Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Cleft Lip and Palate (CLP) merupakan suatu kelainan bawaan yang terjadi
pada bibir bagian atas serta langit-langit mulut. Gangguan ini dapat terjadi
bersama. Dalam bahasa Indonesia, kelainan ini sering disebut dengan bibir
sumbing. Kelainan ini dapat berupa celah pada bibir (cleft lip), celah pada palatum
atau langit-langit mulut (cleft palate), atau gabungan dari keduanya (cleft lip and
palate). Kelainan ini disebabkan oleh kelainan genetik yang berpengaruh pada
tahap pembentukan embrio, sehingga terdapat kelainan yang muncul setelah
kelahiran. CLP adalah kelainan multifaktoral, jadi kemunculannya dipengaruhi
oleh faktor gen dan lingkungan (Agatha, 2009).
Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui diketahui secara
pasti, hanya disebutkan terjadi satu kejadian setiap 1000 kelahiran. Hidayat dan
kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai
Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah
langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk (Malek,
2001).
Tingkat kecacatan kongenital cukup tinggi. Temuan BPS tahun 1980
menyimpulkan hal yang serupa. Selama tahun 1994, 1995, dan Januari-Juni 1996
didapatkan 3 kasus sumbing bibir dan langit-langit atau 6,8 kasus per 1000
kelahiran. Sampai saat ini di masyarakat kasus sumbing bibir dan langit-langit
terus lahir, bahkan ada satu keluarga yang lima anaknya sumbing bibir semua. Di
Malang, Jawa Timur prevalensi sumbing adalah 1 per 1000 kelahiran; di NTT
dalam kurun waktu 1986-1995 telah dioperasi 2500 kasus sumbing bibir dan
langit-langit (Andriani, 1997).
Penyebab sumbing multifaktorial dan mungkin melibatkan kombinasi
faktor genetik dan lingkungan, namun penyebab celah biasanya tidak diketahui.
Faktor lingkungan dapat meningkatkan risiko celah, merokok dan alkohol yang
dikonsumsi selama kehamilan, gizi ibu yang buruk dan obat-obatan tertentu
(Redett, 2009).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Labiopalatoschisis atau CleftLip and Palate (CLP) adalah kelainan
bawaan yang timbul pada saat pembentukan janin sehingga ada celah antara kedua
sisi bibir hingga langit-langit dan bahkan cuping hidung. Kelainan ini dapat
berupa celah pada bibir (cleft lip), celah pada palatum atau langit-langit (cleft
palate), atau gabungan dari keduanya (cleft lip and palate). Kelainan ini
disebabkan oleh kelainan genetik yang berpengaruh pada tahap pembentukan
embrio, sehingga terdapat kelainan yang muncul setelah kelahiran. Cleft palate
atau palatoschizis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana
atap/langitan dari mulut, yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama
masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu
sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga
hidung dan mulut. Oleh karena itu, pada palatoschizis, anak biasanya pada saat
minum sering tersedak dan suaranya sengau. Cleft palate dapat terjadi pada
bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari langitan mulut, yaitu
hard palate (palatum durum) atau bagian belakang dari langitan mulut yang
lunak, yaitu soft palate(palatum molle).

2.2. Epidemiologi
Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan
ras serta negara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia. Fogh
Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit
1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf
dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel
menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.

Dari seluruh populasi penderita, angka kejadian terbanyak adalah


labiopalatoschizis (46%), diikuti dengan palatoschizis (33%) dan labioschizis
(21%). Sumbing unilateral sembilan kali lebih sering dibanding sumbing bilateral,
dan dua kali lebih sering terjadi pada sisi kiri dibanding sisi kanan. Labioschizis

2
lebih sering terjadi pada laki-laki, sedangkan palatoschizis lebih sering terjadi
pada perempuan.6

Insiden labioschizis sebanyak 2,1:1000 kelahiran pada etnis Asia, 1:1000


pada etnis Kaukasia, dan 0,41:1000 pada etnis Afrika-Amerika. Perbedaan ras
tersebut tidak ditemukan pada palatoschizis yang insiden keseluruhannya sebesar
0,5:1000 kelahiran hidup.2
Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui secara pasti, hanya
disebutkan terjadi satu kejadian setiap 1000 kelahiran. Hidayat dan kawan-kawan
di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987
melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada
bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.

Rasio jenis kelamin pada pasien dengan celah bervariasi. Pada ras putih,
bibir sumbing dan celah bibir dan langit-langit terjadi secara signifikan lebih
sering pada laki-laki, dan langit-langit terjadi secara signifikan lebih sering pada
wanita. Dalam bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit, rasio jenis kelamin
berkorelasi dengan keparahan dan lateralitas dari sumbing. Sebuah studi besar
8.952 rasio seks pada celah orofacial pria-wanita menjadi 1.5-1.59:1 untuk bibir
sumbing, 1.98-2.07:1 untuk bibir sumbing dan langit-langit, dan 0.72-0.74:1
untuk sumbing (Tolarova, 2009).

2.3. Etiologi
Bibir Sumbing merupakan kelainan formasi bibir akibat terganggunya fusi
(menyatunya) selama masa pertumbuhan intra uterine (dalam kandungan).
Gangguan fusi ini terutama terjadi pada trimester pertama kehamilan yang bisa
disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat dibagi menjadi faktor herediter dan
faktor eksternal.
a. Faktor herediter
Faktor herediter ini berarti menyangkut gen penyebab bibir sumbing
yang dibawa penderita. Hal ini dapat berupa :
Mutasi gen.
Kelainan kromosom : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat
dominan.

3
Pada salah satu orang tua dengan labiopalatoschizis atau satu anak dengan
labiopalatoschizis, memiliki risiko melahirkan anak selanjutnya dengan
kelainan yang sama sebesar 4%. Jika dua anak sebelumnya lahir dengan
labiopalatoschizis, risiko pada anak selanjutnya adalah sebanyak 9%. Dan
jika salah satu orang tua dan satu anak lahir dengan labiopalatoschizis,
risiko pada kehamilan berikutnya sebesar 17%. Sedangkan pada keluarga
dengan riwayat palatoschizis, jika satu anak sebelumnya menderita
palatoschizis maka risiko melahirkan anak selanjutnya yaitu 2%. Jika dua
anak sebelumnya lahir dengan palatoschizis maka risiko anak selanjutnya
1%.Pada salah satu orang tua dengan palatoschizis maka risiko pada anak
6%. Dan pada salah satu orang tua dengan satu anak sebelumnya menderita
palatoschizis, risikonya adalah 15% pada anak selanjutnya.6
b. Faktor eksternal / lingkungan

Faktor eksternal merupakan hal-hal diluar tubuh penderita selama


masa pertumbuhan dalam kandungan yang mempengaruhi atau
menyebabkan terjadinya bibir sumbing yaitu :
Pengaruh lingkungan juga dapat menyebabkan, atau berinteraksi dengan
genetika untuk menyebabkan celah orofacial. Pada manusia, bibir sumbing
janin dan kelainan bawaan lain juga telah dihubungkan dengan hipoksia ibu,
seperti yang disebabkan oleh misalnya ibu merokok, menyalahgunakan
alkohol atau beberapa bentuk pengobatan hipertensi.
Merokok selama kehamilan meningkatan risiko kejadian labioschizis,
labiopalatoschizis, dan palatoschizis sebesar 20%. Selanjutnya nutrisi
selama masa awal kehamilan juga sangat penting. Pada beberapa penelitian,
defisiensi asam folat, vitamin B6, dan Zinc berhubungan dengan
peningkatan risiko labioschizis. Untuk memenuhi asupan asam folat yang
cukup, dapat diperoleh dari sayuran hijau, seperti bayam, brokoli, kembang
kol, susu, daging, dan ikan. Kandungan Zinc banyak terdapat pada tiram,
daging merah, daging unggas, kacang-kacangan, dan sayuran. Selain itu,
vitamin B6dapat diperoleh dari ikan, hati sapi, kentang, sayuran, dan buah.
Penyebab musiman (seperti eksposur pestisida)

4
Obat-obatan, seperti: Asetosal, Aspirin, Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid,
Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin,
Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Retinoid, senyawa
nitrat, obat-obatan antikonvulsan, alkohol, obat-obatan terlarang (kokain,
heroin, dll). obat antikonvulsan terutama fenitoin, diazepam, dan
fenobarbital, juga pemakaian kortikosteroid selama kehamilan.
Diet ibu dan asupan vitamin
Pelarut organik
Faktor usia ibu
Nutrisi, terutama pada ibu yang kekurangan folat
Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
Radiasi
Stres emosional
Trauma (trimester pertama)
Kondisi ibu hamil yang mengalami rasa mual dan muntah berlebihan,
berisiko melahirkan bayi dengan bibir sumbing.

Gambar 1. Etiologi Bibir Sumbing dan langit-Langit

5
2. 4. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

1. Labioschizis mikroform (microform cleft lip)

Ditandai dengan adanya kerut (furrow) atau skar sepanjang sumbu


vertikal terhadap bibir, takik pada vermilion, dan pendeknya sumbu
vertikal bibir dalam berbagai derajat. Deformitas pada hidung bisa ada,
dan kadang lebih parah dari deformitas di bibir. Pembedahan biasanya bisa
dilakukan pada kasus ini, namun perlu kehati-hatian untuk mencegah
timbulnya deformitas pasca operasi yang lebih parah dari keadaan sebelum
operasi. Bila ada gangguan pada sfingter orbicularis oris, dapat diperbaiki
dengan pendekatan intraoral.

2. Labioschizis unilateral inkomplit (unilateral incomplete cleft lip)

Jika celah bibir terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung atau dengan kata lain bahwa unilateral
inkomplit memberikan gambaran keadaan dimana terjadi pemisahan pada
salah satu sisi bibir, namun pada hidung tidak mengalami kelainan.

Gambar 2. Tipe unilateral inkomplit

3. Labioschizis unilateral komplit (unilateral complete cleft lip)

Jika celah bibir yang terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung atau dengan kata lain unilateral komplit
memberikan gambaran keadaan dimana te1ah terjadi pemisahan pada
salah satu sisi bibir, cuping hidung dan gusi. Unilateral komplit memiliki

6
dasar dari palatum durum yang merupakan daerah bawah daripada
kartilago hidung.

Gambar 3. Tipe unilateral komplit

4. Labioschizis bilateral komplit (complete bilateral cleft lip)

Jika celah bibir terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung. Dapat terlihat adanya penonjolan pada daerah premaxilla, yang
disebabkan tidak adanya hubungan dengan daerah lateral dari palatum
durum.

Gambar 4. Tipe bilateral komplit

7
5. Labioschizis bilateral inkomplit (incomplete bilateral cleft lip)

Pada keadaan ini, terjadi sumbing bilateral yang inkomplit dengan


hidung yang hampir normal, premaksilla di posisi yang benar, kedua lantai
hidung utuh, dan sumbing hanya terjadi di bibir.

Gambar 5. Tipe bilateral inkomplit

6. Labiopalatoschizis (cleft lip and palate)

Palatum primer terdiri dari bibir, alveolus, dan palatum anterior


hingga foramen incisivus.Palatum sekunder terdiri dari palatum durum dan
molle dimulai dari foramen incisivum hingga ke uvula. Adanya sumbing
palatum akan menyebabkan bayi sulit minum, gangguan pada
perkembangan bicara, dan kemungkinan gangguan pertumbuhan wajah.
Gangguan menempelnya otot-otot palatum molle pada sumbing palatum
akan mengganggu drainase dari kanal eustachius ke faring sehingga
meningkatkan risiko infeksi telinga tengah. Sebagian besar bayi dilakukan
miringotomi dan pemasangan grommet tube saat operasi koreksi bibir atau
palatum untuk mencegah gangguan pendengaran di kemudian hari.6

7. Palatoschizis (isolated cleft palate)

Pada palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan


palatum durum dibelahan foramen incisivum.Sedangkan pada palatum
sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle, dari foramen
incisivum ke posterior.Suatu celah dapat mengenai salah satu atau
keduanya, yaitu palatum primer dan palatum sekunder, dan dapat
unilateral atau bilateral.

8
Pada palatoschizis tampak ada celah pada tekak (uvula), palato
lunak, dan keras dan atau foramen incisivum, adanya rongga pada hidung,
teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari, juga
terjadi kesukaran dalam menghisap atau makan.

Gambar 6. Klasifikasi Bibir Sumbing (Labioschizis)

2. 5. Embriologi

a. Pembentukan wajah
Pembentukan wajah dimulai dengan prominensia fasialis (tonjolan wajah)
yang terbentuk pada akhir minggu keempat. Prominensia fasialis terutama
dibentuk oleh pasangan pertama arkus faring. Di lateral stomodeum dapat
ditemukan prominensia maksilaris dan prominensia mandibularis di kaudalnya.
Sedangkan batas atas stomodeum merupakan prominensia frontonasalis yang
dibentuk oleh proliferasi mesenkim yang terletak ventral dari vesikel otak. Di
kedua sisi prominensia frontonasalis muncul penebalan lokal ektoderm
permukaan, yakni plakoda nasalis (olfaktoria).

9
Selama minggu kelima, plakoda nasalis (lempeng hidung) mengalami
invaginasi untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Dalam prosesnya,
terbentuk suatu bubungan jaringan yang mengelilingi masing-masing lekukan dan
membentuk prominensia nasalis yang terbagi atas prominensia nasalis lateralis
dan mediana.
Selama dua minggu berikutnya, prominensia maksilaris terus bertambah
besar dengan menonjol ke medial dan menekan prominensia nasalis mediana ke
arah garis tengah. Batas antara prominensia maksilaris dan nasalis mediana lalu
lenyap, keduanya lalu menyatu dan membentuk bibir atas. Sedangkan
prominensia nasalis lateralis tidak ikut membentuk bibir atas. Prominensia
maksilaris dan nasalis lateralis awalnya dipisahkan oleh sebuah alur dalam yang
disebut alur nasolakrimalis. Segera setelah alur tersebut membentuk saluran
(kanalisasi) menjadi duktus nasolakrimalis, prominensia maksilaris dan nasalis
lateralis akan menyatu. Prominensia maksilaris akan membesar dan membentuk
pipi serta maksila, sedangkan prominensia nasalis lateralis membentuk alae nasi.
Bagian lain hidung, yaitu jembatan hidung dibentuk oleh prominensia frontalis,
sedangkan dorsum nasi dan ujungnya dibentuk oleh penyatuan prominensia
nasalis mediana.
Prominensia mandibularis juga membesar dan menyatu di garis tengah
untuk membentuk bibir bawah dan rahang.

b. Segmen intermaksilla
Kedua prominensia nasalis mediana tidak hanya menyatu di permukaan,
namun juga di bagian yang lebih dalam. Struktur yang dibentuknya di bagian
dalam disebut segmen intermaksila yang terdiri dari (a) komponen bibir, yang
membentuk filtrum bibir atas; (b) komponen rahang atas, yang mencakup empat
gigi seri; dan (c) komponen langit-langit, yang membentuk palatum primer yang
berbentuk segitiga.

c. Palatum sekunder
Merupakan bagian utama dari palatum definitif yang terbentuk dari
pertumbuhan prominensia maksilaris. Berbeda dengan palatum primer di sisi
anterior yang terbentuk dari penyatuan prominensian nasalis mediana. Pada akhir

10
minggu keenam, tumbuh palatine shelves (bilah-bilah palatina) dari kedua
prominensia maksilaris. Bilah tersebut tumbuh oblik ke bawah ke kedua sisi lidah,
namun pada minggu ketujuh bergerak ke atas dan horisontal terhadap lidah lalu
menyatu membentuk palatum sekunder. Di sebelah anterior palatum sekunder
akan menyatu dengan palatum primer dan menyisakan foramen incisivus sebagai
sisa penyatuan.

2.6. Patogenesis bibir sumbing


CLP adalah kelainan bentuk fisik pada wajah akibat pembentukan
abnormal pada wajah fetus selama kehamilan. Pembentukan wajah tersebut
berlangsung dalam 6 hingga 8 minggu pertama kehamilan. CLP dapat timbul
tersendiri atau muncul sebagai salah satu bagian dari syndrome. (Emedicine,
2000). Dari seluruh kasus CLP, 70% diantaranya adalah kasus CLP tersendiri
(isolated cleft lip and palate), dan bukan salah satu bagian dari syndrome
tertentu. (Chakravarti, 2004). Beberapa syndrome yang terkait dengan CLP
adalah 22q11.2 deletion syndrome, Patau syndrome (trisomi 13) dan Van der
Woude syndrome(Agatha,2009).

Gambar 7. Embriologi

11
Gambar 8. Embriologi Cleft lip

Kelainan kongenital muncul dari gabungan antara faktor multigenetik dan


faktor lingkungan. Isolated cleft disebabkan oleh multigen dan atau pengaruh
faktor lingkungan. Walaupun gen memiliki peran penting, dalam embryogenesis
wajah, faktor lingkungan berperan sama penting. Ada tiga kategori faktor
lingkungan yang berpengaruh dalam pembentukan janin, yaitu teratogen, infeksi,
dan nutrien serta metabolisme kolesterol. Ibu hamil yang merokok menjadi faktor
penting penyebab CLP. Teratogen lainnya yang meningkatkan risiko CLP
diantaranya adalah obat-obatan, seperti antikonvulsan fenitoin dan benzodiazepin,
atau pestisida, seperti dioxin (Agatha,2009).
Morfogenesis fasial dimulai dengan migrasi sel-sel neural crest ke dalam
regio fasial, remodeling matriks ekstraseluler, proliferasi dan differensiasi sel-sel
neural crest untuk membentuk jaringan otot dan pengikat, penggabungan antar
komponen pada bibir atas merger procesus maksilaris & nasalis medialis pada
minggu VI kehamilan. Pembentukan palatum primer dari procesus nasalis

12
medialis, dan pembentukan palatum sekunder dari procesus palatal sinistra &
dekstra pada 8-12 minggu kehamilan. (Young et.al., 2000).
Patofisiologi molekuler secara garis besar terjadi melalui tahap-tahap
tertentu, yaitu (Young et.al., 2000)
(a) Defek pembentukan sel-sel neural crest
- klas transkripsi faktor homeoboks (AP2, Barx2, goosecoid, Msx1&2,
Otx2,Pax7&9 dan Prx1&2).
- perlu untuk ekspresi gen Dlx sepanjang neural tube, ectoderm dan
mesenchyme dari neural crest.
(b) Defek proliferasi sel-sel neural crest
- ektoderm berfungsi untuk mempertahankan proliferasi mesenchyme dari
neural crest.
- protein Sonic hedgehog (SHH) memegang peran
(c) Defek diferensiasi sel-sel neural crest
- Famili TGF terlibat (1) dalam proliferasi, diferensiasi dan migrasi sel,
(2) regulasi deposisi matriks ekstraseluler dan (3) transformasi epitelial-
mesensimal.
- analisis genetik: fusi palatal perlu TGF.
(d) Defek matriks ekstraseluler
- perkembangan organ fasial melibatkan EGFR signaling: regulasi sekresi
matriks metalloproteinase
- TGF merupakan ligan EGFR.
Gen-gen yang telah diketahui menjadi penyebab terjadinya isolated CLP
diantaranya adalah IRF6 (sebagai gen yang juga berpengaruh dalam Van der
Woude syndrome), P63, PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB.
Namun mutasi pada IRF6, MSX1, dan FGFR1 umumnya terkait dengan kelainan
gigi dan CLP yang terjadi lebih dari satu kali di dalam suatu silsilah keluarga,
dalam hal ini ada kemungkinan diturunkan. Gen-gen yang telah ditemukan
mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan timbulnya
CLP adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA, P450, GST, dan EPHX. (Malek,
2001).

13
2.7. Tanda dan Gejala Cleft Lip and Palate
Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-
langit rongga mulut (Agatha,2011).
1. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI
karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat
diatasi dengan penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh
dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak, tentunya
disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus.
2. Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara.
Besarnya cleft bukan indicator seberapa serius gangguan dalam
berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan
dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam
berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan
operasi tetap diperlukan untuk memperbaiki fungsi langit-langit
rongga mulut. Anak dengan cleft palate seringkali memiliki suara
hidung saat berbicara.
3. Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran.
Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai
tuba Eustachia (saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga
mulut). Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang
kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang
telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya
cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan
kehilangan pendengaran sementara.
4. Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak
dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-geligi
dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya rahang.
2.8.Sistem Kode Lokasi Celah
Ada cara penulisan lokasi celah bibir dan langit-langit yang diperkenalkan
oleh Otto Kriens, yaitu sistem LAHSHAL yang sangat sederhana dapat
menjelaskan setiap lokasi celah pada bibir, alveolar, hard palate dan soft palate.
Kelainan komplit, inkomplit, microform, unilateral atau bilateral.1

14
Bibir disingkat sebagai L (lips), gusi disingkat sebagai A (alveolar), langit-
Iangit dibagi menjadi dua bagian yaitu H (hard palate) dan S (soft palate). Bila
norrnal (tidak ada celah) maka urutannya dicoret, celah komplit (lengkap) dengan
huruf besar, celah inkomplit (tidak lengkap) dengan huruf kecil dan huruf kecil
dalam kurung untuk kelainan microform. Pemakaian sistem LAHSHAL ini juga
sesuai dengan ICD (International Code Of Diagnosis).1
LAHSAL SYSTEM
L=Lip; A=Alveolus; H=Hard Palate; S=Soft Palate
S selalu di tengah
Yang mendahului S adalah bagian kanan dan sesudah S adalah bagian kiri
Huruf besar menunjukkan bentuk ce1ah total
Huruf kecil menunjukkan bentuk partial
Di dalam kurung adalah bentuk microform
Strip berarti normal atau intak.1

Gambar 9. Sistem LAHSHAL


Contoh :
1. CLP/L-----L
Cleft Lip and Palate lokasi celah berada di bibir kanan dan kiri, celah komplit
2. CLP/-----SHAL
CLP dengan lokasi celah komplit pada soft palate, alveolus dan bibir bagian
kiri.
3. CLP/ i-----
CLP celah bibir sebelah kanan inkomplit.1

15
2.9.Diagnosis

Diagnosis Cleft lip and palate ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,


pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis
Pada anamnesis adanya keluhan yang diderita sejak lahir berupa celah
pada bibir yang menyebabkan kesulitan menyusui, makan, berbicara, dan
kesulitan mendengar. Riwayat keluarga dengan keluhan serupa, adanya riwayat
defisiensi nutrisi/vitamin pada ibu dan penggunaan obat-obatan teratogenik
selama trimester pertama kehamilan, serta adanya riwayat penyalahgunaan
alcohol dan kebiasaan merokok saat hamil.

2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan Fisis di daerah wajah diagnosis Cleft Lip dapat di
tegakkan. Pembagian berdasarkan International Classification of the Diseases
(ICD), mencakup celah anatomis organ terlibat, lengkap atau tidaknya celah,
unilateral atau bilateral; digunakan untuk sistem pencatatan dan pelaporan yang
dilakukan oleh World Health Organization (WHO).8

3. Pemeriksaan Penunjang
Pada saat dalam kehamilan, pemeriksaan celah dini pada janin dapat kita
lihat dengan menggunakan transvagina ultrasonografi pada minggu ke-l1 masa
kehamilan dan bisa juga dideteksi dengan menggunakan transabdominal
ultrasonografi pada usia kehamilan minggu ke-16.

Gambar 10. Cleft lip bilateral pada fetus usia 18 minggu

16
Namun, dalam mendiagnosis deformitas bibir atau langit-langit
ultrasonographer harus dapat melihat wajah janin. Hal ini sering tidak mudah dan
tes mungkin harus diulangi beberapa kali. Salah satu studi besar melaporkan
bahwa kurang dari sepertiga dari deformitas (celah) bibir dan langit-langit kasus
sebelumnya didiagnosis dengan USG. Tingkat deteksi bervariasi tergantung pada
keahlian sonographer, kehamilan usia, kehadiran anomali lain, dan keterampilan
radiolog membaca film.

Jika celah pada bibir dapat dideteksi, maka janin kemungkinan mengalami
malformasi, gangguan kromosom atau kedua-duanya. Bagaimanapun seorang
dokter ahli dapat mendiagnosa sekitar 80% dari pemeriksaan prenatal jika mereka
menggunakan 3-dimensi ultrasonografi. Untuk mendeteksi celah pada langit-
langit sepertinya agak sulit jika menggunakan ultrasonografi. MRI lebih memiliki
ketelitian lebih baik dibandingkan ultrasonografi.

(a) (b)

Gambar 11. USG 3-dimensi memperlihatkan adanya facial cleft pada fetus usia 22
minggu(a) dan facial cleft pada usia kehamilan 32 minggu

2.10. Penatalaksanaan
Penderita Cleft Lip mengalami berbagai permasalahan yang ditimbulkan
akibat cacat ini adalah psikis, fungsi, dan estetik dimana ketiganya saling
berhubungan. Untuk fungsi dan nilai estetik baik untuk bibir, hidung dan
rahangnya diperlukan pembedahan. Disamping jasa seorang spesialis Bedah
Plastik juga dibutuhkan sebuah tim dokter lain yang terdiri dati dokter THT,
dokter gigi spesialis ortodentis, dokter anak, tim terapi bicara dan pekerja sosial.
Bayi yang baru lahir dengan Cleft Lip segera dipertemukan dengan pekerja
sosial untuk diberi penerangan (edukasi) agar keluarga penderita tidak mengalami

17
stress dan menerangkan harapan yang bisa didapatkan dengan perawatan yang
menyeluruh bagi anaknya. Selain itu dijelaskan juga masalah yang akan dihadapi
kelak pada anak. Menerangkan bagaimana memberi minum bayi agar tidak
banyak yang tumpah. Pekerja sosial membuatkan suatu record psicososial pasien
dari sini diambil sebagai bagian record Cleft Lip pada umumnya. Pekerja sosial
akan mengikuti perkembangan psikososial anak serta keadaan keluarga dan
lingkungannya. Ahli THT untuk mencegah dan menangani timbulnya otitis media
dan kontrol pendengaran.
a. Preoperasi
Sebeum dilakukan observasi pada penderita kondisi bayi harus sehat,
tindakan pembedahan mengikuti tata cara ""rule of ten": bayi berumur lebih 10
minggu, berat 10 pon atau 5 kg, dan memiliki hemoglobin lebih dari 10 gr% dan
tak ada infeksi lekosit di bawah 10.000.
Memberikan penerangan terhadap keluarga penderita sehingga tidak stress
dan menerangkan harapan nyata yang bisa didapat dengan perawatan menyeluruh
bagi anaknya. Selanjutnya menginstruksikan kepada keluarga penderita untuk
konsisten memperhatikan penderita sejak lahir hingga dewasa tanpa
memperlihatkan empati yang berlebih.
Dalam penanganan penderita Cleft lip dipedukan kerjasama para spesialis
dalam suatu tim yang akan diatur dalam sebuah protokol Cleft lip, yaitu:1
1. Pasien umur 3 bulan (the over tens)
a. Operasi bibir dan hidung
b. Pencetakan model gigi
c. Evaluasi telinga
d. Pemasangan grommets bila perlu
2. Pasien umur 10 - 12 bulan
a. Operasi palatum
b. Evaluasi pendengarann dan telinga
3. Pasien umur 1 - 4 tahun
a. Evaluasi bicara, dimulai 3 bulan pasca operasi, follow up dilakukan oleh
speech pathologist.
b. Evaluasi pendengaran dan telinga

18
4. Pasien umur 4 tahun
Kalau bicara tetap jelek dipertimbangkan repalatografy atau pharyngoplasty.
5. Pasien umur 6 tahun
a. Evaluasi gigi dan rahang, pembuatan model
b. Melakukan nasoendoskopi bagi yang memerlukan
c. Evaluasi pendengaran
6. Pasien umur 9-10 tahun
Alveolar bone graft
7. Pasien umur 12 -13 tahun
a. Final touch untuk operasi-operasi yang dulu pemah dilakukan, bila masih
ada kekurangannya.
8. Pasien umur 17 tahun
a. Evaluasi tulang-tulang muka
b. Operasi advancement osteotomy Le Fort I

b. Intraoperesi (Teknik Pembedahan Celah Bibir)


1. Teknik untuk Mikroform Cleft Lip
Hal penting yang perlu di perhatikan dalam mengevaluasi celah tipe
mikroform adalah ketinggian vertical bibir. Jika ketinggian vertical bibir
mendekati normal maka ketidakseimbangan ini dapat dihilangkan dengan elips
eksisi. Flap triangular dari white roll dan vermillon dapat digunakan untuk
menyeimbangkan penutupan celah yang dikenal dengan teknik double unilimb Z-
Plasty dimana didapatkan skar luka hanya teratas pada bagian bawah bibir.

Gambar 12. Titik-titik anatomi Cornu-vermilion-mukosa (Kiri). Desain dua


segitiga isosceles lateral (Cornu dan vermilion) (kanan)

19
2. Teknik untuk unilateral cleft lip
Beberapa prosedur bedah untuk memperbaiki unilateral cleft lip telah
dikemukakan dengan variasi yang beragam antara lain "Rose-Thompson Straight
Line Closure, Randall-Tennison triangular flap repair, Millard rotation-
advancement repair, LeMesurier quadrilateral flap repair, Lip adhesion, and
Skoog dan Kernahan-Bauer upper dan lower lip Z-plasty repair. Dan masih
banyak lagi teknik-teknik yang lain seperti teknik Delaire dan teknik Poole.
Setiap teknik tersebut bertujuan untuk mengembalikan kontuinitas dan fungsi dari
musculus orbicularis dan menghasilkan anatomis yang simetris. Kesemuanya
mencoba untuk memperpanjang pemendekan philtrum pada bagian bercelah
dengan melekatkan jaringan dari elemen bibir lateral ke elemen bibir medial,
dengan menggunakan berbagai kombinasi antara lain merotasi, memajukan. dan
mentransposisikan penutup.
Teknik Rose Thompsonn straight line closure merupakan teknik untuk
penyambungan linear defek minimal dari lengkung bibir dengan pertimbangan
megenai titik anatomis yang ada. Teknik Hagedorn-LeMesurier, dimana unsur
medialis bibir diperpanjang dengan memperkenalkan sebuah lipatan quadrilateral
yang dikembangkan dari unsur bibir lateral. Sedangkan teknik Skoog, unsur
medialis bibir diperpanjang dengan memperkenalkan dua lipatan segitiga kecil
yang dikembangkan dari unsur bibir lateral. Dua teknik yang sering digunakan
yaitu teknik triangular (Tennison Randall) dan teknik rotasi Millard..
Tennison Randall menggunakan flap triangular dari sisi lateral, dimasukkan
ke sudut di sisi medial dari celah tepat di atas batas vermillion, melintasi collum
philtral sampai ke puncak cupid. Triangle ini menambah panjang di sisi
terpendek dari bibir. Teknik ini menghasilkan panjang bibir yang baik tetapi
jaringan parut yang terbentuk tidak terlihat alami.

20
Gambar 13. Teknik Tennison Randall

Teknik Milliard Rotation Advancement adalah teknik yang dikembangkan


oleh Milliard dengan perbaikan bertahap cocok untuk memperbaiki baik cleft lip
komplit maupun inkomplit. Teknik ini sederhana, tapi diperlukan mata yang baik
dan tangan yang bebas karena merupakan teknik-teknik 'cut as you go' bagian
nasal rekonstruksi harus didudukkan pada posisi anatomi sphincter oral, rotasi
seluruh crus lateral + medial dari kartilago lateral, rekonstruksi dasar hidung (baik
lebar dan tingginya) dengan koreksi asimetris maksila yang hipoplastik untuk
meninggikan ala bawah yang mengalami deformitas dan penempatan kolumella
dan septum nasi ke midline untuk memperoleh nostril yang simetris. Keuntungan
dari teknik rotasi Millard adalah jaringan parut yang terbentuk berada pada jalur
anatomi normal dari collum philtral dan batas hidung.

Gambar 14. Teknik Millard

Teknik Millard membuat dua flap yang berlawanan di mana pada sisi
medial dirotasi ke bawah dari kolumella untuk menurunkan titik puncak ke posisi

21
normal dan sisi lateral dimasukkan ke arah garis tengah untuk menutupi defek
pada dasar kolumella.
Bagian bibir yang normal disiapkan untuk menerima bagian sisi yang
sumbing pada teknik Miliard, untuk itu maka sisi yang sehat dengan cupids bow
harus diiris sepanjang bawah kolumella dan dibebaskan ke bawah, ke arah estetika
normal. Bagian bibir yang sumbing harus diiris sedemikian rupa untuk mengisi
gap celah yang telah disiapkan pada bibir yang sehat.

3. Teknik untuk Bilateral Cleft Lip


Sebuah prosedur bedah yang dengan banyak variasi untuk perbaikan dari
bilateral cleft lip telah banyak dijelaskan oleh para ahli. Diantaranya adalah teknik
yang diperkenalkan Veau III, Tennison , Manchester , Millard , dan lain-lain. Dua
metode umum yang digunakan untuk membangun pusat bibir vermilion .
Pertama. melibatkan mukosa terlihat pada aspek yang lebih rendah dari prolabial
kulit untuk membentuk pusat vermilion , seperti yang digunakan Manchester.
Manchester tidak mengembalikan kontinuitas orbicularis oris. Teknik ini tidak
memberikan hasil yang memuaskan karena mengakibatkan penampilan abnormal
pada bibir atas. Sebaliknya, Millard memperbaiki ketinggian lengkap terlibat
prolabium dan reconstitution orbicularis di premaxilla. Selain itu, Millard
membelok segmen lateral prolabium yang dimaksudkan untuk menambahkan
tinggi columellar pada tahap berikutnya.

Gambar 15. Teknik Millard pada bilateral cleft lip

22
c.Postoperasi

Makanan oral : untuk anak yang masih menyusui, setelah operasi boleh
langsung disusui. Namun ada beberapa center yang masih menganjurkan untuk
memberikan makanan lewat NGT sampai 10 hari postoperatif kemudian baru bisa
makan sebagaimana biasa.

Aktifitas : menginstruksikan kepada kedua orang tua untuk tidak


memberikan mainan atau dot yang memiliki permukaan yang tajam selama 2
minggu setelah operasi. Beberapa center menganjurkan untuk memakai Velcro
elbow immobilizers pada pasien selama 10 hari untuk meminimalisir resiko
cedera pada bibir yang telah direkonstruksi. Secara periodik diganti beberapa kali
sehari dibawah supervisi.

Perawatan Bibir : garis jahitan luka yang terbuka pada dasar dari bibir dan
hidung dapat dibersihkan menggunakan cotton swabs yang dicelupkan ke
hidrogen peroksida serta antibiotik topikal dapat diberikan beberapa kali sehari.
Pengangkatan jahitan luka yang permanen pada 5 sampai 7 hari postoperatif jika
menggunakan cyanoacrylate adhesive, tidak ada penatalaksanaan tambahan
selama periode pertengahan postoperatif dan secara bertahap mulai meningkat 6-
12 bulan setelah rekonstruksi. Kedua orang tua juga diinstruksikan untuk memijat
bibir atas selama fase ini dan mencegah untuk menempatkan anak pada daerah
yang terkena cahaya matahari langsung sampai scarnya sembuh.

2.11. Komplikasi
a. Gangguan asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis.
Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan
pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis
mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang
ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan cleft palate
tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat
menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu
proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat

23
membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada
palatum biasanya dapat menyusu, namun pada bayi dengan labioplatoschisis
biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini
dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-
palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan
tertentu.
b. Gangguan dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu
yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi
pada area dari celah bibir yang terbentuk. Gigi tidak akan tumbuh secara normal,
dan umumnya diperlukan perawatan khusus untuk mengatasi hal ini.
c. Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi
telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.
d. Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas
pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole
tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara
dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun
telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk
menutup ruang atau rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali
sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian
karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga
selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan
untuk menproduksi suara atau kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi
bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.
e. Gangguan psikologis
Bibir sumbing menyebabkan timbulnya rasa kurang percaya diri pada
penderita yang bisa menyebabkan stress dan terbatasnya hubungan social dengan
orang lain.
f. Gangguan pertumbuhan tulang muka

24
2.12. Prognosis
Kelainan labioschizis merupakan kelainan bawaan yang dapat
dimodifikasi atau disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini
melakukan operasi saat masih usia dini, dan hal ini sangat memperbaiki
penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang
makin berkembang, 80% anak dengan labioschizis yang telah ditatalaksana
mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik.Terapi bicara yang
berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-
masalah berbicara pada anak labioschizis.
2.13. Resiko Kekambuhan
Faktor genetik (yaitu, gen berpartisipasi dalam etiologi celah orofacial
nonsyndromic) diwariskan ke generasi berikutnya, sehingga menciptakan
peningkatan risiko anomali tersebut pada keturunannya. Risiko kekambuhan juga
berbeda sehubungan dengan proporsi faktor genetik dan non genetik.
Dari sudut pandang klinis, 2 faktor yang paling penting ketika
mengevaluasi risiko kekambuhan untuk bibir sumbing dengan atau tanpa langit-
langit: jenis kelamin dari individu-individu (yaitu, pasien dan individu di risiko)
dan keparahan mempengaruhi pada pasien (misalnya, unilateral vs bilateral).
Risiko kekambuhan terendah untuk bibir sumbing dengan atau tanpa
langit-langit sumbing adalah untuk subkategori pasien laki-laki dengan sumbing
unilateral dan dalam kategori ini, untuk adik laki-laki dengan sumbing unilateral
dan untuk putri ayah dengan sepihak bibir sumbing dengan atau tanpa langit-
langit. Risiko tertinggi kekambuhan CL/P adalah untuk subkategori pasien wanita
yang terkena dengan CL bilateral/P.

25
Gamba

Gambar 16. Resiko Kambuh CLP

2.14. Pencegahan
1. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan
terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang
menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait
dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat
frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok
dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada
populasi negara itu.
Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir
tiga perempatnya tinggal di negara berkembang, sering kali dengan
adanya dukungan public dan politik tingkat yang relatif rendah untuk
upaya pengendalian tembakau. Banyak laporan telah
mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan
perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat secara global pada
dekade terakhir. Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta
perempuan di seluruh dunia merokok selama kehamilan mereka dan,

26
ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari
total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka
(Malek, 2001).
2. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat
mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut
sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya defek
sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol
syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika
Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001),
diketahui bahwa interpretasi hubungan antara alkohol dan celah
orofasial dirumitkan oleh bias yang terjadi di masyarakat. Dalam
banyak penelitian tentang merokok, alcohol diketemukan juga sebagai
pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar disebabkan
murni karena alkohol.
3. Memperbaiki Nutrisi Ibu
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I
kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan
struktur kraniofasial yang normal dari fetus.
4. Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan
bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil
(pegawai kesehatan, industry reparasi, pegawai agrikulutur).
Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada
air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani
mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari
beberapa penelitian. namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita
hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait.
Pekerjaan dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor,
pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko
terjadinya celah orofasial.

27
BAB III
KESIMPULAN

Bibir sumbing dan langit-langit (cleft lip and palate) adalah kelainan
kongenital yang sering ditemukan dan menyebabkan kelainan penampakan wajah
dan gangguan bicara.
Prevalensi sumbing di Malang, Jawa Timur prevalensi sumbing adalah 1
per 1000 kelahiran. Penyebab sumbing multifaktorial dan mungkin melibatkan
kombinasi faktor genetik dan lingkungan, namun penyebab celah biasanya tidak
diketahui. Faktor lingkungan dapat meningkatkan risiko celah, merokok dan
alkohol digunakan selama kehamilan, gizi ibu yang buruk dan obat-obatan
tertentu.
Cleft lip dapat didiagnosis dengan ultrasonografi saat dalam
kandungan. Untuk fungsi dan nilai estetik baik untuk bibir, hidung dan rahangnya
diperlukan pembedahan. Disamping jasa seorang spesialis Bedah Plastik juga
dibutuhkan sebuah tim dokter lain yang terdiri dati dokter THT, dokter gigi
spesialis ortodentis, dokter anak, tim terapi bicara dan pekerja sosial.

28
DAFTAR PUSTAKA

Agatha, 2009. Faktor Hereditas dan Kaitannya Dengan Aspek Biologi Molekuler
Pada Kasus Cleft Lip and Palate (Labiognathopalatoschisis).
http://agathariyadi.wordpress.com /tag/bibir-sumbing/ pada tanggal 20
Agustus 2017.
Andriani, L.S. 1997. Komplikasi Obstetri di Rumah Sakit Susteran St. Elisabeth,
Kiupukan, Insana. Cermin Dunia Kedokteran No. 120, 1997 : 22 24.
Malek, R. 2001. Cleft Lip and Palate (Lesions, Pathophysiology and Primary
Treatment). Martin Dunitz Ltd. London. p. 27-28.
Marzoeki J. 2001. Teknik pembedahan celah bibir dan langit-langit. Jakarta:
Sagung Seto;; Hal. 1-8
Redett, R.J. 2009. A Guide ti Understanding Cleft Lip and Palate. Childrens
Craniofacial Association. Dallas.
Sadler, T.W. 2006. Embriologi Kedokteran Langman Ed 10. Jakarta: EGC.
Sandberg DJ, Michael DJ. 2002. Neonatal Cleft Lip and Cleft Palate Repair.
Available from : http://goliath.ecnext.com/coms2/gi_0199-
1510181/Neonatal-cleft-lip-and-cleft.html
Tessier P. Anatomical Classification Facial, Cranio-Facial And Latero-Facial
Clefts. J Maxillofac Surg. Jun 1976;4(2):69-92.
Tolaraofa, M.M. 2009. Pediatric Cleft Lip and Palate. Department of
Orthodontics, University of the Pacific School of Dentistry.
http://emedicine.medscape.com/article/995535-overview diakses tanggal 20
Agustus 2017
Tolarova MM, Cervenka J. Classification and Birth Prevalence of Orofacial
Clefts. Amer J Med Genet. 1998; 75:126-137.
Young, D.L. Schneider, R.A. Hu, D. Helms, J.A. 2000. Genetic and Teratogenic
Approaches to Craniofacial Development. Critical Reviews in Oral Biology
& Medicine 11:304-317.

29

Anda mungkin juga menyukai