Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

OBAT EMERGENCY

Disusun Oleh :
M. Indra Jaya (17344059)

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


Jl. Jalan Moh Kahfi II, Srengseng Sawah, Jagakarsa
Jakarta Selatan
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami bisa selesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan pertolongan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut berkontribusi didalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata sempurna baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami terbuka untuk menerima
segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga kami bisa
melakukan perbaikan menjadi makalah yang baik dan benar.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat ataupun inpirasi bagi pembaca.

. Jakarta, Oktober 2017

. Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien, rumah sakit wajib memiliki
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dapat digunakan dalam penanganan kasus
emergensi. Sediaan emergensi yang dimaksud adalah obat
obat yang bersifat life saving atau life threatening beserta alat kesehatan yang
mendukung kondisi emergensi. Untuk itu pengelolaan obat emergensi menjadi hal yang
penting dan menjadi tanggung jawab bersama, baik dari instalasi farmasi sebagai penyedia
sediaan farmasi dan alat kesehatannya, serta dokter dan perawat sebagai pengguna. Selain
itu pengelolaan sediaan emergensi ini masuk di dalam standar Akreditasi Rumah Sakit yaitu
standar Managemen Penggunaan Obat (MPO) dan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit.
Obat gawat darurat merupakan sebagian dari obat obatan yang harus ada dalam
persediaan ruangan, obat ini mutlak harus selalu tersedia di setiap ruangan karena
pengaruhnya yang begitu besar terhadap pelayanan yang terkait yaitu mengembalikan fungsi
sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya dengan menggunakan obat-obatan.
Obat gawat darurat bersifat life saving yang diperlukan pada keadaan gawat darurat
untuk menyelamatkan jiwa atau mencegah terjadinya kematian dan kecacatan seumur hidup.
Berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat kepada pasien obat gawat darurat dibedakan
menjadi kategori yaitu Obat kategori Vital, Essential dan Desirable (VED). Obat kategori
Vital adalah obat yang sangat dibutuhkan pasien dengan segera untuk menyelamatkan hidup,
obat kategori ini mutlak tersedia sepanjang waktu dalam persediaan ruangan. Kekosongan
obat jenis ini akan berakibat fatal dan tidak dapat ditoleransi. Obat kategori Essential adalah
obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu pemberian obat lebih rendah
dibandingkan kategori vital, masih ada toleransi kekosongan selama tidak lebih dari 24 jam.
Obat kategori Desirable adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu
pemberian obat paling rendah dibandingkan Vital dan Essential, masih ada toleransi
kekosongan selama tidak lebih dari 48 jam.
Oleh karena itu dituntut peran aktif dari Instalasi Farmasi untuk mengelola obat
emergency yang disimpan di ruangan mulai dari daftar standar obat emergency yang boleh
disimpan, cara penyimpanan serta jaminan ketersediaan obat pada saat akan digunakan.
Untuk mencapai hal tersebut maka perlu dilakukan pengaturan serta panduan
tentang pengelolaan obat emergency di ruangan pelayanan yang akan digunakan sebagai
acuan bagi petugas dalam melaksanakan pelayanan.

B. Tujuan
1. Memahami apa itu obat emergency
2. Mengetahui obat apa saja yang termasuk obat emergency
3. Memahami bagaimana pengelolaan obat emergency
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Emergency adalah Situasi yang tidak dikehendaki, mendadak, dan berkembang
secara cepat, sehingga menimbulkan bahaya yang mengancam keselamatan manusia,
kerugian aset perusahaan dan kerusakan lingkungan. Konsisi semacam ini harus segera
diatasi agar terhindar dari dampak lebih buruk.
Obat-obatan emergency atau gawat darurat adalah obat-obat yang digunakan untuk
mengatasi situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support. Pengetahuan mengenai
obat-obatan ini penting sekali untuk mengatasi situasi gawat darurat yang mengancam
nyawa dengan cepat dan tepat.

B. Tujuan terapi Obat emergency


Tujuan terapi obat pada pasien kritis sama pada setiap individu: untuk mencapai efek
yang diinginkan dengan meminimalkan efek yang merugikan. Berbagai faktor dapat
mengubah farmakodinamik dan farmakokinetik yang akhirnya mempengaruhi keefektifan
terapi obat

C. Pengelolaan Obat Emergency


Dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien, rumah sakit wajib memiliki
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dapat digunakan dalam penanganan kasus
emergensi. Sediaan emergensi yang dimaksud adalah obat-obat yang bersifat life saving
atau life threatening beserta alat kesehatan yang mendukung kondisi emergensi. Untuk itu
pengelolaan obat emergensi menjadi hal yang penting dan menjadi tanggung jawab
bersama, baik dari instalasi farmasi sebagai penyedia sediaan farmasi dan alat kesehatannya,
serta dokter dan perawat sebagai pengguna. Selain itu pengelolaan sediaan emergensi ini
masuk di dalam standar Akreditasi Rumah Sakit yaitu standar Managemen Penggunaan
Obat (MPO) dan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Menurut Permenkes nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit, pengelolaan obat emergensi harus menjamin beberapa hal sebagai berikut :

1. Jumlah dan jenis obat emergensi sesuai dengan standar/daftar obat emergensi yang sudah
ditetapkan rumah sakit
2. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain
3. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti
4. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluarsa
5. Dilarang dipinjam untuk kebutuhan lain

Dalam pengelolaan obat emergensi, rumah sakit seharusnya memiliki kebijakan


maupun prosedur agar lebih mudah dan tertata dalam pelaksanaannya. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan terkait dengan pengelolaan obat emergensi di antaranya adalah
penentuan jenis serta jumlah sediaan emergensi, penyimpanan, penggunaan, dan
penggantian sediaan emergensi.
Rumah sakit harus menyediakan lokasi penyimpanan obat emergensi untuk kondisi
kegawatdaruratan. Obat emergensi harus tersedia pada unit-unit dan dapat terakses segera
saat diperlukan di rumah sakit. Idealnya obat-obat emergensi harus ada pada setiap unit
perawatan atau pelayanan. Jika terkendala dengan jumlahnya, maka obat-obat tersebut bisa
ditempatkan pada titik-titik lokasi yang sering atau rawan terjadi kondisi emergensi. Apabila
terjadi keadaan emergensi yang jauh dari lokasi perawatan atau tempat sediaan emergensi,
maka untuk pertolongannya dapat dilakukan dengan cara pemanggilan tim code blue rumah
sakit.
Rumah sakit sebaiknya menetapkan daftar obat emergensi yang sama untuk setiap
unit perawatan. Daftar tersebut dapat berisi nama obat, kekuatan sediaan, bentuk sediaan
dan jumlah. Alangkah baiknya juga disediakan daftar dosis untuk obat emergensi. Daftar
obat emergensi dapat ditempatkan/ditempel pada tempat penyimpanan obat emergensi agar
memudahkan dokter/perawat yang akan memakai obat tersebut.
Obat-obat emergensi tidak boleh dicampur dengan obat lain dan dapat disimpan pada
troli, kit, lemari, tas atau kotak obat emergensi sesuai dengan kebutuhan unit. Perbedaan
tempat penyimpanan tersebut menyesuaikan dengan isi dan kebutuhan unit tersebut, sebagai
contoh untuk troli bisa ditempatkan defibrilator, sedangkan tas emergensi lebih mudah
dibawa oleh petugas kesehatan untuk menjangkau lokasi yang jauh dari tempat obat
emergensi. Lokasi penyimpanan obat-obat tersebut harus mudah diakses ketika
dibutuhkanya dan tidak terhalang oleh barier fisik atau benda lain. Selain itu perlu juga
mempertimbangkan stabilitas obatnya yaitu pada suhu ruang yang terkontrol.
Guna menjamin keamanan baik dari penyalahgunaan maupun dari pencurian, tempat
penyimpanan obat harus dikunci atau disegel dengan segel yang memiliki nomor register
yang berbeda-beda dan segel tersebut terbuat dari bahan sekali pakai, artinya ketika segel
dibuka, segel tersebut akan rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi. Penggunaan segel sekali
pakai memiliki keuntungan sebagai indikator apakah obat emergensi tersebut dalam keadaan
utuh atau tidak.
Penataan sediaan emergensi juga harus memenuhi prinsip keamanan, sebagai
pertimbangan untuk obat yang penampilan dan penamaannya mirip (Look Alike Sound
Alike atau LASA), ditempatkan tidak berdekatan dan diberi label LASA untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan. Untuk obat-obat yang termasuk dalam daftar High Alert
Medication (HAM) juga diberi label HAM.
Dalam penggunaannya, tempat penyimpanan obat emergensi harus dibuka dengan
cara menarik segel sampai putus dan mengambil obat sesuai dengan yang dibutuhkan,
kemudian dokter menulis resep yang berisi obat yang sudah digunakan. Resep tersebut
diberikan kepada petugas farmasi untuk dilakukan penggantian obat yang sudah digunakan.
Pada saat mengambil dan mengganti obat emergensi, hal yang juga penting untuk dilakukan
adalah menulis pada lembar pemakaian dan penggantian sediaan emergensi yang berisi
daftar nama pasien yang menggunakan, berikut nama obat, tanggal kadaluarsa dan
jumlahnya serta tidak lupa mengisi nama petugas yang melakukannya dan no segel yang
baru.
Obat emergensi harus selalu terjaga stok obatnya agar selalu siap dipakai. Oleh
karena itu, petugas yang ada di unit terkait harus segera melaporkan penggunaan obat
emergensi tersebut kepada petugas farmasi untuk dilakukan penggantian stok dan
penyegelan kembali untuk menjaga keamanan dan kelengkapan obat tersebut. Penggantian
harus dilakukan sesegera mungkin, dan rumah sakit perlu menetapkan standar waktu
maksimal penggantian obat agar obat selalu siap digunakan pada saat dibutuhkan.
Apabila ada keterbatasan kemampuan maupun jumlah petugas farmasi, penggantian obat
emergensi bisa diprioritaskan untuk unit yang rawan/sering terjadi kasus emergensi terlebih
dahulu. Bisa juga dengan menetapkan standar waktu yang berbeda untuk penggantian obat
emergensi pada unit yang sering dengan yang jarang pemakaiannya.
Sediaan emergensi perlu dilakukan monitoring dan pengecekan secara berkala untuk
memastikan kualitas obat di dalamnya. Oleh karena itu rumah sakit juga harus menetapkan
jangka waktu monitoring obat emergensi. Apabila terdapat obat yang rusak atau hampir
kadaluarsa maupun obat yang sudah kadaluarsa ditemukan, maka harus segera dilakukan
penggantian. Setelah dilakukan penggantian stok obat, perlu dilakukan kembali penyegelan
dengan menggunakan segel dengan nomor register yang baru oleh petugas farmasi. Dalam
melakukan monitoring obat-obat emergensi perlu adanya lembar catatan yang berisi
mengenai catatan pengecekan pengambilan, pemakaian dan penggantian obat emergensi
yang berfungsi untuk memastikan obat emergensi dalam keadaan utuh dan siap dipakai.

D. Klasifikasi Obat Obat Emergency


Berdasarkan sifat pemakaiannya obat-obat yang tertuang dalam Formularium Rumah
Sakit dibedakan dalam dua jenis yaitu obat gawat darurat dan obat bukan gawat darurat.
Obat gawat darurat merupakan sebagian dari obatobatan yang harus ada dalam persediaan
ruangan, obat ini mutlak harus selalu tersedia di setiap ruangan karena pengaruhnya yang
begitu besar terhadap pelayanan yang terkait. Obat ini bersifat life saving yang diperlukan
pada keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa atau mencegah terjadinya kematian
dan kecacatan seumur hidup. Berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat kepada pasien
obat gawat darurat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu Obat kategori Vital, Essential dan
Desirable (VED). VED bertujuan untuk mengklasifikasikan obat berdasarkan kekritisan
waktu pemberian obat kepada pasien. Kategori obat tersebut adalah :
a. Obat kategori Vital adalah obat yang sangat dibutuhkan pasien dengan segera untuk
menyelamatkan hidup, obat kategori mutlak tersedia sepanjang waktu dalam
persediaan ruangan.
b. Obat kategori Essential adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu
pemberian obat lebih rendah daripada kategori vital.
c. Obat kategori Desirable adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu
pemberian obat paling rendah daripada Vital dan Essential. Obat ini biasanya dalam
sedian oral untuk penanganan pasien lebih lanjut.
1. penggolongan obat anestesi-emergency

Tabel 3.1 Penggolongan Obat Anestesi Emergency

Obat-Obatan Anestesi 1. Sulfas Atropin


Umum: 2. Pethidin
3. Propofol/ Recofol
4. Succinil Cholin
5. Tramus
6. Sulfas Atropin
7. Efedrin
Obat untuk Anestesi 1. Buvanest atau Bunascan
Spinal: 2. Catapress (untuk menambah efek buvanest)
Obat-obatan emergency 1. Atropin
yang harus ada dalam 2. Efedrin
kotak emergency: 3. Ranitidin
4. Ketorolac
5. Metoklorpamid
6. Aminofilin
7. Asam Traneksamat
8. Adrenalin
9. Kalmethason
10. furosemid (harus ada untuk pasien urologi)
11. lidocain
12. gentamicyn salep mata
13. Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)
14. Methergin (untuk pasien obsgyn)
15. Adrenalin
2. Penggolongan Obat Premedikasi

Tabel 3.2 Penggolongan Obat Premedikasi

1. Golongan Analgetika sangat kuat.


Narkotika a. Jenisnya : petidin dan morfin.
b. Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.
c. Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah,
Vasodilatasi pembuluh darah diberikan jika anestesi
dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah,
misalnya: halotan, tiopental, propofol.
1) Pethidin : diinjeksikan pelan untuk mengurangi
kecemasan dan ketegangan, menekan TD dan nafas,
merangsang otot polos.
2) Morfin : adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada
sebelum pembedahan, mengurangi kecemasan dan
ketegangan, menekan TD dan nafas, merangsang otot
polos, depresan SSP, pulih pasca bedah lebih lama,
penyempitan bronkus, mual muntah (+)
2. Golongan a. Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative;
Sedativa dan diazepam dan DHBF (Dihidrobensferidol) untuk golongan
Transquilizer transquilizer.
b. Fungsi : sebagai obat penenang dan membuat pasien
menjadi mengantuk.
c. Efek samping : depresi nafas, depresi sirkulasi.
d. Diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum
dianestesi, pasien tampak lebih gelisah
1) Barbiturat : menimbulkan sedasi dan menghilangkan
kekhawatiran sebelum operasi, depresan lemah nafas
dan silkulasi, mual muntah jarang
2) Diazepam : induksi, premedikasi, sedasi,
menghilangkan halusinasi karena ketamin,
mengendalikan kejang, menguntungkan untuk usia tua,
jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia, serta
premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg
3. Golongan Obat a. Contoh : sulfas atropine dan skopolamin.
Pengering b. Tujuan : menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan
- lendir di mulut serta menurunkan efek parasimpatolitik /
paravasopagolitik sehingga menurunkan risiko timbulnya
refleks vagal.
c. Efek samping : proses pembuangan panas akan terganggu,
terutama pada anak-anak sehingga terjadi febris dan
dehidrasi
d. Diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan
efek hipersekresi, mis: dietileter atau ketamin

3. Penggolongan Obat yang lain

Tabel 3.3 Penggolongan Obat yang lain

A. Obat Induksi 1. Ketamin/Ketalar


intravena a. Efek analgesia kuat sekali. Terutama
untuk nyeri somatik( tidak untuk nyeri
visceral). Efek hipnotik kurang. Efek
relaksasi tidak ada
b. Refleks pharynx dan larynx masih cukup
baik batuk saat anestesi refleks
vagal
c. Disosiasi mimpi yang tidak enak,
disorientasi tempat dan waktu, halusinasi,
gaduh gelisah, tidak terkendali. Saat
padart mulai sadar dpt timbul eksitasi
d. Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen,
tekanan intracranial (Efek ini dapat
diperkecil dengan pemberian thiopental
sebelumnya). TD sistolik diastolic naik
20-25%, denyut jantung akan meningkat.
(akibat peningkatan aktivitas saraf
simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah
dengan premedikasi opiat, hiosin. Dilatasi
bronkus. Antagonis efek konstriksi
bronchus oleh histamine. Baik untuk
penderita-penderita asma dan untuk
mengurangi spasme bronkus pada
anesthesia umum yang masih ringan.
e. Dosis berlebihan secara iv dapat
menimbulkan depresi napas. Pada anak
dpt timbulkan kejang, nistagmus.
Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%
f. Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15
menit
g. Metabolisme di liver (hidrolisa dan
alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh
melalui urin
h. Ketamin bekerja pada daerah asosiasi
korteks otak, sedang obat lain bekerja
pada pusat retikular otak
Indikasi
a. Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas
sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik pada
daerah leher, disini untuk melakukan intubasi
kadang sukar.
b. Untuk prosedur diagnostic pada bedah
saraf/radiologi (arteriograf).
c. Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)
d. Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak
mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk
induksi pada pasien syok.
e. Untuk tindakan operasi kecil.
f. Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.
g. Pasien asma
Kontraindikasi
a. hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100
mmHg
b. riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)
c. Dekompensasi kordis
Relative:
Riwayat kelainan jiwa
Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih
baik
2. Profolol
a. Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih
seperti susu dengan bahan pelarut terdiri dari
minyak kedelai dan postasida telur yg dimurnikan.
b. Kadang terasa nyeri pada penyuntikan
dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol
jarang pada anak karena sakit dan iritasi pada
saat pemberian
c. Analgetik tidak kuat
d. Dapat dipakai sebagai obat induksi dan obat
maintenance
e. Obat setelah diberikan didistribusi dgn cepat
ke seluruh tubuh.
f. Metabolisme di liver dan metabolit tdk aktif
dikeluarkan lewat ginjal.
g. Saat dipakai untuk induksi juga dapat terjadi
hipotensi karena vasodilatasi dan apnea sejenak
Efek Samping
a. Bradikardi
b. Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai
sadar.
c. Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan
d. Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung dan
pernapasan
Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan
gangguan jalan napas, ginjal, liver, syok hipovolemik.
3. Triopenthal
a. Ultra short acting barbiturat
b. Dipakai sejak lama (1934)
c. Tidak larut dlm air, tp dlm bentuk natrium
(sodium thiopental) mudah larut dlm air
4. Pentothal
a. Zat dari sodium thiopental. Bentuk bubuk
kuning dalam ampul 0,5 gr(biru), 1
gr(merah) dan 5 gr. Dipakai dilarutkan
dengan aquades
b. Larutan pentotal bersifat alkalis, ph 10,8.
Larutan tidak begitu stabil, hanya bisa
disimpan 1-2 hari (dalam kulkas lebih
lama, efek menurun)
c. Pemakaian dibuat larut 2,5%-5%, tapi
dipakai 2,5% untuk menghindari
overdosis, komplikasi > kecil, hitungan
pemberian lebih mudah
d. Obat mengalir dalam aliran darah (aliran
ke otak ) efek sedasi dan hipnosis
cepat terjadi, tapi sifat analgesik sangat
kurang. TIK
e. Mendepresi pusat pernapasan
f. Membuat saluran napas lebih sensitif
terhadap rangsangan
g. Depresi kontraksi denyut jantung,
vasodilatasi pembuluh darah hipotensi.
Dapat menimbulkan vasokontriksi
pembuluh darah ginjal
h. Tak berefek pada kontraksi uterus, dapat
melewati barier plasenta. Dapat melewati
ASI
i. Menyebabkan relaksasi otot ringan, reaksi
anafilaktik syok, gula darah sedikit
meningkat. Metabolisme di hepar
j. Cepat tidur, waktu tidur relatif pendek
k. Dosis iv: 3-5 mg/kgBB
Kontraindikasi
a. Syok berat
b. Anemia berat
c. Asma bronkiale menyebabkan konstriksi
bronkus
d. Obstruksi saluran napas atas
e. Penyakit jantung dan liver
kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat
ginjal)
B. Obat Anestetik 1. Halothan/fluothan
inhalasi a. Tidak berwarna, mudah menguap
b. Tidak mudah terbakar/meledak
c. Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya
Efek
a. Tidak merangsang traktus respiratorius
b. Depresi nafas stadium analgetik
c. Menghambat salivasi
d. Nadi cepat, ekskresi airmata
e. Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi
cukup
f. Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
g. Depresi otot jantung aritmia (sensitisasi
terhadap epinefrin). Depresi otot polos pembuluh
darah vasodilatasi hipotensi
h. Vasodilatasi pembuluh darah otak
i. Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
j. Meningkatkan aktivitas vagal vagal refleks
k. Pemberian berulang (1-3 bulan) kerusakan
hepar (immune-mediated hepatitis)
l. Menghambat kontraksi otot rahim
m. Absorbsi dan ekskresi obat oleh paru, sebagian
kecil dimetabolisme tubuh
n. Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat
maintenance
Keuntungan
a. Cepat tidur
b. Tidak merangsang saluran napas
c. Salivasi tidak banyak
d. Bronkhodilator obat pilihan untuk asma
bronkhiale
e. Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
f. Kadang tidak mual dan tidak muntah, penderita
sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian
a. Overdosis
b. Perlu obat tambahan selama anestesi
c. Hipotensi karena depresi miokard dan
vasodilatasi
d. Aritmia jantung
e. Sifat analgetik ringan
f. Cukup mahal
g. Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan
2. Nitrogen Oksida (N2O)
Gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak
mudah terbakar dan relatif tidak larut dalam darah.
Efek:
a. Analgesik sangat kuat setara morfin
b. Hipnotik sangat lemah
c. Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
d. Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai
O2 minimal 25%. Bila murni N2O = depresi dan
dilatasi jantung serta merusak SSP
Jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan
salah satu cairan anestetik lain seperti halotan dan
sebagainya.
3. Eter
a. Tidak berwarna, sangat mudah menguap dan
terbakar, bau sangat merangsang
b. Iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus
c. Margin safety sangat luas
d. Murah
e. Analgesi sangat kuat
f. Sedatif dan relaksasi baik
g. Memenuhi trias anestesi teknik sederhana
4. Enfluran
a. Isomer isofluran
b. Tidak mudah terbakar, namun berbau.
c. Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas
gelombang otak seperti kejang (pada EEG).
d. Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat
dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif
dibanding halotan.
5. Isofluran
a. Cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah
terbakar dalam suhu kamar
b. Menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi
dan tahan terhadap penyimpanan sampai dengan 5
tahun atau paparan sinar matahari.
c. Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3
dosis jika pakai isofluran
6. Sevovluran
a. Tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek
bronkodilator sehingga banyak dipilih untuk
induksi melalui sungkup wajah pada anak dan
orang dewasa.
b. Tidak pernah dilaporkan kejadian immune-
mediated hepatitis
C. Obat Muscle a. Bekerja pada otot bergaris: terjadi kelumpuhan
Relaxant otot napas dan otot-otot mandibula, otot
intercostalis, otot-otot abdominalis dan relaksasi
otot-otot ekstremitas.
b. Bekerja pertama: kelumpuhan otot
mataekstremitasmandibulaintercostalis
abdominal diafragma.
c. Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi
napas buatan.
d. Obat ini membantu pada operasi khusus spt
operasi perut agar organ abdominal tdk keluar
dan terjadi relaksasi
e. Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi
f. Durasi
1) Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
2) Short (10-15 menit) : mivakurium
3) Medium (15-30 menit) : atrakurium,
vecuronium
4) Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin ,
pankuronium, pipekuronium, doksakurium,
galamin
g. Efek terhadap kardiovaskuler
1) Tubokurarin , metokurin , mivakurium dan
atrakurium : Hipotensi pelepasan histamin dan
(penghambatan ganglion)
2) Pankuronium : menaikkan tekanan darah
suksinilkolin : aritmia jantung

4. Penggolongan Obat Muscle Relaxant


Tabel 3.4 Penggolongan Obat Muscle Relaxant

Depolarisasi Non Depolarisasi


Sediaan Suksinilkolin, dekametonium Tubokurarin/kurare,
Atrakurium Besilat,
vekuronium, matokurin,
alkuronium, Pankuronium
(Pavulon), galamin,
fasadinium, rekuronium,
Indikasi Tindakan relaksasi singkat Tindakan relaksasi yg lama.
pemasangan pipa pada geriatri, kelainan
endotracheal/spasme laring jantung, hati, ginjal yang
berat
Durasi 5-10 mnt 30 mnt 1 jam
Fasikulasi + -
Obat antagonis - + (antikolinesterase,
mis: prostigmin)
Lewat barier - (aman pada SC)
plasenta
Efek muskarinik < + (bradikardi,
hipersekresi, cardiac
arrest)
Hiperkalemi + -
Pelepasan histamin + Tubokurarin/kurare(+)
(hipotensi, Pankuronium (-)
hipersekresi asam
lambung, spasme
bronkhus)
Efek samping Menurunnya atau
meningkatnya HR dan BP
Myalgia post op
Meningkat tekanan
intragaster, intraokuler dan
intrakranial
Malignant hyperthermia
Myoklonus
5. Monografi Obat
a. Epinephrin
Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole, PEA) , bradikardi, reaksi atau
syok anfilaktik, hipotensi.
Dosis 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 35 menit, dapat diberikan intratrakeal atau
transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena. Untuk syok anafilaktik dengan
dosis 0,3-0,5 mg sc dapat diulang setiap 15-20 menit. Untuk terapi bradikardi atau
hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus dengan dosis 1mg (1 mg = 1 : 1000)
dilarutka dalam 500 cc NaCl 0,9 %, dosis dewasa 1 g/mnt dititrasi sampai
menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat mencapai 2-10 g/mnt
Pemberian dimaksud untuk merangsang reseptor adrenergic dan meningkatkan
aliran darah ke otak dan jantung

b. Lidokain (lignocaine, xylocaine)


Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan irama antara lain VF, VT,
Ventrikel Ekstra Sistol yang multipel, multifokal, konsekutif/salvo dan R on T
Dosis 1 1,5 mg/kg BB bolus i.v dapat diulang dalam 3 5 menit sampai dosis total
3 mg/kg BB dalam 1 jam pertama kemudian dosis drip 2-4 mg/menit sampai 24 jam
dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena
Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus arrest dan irama
idioventrikuler

c. Sulfas Atropin
Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki sistim
konduksi AtrioVentrikuler
Indikasi : asistole atau PEA lambat (kelas II B), bradikardi (kelas II A) selain AV
blok derajat II tipe 2 atau derajat III (hati-hati pemberian atropine pada bradikardi
dengan iskemi atau infark miokard), keracunan organopospat (atropinisasi)
Kontra indikasi : bradikardi dengan irama EKG AV blok derajat II tipe 2 atau derajat
III.
Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis total 0,03-0,04
mg/kg BB, untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-5 menit maksimal 3 mg.
dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan dosis 22,5 kali dosis intra vena
diencerkan menjadi 10 cc

d. Dopamin
Untuk merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar kontraktilitas miokard, curah
jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat
Dosis 2-10 g/kgBB/menit dalam drip infuse. Atau untuk memudahkan 2 ampul
dopamine dimasukkan ke 500 cc D5% drip 30 tetes mikro/menit untuk orang dewasa

e. Magnesium Sulfat
Direkomendasikan untuk pengobatan Torsades de pointes pada ventrikel takikardi,
keracunan digitalis.Bisa juga untuk mengatasi preeklamsia
Dosis untuk Torsades de pointes 1-2 gr dilarutkan dengan dektrose 5% diberikan
selama 5-60 menit. Drip 0,5-1 gr/jam iv selama 24 jam

f. Morfin
Sebagai analgetik kuat, dapat digunakan untuk edema paru setelah cardiac arrest.
Dosis 2-5 mg dapat diulang 5 30 menit

g. Kortikosteroid
Digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan gangguan inhalasi dan untuk
mengurangi edema cerebri

h. Natrium bikarbonat
Diberikan untuk dugaan hiperkalemia (kelas I), setelah sirkulasi spontan yang timbul
pada henti jantung lama (kelas II B), asidosis metabolik karena hipoksia (kelas III)
dan overdosis antidepresi trisiklik.
Dosis 1 meq/kg BB bolus dapat diulang dosis setengahnya.
Jangan diberikan rutin pada pasien henti jantung.

i. Kalsium gluconat/Kalsium klorida


Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung, stabilisasi membran sel otot
jantung terhadap depolarisasi. Juga digunakan untuk mencegah transfusi masif atau
efek transfusi akibat darah donor yang disimpan lama
Diberikan secara pelahan-lahan IV selama 10-20 menit atau dengan menggunakan
drip
Dosis 4-8 mg/Kg BB untuk kalsium glukonat dan 2-4 mg/Kg BB untuk Kalsium
klorida. Dalam tranfusi, setiap 4 kantong darah yang masuk diberikan 1 ampul
Kalsium gluconat

j. Furosemide
Digunakan untuk mengurangi edema paru dan edema otak
Efek samping yang dapat terjadi karena diuresis yang berlebih adalah hipotensi,
dehidrasi dan hipokalemia
Dosis 20 40 mg intra vena
k. Diazepam
Digunakan untuk mengatasi kejang-kejang, eklamsia, gaduh gelisah dan tetanus
Efek samping dapat menyebabkan depresi pernafasan
Dosis dewasa 1 amp (10 mg) intra vena dapat diulangi setiap 15 menit.

l. Digoksin
Digunakan untuk aritmia, supraventikuler, atrial vibrilasi dan gagal jantung.
Efek samping pada pasien dengan insufisiensi renal atau hipokalemia biasanya lebih
mudah terjadi keracunan digoksin dengan gejala mual, muntah, aritmia
(supraventrikular, bradikardi dan block), gynecomastia ( sangat jarang).
Dosis intravena 0,5 mg dalam 15 menit dan diulang setelah 6 jam dan kemudian
dilanjutkan pemeliharaan peroral.

Dalam Jumlah di Dalam Dosis 1 cc


Obat pengenceran
sediaan sediaan spuit (mg/kgBB) spuit =

Pethidin Ampul 100mg/2cc 2cc + 10 cc 0,5-1 10 mg


aquadest 8cc
Fentanyl 0,05 mg/cc 0,05m
g
Recofol Ampul 200mg/ 10cc + 10 cc 2-2,5 10 mg
(Propofol) 20cc lidocain 1
ampul
Ketamin Vial 100mg/cc 1cc + 10 cc 1-2 10 mg
aquadest 9cc
Succinilc Vial 200mg/ Tanpa 5 cc 1-2 20 mg
holin 10cc pengenceran

Atrakuriu Ampul 10mg/cc Tanpa 5 cc Intubasi: 10 mg


m Besilat pengenceran 0,5-0,6,
(Tramus/ relaksasi:
Tracrium) 0,08,
maintenanc
e: 0,1-0,2
Efedrin Ampul 50mg/cc 1cc + 10 cc 0,2 5 mg
HCl aquadest 9cc
Sulfas Ampul 0,25mg/cc Tanpa 3 cc 0,005 0,25
Atropin pengenceran mg
Ondanse Ampul 4mg/2cc Tanpa 3 cc 8 mg 2 mg
ntron HCl pengenceran (dewasa)
(Narfoz) 5 mg (anak)
Aminofilin Ampul 24mg/cc Tanpa 10 cc 5 24 mg
pengenceran
Dexamet Ampul 5 mg/cc Tanpa 1 5 mg
hason pengenceran
Adrenalin Ampul 1 mg/cc 0,25-0,3
Neostigm Ampul 0,5mg/cc Tanpa Masukkan 2 0,5 mg
in pengenceran ampul
(prostigmi prostigmin +
n) 1 ampul SA
Midazola Ampul 5mg/5cc Tanpa 0,07-0,1 1 mg
m pengenceran
(Sedacu
m)
Ketorolac Ampul 60 mg/2cc Tanpa 30 mg
pengenceran
Difenhidr Ampul 5mg/cc Tanpa 5 mg
amin HCl pengenceran
BAB III
KESIMPULAN
Obat-obatan emergency merupakan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi situasi gawat
darurat atau untuk resusitasi/life support. Pengetahuan mengenai obat-obatan ini penting sekali
untuk mengatasi situasi gawat darurat yang mengancam nyawa dengan cepat dan tepat. Obat-
obat emergency atau obat-obat yang dipakai pada gawat darurat adalah atrofin, efedrinn, aspirin,
dobutamin, dopamin, furosemid, hidralazin, heparin, lidocain, metyldopa, nitrogliserin.

Banyak sekali macam obat emergency, sebagai apoteker memerlukan pemahaman sebagai
modal sebelum memberikan obat kepada pasien. Kita harus melihat indikasi, kontaindikasi dan
efeksamping karena setiap kasus akan berbeda pula obat emergensi yang diberikan. Sehingga
pasien akan tertolong dengan pertolongan yang tepat dan tidak ada kejadian vatal yang
diakibatkan oleh kesalahan pemberian obat emergensi.

Anda mungkin juga menyukai