Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Letak geografis Indonesia yang berupa kepulauan sangat berpengaruh terhadap
mekanisme pemerintahan Indonesia. Dengan keadaan geografis ini, menyebabkan pemerintah
sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau
penataan pemerintahan maka diperlukan adanya berbagai suatu sistem pemerintahan yang
dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap dibawah pengawasan dari pemerintah
pusat.
Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai munculnya berbagai ancaman terhadap
keutuhan NKRI. Hal itu ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan
diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumber daya alam daerah di Indonesia yang
tidak merata juga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan
untuk memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan
daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa terdapat beberapa daerah yang
pembangunannya memang harus lebih cepat dari pada daerah lain. Karena itulah pemerintah
pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut
otonomi daerah untuk mengelola potensi-potensi dan sekaligus mengembangkannya.

Oleh karena itu, penulis berusaha untuk mengkaji lebih dalam tentang Otonomi
Daerah dan pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari Otonomi Daerah.


2. Mengetahui tujuan dibentuknya Otonomi Daerah tersebut.
3. Mengetahui sejarah perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
4. Mengetahui pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.
5. Mengetahui dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah.
6. Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh Otonomi Daerah.

i
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN OTONOMI DAERAH

Secara etimologi, istilah "otonomi" berasal dari bahasa latin, autos yang
berarti sendiri,dan nomos yang berarti aturan. Berdasarkan etimologi tersebut, otonomi dapat
diartikan sebagai mengatur atau memerintah sendiri. Jadi, pengertian otonomi daerah adalah
pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, seluruh pemerintahan daerah di Indonesia
begitu saja menerima program dari pemerintah pusat sehingga ada keseragaman program di
setiap daerah. Akan tetapi, setelah adanya otonomi daerah, daerah memiliki kewenangan
untuk mengatur daerahnya sendiri.
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian
otonomi daerah adalah wewenang daerah otonom untuk mengatur dan menguris urusan
pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan
keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Kebijakan
desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan
otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh
Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah
yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:

o Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.


o Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi seluas-luasya
dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD 1945.
o Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah
seperti Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah
tertinggi.
o DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para wakil rakyat
yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
o Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus
dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat
yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
o Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-batas wilayah
dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya berdasarkan prakarsa
sendiri namum sesuai dengan sistem NKRI.

i
o Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden Republik
Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

B. TUJUAN DIBENTUKNYA OTONOMI DAERAH

Tujuan utama pembentukan Provinsi dan Kabupaten atau Kota baru idealnya adalah
untuk memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dan ada
pula karena alasan historis, budaya atau kultur (etnis), ekonomi dan keadilan
(www.pkkod.lan.go.id)
Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi
daerah. Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik,
ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut:

a) Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah


penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik
rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak
demokrasi.
b) Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai
pemerintahan yang efisien.
c) Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian
lebih fokus kepada daerah.
d) Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Demi untuk mewujudkan tujuan-tujuan itu, wakil rakyat (Legislatif) dan pemerintah
(Eksekutif) memiliki kewenangan untuk membentuk daerah otonom baru, yaitu Provinsi
baru, kabupaten /kota baru, distrik serta kampung baru. Legislatif dan eksekutif memiliki
kewenangan untuk meneliti layak dan tidaknya suatu daerah atau wilayah dapat dibentuk
menjadi propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru.
Jika berdasarkan kajian telah memenuhi kriteria dan syarat pembentukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia, maka pembentukan daerah otonom baru layak
untuk dilakukan. Dan sebaliknya jika tidak memenuhi syarat dan kriteria yang sudah
ditetapkan dalam Undang-undang Pemekaran, maka pembentukan daerah otonom baru tidak
layak untuk dilakukan.
Ada beberapa kriteria terpenting yang harus dipenuhi dalam pengusulan pembentukan
Daerah Otonom Baru sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 32 tahun 2004, pasal 5 ayat
(1) disebutkan bahwa harus memenuhi syarat adminitratif, teknis dan fisik kewilayahan,
antara lain: luas wilayah, jumlah penduduk, potensi daerah dan sebagainya.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH

A. Warisan Kolonial

i
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan Staatsblaad No. 329 yang memberi
peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian
staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922,
pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini
dibentuk sejumlah provincie, regentschap,stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang
semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang
merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).

Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah
kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa
pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

B. Masa Pendudukan Jepang

Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara
ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan
pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah
Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil
melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan
pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di
Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur
penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan
daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.

C. Masa Kemerdekaan

1. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitikberatkan pada asas dekonsentrasi,


mengatur pembentukan KND di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah
yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-
masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:

Provinsi
Kabupaten
Desa
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja.
Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.

2. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948

i
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU
Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam
UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:

a) Provinsi
b) Kabupaten
c) Desa
d) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

3. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957

Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah
swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah
tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:

1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya


2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III

UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-


luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

4. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959

Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959
menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan
elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri
dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa
kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.

5. Periode Undang Undang nomor 18 tahun 1965

Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:

1) Provinsi (tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat II)
3) Kecamatan (tingkat III)

Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan


kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan
pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain
yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala
daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah,

i
menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di
dalam dan di luar pengadilan.

6. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya
berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat
I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:

1) Provinsi / ibu kota negara.


2) Kabupaten / kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi
masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab.

7. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih


mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun 1999
adalah sebagai berikut:

1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan


berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah
provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah
kabupaten dan daerah kota.
3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.

Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat
daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat.

8. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah
yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No.
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini
memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara
provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah.
Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan

i
di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan
kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.

D. PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari


satu dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia
melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga
saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
tersebut telah mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang
kemudian juga membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di berbagai bidang.
Secara konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga
tujuan utama yang meliputi tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang
ingin diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya
adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai melalui
pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan
daerah, termasuk sumber keuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di
daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia adalah terwujudnya peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai indikator
peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah, terdapat beberapa
faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain : faktor manusia yang meliputi kepala
daerah beserta jajaran dan pegawai, seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi
masyarakatnya. Faktor keuangan daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli
daerah, yang akan mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah.
Faktor manajemen organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai
dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.

E. DASAR HUKUM DAN LANDASAN TEORI OTONOMI DAERAH


1. Dasar hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada
dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan
otonomi daerah, yaitu sebagai berikut:

1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.


2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.

Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis
apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi tersebut
serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat bersaing dengan
daerah otonom lainnya.

i
2. Landasan teori

Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .

a. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas
tersebut sebagai berikut:

Asas tertib penyelenggara negara


Asas Kepentingan umum
Asas Kepastian Hukum
Asas keterbukaan
Asas Profesionalitas
Asas efisiensi
Asas proporsionalitas
Asas efektifitas
Asas akuntabilitas

b. Desentralisasi

Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada


pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa
dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan
adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan
Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma
pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan,
dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan
pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh
program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan
meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat
lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah
dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan,
dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya
sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.

i
c. Sentralisasi

Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah


persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun
1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada
pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan baik dari perimbangan ini
adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.

Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat
dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang
akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa
Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang,
situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana
sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah
melepaskan diri sebesarnya dari pusat bukan membagi tanggung jawab kesejahteraan
daerah.

Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan
tujuan pasti. Pertama- tama, kedua sasi itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran
pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan.
Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya
ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

F. DAMPAK OTONOMI DAERAH

a. Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka
pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang
ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan
respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya
sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur
birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong
pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.

Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi


daerah yaitu:

1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung telah
berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan tentang pengelolaan
sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan (community-based). Aturan itu
ditetapkan pada bulan Oktober yang memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada
masyarakat untuk mengelola hutan milik negara dengan cara yang berkelanjutan.
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM setempat

i
serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil mendapatkan
kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat mereka.

Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat


membawa dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi
berkat adanya Otonomi Daerah di daerah terebut.

b. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di
pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah
yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar
daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh
pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan
dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya
pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem otonomi daerah membuat
peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :
1) Korupsi Pengadaan Barang
Modus :
a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2) Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus :
- Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
- Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3) Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun
dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.

4) Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan
jompo)
Modus :
- Pemotongan dana bantuan sosial biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).

5) Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak
luar.

i
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka
setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada
pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah
tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam
merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan
terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan
yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai
bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.
B. Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:

1. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas


penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan
pemerintahan dan antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.

2. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan
meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat.

3. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu


diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi
membangun atas kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat
dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu bertindak
aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah.

4. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebaiknya


membuang jauh-jauh egonya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompoknya
dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat. Pihak-pihak tersebut seharusnya tidak
bertindak egois dan melaksanakan fungsi serta kewajibannya dengan baik.

i
DAFTAR PUSTAKA

http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-otonomi-daerah.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
Srijanti, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta: Graha Ilmu. 2009.
http://majalahselangkah.com/
Priyanto, Sugeng. Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang:Aneka Ilmu. 2008.
http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-daerah-di.html
http://otonomidaerah.com/pelaksanaan-otonomi-daerah/

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa saya dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul Otonomi Daerah dengan lancar.
Dalam pembuatan makalah ini, saya mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka
pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
guru pembimbing mata pelajaran Pendidikan Pancasila atas tugas yang diberikan guna
menambah nilai tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila, makalah ini dapat selesai dengan
lancer dan terselesaikan.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
saya pada khususnya, saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu saya menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
kearah kesempurnaan. Akhir kata saya sampaikan terimakasih.

Rancakalong, Nopember 2017

Penyusun

i
i

Anda mungkin juga menyukai