Anda di halaman 1dari 8

Nama Peserta : dr.

Fitriya Syaifuddin
Nama Wahana : RSUD Kabupaten Mamuju
Topik : Tonsilitis Kronis
Tanggal (kasus) : 3 Juni 2017 Presenter : dr. Fitriya Syaifuddin
Nama Pasien : An. R No. RM : 076667
Tanggal Presentasi : 2 Okt ober 2017 Pendamping : dr. H. Jumakil Syam, M.Kes
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Kabupaten Mamuju
Obyektif Presentasi : Anggota Komite Medik & Dokter Internsip RSUD Kabupaten Mamuju
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil


Deskripsi :
Anak perempuan, 12 tahun; Pasien dengan riwayat nyeri telan sejak 2 minggu SMRS
Tujuan :
menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen Tonsilitis Kronis
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi E-mail Pos
dan diskusi
Data pasien : Nama : An. R No RM : 076667
Nama RS : RSUD Kabupaten Mamuju Telp : -
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Pasien anak perempuan 12 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri telan sejak 2
minggu yang lalu. Saat datang ke IGD pasien hanya merasakan nyeri saat menelan dan
menurut keterngan orang tua pasien, pasien mendengkur saat tidur. Sekitar 2 minggu yang
lalu, yang lalu pasien periksa ke poli THT dengan keluhan nyeri telan, demam, batuk yang
dirasakan sudah 3 hari. Nafsu makan menurun dan badan menjadi lemas. BAB normal,
BAK normal, oleh dokter Sp.THT tersebut diberikan obat dan disarankan kembali
seminggu kemudian ke RSUD Kabupaten Mamuju untuk tindakan lanjut setelah keluhan
pasien mereda.

2. Riwayat Penyakit Dahulu :


Sebelumnya pasien sering mengalami keluhan yang sama sebelumnya (+ 4 kali dalam
setahun) selama 2 tahun terakhir.

3. Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit serupa (disangkal).

4. Riwayat pekerjaan :
Pelajar
5. Lain-lain:
-
PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Vital signs
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 82x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu tubuh : 36,4 C per aksilla
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Mulut : faring hiperemis -, tonsil T4=T4, hiperemis (+/+), mukosa tidak rata (+/+),
kripte melebar (+/+) detritus (-/-)
Leher : limfonodi tak teraba
Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ Sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dbn
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ST (-)
C/ S1-2 reguler, ST (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak datar
Auskultasi : peristaltik (+) N
Perkusi : timpani
Palpasi : NT (-)
Ekstremitas
Edema -/-/-/- , akral dingin -/-/-/-
Capillary refill 1-2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium
Hemoglobin : 13,1 g/dl (N)
Leukosit : 11.790/ul (H)
Hematokrit : 37,5 % (N)
Eritrosit : 4,29x106/ul (N)
Trombosit : 307.000/ul (N)
HbsAg : negatif (N)
GDS : 154 mg/dl (N)

DIAGNOSIS
- Tonsilitois Kronis

TERAPI di IGD
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr I.V
- Konsul dr.SpTHT

Konsul Sp THT
- Pro Tonsilektomi
Dilakukan operasi tonsilektomi pada tanggal 11/2/2015
Instruksi post operasi
- Awasi Tensi. Nadi, RR, Suhu dan awasi tanda-tanda perdarahan
- Diet Cair
- R/ IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone inj. 2x1 gr IV
- Dexamethasone inj. 3x1amp I.V
- Santagesic inj. 3x1amp I.V
Daftar Pustaka :
1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007. p212-25.
2. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: ECG,
1997. p263-340
Hasil pembelajaran :
1. Diagnosis Tonsilitis Kronis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Penatalaksanaan Tonsilitis Kronis
3. Edukasi mengenai tatalaksana Tonsilitis Kronis

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
Pasien anak perempuan 12 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri telan sejak 2
minggu yang lalu. Saat datang ke IGD pasien hanya merasakan nyeri saat menelan dan
menurut keterngan orang tua pasien, pasien mendengkur saat tidur. Sekitar 2 minggu
yang lalu, yang lalu pasien periksa ke poli THT dengan keluhan nyeri telan, demam,
batuk yang dirasakan sudah 3 hari. Nafsu makan menurun dan badan menjadi lemas.
BAB normal, BAK normal, oleh dokter Sp.THT tersebut diberikan obat dan disarankan
kembali seminggu kemudian ke RSUD Kabupaten Mamuju untuk tindakan lanjut
setelah keluhan pasien mereda.

2. Obyektif:
a. Kesadaran: composmentis.
b. Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu tubuh : 36,4 C per aksilla
c. faring hiperemis -, tonsil T4=T4, hiperemis (+/+), mukosa tidak rata (+/+), kripte
melebar (+/+) detritus (-/-)
d. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan:
Hemoglobin : 13,1 g/dl (N)
Leukosit : 11.790/ul (H)
Hematokrit : 37,5 % (N)
Eritrosit : 4,29x106/ul (N)
Trombosit : 307.000/ul (N)
HbsAg : negatif (N)
GDS : 154 mg/dl (N)

3. Assesment
Pada kasus ini diagnosa dapat ditegakan melalui Anamnes, PF, PP
Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus
menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-
kadang ada demam dan nyeri pada leher. Dari pemeriksaan fisik tampak tonsil
membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta mengalami
stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada
beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju/dempul amat banyak
terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang
kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai kuburan
dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada
kripta. Dari pemeriksaan penunjang dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman
dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman
dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus,
Streptokokus viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur
jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial
kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :10,18,19
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

4. Plan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil.
Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang
konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk
pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk
membersihkan kripta tonsillaris dengan alat irigasi gigi/oral. Ukuran jaringan tonsil tidak
mempunyai hubungan dengan infeksi kronis/berulang.
Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu
Obstruksi :
- Hiperplasia tonsil dengan obstruksi.
- Sleep apnea atau gangguan tidur.
- Kegagalan untuk bernafas.
- Corpulmonale.
- Gangguan menelan.
- Gangguan bicara.
- Kelainan orofacial / dental yang menyebabkan jalan nafas sempit.
Infeksi
- Tonsilitis kronika / sering berulang.
- Tonsilitis dengan :
+ Absces peritonsilar.
+ Absces kelenjar limfe leher.
+ Obstruksi Akut jalan nafas.
+ Penyakit gangguan klep jantung.
- Tonsilitis yang persisten dengan :
+ Sakit tenggorok yang persisten.
- Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak respon terhadap terapi.
- Otitis Media Kronika yang berulang.
Neoplasia atau suspek neoplasia benigna / maligna.

Indikasi tonsilektomi secara garis besar terbagi 2, yaitu :


1. Indikasi absolut
a. Tonsilitis akut/kronis berulang-ulang
b. Abses peritonsillar
c. Karier Difteri
d. Hipertrofi tonsil yang menutup jalan nafas dan jalan makanan
e. Biopsi untuk menentukan kemungkinan keganasan
f. Cor Pulmonale
2. Indikasi relatif
a. Rinitis berulang-ulang
b. Ngorok (snoring) dan bernafas melalui mulut
c. Cervical adenopathy
d. Adenitis TBC
e. Penyakit-penyakit sistemik karena Streptokokus hemolitikus: demam
rematik. Penyakit jantung rematik, nefritis, dll.
f. Radang saluran nafas atas berulang-ulang
g. Pertumbuhan badan kurang baik
h. Tonsil besar
i. Sakit tenggorokan berulang-ulang
j. Sakit telinga berulang-ulang
Sedangkan kontraindikasi dari tonsilektomi adalah :
1. Kontraindikasi relatif
a. Palatoschizis
b. Radang akut, termasuk tonsilitis
c. Poliomyelitis epidemica
d. Umur kurang dari 3 tahun
2. Kontraindikasi absolut
a. Penyakit darah, leukemia, purpura, anemia aplastik, hemofilia
Penyakit sistemis yang tidak terkontrol : DM, penyakit jantung, dan
sebagainya

Teknik Operasi Tonsilektomi


Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada abad 1
Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari tangan. Di
Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik
Guillotine dan diseksi.
Diseksi: Dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis mouth gag, tonsil
dijepit dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat insisi pada membran
mukus. Dilakukan diseksi dengan disektor tonsil atau gunting sampai
mencapai pole bawah dilanjutkan dengan menggunakan senar untuk
menggangkat tonsil.
Guilotin: Tehnik ini sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat dilakukan bila
tonsil dapat digerakkan dan bed tonsil tidak cedera oleh infeksi berulang.
Elektrokauter: Kedua elektrokauter unipolar dan bipolar dapat digunakan
pada tehnik ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya perdarahan namun dapat
menyebabkan terjadinya luka bakar.
:
Laser tonsilektomi Diindikasikan pada penderita gangguan koagulasi.
Laser KTP-512 dan CO2 dapat digunakan namun laser CO2 lebih
disukai.tehnik yag dilakukan sama dengan yang dilakukan pada tehik
diseksi.

Terapi di IGD
- IVFD RL 20 tpm (untuk memenuhi kebutuhan cairan dan sarana untuk memberikan
obat secara intravena)
- Inj. Ceftriaxone 2x1gr I.V (antibiotik broadspectrum profilaksis sebelum operasi)
- Konsul dr.SpTHT

Konsul Sp THT
- Pro Tonsilektomi
Dilakukan operasi tonsilektomi pada tanggal 11/2/2015
Instruksi post operasi
- Awasi Tensi. Nadi, RR, Suhu dan awasi tanda-tanda perdarahan
- Diet Cair
- R/ IVFD RL 20 tpm (untuk memenuhi kebutuhan cairan dan sarana untuk
memberikan obat secara intravena)
- Ceftriaxone inj. 2x1 gr IV (antibiotik broadspectrum sefalosporin generasi 3)
- Dexamethasone inj. 3x1amp I.V (antiinflamasi)
- Santagesic inj. 3x1a,p I.V (analgetik golongan metimazole)

Pendidikan

Edukasi diberikan mengenai penyakit pasien, komplikasi apabila tidak mendapatkan


pengobatan yang adekuat, prognosis penyakit. tatalaksana tindakan operasi, risiko
operasi, dan penatalaksanaan pasca operasi.
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara percontinuitatum. Komplikasi
jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis,
myositis, nefritis, uvetis iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.1
Beberapa literature menyebutkan komplikasi tonsillitis kronis antara lain:
a) Abses peritonsil.
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya. Abses
biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang mengelilingi
faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan serangan
berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang berat dan
trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.
b) Abses parafaring.
Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus
mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga
menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.
c) Abses intratonsilar.
Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti
dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan
disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan
yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya
dilakukan tonsilektomi.
d) Tonsilolith (kalkulus tonsil).
Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh sisa-
sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan
yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap dan
kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada
dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini
didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya
permukaan yang tidak rata pada perabaan.
e) Kista tonsilar.
Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran kekuningan
diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat dengan mudah
didrainasi.
f) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonephritis.
Dalam penelitiannya Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi meningkat
pada 43% penderita Glomerulonefritis dan 33% diantaranya mendapatkan kuman
Streptokokus beta hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak
pada tonsil dan faring. Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi
patogenesa terjadinya penyakit Glomerulonefritis.

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan
suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih
nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus
dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita
telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada
dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi
yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang,
Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau
pneumonia.

Anda mungkin juga menyukai