Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
(Gambar 1.1)
Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat khusus
dan kompleks, menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Mata
dapat terkena berbagai kondisi diataranya bersifat primer sedang yang lain
bersifat sekunder akibat kelainan pada system organ tubuh lain.
Kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal, dapat
dikontrol dan penglihatan dapat dipertahankan. (Prof.dr.H.Sidsrta Ilyas,
SpM, 2013)
Kelopak atau palpebral mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di
depan kornea. Kelopak merupakan alat menutup mata yang berguna untuk
melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola
mata. (dr. Sri Rahayu Yulianti, SpM, 2013)
Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan
tubuh, local akibat kompetisi metabolism, toksin, replikasi intraseluler /
respon antigen antibody. Inflamasi dan infeksi dapat terjadi pada beberapa
struktur mata dan terhitung lebih dari setengah kelainan mata. Kelainan-
kelainan umum yang terjadi pada mata orang dewasa meliputi :
1
1. Radang/inflamasi pada kelopak mata, konjungtiva, kornea, koroid,
badan ciriary dan iris.
2. Katarak, kekeruhan lensa.
3. Glaucoma, peningkatan tekanan dalam bola mata (IOP).
4. Retina robek/lepas.
(Prof.dr. Sidarta Ilyas SpM, 2010)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang
dapat kami tuliskan adalah :
1. Apa pengertian dari konjungtivitis?
2. Bagaimana etiologi dari konjungtivitis?
3. Apa saja klasifikiasi dari konjungtivitis?
4. Apa saja tanda dan gejalanya ?
5. Bagaimanakah patofisiologis pada konjungtivitis?
6. Bagaimana penatalaksanaanya?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari konjungtivitis?
8. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan
konjungtivitis?
9. Apa pengertian dari uveitis?
10. Bagaimana etiologi dari uveitis?
11. Apa saja klasifikiasi dari konjungtivitis?
12. Apa saja tanda dan gejalanya ?
2
13. Bagaimanakah patofisiologis pada uveitis?
14. Bagaimana penatalaksanaanya?
15. Apa saja pemeriksaan penunjang dari uveinitis?
16. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan uveinitis?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan yang dapat kami
tuliskan adalah :
1. Mengetahui pengertian dari konjungtivitis.
2. Untuk memahami etiologi dari konjungtivitis.
3. Memahami klasifikiasi dari konjungtivitis.
4. Mengetahui tanda dan gejalanya.
5. Untuk mengetahui patofisiologis pada konjungtivitis.
6. Mengetahui penatalaksanaan pengobatannya.
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari konjungtivitis.
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan konjungtivitis.
9. Mengetahui pengertian dari uveitis.
10. Untuk memahami Etiologi dari uveitis.
11. Memahami klasifikiasi dari konjungtivitis.
12. Mengetahui tanda dan gejalanya .
13. Mengetahui patofisiologis pada uveitis.
14. Mengetahui penatalaksanaan pengobatannya.
15. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari uveinitis.
16. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan uveinitis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONJUNGTIVITIS
(Gambar 2.1)
1. Pengertian Konjungtivits
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk
akut maupun kronis. (Prof.dr.H.Sidsrta Ilyas, SpM, 2013)
Konjungtivitis tanpa komplikasi adalah infeksi mata yang biasa
terjadi dan dapat ditangani serta didiagnosa oleh praktisi perawat atau
dokter keluarga. (dr. Sri Rahayu Yulianti, SpM, 2013)
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang
selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam
bentuk akut maupun kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri,
klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik.
Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat terjadi pula karena asap,
angina dan sinar (Ilyas 2008).
2. Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat
bersifat infeksius seperti :
a. Bakteri
Konjungtivitis bakteri biasanya disebabkan oleh
Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophillus.
4
b. Klamidia
Disebabkan oleh organisme Chlamydia trachomatis
c. Virus
Konjungtivitis virus paling sering disebabkan oleh
adenovirus dan penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan
Pikornavirus namun sangat jarang.
d. Jamur
e. Parasit (oleh bahan iritatid => kimia, suhu, radiasi)
f. Imunologi (pada reaksi alergi)
Konjungtivitis yang disebabkan oleh alergi diperantai oleh
IgE terhadap allergen yang umumnya disebabkan oleh bahan kimia .
Kebanyakan konjungtivitis bersifat bilateral. Bila nya unilateral,
penyebabnya adalah toksik atau kimia. Organism penyebab
terserig adalah stafilokokus, streptokokus, pnemokokus, dan
hemofilius. (www.repository.umy.ac.id , 2017 )
Adanya infeksi atau virus. Juga dapat disebabkan oleh
butir -butir debu dan serbuk sari, kontak langsung dengan
kosmetika yang mengandung klorin, atau benda asing yang
masuk kedalam mata. (www.scribd.com, 2017)
3. Klasifikasi Konjungtivitis
Klasifikasi konjungtivitas menurut Prof.dr. Sidarta Ilyas SpM
dalam bukunya yang berjudul Ilmu Penyakit Mata edisi 1 dan 2 tahun
2013, ialah :
a. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat
infeksi gonokok, meningokok, staphylococcus aures, Streptococcus
pneumonia, Hemophilus influenza, dan Escherichia coli.
Memberikan gejala sekret mukosapurulen dan purulent,
kemosis konjungtiva, edema kelopak, kadang-kadang disertai
keratitis dan blefaritis, Konjungtivitis bakteri ini mudah menular,
pada suatu mata ke mata sebelahnya dan menyebar ke orang lain
melalui benda yang dapat menyebarkan kuman.
5
(Gambar 2.2)
(Gambar 2.3)
6
d. Oftalmia Neonatorum
Merupakan konjungtivitis purulent hiperakut yang terjadi
pada bayi dibawah usia 1 bulan, disebabkan penularan dijalan lahir
dari sekret vagina dapat disebabkan oleh berbagai sebab.
(Gambar 2.4)
e. Konjungtivitis Angular
Konjungtivitis angular terutama didapatkan didaerah kantus
interpalpebra, disertai ekskoriasi kulit disekitar daerah meradang.
Konjungtivitis angular disebabkan basil Moraxella axenfeld. Pada
konjungtivitis angular terdapat sekret mukoporulen dan pasien
sering mengedip.
f. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen
Konjungivitis purulen ditandai sekret purulent seperti nanah,
kadang-kadang disertai adanya pseudomembran sebagai massa
putih dikonjungtiva tarsal. Konjungtivitis ini ditemukan pada
orang dewasa atau anak-anak dan bayi. Pada orang dewasa
disebabkan oleh infeksi gonokok. Sekret mukopurulen sering
dianggap sebagai sekret purulent.
Penyakit ini di tandai dengan hyperemia kongjungtiva dengan
sekret mukoporulen yang mengakibatkan kedua kelopak merekat
terutama pada waktu bangun pagi. Sering ada keluhan seperti
7
adanya halo (gambaran pelangi yang sebaiknya dibedakan dengan
halo pada glaucoma)
(Gambar 2.5)
8
yang kemosis. Terdapat perdarahan subkonjungtiva. Pada akhir
minggu pertama perjalanan penyakit, baru timbul gejala-gejala
di kornea.
Gejala-gejala berupa mata berair, silau dan seperti ada
pasir. Gejala radang akut mereda dalam tiga minggu, tetapi
kelainan kornea dapat menetap berminggu minggu, berbulan-
bulan, bahkan bertahun-tahun setelah sembuhnya penyakit.
(Gambar 2.6)
3) Konjungtivitis Herpetik
Konjungtivitis herpetic dapat merupakan manifestasi
primer herpes dan terdapat pada anak-anak yang mendapat
infeksi dari pembawa virus berlangsung selama 2-3 minggu.
Ditandai dengan infeksi unilateral, iritasi, sekret
mukosa, nyeri dan fotofobia ringan. Keadaan ini disertai
keratitis herpes simpleks, dengan vesikel pada kornea yang
dapat membentuk gambaran dendrit.
(Gambar 2.7)
9
4) Konjungtivitis Varisela-Zoster
Disebut juga shingle, zona, atau posterior ganglionitis
akut. Adalah khas Herpes Zoster terdapat pada usia lebih dari
50 tahun. Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada
ganglion Gaseri saraf trieminus. Bila terkna ganglion cabang
oftalmik maka aka terllihat gejala-gejala herpes zoster pada
mata
5) Konjungtivitis Inklusi
Konjungtivitis inklusi merupakan penyakit okulogenital
disebabkan oleh infeksi klamidia, yang merupakan penyakit
kelamin (uretra, prostat, serviks, dan epitel rektum).
Konjungtivitis okulogenital pada bayi timbul 3-5 hari
setelah lahir. Pada bayi dapat memberikan gambaran
kongjungtivitis purulent sedang pada orang dewasa dapat
dalam beberapa bentuk, konjungtiva hiperemik, kemotik,
pseudomembran, folikel yang nyata terutama pada kelompak
bawah dan tidak jarang memberikan gambaran seperti
hipertrofi papil disertai pembesaran kelenjar preurikel.
6) Konjungtivitis New Castle
Dalam perternakan unggas dikenal penyakit New
Castle, yang merupakan suatu pnemo-ensefalitis yang fatal.
Pada manusia virus New Castle dapat menimbulkan
konjungtivitis folikular akut, yang biasanya tidak disertaai
penyakit pada kornea dan kadang-kadang disertai gejala
influenza dengan demam ringan, sakit kepala dan nyeri sendi.
Konjungtivitis ini biasanya mengenai orang-orang yang sering
berhubungan dengan unggas.
Gambaran klinik : kelopak mata bengkak, konjungtiva
tarsal hiperemi dan hiperplasi, tampak folikel folikel kecil
yang terdapat lebih banyak di konjungtiva tarsal inferior. Pada
konjungtiva tarsal dapat ditemukan perdarahan-perdarahan.
Konjungtivitis ini biasanya disertai pembesaran kelenjar pre-
10
aurikular, nyeri tekan. Gejala- gejala diatas memberat dalam 2
atau 3 hari untuk kemudian mereda dan sembuh dalam sampai
3 minggu. Penyakit ini jarang dijumpai.
(Gambar 2.8)
(Gambar 2.9)
11
gatal, biasanya mulai satu mata untuk beberapa jam atau satu
dua hari kemudian diikuti peradangan akut mata yang lain.
Penyakit ini sangat menular dengan kontak langsung atau tidak
langsung melalui benda-benda yang kena kontaminasi sekret
mata penderita. Penyakit ini berlangsung 5 sampai 10 hari,
kadang-kadang sampai 2 minggu.
h. Konjungtivitis Menahun
1) Konjungivitis Alergi
Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi
terhadap nonifeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi
biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti
pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik.
Semua gejala pada konjugtiva akibat konjungtiva
bersifat rentan terhadap benda asing.
Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah,
sakit bengkak, dan panas), gatal silau berulang menahun.
Tanda karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar
pada konjungtiva, datang bermusim, yang dapat menggangu
penglihatan.
Terdapat beberapa macam betuk konjungtivitis alergi :
a) Konjungtivitis Vernal
Konjungtivitis akibat reaksi hipersensivitas (tipe I)
yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada
mata ditemukan papil besar dengan pemukaan rata pada
konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin
yang berisi eosonofil atau granula eosinofil, pada kornea
terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen.
Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral
terutama pada musim panas. Mengenai pasien usia muda
antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya
pada laki-laki mulai pada usia di bawah 10 tahun. Sering
12
menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari
rumput-rumputan.
b) Konjungtivitis flikten
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan
alergi terhadap bakeri atau antigen tertentu. Konjungtivitis
flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensivitas tipe
IV) terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma
venerea, leismaniasis, infeksi parasite, dan infeksi
ditempat lain dalam tubuh.
Kelainan ini lebih sering ditemukan pada anak-anak
didaerah padat, yang biasanya dengan gizi kurang atau
sering mendapat radang saluran pernapasan.
(Gambar 2.10)
c) Konjungtivitis Iatrogenik
Konjungtivitis akibat pengobatan yang diberikan
dokter. Berbagai obat dapat memberikan efek samping
pada tubuh, demikian pula pada mata yang dapat terjadi
dalam bentuk konjungtivitis.
d) Sindrom Steven Johnson
Sindrom Steve Johnson adalah kelainan kulit yang
berupa eritema multiform eksudatif hemoragik, mengenai
kulit dan mukosa mulut serta genital, disebabkan
13
idiosinkrasi obat. Selain itu kuku tangan dan kuku kaki
melepas. Ini merupakan tanda khas penyakit ini.
Pada sindrom Stevens Jonhson diperhatikan
kemungkinan keringnya mata. Untuk keadaan demikian
diberikan air mata buatan. Untuk mencegah infeksi
sekunder diberi obat yang tidak merupakan penyebab
timbunya sindrom Stevens Johnson. Air mata buatan
diberikan setiap jam, sedang antibiotik diberikan sesuai
kebutuhan.
(Gambar 2.11)
e) Konjungtivitis atopic
Reaksi alergi selaput lendir mata atau konjungtiva
terhadap polen, disertai dengan demam. Memberikan
tanda mata berair, bengkak, dan belek berisi eosinofil.
14
Konjungtivitis fokularis kronis ditandai dengan terdapatnya
tanda khusus berupa benjolan kecil berwarna kemerah-merahan
pada lipatan retrotarsal.
Trakoma juga termasuk salah satu jenis konjungtivitis folikular.
Tanda-tanda radang tampak menonjol pada konjungtivitis folikular
akut yang disebabkan virus klamidia okulo-genital. Pada
kongjungtivitis folikular toksik lebih sering tanda radang tidak
akut. Trakoma umumnya juga tidak disertai tanda radang akut
Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung
dengan sekret penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan
sehari-hariseperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain lain.
(Gambar, 2.12)
15
(Gambar 2.13)
k. Konjungtivitis Kataral.
Pada konjungtivitis kataral berbentuk sekret serus, mukus atau
mukoporulen, tergantung penyebabnya. Beberapa jenis
konjungtivitis dapat disertai kelainan pada kornea, biasanya berupa
keratitis pungtata superfisial. Konjungtivitis kataral dapat bersifat
akut atau kronik, tergantung penyebabnya. Apabila ada sekret,
maka dibuat sediaan langsung untuk memeriksa penyebabnya.
Biasanya disebabkan infeksi bakteri, antara lain Stafilokok aureus,
Pneumokok, Diplobasil Morax Axenfeld dan basil Koch Weeks.
Konjungivitis kataral juga dapat disebabkan virus misalnya
morbili. Bahan kimia basa dikeal menyebabkan kerusakan dan
radang akut pada mata berupa keratokonjungtivitis. Bahan-bahan
kimia lain dapat pula menyebabkan tanda-tanda kongjungtivitis
kataral. Herpes Zoster Oftalmik juga disertai kongjungtivitis.
Pengobatan konjungtivitis kataral tergantung penyebabnya.
Apabila penyebabnya infeksi bakteri, maka dapat diberi antibiotic
seperti tetrasiklin, kloromisitin dan lain-lain. Juga dapat diobati
dengan sulfasetamid. Biasanya pada radang akut atau yang disertai
begitu banyak sekret dapat diberi tetes mata.
Pada infeksi virus dianjurkan pemakaian sulfasetamid atau obat
anti-virus seperti IDU untuk infeksi Herpes Simplex.
Apabila terdapat sekret, maka sebaiknya sekret dibersihkan
dahulu sebelum oba diberikan.
16
( Gambar 2.14)
l. Konjungtivitis Membran
Konjungtivitis membran dapat disebabkan oleh infeksi
streptokok hemolitik dan infeksi difteria. Pada sindrom stevens
jhonson, dapat disertai juga dengan konjugtivitis membran
Pada penderita konjungtivitis membran, perlu diperiksa
membrannya unuk mencari penyebab infeks. Apabila diduga suatu
konjungtivitas difteria, maka perlu diperiksa suhu badan, yang
biasanya meninggi, dan diperiksa juga tenggorokannya. Apabila
sudah positif suatu infeksi difteria, maka perlu diperiksa juga
keadaan jantung penderita, karena toksin difteri dapat
menimbulkan gangguan pada jantung.
(Gambar 2.15)
17
4. Tanda dan Gejala Konjungtivitis
Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah,
terdapat kotoran pada mata, mata terasa panas seperti ada benda asing
yang masuk, mata berair, kelopak mata lengket, penglihatan terganggu,
serta mudah menular mengenai kedua mata (Ilyas, 2008).
Berikut merupakan gelaja-gejala konjungtivitis yang sering
ditemukan menurut Prof. dr. Sidarta Ilyas SpM tahun 2010 , yaitu :
1. Injeksi Konjungtiva
Gejala ini adalah pelebaran arteri konjungiva posterior,
yang memberi gambaran pembuluh darah yang berkelok-kelok,
merah dari bagian perifer konjungtiva bulbi menuju kornea dan
ikut bergerak apabila konjungtiva bulbi digerakan.
(Gambar 2.16)
2. Folikel
Gejala ini adalah kelainan berupa tonjolan pada jarigan
kojungtiva, besarnya kira-kira1 mm. tonjolan ini mirip vesikel.
Gambaran permukaan folikel landau, licin abu-abu kemerahan
karena adanya pembuluh darah dari pinggir folikel yang naik
kearah puncak folikel. Dibawah folikel terdapat cairan keruh
yang terdiri atas sebukan sel limfoid.
18
Konjungtiva terutama forniks yang kaya akan jaringan
limfoid mudah memberi reaksi pembentukan folikel. Karena itu
iritasi biasa, seperti kena angina debu dapat menyebabkan
terbentuknya folikel di forniks. Adanya beberapa folikel saja
pada forniks tidaklah berarti suatu kelainan yang aktif.
(Gambar 2.17)
(Gambar 2.18)
4. Flikten
Adalah tonjolan berupa sebukan sel-sel radang kronik
dibawah epitel konjungtiva atau kornea, berupa suatu mikro-
abses, dimana permukaan epitel mengalami nekrosis. Warna
flikten keputih-putihan, padat dengan permukaan yang tidak
19
rata. Disekitarnya diikuti pembuluh-pembuluh darah. Flikten
umumnya kecil, tetapi sering pula lebih besar dari 1mm. Diatas
flikten tidak terdapat pembuluh darah, flikten paling sering
didapatkan dilimbus.
(Gambar 2.19)
5. Membran
Merupakan massa putih padat yang menutupi sebagian
kecil, sebagian besar atau seluruh konjungtiva. Palin sering
menutupi konjungtiva tarsal. Massa putih ini dapat berupa
endapan sekret, sehingga mudah diangkat, dan ini sering disebut
pseudomembran. Selain itu massa putih yang menutupi
konjungtiva dapat berupa koagulasi dan nekrosis konjungtiva,
sehingga sukar diangkat, disebut membran.
6. Sikatriks
Yang perlu di ketahui, sikatriks yang khas untuk
trachoma adalah berupa garis-garis putih halus pada konjungtiva
tarsalis superior. Apabila sikatriks ini melewati pembuluh darah,
maka pembuluh darah tersebut seolah-olah terputus.
(Gambar 2.20)
20
5. Patofisologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar sehingga
kemungkinan terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Apabila
ada mikroorganisme yang dapat menembus pertahanan konjungtiva
berupa tear film yang juga berfungsi untuk mmelarutkan kotoran-
kotoran dan bahan-bahan toksik melalui meatus nasi inferior maka
dapat terjadi konjungtivitas.
Konjungtivitis merupakan penyakit mata eksternal yang diderita
oleh masyarakat, ada yang bersifat akut atau kronis. Gejala yang
muncul tergantung dari factor penyebab konjungtivitis dan factor berat
ringannya penyakit yang diderita oleh pasien. Pada konjungtivitis yang
akut dan ringan akan sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu tanpa
pengobatan. Namun ada juga yang berlanjut menjadi kronis, dan bila
tidak mendapat penanganan yang adekuat akan menimbulkan
kerusakan pada kornea mata atau komplikasi lain yang sifatnya local
atau sistemik.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak
mikroorganisme dan factor lingkungan lain yang mengganggu.
Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar.
Pada film air mata, unsure berairnya mengencerkan materi infeksi,
mucus menangkap debris dan kerja memompa dari pelpebra secara
tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata
mengandung substansi antimikroba termasul lisozim. Adanya agen
perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti
edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau
granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva
(kemosis) dan hipertrofi lapis limfoid stroma (pembentukan folikel).
Sel-sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel
kepermukaan. Sel-sel kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus
dari sel goblet, embentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan
perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
21
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi
pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hoperemi
yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang kearah limbus.
Pada hiperemi konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan
hipertrofi papilla yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi
tergores, panas, atau gatal. Sensai ini merangsang sekresi air mata.
Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hyperemia
dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris
atau badan siliare berarti kornea terkena. (https://www.scribd.com,
2017)
6. Penatalaksanaan
Secara umum pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
sulfonamide (sulfacetamide 15%) atau antibiotic (gentamycin 0,3%),
chloramphenicol 0,5%. Konjungtivitis akibat alergi dapat diobati
dengan antihistamin (antazoline 0,5%, naphazoline 0,05%) atau
dengan kortikosteroid (dexamentosone 0,1%). Umumnya
konjungtivitis dapat sembuh tanpa pengobatan dalam waktu 10-14
hari, dan dengan pengobatan, sembuh dalam waktu 1-3 hari.
(https://www.scribd.com, 2017)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Mata
1) Pemeriksaan tajam penglihatan
2) Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan
perimeter (sebagai alat pemeriksaan pandangan).
3) Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat
adanya efek epitel kornea).
4) Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui
letak adanya kebocoran kornea).
5) Pemeriksaan oftalmoskop
22
6) Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop
(untuk melihat benda menjadi lebih besar disbanding ukuran
normalnya).
b. Therapy Medik
Antibiotic topical, obat tetes steroid untuk alergi (kontra
indikasi pada herpes simplek virus).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata
setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan
pegecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang
polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi
pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel
eosinofil.
23
8. Pathway
Mikroorganisme
(Bakteri, virus, jamur)
Konjungtivitis
Peradangan Mikroorganisme,
Lakrimas allergen, iritatif
Dilatasi pembuluh
Pengeluaran Kelenjar air mata
darah
cairan meningkat terinfeksi
Resiko cedera
24
9. Analisa Data
NO Data Etiologi Masalah
1. DS: pasien mengatakan nyeri Konjungtivitis Nyeri
pada kedua matanya
Peradangan
DO: Mata klien berair dan
kotor Dilatasi Pemubuluh Darah
Nyeri
Ulkus kornea
25
5. DS : Pasien mengatakan malu Konjungivitis Gangguan Citra
saat mata terlihat merah dan
Tubuh
bernanah Mikroorganisme, Allergen,
dan Iritatif.
DO : Pasien terlihat menarik
diri dari lingkungan, tidak Kelenjar air mata terinfeksi
Hipersekresi
Purulent
DO : - Purulent
Gangguan penglihatan
Resiko cedera
(Tabel 2.1)
Diagnosa Keperawatan :
a. Nyeri berhubungan dengan peradangan konjungtiva
b. Ganguan persepsi sensoris berhubungan dengan perubahan
penerimaan sensoris
c. Gangguan rasa nyaman b.d granulasi disertai sensasi benda asing
d. Gangguan konsep diri b.d adanya edema dan sklera mata merah
26
e. Gangguan citra tubuh b.d perubahan kelopak mata dan terdapat
cairan nanah
f. Resiko Cedera b.d gangguan penglihatan karena ulkus kornea
g. Resiko infeksi berhubungan dengan infeksi pada kelenjar air mata
27
kotor 4. Anjurkan klien 4. Pada klien fotobia,
menggunakan kacamata kacamata gelap dapat
gelap. menurunkan cahaya
yang masuk pada mata
sehingga sensitivitas
terhadap cahaya
menurun. Pada
konjungtivitis alergi,
kacamata dapat
mengurangi ekspose
terhadap allergen atau
mencegah orotasi
lingkungan.
28
dilakukan. pada klien.
29
teratasi dengan kriteria 3. Pertahankan tindakan 3. Diharapkan tidak terjadi
hasil : septik dan aseptik. penularan baik dari
2. Tidak terdapat pasien ke perawat atau
nanah pada mata perawat ke pasien
3. Mata pasien tidak
bengkak
4. Mata pasien tidak
kotor
(Bagan 2.2)
11. Evaluasi
a. Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan
cidera.
b. Menunjukkan perubahan prilaku, pola hidup untuk menurunkan
faktor resiko dan melindungi diri dari cidera.
c. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan.
d. Mendemonstrasikan respon adaptif perubahan konsep diri.
e. Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan dan perkembangan
ke arah penerimaan.
f. Tidak terdapat tanda-tanda dini penyebaran infeksi
B. UVEITIS
(Gambar 2.21)
1. Pengertian Uveitis
Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea, karena
traktus uvea mengandung banyak pembuluh darah yang membeikan
30
nutrisi pada mata dan karena membatasi bagian mata yang lain, maka
inflamasi lapisan ini dapat mengancam penglihatan. (Prof.dr. Sidarta
Ilyas SpM, 2013)
Randang uvea dapat mengenai hanya bagian depan jaringan
uvea atau selaput pelangi ( iris ) dan keadaan ini disebut sebagai
iritasi. Bila mengenai bagian tengah uveamaka keadaan ini disebut
sebgai siklitis. biasanya iritasi akan disertai dengan siklitis yang
disebut sebagai uveaitiis anterior.
Uveitis adalah peradangan pada uvea yang terdiri dari 3 struktur
yaitu : iris, badan siliar, karoid. (www.medicastore.com 2008 )
Uveitis adalah inflamasi pada saluran uvea (Karen Holland,
2009).
2. Etiologi
a. Bakteri : tuberkulosa, sifilis
b. Virus : herpes simpleks, herpes zoster, CMV, Penyakit Vogt-
Koyanagi-Harada, Sindrom Behcet.
c. Jamur : Kandidiasis
d. Parasit : Toksoplasma, toksokara
e. Imunologik : Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika
f. Penyakit sistemik : penyekit kolagen, arthritis rheumatoid, multiple
sclerosis, sarkoidosis, penyakit vaskuler.
g. Neoplastik : Limfoma, reticulum cell sarcoma
h. Lain-lain : AID.
3. Klasifikasi Uveitis
Klasifikasi konjungtivitas menurut Prof.dr. Sidarta Ilyas SpM
dalam bukunya yang berjudul Ilmu Penyakit Mata edisi 1 dan 2 tahun
2013, ialah
a. Uveitis Anterior
Uveitis anterior adalah peradangan mengenai iris dan jariangan
badan siliar ( iridosiklitis ) biasanya unilateral dengan onset akut.
31
Penyebab dari iritasi tidak diketahui dengan melihat gambaran
kliniknya saja. Iritasi dan iridosiklitis dapat merupakan sesuatu
manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel
mediated terhadap jaringan uvea anterior. Padakekambuhan atau
rekuren terjadi reaksi imunologok humoral. Bakteriemia ataupun
viremia dapat menimbulkan iritasi ringan, yang bila kemudian
terdapat antigen yang sama dalam tubuh akan dapat timbul
kekambuhan. Penyebab uveitis anterior akut di bedakan dalam
bentuk nongranulomatosa dan granulomatosa akut kronis.
Nongranulomatosa akut disertai rasa nyeri, fotofobia, penglihatan
buram keratik presipata kecil, pupil mengecil, sering terjadi
kekambuhan.penyebabnya dapat oleh trauma, diare kronis penyakit
reiter, herpes simpleks, sindrom bechet, sindrom posner schlosman,
influenza, dan klamidia. Nongranulomatosa kronis dapat
disebabkan artritis reumatoid dan fuchs heterokromik iridoksiklitis.
Granulomatosa akut tidak nyeri, fotofobia ringan, buram, keraktik
presipitat besar (mutton fat) benjolan koeppe (penimbulan sel pada
tepi pupil atau benjolan busacca) ( penimbulan sel pada
permukaan iris), terjadi akibat sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis ,
virus, jamur (histoplasmosis), atau parasit (toksoplasmosis).
Uveitis terjadi mendadak atau akut berupa mata merah dan
sakit, ataupun datang perlahan dengan mata merah dan sakit ringan
dengan penglihatan turunperlahan-lahan. Iridosiklitis.Keluhan
pasien dengan uveitis anterior akut mata sakit, merah, fotofobia,
penglihatan turun ringan degan mata berair, dan mata merah.
Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis akibat ikut
meradangnya otot-otot akomodasi.
Pupil kecil akibat rangsangan proses peradangan pada otot
sfingter pupil terdapatnya edem iris. Pada proses radang akut dapat
terjadi miopisasiakibat rangsangan siliar dan edema lensa, fler atau
efek tyndal didalam bilik mata depan, jika peradangan akut maka
akan terlihat hifema/ hipopion
32
Perjalanan penyakit uveitis adalah sAngat khas yaitu penyakit
berlangsung antara 2-4 minggu . kadang-kadang penyakit ini
memperlihatkan gejala-gejala kekambuahan atau menahun.
Diperlukan pengobatan segera untuk mencegahkebutaan,
pengobatan pada uveitis anterior adalah dengan steroid yang
diberikan pada siang hari bentuk tetes dan malam hari bentuk salep.
Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal seling
sehari yang tinggi dan kemudian diturunkan sampai dosis
efektif.pemberian steroid untuk jangka lama dibagi dapat
mengakibatkan timbulnya katarak, glaukoma dan medriasis pada
pupil sikloplegik diberikan untuk mengurangi rasa sakit, melepas
sinekia yang terjadi memeberi istirahat pada iris yang meradang.
Pengobatan spesifik diberikan bial kuman penyebab diketahui.
Penyulit uveitis anterior adalah terbentukya sinekia posterior
dan sinekia anterior perifer yang akibatkan mengalami glaukoma
sekunder. Glaukoma sekunder sering terjadi pada uveitis akibat
tertutupnya trabekulum oleh sel radang atau sel sisa radang.
Kelainan sudut dapat dilihat dengan pemeriksaan gonioskopi.
Radangan pada satu mata dapat mengakibatkan peradangan yang
berat pada mata sebelahnya atau terjadi suatu keadaan yang disebut
sebagai uveitis simpatis.
33
5) Koroiditasi juksta papil.
5. Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek
langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi.
Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli;
walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat
toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh
diluar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan
reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau
antigen dari dalam badan (antigen endogen).
Dalam banyak hal anti gen luar berasal dari mikroba yang infeksius.
Sehubngan dengan hal ini peradnagan uvea terjadi lama setelah proses
infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitifitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood aqueous
barrier seingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan miring
menggunakan sentolop atau akan lebih jelas bial menggunakan slit
lamp, berkas sinar yang disebut fler (aqueous flare).
Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman akan tetapi
jutru mengakibatkan perlekatan-perlekatan misalnya perlekatan iris
pada permukaan lensa (sinekia posterior).
Sel-sel radang yang terdiri atas limfosit, makrofag, sel plasma dapat
membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada
permukaan endotil kornea. Apabila presipitat keratik ini besar,
berminyak disebut mutton fat kreatc precipitate. Akumulasi sel-sel
34
radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila di
permukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada
permukaan lensa dan sudut bilik mata depan.
Pada iridosiklitis yang berarti sel radang dapat sedemikian banyak
hingga menimbulkan hipopion.
Otot sfringter pupil mendapat rangsangan karena radang dan pupil
akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang
dapat terjadi seklusio maupun oklusio pupil.
Bila terjadi siklusio dan oklusio pupil total, cairan didalam bilik
mata belakang tidak dapat mengalir samasekali mengakibatkan tekanan
dalam bilik mata belakang lebih besar dari tekanan dalam bilik mata
depan sehingga iris tampak menggelembung ke depan yang disebut
bombe (bombans).
Gangguan produksi humor aqous terjadi akibat hipofungsi badan
siliar menyebabkan tekanan bola mata turun.
Eksudat protein, fibrin, dan sel-sel radang dapat berkumpul disudut
bilik mata depan, terjadi penutupan kanal shclemmsehingga terjadi
glaukoma sekunder.
Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan-
gumpalan pada sudut bilik depan, sedang pada fase lanjut glaukoma
sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil.
Naik turunnya tekanan bola mata disebutkan pula sebagai akibat
peran asetikolin dan prostaglandin (https://www.scribd.com, 2008)
6. Penatalaksaan
Penatalaksanaan untuk uveitis, terapi perlu segera dilakukan
untuk mencegah kebutaan, diberikan steroid tetes mata pada siang hari
dan salep pada malam hari.Selain itu pasien harus diajari bagaimana
cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau orang lain,
menGanjurkan untuk tidak menggosok mata yang sakit kemudian mata
yang sehat, menganjurkan untuk mencuci tangan setiAp memegang
mata yang sakit, menggunakan handuk, lap dan sapu tangan yang
35
terpisah. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air rebus
bersih atau garam fisiologis setiap 15 menit dan diberi salep penicillin.
(https://www.scribd.com, 2008)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Fluorescein
Untuk mengetahui adanya kerusakan pada epitelkornea akibat
erosi, keratitis epitelial, bila terjadi defek epitel kornea akan terlihat
warna hijau pada defek tersebu
b. Uji Sensibilitas Kornea
Untuk mengetahui keadaan sensibilitas kornea yang berkaitan
dengan penyakit mata akibat kelainan saraf trigeminus oleh herpes
zooster ataupun akibat gangguan ujung saraf sensibel kornea oleh
infeksi herpes simpleks
c. Uji fistel
Untuk melihat kebocorankornea atau fistel akibat adanya
perforasi kornea.
d. Uji Biakan dan Sensitivitas
Mengidentifikasi patogen penyebab UVEITIS
e. Uji Plasido
Untuk mengetahui kelainan pada permukaan kornea
a. Glaukoma sekunder
Adapun mekanisme terjadinya peningkatan tekanan intraocular
pada peradangan uvea antara lain:
1) Sinekia anterior perifer (iris perifer melekat pada kornea) dan
terjadi akibat peradangan iris pada uveitis anterior. Sinekia ini
menyebabkan sudut iridokornea menyempit dan mengganggu
36
drainase dari humor aqueous sehingga terjadi peningkatan
volume pada kamera okuli anterior dan mengakibatkan
peningkatan tekanan intraokular,
2) Sinekia posterior pada uveitis anterior terjadi akibat perlekatan
iris pada lensa di beberapa tempat sebagi akibat radang
sebelumnya, yang berakibat pupil terfiksasi tidak teratur dan
terlihat pupil yang irreguler. Adanya sinekia posterior ini dapat
menimbulkan glaukoma dengan memungkinkan berkumpulnya
humor aqueous di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke
depan dan menutup sudut iridokornea.
3) Gangguan drainase humor aqueous juga dapat terjadi akibat
terkumpulnya sel-sel radang (fler) pada sudut iridokornea
sehingga volume pada kamera okuli anterior meningkat dan
terjadi glaukoma. Pada uveitis intermediate, glaukoma
sekunder adalah komplikasi yang jarang terjadi.
b. Atrofi Nervus Optikus
Setelah terjadi peningkatan tekanan intraokular, pasien dapat
mengalami atrofi nervus optikus sehingga terjadi kebutaan
permanen.
c. Katarak Komplikata
Katarak komplikata akibat penyakit intraocular disebbakan
karena efek langsung pada fisiologis lensa. Katarak biasnya
berawal dari di daerah subkapsul posterior dan akhirnya mengenai
seluruh struktur lensa. Katarak yang terjadi biasanya unilateral.
Prognosis visualnya tidak sebaik katarak senilis biasanya.
d. Ablasio retina
e. Edema kistoid macular
f. Efek penggunanan steroid jangka panjang
37
9. Pathway
38
Tujuan yang diharapkan :
Keluhan nyeri pasien berkurang
Intervensi
a) Kompres basah hangat
Rasional : mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan,
membersihkan mata
39
Infeksi tidak menyebar ke mata yang sehat
Intervensi
a) Monitor pemberian antibiotic dan kaji efek sampingnya
Rasional : mencegah komplikasi
b) Lakukan teknik steril
c) Rasional : mencegah infeksi silang
d) Lakukan penkes tentang pencegahan dan penularan
penyakit
Rasional : memberikan pengetahuan dasar bagaimana cara
memproteksi diri
4) Ansietas berhubungan dengan tingkat kerusakan penglihatan
Tujuan yang diharapkan :
Pasien dapat mengidentifikasi factor penyebab dari ansietas,
menerima keterbatasan penglihatan, dan mampu mencari bantuan
yang sesuai
Intervensi
a) Kaji tingkat ansietas / kecemasan pasien
b) Beri penjelasan tentang tingkat kerusakan penglihatan yang
pasien alami
c) Berikan dukungan moril pada pasien
40
Rasional : kehilangan bagian atau fungsi tubuh bisa
menyebabkan individu melakukan penolakan, syok, marah,
dan tertekan
b) Dorong individu tersebut dalam merespons terhadap
kekurangannya itu dengan hal positif
Rasional : supaya pasien dapat menerima kekurangannya
dengan lebih ikhlas
c) Ajarkan individu memantau kemajuannya sendiri
Rasional : mengetahui seberapa jauh kemampuan individu
dengan kekurangan yang dimiliki
c. Evaluasi
1) Klien dapat melaksanakan diri dalam batasan kerusakan
2) Klien dapat berkomunikasi secara efektif menggunakan
keterampilan yang dipelajari
3) Klien dapat mendemonstrasikan kemampuan untuk
melaksanakan aktivitas dalam cara aman
4) Klien mengungkapkan pemahaman tentang pembatasan yang
dibutuhkan
5) Klien dapat mengidentifikasi factor penyebab dari ansietas
6) Klien menerima pembatasan dan mencari cara-cara untuk
menggunakan sisa penglihatan
41
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut
maupun kronis.
Gejala subjektif meliputi rasa gatal, kasr ( ngeres/tercakar ) atau
terasa ada benda asing. Penyebab keluhan ini adalah edema konjungtiva,
terbentuknya hipertrofi papilaris, dan folikel yang mengakibatkan perasaan
adanya benda asing didalam mata. Gejala objektif meliputi hyperemia
konjungtiva, epifora (keluar air mata berlebihan), pseudoptosis (kelopak
mata atas seperti akan menutup), tampak semacam membrane atau
pseudomembran akibat koagulasi fibrin.
Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea, karena
traktus uvea mengandung banyak pembuluh darah yang membeikan nutrisi
pada mata dan karena membatasi bagian mata yang lain, maka inflamasi
lapisan ini dapat mengancam penglihatan
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di
kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
42
DAFTAR PUSTAKA
43