan
penggunaannya harus terlindungi dari kontaminasi partikel
- pertikel ion dan bahan organik yang dapat menaikan
konduktivitas dan jumlah karbon organik. Serta harus
terlindungi dari partakel-partikel lain dan mikroorganisme
yang dapat tumbuh dan merusak fungsi air.
OTT : Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan eksipient
lainya yang mudah Terhidrolisis
Titik didih : 100oC
Titik lebur : 0oC
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
(DepKes RI, 1979 hal. 96; Rowe, 2009 Edisi 6 hal 765)
B. Formula cadangan
2. Uji organoleptis
Dengan mengamati bentuk, bau, rasa dan warna yang dihasilkan.
3. Stabilitas fisik
Dengan memasukan 60 ml sediaan emulsi kedalamtabung sedimentasi,
diukur tinggi awal emulsi, diamati pembentukan creaming atau koalesen
diukur tingginya selama beberapa hari.
4. Uji sentrifugasi
Dimasukan 5 ml sediaan emulsi kedalam wadah sentrifugasi kemudian di
sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 2 menit dan diamati adanya
pemisahan atau tidak.
VIII. HASIL PENGAMATAN
No Keterangan Hasil
1. Organoleptis:
Bentuk Cairan kental
Warna Kuning
Rasa Jeruk
Bau Jeruk
2. Penentuan Tipe Emulsi
Dengan pengenceran menggunakan air Dapat diencerkan (M/A)
Globul putih dalam cairan
Dengan pewarna dilihat dibawah mikroskop
orange (M/A)
3. Terjadi koalesen dalam
Uji Stabilitas Fisik waktu beberapa menit
setelah emulsi homogeny
4. Uji Sentrifugasi Tidak dilakukan
IX. PEMBAHASAN
Pada ujian tengah semester praktikum teknologi sediaan farmasi 1 kali
ini, kelompok 5C mendapatkan zat aktif paraffin cair yang dibuat dalam bentuk
sediaan oral. Berdasarkan zat aktif yang didapat tersebut, diputuskan untuk
membuat sediaan emulsi oral paraffin cair. Parafin cair merupakan minyak yang
memiliki bau dan rasa yang tidak enak sehingga perlu dimodifikasi menjadi
sediaan emulsi untuk menutupi rasa dan bau tidak enak tersebut. Selain itu,
parafin cair dibuat sebagai emulsi dengan tujuan absorbsi yang terjadi didalam
tubuh lebih cepat dan lebih mudah, karena dalam bentuk larutan yang langsung
dapat diserap oleh sistem pencernaan.
Secara farmasetik proses emulsifikasi memungkinkan seorang farmasis
dapat membuat suatu sediaan yang stabil dan rata dari dua zat yang tidak dapat
bercampur, memecah fase dalam menjadi tetesan-tetesan dan menstabilkan
tetesan-tetesan tersebut dalam fase pendispersi dan ditujukan untuk pemberian
obat yang mempunyai rasa lebih enak walaupun yang diberikan sebenarnya
minyak yang memiliki rasa tidak enak, dengan penambahan pemanis dan
pemberi rasa pada pembawa airnya. Sehingga mudah dikonsumsi dan ditelan
sampai ke lambung. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak
dapat mempertahankan minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan
memudahkan absorbsi obat (Ansel, 2005; Lachman, et al., 1994)
Setelah diketahui tujuan dari pembuatan emulsi, harus dilakukan
penentuan tipe emulsi. Tipe emulsi yang cocok untuk parafin cair adalah tipe
minyak dalam air (M/A), karena pada tipe ini fase air dapat menutupi rasa dan
bau minyak. Pembuatan emulsi minyak parafin dengan konsentrasi 50:50 pada
sediaan ini cenderung akan membentuk tipe emulsi minyak dalam air.
Untuk membuat tipe emulsi minyak dalam air, perbandingan minyak
harus < 60 %. Selain itu dalam membuat emulsi oral, konsistensi dari sediaan
emulsinya harus kental agar emulsi tidak menyebar di lidah dan tidak
menimbulkan rasa tidak enak di lidah. Untuk mendapatkan emulsi yang kental
bisa dengan mengkombinasikan emulgator surfaktan dan koloid hidrofilik,
namun penggunaan koloid hidrofilik saja juga sudah cukup digunakan karena
koloid hidrofilik lebih aman untuk oral dibanding penggunaan surfaktan.
Selanjutnya dalam pemilihan eksipien, kandidat bahan yang digunakan
yaitu dibutuhkan emulgator, emulgator merupakan zat aktif permukaan yang
dapat menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dan air dan mengeiilingi
tetesan terdispersi dengan membentuk lapisan yang kuat untuk mencegah
koalesensi dan pemisahan fase terdispersi (Parrot, 1978). Selain itu emulgator
juga berfungsi untuk menghasilkan emulsi yang baik serta menjaga stabilitas
emulsi dalam penyimpanan dan pemakaian.
Pada formula kali ini, emulgator yang dipilih untuk formula utama yaitu
gom arab dan untuk formula cadangan yaitu tragakan. Alasan dipilihnya
emulgator tersebut karena gom arab dan tragakan merupakan golongan koloid
hidrofilik yang dapat menghasilkan tipe emulsi minyak dalam air (M/A) yang
umumnya untuk emulsi oral. Emulgator koloid hidrofilik akan membentuk film
multimolekular yang kuat disekeliling globul minyak, yang akan menjadi barrier
hidrofilik yang dapat mencegah terjadinya koalesen. Selain itu, emulgator
golongan koloid hidrofilik juga cenderung lebih aman untuk penggunaan oral.
Eksipien yang digunakan selanjutnya yaitu propilen glikol, alasan
digunakan PPG yaitu sebagai pelarut untuk melarutkan Nipagin-Nipasol karena
sifat dari Nipagin-Nipasol yang sukar larut dalam air (Rowe, 2009 Edisi 6).
Selanjutnya ditambahkan sirupus simplex, yang berfungsi sebagai pemberi rasa
manis pada sediaan. Alasan dipilih sirup simplex karena sirup simplex bersifat
alami dan memiliki rasa manis yang enak, berbeda dari pemanis lain seperti Na
sakarin dan sorbitol yang menimbulkan rasa getir diakhir pemakaian (Rowe,
2009 Edisi 6)
Selanjutnya digunakan pengawet yang berfungsi untuk menjaga stabilitas
sediaan selama proses penyimpanan, agar terhindar dari mikroorganisme yang
dapat merusak sediaan. Pengawet yang digunakan pada formula utama yaitu
nipagin dan nipasol, sedangkan pada formula cadangan digunakan natrium
benzoate. Alasan digunakan kombinasi nipagin dan nipasol (metil dan propil
paraben) karena paraben lebih efektif dalam keadaan kombinasi sebagai
Pengawet Antimikroba (Rowe, 2009 Edisi 6). Alasan pemilihan natrium
benzoate pada formula cadangan karena Na benzoate merupakan pengawet yang
kompatibel dengan tragakan dalam formulasi dengan konsentrasi 0,1% (Rowe,
Sheskey dan Owen, 2006 Edisi 5)
Selanjutnya pada formula ditambahkan antioksidan yaitu vitamin E.
Dibutuhkannya antioksidan pada sediaan karena zat aktif yang digunakan
(paraffin cair) mudah teroksidasi oleh panas dan cahaya. Sehingga ditambahkan
antioksidan untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi dari paraffin cair
tersebut. Alasan dipilihnya vitamin E sebagai antioksidan karena vitamin E
merupakan antioksidan yang larut dalam minyak. (Rowe, 2009 Edisi 6)
Dan yang terakhir pada formula terdapat perasa essence orange, dan
pewarna sunset yellow. Alasannya karena sediaan kami merupakan sediaan oral
sehingga perlu ditambahkan perasa untuk memberikan rasa nyaman saat
digunakan. Selain itu karena sediaan kami juga dapat digunakan untuk anak,
maka perlu ditambahkan pewarna untuk memberikan penampilan sediaan yang
menarik dan sesuai pula dengan rasa sediaan yaitu rasa jeruk.
Pada sediaan emulsi oral paraffin ini, kelompok kami memilih
menggunakan botol gelap sebagai wadah sediaan. Alasan penggunaan botol
gelap yaitu untuk mencegah sediaan emulsi paraffin teroksidasi oleh panas dan
cahaya. Seperti diketahui, paraffin merupakan minyak yang mudah teroksidasi
oleh panas dan cahaya. Oleh karena itu untuk menjaga stabilitas sediaan agar
tetap terjaga dengan baik maka dipilih botol gelap.
Pada prosedur kerja, karena emulgator yang digunakan merupakan
golongan koloid hidrofilik maka teknik pembuatan emulsi yang dipilih adalah
metode gom basah. Metode ini dipilih karena emulgator yang digunakan harus
dilarutkan atau didispersikan terlebih dahulu dalam air, sampai terbentuk
muchilago yang kental antara emulgator dengan sedikit air, baru kemudian
ditambahkan minyak dan bahan lainnya.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu menimbang semua bahan dan
mengkalibrasi botol. Langkah selanjutnya gom arab dicampurkan dengan
aquadest 1,5 kalinya lalu diaduk menggunakan homogenizer 700 rpm selama 10
menit. Pada tahap ini kelompok kami tidak sampai terbentuk muchilago putih,
hanya sampai gom arab mengembang dan terbentuk muchilago putih kecoklatan.
Sambil terus diaduk tambahkan paraffin sebagai bahan aktif kedalam campuran
tersebut, hasil yang didapat terbentuk corpus emulsi berupa massa putih susu
kental (M1).
Selanjutnya dilarutkan nipagin dan nipasol ke dalam propilen glikol (M2)
nipagin dan nipasol berfungsi sebagai pengawet atau antimikroba yang efektif
terhadap ragi dan jamur (Rowe, 2009 Edisi 6). Tujuan dilarutkannya nipagin dan
nipasol terlebih dahulu kedalam PPG karena nipagin dan nipasol sukar larut
dalam air (DepKes RI, 2014) sehingga digunakan propilen glikol sebagai
peningkat kelarutan dari keduanya
Selanjutnya dimasukkan sirupus simplex dan M2 kedalam M1 sedikit
demi sedikit sambil terus diaduk dengan homogenizer hingga terbentuk massa
emulsi agak kental berwarna putih susu. Dicampurkan yellow color sebagai
pewarna dengan sisa air hingga homogen (M3). Sambil terus diaduk
ditambahkan (M3) kedalam (M1) sedikit demi sedikit hingga homogen. Lalu
ditambahkan vitamin E sebagai antioksidan dan juga flavor orange sebagai
perasa aduk hingga homogen. Tujuan vitamin E ditambahkan pada saat akhir,
karena untuk mencegah rusaknya vitamin E. Sesuai prosedur yang telah diikuti
seharusnya kelompok kami mendapatkan emulsi kental dan homogen, namun
hasil yang didapat kelompok kami emulsi sedikit encer dan juga pecah.
Dikarenakan emulsi dengan formula utama tidak berhasil, maka
kelompok kami mengganti dengan membuat formula cadangan. Pada formula
cadangan ini bahan yang digunakan sama seperti pada formula utama, hanya
terdapat perbedaan pada emulgator dan pengawet yang digunakan. Pada formula
ini emulgator gom arab diganti dengan tragakan. Dan pengawet nipagin nipasol
diganti dengan natrium benzoate karena Na benzoate merupakan pengawet yang
kompatibel dengan tragakan dengan konsentrasi 0,1% sesuai dengan yang
digunakan pada formula cadangan ini.
Pada prosedur kerja secara keseluruhan hampir sama seperti formula
sebelumnya. Langkah pertama dilakukan penimbangan bahan bahan sesuai
jumlah yang telah ditentukan dan mengkalibrasi botol. Selanjutnya tragakan
dicampurkan dengan aquadest 10 kalinya, lalu diaduk menggunakan
homogenizer dengan kecepatan 700 rpm selama kurang lebih 10 menit hingga
didapat muchilago berwarna putih kekuningan. Selanjutnya ditambahkan
paraffin liquidum sebagai bahan aktif kedalam campuran tersebut hingga
terbentuk corpus emulsi berupa massa putih susu sedikit encer (M1).
Pengadukan dengan menggunakan homogenizer bertujuan untuk
menghomogenkan dispersi dari emulsifikasi padat atau cariran (Ansel, 1989).
Homogenizer adalah sejenis alat yang digunakan untuk mendispersikan suatu
cairan didalam cairan lainnya, alat ini cocok digunakan untu membuat emulsi
dengan kestabiilan tinggi, Karena dapat menghasilkan emulsi yang berukuran
partikel lebih kecil dari satu micron serta seragam. Homogenizer berfungsi
sebagai penghomogen suatu sample atau larutan.
Selanjutnya dilarutkan natrium benzoate sebagai pengawet dengan
propilen glikol (M2). Tujuan natrium benzoate dilarutkan terlebih dahulu dengan
PPG yaitu untuk meningkatkan kelarutan dari natrium benzoate. Kemudian
dimasukkan sirupus simplex dan M2 kedalam M1 sedikit demi sedikit sambil
terus diaduk dengan homogenizer hingga terbentuk massa emulsi putih agak
kental berwarna putih susu. Diampurkan yellow color sebagai pewarna dengan
sisa air hingga homogen (M3). Sambil terus diaduk ditambahkan (M3) kedalam
(M1) sedikit demi sedikit hingga homogen. Lalu ditambahkan vitamin E sebagai
antioksidan dan juga flavor orange sebagai perasa aduk hingga homogen. Tujuan
vitamin E ditambahkan pada saat akhir, karena untuk mencegah rusaknya
vitamin E.
Seharusnya sesuai dengan prosedur yang telah dilakukan, akan
didapatkan emulsi yang kental dan homogen. Namun hasil yang didapat, emulsi
kelompok kami sama seperti formula utama sebelumnya yaitu emulsi sedikit
encer dan juga pecah (cracking).
Cracking atau koalesensi adalah peristiwa pecahnya emulsi karena film
yang melapisi partikel rusak sehingga menyebabkan penggabungan partikel-
partikel kecil fase terdispersi yang akhirnya menyebabkan globul-globul minyak
menyatu (koalesen). Hal ini sifatnya irreversibel (tidak bisa diperbaiki), dimana
emulsi tidak dapat kembali seperti semula melalui pengocokan. (Anief, 2000)
Pecahnya emulsi dari kedua formula diatas, kemungkinan disebabkan
karena beberapa faktor yaitu:
1. Kurangnya waktu saat mengembangkan emulgator. Saat mengembangkan
emulgator untuk menjadi muchilago, kelompok kami hanya melakukanya
dengan waktu sekitar 10 menit. Kemungkinan, waktu tersebut belum cukup
untuk membuat emulgator mengembang menjadi muchilago dengan
sempurna. Karena jika proses emulsifikasi yang terjadi belum sempurna,
lalu diencerkan maka emulsi akan pecah kembali.
2. Kurangnya bahan pengental dan penjaga viskositas pada formula yang
berperan sebagai pengatur kerapatan dari masing-masing fase untuk
mencegah terjadinya creaming atau koalesence.
3. Perbedaan kualitas antara bahan yang ada pada lab dengan yang tercantum
pada literatur. Karena seperti diketahui bahan-bahan yang berasal dari alam
memiliki berbagai macam tingkat kualitas yang berbeda-beda. Sehingga
konsentrasi bahan yang tepat untuk digunakan seperti tercantum pada
literature, belum tentu sama jumlahnya dengan bahan yang ada pada
laboratorium.
Evaluasi emulsi paraffin cair
3. Uji sentrifugasi
Sentrifugasi adalah proses pemisahan partikel berdasarkan berat patikel
tersebut terhadap densitas layangnya. Uji sentrifugasi bertujuan untuk
mengetahui kestabilan sediaan emulsi dengan cara mengamati pemisahan fase
setelah disentrifugasi. Uji ini diperlukan untuk mengetahui efek guncangan
pada saat transport produk terhadap tampilan fisik prod, dengan prinsip
menggunakan gaya sentrifugasi yang dipercepat untuk memisahkan 2 atau
lebih substansi yang memiliki perbedaan densitas antara cairan atau antara
cairan dengan solid (El-sayed and mohammad, 2014).
Dari pembentukan suatu lapisan secara cepat setelah sentrifugasi
merupakan tanda pertama untuk fenomena ketidak stabilan yang
menyebabkan umur sediaan simpanan tersebutpun semakin cepat. Namun
karena keterbatasan alat sentrifugator dalam evaluasi sediaan emulsi parafin
liquidum tersebut, kelompok kami tidak dapat melakukan uji sentrifugasi ini.
X. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi ke-4. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri.
Edisi Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press
Nabilah, Warda. 2013. Formulasi Emulsi Tipe M/A Minyak Biji Jinten Hitam
(Nigella sativa L.) Skripsi Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan. UIN Jakarta