Anda di halaman 1dari 5

Syarat Gugatan PTUN

------------------- SHARE --------------------


26
-------------------------------------------------

Pasal 53 ayat 2 UU PTUN menyebutkan ada tiga alasan menggugat suatu KTUN ke Pengadilan Tata
Usaha Negara
1. KTUN yang diajukan gugatan bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku

a. KTUN tersebut bertentangan dengan ketentuaan dalan perundangan yang bersifat formil/
procedural.
b. KTUN tersebut bertentangan dengan ketentuaan dalan perundangan yang bersifat Materiil /
Subtansial
c. KTUN tersebut dikeluarkan oleh Pejabat atau Badan Usaha Negra yang tidak berwenang

2. Badan atau pejabat tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat 1 telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud yang diberikannya
wewenang tersebut ( KTUN yang dikeluarkan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang
baik
3. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat 1 setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dalam keputusan itu
seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak mengambil keputusan tersebut.

Dan yang tidak termasuk sebagai suatu KTUN yang dapat digugat menurut Pasal 2 menurut Undang-
Undang No 9 tahun 2004 adalah :
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
3. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
4. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang
bersifat hukum pidana;
5. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum

Syarat gugatan
Syarat Formal
Pasal 56 (1) UU no 5 tahun 1986 Jo uu no 9 tahun 2004 menentukan bahwa suatu gugatan harus memuat

a. Identitas Penggugat
1). Nama lengkap Penggugat
2). Kewarganegaraan Penggugat
3). Tempat Tinggal penggugat
4). Pekerjaaan penggugat

b. Identitas Tergugat
1). Nama., Jabatan, Misalnya : Kepal Dinas, Bupati., Gubenur., Menteri, Camat, Lurah.dan
sebgainya
2). Tempat kedudukan tergugat

c. Tenggang waktu mengajukan gugatan


Gugatan terhadap suatu Keputusan/Penetapan tertulis atau yang disamakan dengan itu, hanya dapat
dilakukan dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak keputusan itu:
1. Setelah diterima atau dikeluarkan SK.
2. Setelah 4 bulan dilakukan permintaan dikeluarkan SK.
3. Setelah banding administratif.
Sehubungan dengan masalah tenggang waktu mengajukan gugatan ini, juga agar diperhatikan ketentuan
dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004, yakni dalam hal Pejabat atau Badan Tata
Usaha Negara tidak mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi kewajibannya, maka
setelah lewat jangka waktu yang diatur dalam perundang-undangan dimaksud dapat diajukan gugatan Tata
Usaha Negara. Peghitungan tenggang waktu daluwarsa mengajukan gugatan dalam hal demikian, adalah
sejak lewat waktu yang diatur dalam perundang-undangan dimaksud dapat diajukan gugatan Tata Usaha
Negara. Perhitungan tenggang waktu daluwarsa mengajukan gugatan dalam hal demikian, adalah sejak
lewat waktu yang diatur dalam perundang-undangan tersebut. Atau kalau tidak ada ketentuan tenggang
waktu, maka setelah lewat waktu tiga bulan.

d. Diberi Tanggal
Suatu gugatan biasanya diberi tanggal, hal ini berkaitan dengan tenggang waktu untuk mengajukan
gugatan. Dari tanggal surat gugatan akan diketahui apakah gugatan sudah daluwarsa, maka hendaknya ada
uraian dalam gugatan tentang kapan keputusan yang digugat itu disampaikan atau diketahui oleh
Penggugat ini untuk menghilangkan daluwarsa, akan tetapi hal itu harus dibuktikan kemudian dalam acara
pembuktian Demikian juga gugatan yang premature (belum saatnya diajukan gugatan) akan diketahui dari
tanggal gugatan itu.

e. Ditandatangani
Suatu surat gugatan haruslah ditanda tangani oleh Penggugat atau oleh kuasanya yang sah untuk itu. Surat
gugatan tidak perlu diberi materai, karena biaya materai tersebut telah dihitung dalam biaya perkara
(SEMA No. 2 Tahun 1991).

Syarat Material/Substansial:
Syarat material (substansial) suatu gugatan Tata Usaha Negara, meliputi :
1. Obyek Gugtan
Dasar gugatannya: Keputusan TUN berupa
- Penetapan tertulis Pejabat TUN (menyangkut formalnya dalam pembuktian shingga memo/nota dapat
memenuhi syarat tertulis, asalkan jelas Pejabat yang mengeluarkan, isinya kepada siapa ditujukan.
- Berisikan tindakan hukum TUN (Mengeluarkan keputusan/Beschikking yang bersifat Konkret (nyata
tidak abstrak,misalnya keputusan pengosongan rumab,ijin usaha atau pemecatan pegawai). Individual
(yang dituju perorangan. kalaupun umum maka nama-nama disebutkan). Final (sudah definitive sehingga
menimbulkan akibat hukum, kalau masih memerlukan persetujuan atasan atau instansi lain belum
menunjukkan hak dan kuwajiban).
- Objek gugatan harus disebutkan secara jelas di dalam surat gugatan. Misalnya dalam Perkara Tata Usaha
Negara No. 01/G/l 994/PTUN-MDN, tanggal 14 November 1994, objek gugatanya adalah Sertifikat
Tanali Hak Guna Bangunan (HGB) No. 22 tertanggal 7 Januari 1982 atas nama M.KADIRAN.
2. Posita.Gugatan
Posita atau dasar-dasar gugatan, benisikan dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan. yang diuraikan
secara ringkas dan sederhana. Posita ini, meliputi :

Fakta Hukum Fakta Hukum berisi fakta-fakta secara kronologis tentang adanya hubungan hukum antara
Penggugat dengan Tergugat maupun dengan objek.gugatan. Dalam fakta hukum ini juga harus diuraikan
kapan keputusan yang menjadi obyek gugatan dikeluarkan, atau diberitahukan kepada penggugat atau
kapan mulai merasa kepentingan terganggu karena adanya keputusan tersebut
Kualifikasi Perbuatan Tergugat, Dalam gugatan harus diuraikan secara ringkas dan tegas serta jelas tentang
kualifikasi kesalahan dari tergugat. Sebagaiman dimaksud dalam pasal 53 (2) UU no 5 tahun 1986 Jo II No
9 tahun 2004 misalkan dalam perkara tata usaha Negara no 01/G/1994/ PTUN MDN merumuskan
kualifikasi perbuatan / kesalahan tergugat, sebagai berikut:
Bahwa Perbuatan tergugatr menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No 22 tahun 1982 atas
nama rektor universitas Grahandika sedangkan tanah tersebut selama ini dikuassi oleh penggugat.tanpa
adanya ganguan dari pihak manapun adalah jelas sesuatu yang bertentangan dengan hukum atau
perbuatan yang sewenag-wenang yang sangat merugikan penggugat

Uraikan Kerugian Penggugat


Seandainya akibat perbuatan tergugat menerbitkan keputusan yang disengketakan itu telah menimbulkan
kerugian bagi penggugat, maka hal itu dapat digugat dalam Gugatan Tata Usaha Negara sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1991 ganti rugi itu maksimum sebesar Rp. 15.000.000,-. (Lima Belas
Juta Rupiah), oleh karenanya diuraikan secara rinci tentang kerugian yang timbul tersebut.

Petitum
Adalah kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh penggugat untuk diputuskan oleh
hakim. Petitum itu umumnya meliputi hal-hal sebagai berikut :
- Mengabulkan/ menerima gugatan Penggugat seluruhnya
- Menyatakan perbuatan Tergugat adalah perbuatan yang sewenwg-wenang atau pernbutan yang bertentangan
dengan Undang- Undang
- Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan No. Tanggal yang dikeluarkan oleh tergugat:
- Menghukun tergugat untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp. Kepada Penggugat (Jika
ada)
- Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini untuk semua
tingkatan

Petitum (apa yang menjadi tuntutan/ yang diminta)


Ada 3 (tiga) alternatif:
1. Pembatalan atau menyatakan tidak sah SK yang dikeluarkan Tergugat.
2. Ganti rugi
3. Rehabilitasi
4. Bisa mengajukan penangguhan pelaksanaan SK

Dalam hal ada gugatan privisi maka hal tersebut harus diuraikan terlebih dahulu setelah identitas para pihak
dan objek gugatan diuraikan. Gugaatn provisi itu dapat menyangkut tindakan tertentu yaitu: menunda
pelaksanaan keputusan Usaha Negara yang disengketakan sampai ada putusan Pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap. Atau untuk megizinkan penggugat berperkara secara prodeo atau Cuma-
Cuma.atau mungkin juga untuk meminta suatu perkara diperiksa dengan acara cepat, Untuk itu harus
dikemukakan alasan-alasanya dalam gugatan provisi tersebut.
Jawaban Tergugat Dalam PTUN

------------------- SHARE --------------------


0
-------------------------------------------------

Pasal 74 UU.No.5/1986 Jo. VU No. 9 Tahun 2004 juga memberi kesempatan kepada Tergugat untuk
mengajukan jawaban atas gugatan berikut memberikan penjelasan tetang jawabannya tersebut,
Suatu jawaban biasanya berisi 2 (dua) haI, yaitu:
a. Tentang Eksepsi.
Eksepsi adalah tangkisan hal-hal di luar pokok perkara, sehingga gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.
Eksepsi dalam perkara Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 77 UU No. 5/1986 Jo. VU No. 9 Tahun
2004 terdiri dari:

1. Eksepsi Absolut
- Kompetensi Absolut.
Yakni eksepsi tentang kompetensi absolut pengadilan dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan
berjalan. Bahwa meskipun tidak diajukan, Pengadilan wajib untuk memeriksanya dan menyatakan tidak
berwenang mengadili perkara.
- Kompetensi Relatif
Eksepsi diajukan sekelum disampaikan jawaban atas pokok perkara. Eksepsi ini .harus diputus sebelum
pokok perkara diperiksa. Jadi untuk itu pengadilan terlebih dahulu harus menetapkan putusan sela.

2. Eksepsi Relatif
Eksepsi Relatif adalah tangkisan mengenai hal-hal kekurangan/kesalahan pembuatan gugatan, misalnya : :
Penggugat tidak berkualitas sebagai Penggugat, gugatan bukan objek TUN, identitas para pihak tidak
lengkap, gugatan kabur, Gugatan telah daluwarsa, gugatan Nebis In Idem dll. Eksepsi relatif ini tidak
terbatas, asal merupakan kelemahan dari gugatan diajukan sebagai eksepsi relatif.

b. Tentang Jawaban Pokok Perkara.


Setelah mengemukakan cksepsi (tangkisan) selanjutnya disampaikan jawaban terhadap pokok perkara
(Pasal 74 ayat 1 UUNo. 5) 1986 3o VU No. 9 Tahun 2004). Suatu jawanban biasanya berisikan, antara lain
;

1. Bantahan : Bantahan yang dimaksud adalah suatu pengingkaran terhadap apa yang dikemukakan
penggugat dalam dalil-dalil gugatannya. Misalnya dalil gugatan mengatakan Tergugat telah melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang sewenang-wenang yang sangat
merugikan Penggugat, akan tetapi sesungguhnya tidak. Maka dalam jawaban Tergugat akan mengatakan
tidak benar Tergugat telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang
sewenang-wenang.
2. Pengakuan pembenaran : Di dalam jawaban ada kemungkinan Tergugat mengakui kebenaraan dalil-dalil
gugatan Penggugat uintuk menghidarkan agar jangan sampai ada pengakuan yang tidak memerlukan
pembuktian lagi biasanya dipergunakan kata-kata seandainyapun itu benar atau qwodnoon. Maksudnya
tidak membantah secara tegas, tetapi juga tidak mengakui secara tegas, tetapi juga tidak mengakui secara
pasti:
3. Fakta-fakta lain Di dalam jawaban itu Tergugat ada kemungkinan juga mengemukakan fakta-fakta baru
untuk membenarkan kedudukannya.

Cara menjawab ini agar mudah dilakukan dengan jalan mengikuti poin-poin gugatan. Adapula dalam
menjawab terlebih dahulu mengulang dalil gugatan yang hendak dijawabnya terlebih dahulu, baru
kemudian memberikan dalil-dalil jawabannya. Namun guna menghemat waktu dan tenaga serta pikiran
lebih baik langsung memberikan poin-poin jawaban saja.
Dalam mengemukakan jawaban harus dipertimbangkan, apakah jawaban tersebut menguntungkan
kedudukan Tergugat atau merugikan. Kalau merugikan tidak perlu dikemukakan. Jawaban hendaklah
disusun secara singkat, jelas dan tidak mendua arti. Pergunakanlah bahasa hukum yang sederhana, mudab
diniengerti dan singkat.
Untuk mendukung dalil-dalil bantahan dapat dipergunakan sumber-sumber kepustakaan, yurisprudensi,
doktrin, kebiasaan-kebiasaan, dan lain-lain. Jawaban yang hanya berdasarkan logika belaka kurang
niendukung bantahan.
You might also like:

Anda mungkin juga menyukai