Anda di halaman 1dari 18

MATERI PRESENTASI

2.1PENGERTIAN
Lupus adalah penyakit kronik /menahun, merupakan penyakit daya tahan tubuh atau disebut
penyakit autoimun artinya kekebalan/perlindungan (immune) terhadap jaringan tubuh sendiri
(auto). Lupus dalam bahasa Latin berarti anjing hutan/serigala. Istilah ini mulai dikenal sekitar
satu abad yang lalu. Hal ini disebabkan penderita penyakit ini pada umumnya memiliki butterfly
rash atau ruam merah berbentuk kupu-kupu di pipi yang serupa di pipi serigala, tetapi berwarna
putih.
Penyakit Lupus dalam ilmu kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
adalah penyakit radang yang menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit
bisa akut atau kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri.

Telah diketahui secara luas bahwa penyebab lupus dapat dikategorikan dalam 3 faktor
yaitu: genetik, hormonal dan lingkungan. Namun sampai saat ini masih menjadi perdebatan
faktor mana yang menjadi penyebab utama sehingga masih menjadi fokus utama penelitian.

1. Genetik

Tidak diragukan bahwa lupus terkait dengan faktor genetik. Orang yang mempunyai
riwayat keluarga dengan lupus memiliki 3-10% risiko menderita penyakit tidak terbatas
hanya Lupus, tapi juga penyakit auoimun lainnya seperti arthritis reomathoid atau
Sjorgens Syndrome. Pada kembar identik, risiko lupus meningkat menjadi 25% pada
saudara kembar dari pasien yang menyandang lupus (Djoerban, 2002).

2. Hormon

Penyandang lupus wanita:pria adalah 9:1. Dan sebagian besar penyandang wanita adalah
mereka dalam usia produktif. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor hormonal. Estrogen
terbukti sebagai hormon yang mempengaruhi aktifnya lupus dalam penelitian hewan baik
secara invitro maupun invivo. Sehingga harus benar-benar dipertimbangkan pemberian
terapi hormon dan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen pada Odapus (Djoerban,
2002).
3. Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan diduga berperan kuat mencetuskan lupus, diantaranya adalah:
infeksi, zat kimia, racun, rokok dan sinar matahari.

a. Infeksi

Beberapa infeksi diduga menyebabkan lupus, salah satu penyebab terkuat adalah EBV
(Epstein-Barr Virus), virus penyebab demam kelenjar (mononucleosis). Sebagian
besar odapus tercatat pernah terinfeksi virus ini dalam riwayat penyakitnya. Hal ini
dapat dibuktikan bahwa system imun mulai terganggu saat berusaha menyerang EBV
juga menyerang sel tubuhnya sendiri. Sehingga proses tersebut diduga kuat
berhubungan dengan penyebab lupus.

b. Zat kimia dan racun

Beberapa penelitian membuktikan bahwa paparan terhadap zat kimia dan racun
termasuk pekerjaan yang berhubungan silika.

c. Merokok

Akhir-akhir ini, merokok telah terbukti berhubungan dengan munculnya lupus.


Merokok juga meningkatkan risiko penyakit autoimun lainnya seperti arthritis
reumathoid dan multiple sclerosis.

d. Sinar matahari

Paparan terhadap ultraviolet telah terbukti dapat menyebabkan perburukan


manifestasi lupus. Yaitu menyebabkan timbulnya ruam kulit dan munculnya gejala
lupus pada organ lainnnya. Menghindari sinar matahari dan menggunaka tabir surya
(sun block) adalah hal yang tidak mudah namun mutlak harus dilakukan oleh odapus
karena sangat bermanfaat (Djoerban, 2002).
Manifestasi klinis

Gejala-gejala penyakit lupus dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik (LES).


Eritomatosus artinya kemerahan, sedangkan sistemik bermakna menyebar luas keberbagai
organ tubuh. Istilahnya disebut LES atau Lupus. Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah:

1. Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan.

2. Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan
pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif, sedangkan pada masa remisi
(nonaktif) menghilang.

3. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu.
Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di
kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik. Melihat banyaknya gejala
penyakit ini, maka wanita yang sudah terserang dua atau lebih gejala saja, harus dicurigai
mengidap Lupus.

4. Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh penyakit lupus
ini.

5. Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan (Sjaiffoellah, 1996).

Menurut American College Of Rheumatology 1997, diagnosis SLE harus memenuhi 4


dari 11 kriteria yang ditetapkan. Adapun penjelasan singkat dari 11 gejala spesifik tersebut,
adalah sebagai berikut:

1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada bentukan kupu-
kupu, istilah kedokterannya Malar Rash/Butterfly Rash.

2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang berhubungan dengan scalling
dan penyumbatan folikel rambut (Discoid Rash).

3. Fotosensitif, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar matahari.

4. Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).


5. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala ini dijumpai
pada 90 % odapus.

6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi cairan.

7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.

8. Gangguan pada otak atau sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan lain-lain.

9. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit berkurang. Dan
biasanya terjadi juga anemia.

10. Tes ANA (Antinuclear Antibody), sebagai pertanda aktifnya lupus bila ditemukan dalam
darah pasien.

11. Gangguan sistem kekebalan tubuh (Sylvia & Lorraine, 2005).

Adapun gejala klinis yang sering muncul antara lain:

1. Kulit : Ruam, sariawan, rambut rontok

2. Persendian : Nyeri, kemerahan, bengkak

3. Ginjal : Kelainan urine, gagal ginjal

4. Membran (selaput organ) : Radang selaput paru (pleurisy), selaput jantung (pericarditis),
selaput dinding perut (peritonitis)

5. Darah : Anemia, Leukopenia, Trombositopenia

6. Paru-paru : Batuk, sesak nafas

7. Sistem Saraf : Kejang, psikosa (Djoerban, 2002).

Adapun gejala non spesifik antara lain:

1. Fatigue/lelah, merupakan gejala yang paling sering muncul.

2. Weight Loss/penurunan berat badan.


3. Weight Gain/penambahan berat badan, dapat disebabkan oleh pembengkakan pada kedua
tungkai atau pembersaran perut akibat organ ginjal yang terkena.

4. Fever/demam, indikasi saat lupus menjadi aktif.

5. Swollen Glands/pembengkakan kelenjar (Djoerban, 2002).

2.4PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan
autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara
faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE-
akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor
yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi
akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut
berulang kembali. Uniknya, penyakit Lupus ini antibodi yang terbentuk dalam tubuh muncul
berlebihan. Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat.
Kelainan ini disebut autoimunitas. Antibodi yang berlebihan ini, bisa masuk ke seluruh jaringan
dengan dua cara yaitu :
Pertama, antibodi aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti pada sel-sel
darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang mengakibatkan penderitanya
kekurangan sel darah merah atau anemia.
Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan antibodi),
membentuk ikatan yang disebut kompleks imun.Gabungan antibodi dan antigen mengalir
bersama darah, sampai tersangkut di pembuluh darah kapiler akan menimbulkan peradangan.
Dalam keadaan normal, kompleks ini akan dibatasi oleh sel-sel radang (fagosit). Tetapi, dalam
keadaan abnormal, kompleks ini tidak dapat dibatasi dengan baik. Malah sel-sel radang tadi
bertambah banyak sambil mengeluarkan enzim, yang menimbulkan peradangan di sekitar
kompleks. Hasilnya, proses peradangan akan berkepanjangan dan akan merusak organ tubuh dan
mengganggu fungsinya. Selanjutnya, hal ini akan terlihat sebagai gejala penyakit. Kalau hal ini
terjadi, maka dalam jangka panjang fungsi organ tubuh akan terganggu.

H. Komplikasi

Komplikasi lupus eritematosus sistemik


1. Serangan pada Ginjal
a) Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
b) Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
c) Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin).
2. Serangan pada Jantung dan Paru
a) Pleuritis
b) Pericarditis
c) Efusi pleura
d) Efusi pericard
e) Radang otot jantung atau Miocarditis
f) Gagal jantung
g) Perdarahan paru (batuk darah).
3. Serangan Sistem Saraf
a) Sistem saraf pusat
Cognitive dysfunction
Sakit kepala pada lupus
Sindrom anti-phospholipid
Sindrom otak
Fibromyalgia.
b) Sistem saraf tepi
Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
c) Sistem saraf otonom
Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak, dapat
menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya permanen (stroke).
Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom.
4. Serangan pada Kulit
Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya disebut
lesi diskoid
Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an :
a) Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif terhadap
sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult subakut/cutaneus lupus subacute.
Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut berbentuk koin.
b) Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area yang
luas di bagian tubuh
c) Lesi non spesifik
- Rambut rontok (alopecia)
- Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung jari.
Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok.
- Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang di sertai
pusing.
5. Serangan pada Sendi dan Otot
- Radang sendi pada lupus
- Radang otot pada lupus
6. Serangan pada Mata
7. Serangan pada Darah
Anemia
Trombositopenia
Gangguan pembekuan
Limfositopenia
8. Serangan pada Hati

TATA LAKSANA PENYAKIT LUPUS


Penatalaksanaan lupus tidak mudah. Penyakit ini memiliki banyak manifestasi dan setiap
orang memiliki pola tersendiri yang berubah dari waktu ke waktu, yang terkadang
berlangsung cepat. Secara umum, pasien dengan lupus berat, misalnya lupus ginjal atau
sistem saraf pusat (SSP), dan mereka yang menderita lebih dari satu jenis penyakit
autoantibodi cenderung memiliki gejala yang serius dan menetap. Pasien yang memiliki
gejala ringan dapat terus mengalami gejala ringan atau berkembang menjadi lebih serius.
Sehingga penting untuk memperhatikan semua gejala baru yang timbul sebagai
manifestasi dari penyakit tersebut karena penatalaksanaan lupus sangat berkaitan dengan
gejala klinis dan organ tubuh yang terkena (Michelle, 1998).
Sehingga pada prakteknya, Lupus dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu ringan, sedang, dan
berat, sesuai dengan berat ringannya gejala yang muncul.
1. Lupus Ringan
Manifestasi yang umum adalah nyeri sendi, ruam, sensitif terhadap cahaya matahari,
sariawan di mulut, Raynauds syndrome (perubahan warna pada ujung jari akibat suhu
dingin), rambut rontok, dan kelelahan. Seringkali gejala tersebut cukup dikontrol oleh
analgesik dan mengurangi paparan sinar matahari dengan menggunakan tabir surya.
Hidroksikloroquin umumnya digunakan dalam gejala ini. Kelelahan merupakan gejala
lain dari tingkatan ini yang terkadang menjadi alasan digunakannya steroid dosis rendah,
walaupun hasilnya kadang tidak maksimal. Nyeri sendi atau ruam kulit dapat juga
menggunakan dosis tersebut. Dosis steroid yang tinggi harus dihindari jika resiko efek
samping yang timbul cenderung lebih besar dari manfaatnya. Hal ini penting untuk
dipertimbangkan dalam membuat keputusan pemberian steroid karena efek samping obat
lebih umum terjadi pada orang dengan lupus dibandingkan populasi lainnya. Pola hidup
sehat (makanan sehat dan olah raga ringan yang teratur) juga sangat dianjurkan
(Michelle, 1998).
2. Lupus Sedang
Tingkatan ini meliputi pleuritis (radang selaput paru), perikarditis (radang selaput
jantung), ruam berat dan manifestasi darah seperti trombositopenia atau leukopenia.
Dalam kasus ini, terapi steroid biasanya sudah dibutuhkan, namun dengan penggunaan
dosis yang cukup untuk mengendalikan penyakit dan kemudian menguranginya menjadi
dosis pemeliharaan serendah mungkin. Agak sulit untuk menstandarisasi dosis, namun
pada umumnya Pleuritis dapat dikontrol dengan 20mg prednisolon per hari, kelainan
darah membutuhkan dosis 40mg atau lebih. Hidroksikloroquin sudah memadai sebagai
tambahan steroid, tapi kadang obat imunosuppressan juga dibutuhkan seperti:
Azathioprine, dan Methotrexate. Siklosporin juga dapat digunakan khususnya dalam
pengobatan trombositopenia, tetapi karena kecendrungan menyebabkan hipertensi dan
merusak fungsi ginjal harus digunakan secara hati-hati. Obat- obat immunosupresan ini
membutuhkan waktu 1-3 bulan sampai efeknya muncul, sehingga dalam periode tersebut
steroid masih dibutuhkan dalam dosis yang cukup untuk mengontrol penyakit. Jika pasien
sudah dapat distabilkan dengan obat imunosupresan, dosis steroid harus segera
diturunkan ke dosis terendah untuk pengendalian penyakit (Michelle, 1998).
3. Lupus Berat
Ginjal, SSP, dan manifestasi kulit berat atau kelainan darah berat termasuk ke dalam
tingkatan ini. Steroid sangat dibutuhkan dalam tahap ini dengan tambahan obat
immunosupresan. Prednisolon atau metilprednisolon intravena mungkin dibutuhkan
untuk mengendalikan penyakit ini. Azathioprin, methotrexate, atau mychophenolate
dapat digunakan sebagai imunosupresif dan dapat mengurangi dosis steroid yang
diperlukan. Pengobatan dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu: induksi awal dimana penyakit
aktif dikendalikan, dan fase pemeliharaan agar penyakit tetap terkontrol. Pengobatan
tambahan yang digunakan untuk lupus berat meliputi immunoglobulin intravena, plasma
exchange, dan antibodi monoclonal (agen biologi) mengalami penurunaan
penggunaannya dibandingkan waktu yang lalu tapi banyak yang masih percaya bahwa
pengobatan tersebut sangat membantu pada lupus akut, penyakit berat, dan sebagian
lupus yang mengenai otak. Antibodi monoklonal, terutama rituximab sangat menjanjikan
dan cenderung memainkan bagian penting dalam pengelolaan penyakit sedang dan berat
(Michelle, 1998).
Pengobatan Penyakit Lupus
Pengobatan Lupus tergantung dari :
1. Tipe Lupus.
2. Berat ringannya Lupus.
3. Organ tubuh yang terkena.
4. Komplikasi yang ada (Wallace, 2007).
Tujuan pengobatan Lupus adalah :
1. Mengurangi peradangan pada jaringan tubuh yang terkena.
2. Menekan ketidaknormalan sistem kekebalan tubuh.
Pada pengobatan Lupus digunakan dua kategori obat :
1. Kortikosteroid. Golongan ini berfungsi untuk mencegah peradangan dan merupakan
pengatur kekebalan tubuh. Bentuknya bisa salep, krem, pil atau cairan. Untuk Lupus
ringan, digunakan dalam bentuk tablet dosis rendah. Jika kondisi sudah berat, digunakan
kortikosteroid bentuk tablet atau suntikan dosis tinggi. Bila kondisi teratasi maka
penggunaan dosis diturunkan hingga dosis terendah untuk mencegah kambuhnya
penyakit (Wallace, 2007).
2. Nonkortikosteroid. Kegunaan obat ini adalah untuk mengatasi keluhan nyeri dan
bengkak pada sendi dan otot (Wallace, 2007).
Adapun Obat-obat Lupus secara umum adalah :
1. NSAID (Non Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
NSAIDs adalah obat anti inflamasi non steroid) merupakan pengobatan yang efektif
untuk mengendalikan gejala pada tingkatan ringan, tapi harus digunakan secara hati-hati
karena sering menimbulkan efek samping peningkatan tekanan darah dan merusak fungsi
ginjal. Bahkan beberapa jenis NSAID dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan
stroke. Obat tersebut dapat juga mengganggu ovulasi dan jika digunakan dalam 6
kehamilan (setelah 20 minggu), dapat mengganggu fungsi ginjal janin (Djoerban, 2002).
2. Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam pengendalian lupus.
Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah untuk pengendalian penyakit, namun kesalahan
yang sering terjadi adalah pemberian dosis terlalu tinggi dalam waktu terlalu lama.
Osteoporosis yang disebabkan oleh steroid adalah masalah yang umumnya terjadi pada
Odapus. Sehingga dibutuhkan penatalaksanaan osteoprotektif seperti pemriksaan serial
kepadatan tulang dan obat-obat osteoprotektif yang efektif seperti kalsium dan bifosfonat.
Steroid juga dapat memperburuk hipertensi, memprovokasi diabetes dan memiliki efek
buruk pada profil lipid yang mungkin berkontribusi pada meningkatnya kematian akibat
penyakit jantung. Steroid dosis tinggi meningkatkan risiko pendarahan gastrointestinal
dan terjadi pada pada dosis yang lebih rendah jika digunakan bersama NSAID.
Osteonekrosis (nekrosis avaskular) juga cukup umum pada lupus dan tampaknya terkait
terutama dengan penggunaan steroid oral dosis tinggi atau metilprednisolon intravena.
Meskipun memiliki banyak efek samping, obat kortikisteroid tetap merupakan obat yang
berperan penting dalam pengendalian aktifitas penyakit. Karena itu, obat ini tetap
digunakan dalam terapi lupus. Pengaturan dosis yang tepat merupakan kunci pengobatan
yang baik (Djoerban, 2002).
3. Antimalaria
Hydroxychloroquine (Plaquenil) lebih sering digunakan dibanding kloroquin karena
risiko efek samping pada mata diyakini lebih rendah. Toksisitas pada mata berhubungan
baik dengan dosis harian dan kumulatif. Selama dosis tidak melebihi, resiko tersebut
sangat kecil. Pasien dianjurkan untuk memeriksa ketajaman visual setiap 6 bulan untuk
identifikasi dini kelainan mata selama pengobatan. Dewasa ini pemberian terapi
hydroxychloroquine diajurkan untuk semua kasus lupus dan diberikan untuk jangka
panjang. Obat ini memiliki manfaat untuk mengurangi kadar kolesterol, efek anti-platelet
sederhana dan dapat mengurangi risiko cedera jaringan yang menetap serta cukup aman
pada kehamilan (Djoerban, 2002).
4. Immunosupresan
a. Azathioprine
Azathioprine (Imuran) adalah antimetabolit imunosupresan: mengurangi biosintesis
purin yang diperlukan untuk perkembangbiakan sel termasuk sel sistem kekebalan tubuh.
Mual adalah efek samping yang umum terjadi, sedangkan leukopenia dan
trombositopenia terjadi hanya pada sekitar 4% kasus. Pemantauan efek obat bisa menjadi
masalah jika odapus sudah memiliki gejala klinis tersebut. Azathioprine dianggap aman
digunakan selama kehamilan (Djoerban, 2002).
b. Mycophenolate mofetil
Mycophenolate mofetil (MMF) berfungsi menghambat sintesis purin, proliferasi limfosit
dan respon sel T antibodi. Dibandingkan siklofosfamid, MMF tidak menyebabkan
kegagalan fungsi ovarium (indung telur) dan lebih sedikit menyebabkan infeksi serius,
leukopenia atau alopecia (kebotakan). Obat ini juga diduga lebih efektif dan lebih baik
ditoleransi daripada azathioprine namun kontra indikasi dalam kehamilan, sehingga
hanya boleh digunakan pada wanita usia subur bila disertai penggunaan kontrasepsi yang
dapat diandalkan. Karena panjangnya waktu paruh, pengobatan harus dihentikan
sedikitnya enam minggu sebelum konsepsi yang direncanakan (Djoerban, 2002).
c. Methotrexate
Methotrexate merupakan asam folat antagonis yang diklasifikasikan sebagai agen
sitotoksik antimetabolit, tetapi memiliki banyak efek pada sel-sel sistem kekebalan tubuh
termasuk modulasi produksi sitokin. Digunakan seminggu sekali dan jika diperlukan
diberikan pula asam folat sekali seminggu (tidak pada hari yang sama dengan
methotrexate) secara rutin untuk mengurangi risiko efek samping. Mual dan sariawan
cukup sering terjadi, leukopenia, trombositopenia dan tes fungsi hati yang abnormal
kadang-kadang dapat terjadi. Obat ini tidak boleh digunakan selama kehamilan dan
harus dihentikan penggunaannya tiga bulan sebelum konsepsi (Djoerban, 2002).
d. Cyclosporin
Cyclosporin menghambat aksi kalsineurin sehingga menyebabkan penurunan fungsi
efektor limfosit T. Hipertensi dan peningkatan kreatinin serum merupakan efek samping
yang paling sering terjadi sehingga pemantauan tekanan darah dan kreatinin sangat
penting. Obat ini dianggap aman untuk digunakan selama kehamilan dalam dosis efektif
terendah dengan memonitor secara seksama tekanan darah dan fungsi ginjal (Djoerban,
2002).
e. Cyclophosphamide
Obat ini telah digunakan secara luas untuk pengobatan lupus yang mengenai organ
internal dalam empat dekade terakhir. Telah terbukti meningkatkan efek pengobatan
terhadap pasien lupus ginjal dibandingkan hanya diberikan steroid saja. Obat ini juga
banyak digunakan untuk pengobatan lupus susunan saraf pusat berat dan penyakit paru
berat. Dapat diberikan dalam dosis oral harian atau sebagai infus intravena. Sesuai
dengan keparahan penyakit. Efek samping utama yang harus diperhatikan adalah
peningkatan risiko infeksi, kegagalan fungsi ovarium, toksisitas kandung kemih, dan
peningkatan risiko keganasan. Obat ini teratogenik dan mengganggu fungsi organ
reproduksi baik pada pria maupun wanita. Sehingga penggunaan obat harus dihentikan
tiga bulan sebelum konsepsi (Djoerban, 2002).
f. Rituximab
Rituximab bekerja pada sel B yang diduga merupakan sel esensial dalam perkembangan
lupus. Sekarang ini Rituximab sering diberikan kombinasi dengan methotrexate. Setelah
infus rituximab ditemukan penurunan tingkat autoantibodi. Rituximab telah
menyebabkan kemajuan dramatis pada beberapa odapus. Saat ini Rituximab termasuk
salah satu obat yang menjanjikan untuk Lupus (Djoerban, 2002).
Obat-obat yang dapat digunakan sesuai manifestasi penyakit:
1. Ruam kulit
a. Sun block/tabir surya
b. Topikal kortikosteroids
2. Nyeri dan bengkak pada sendi
a. Analgesik sederhana seperti: Parasetamol, NSAID
b. Topikal analgesik
c. Amitriptiline: golongan antidepresan yang diresepkan bersama analgesik pada pasien
sekunder fibromyalgia untuk mengatasi stress akibat rasa nyeri yang berkepanjangan
3. Mata kering
Tetes air mata buatan untuk mengatasi kekeringan bola mata
4. Sariawan dan kekeringan rongga mulut
a. Salivary substitute : air liur buatan dalam bentuk cair atau semprot berbahan dasar
methylcellulose atau gastric mucin
b. Obat kumur steroid
5. Trombositopeni
Danazol (Danocrine) atau vincristine (Oncovin) adalah terapi jangka panjang bagi
penderita trombositopenia berat.
6. Osteoporosis
a. Vitamin D
b. kalsium
7. Risiko penyakit jantung koroner
a. Asam folat
b. Obat penurun kadar lemak darah (Djoerban, 2002).

Selain itu, penderita SLE perlu diingatkan untuk selalu menggunakan krem pelindung sinar
matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan bekerja di bawah sinar matahari
karena penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari. Infeksi juga lebih mudah terjadi pada
penderita SLE, sehingga penderita dianjurkan mendapat terapi pencegahan dengan antibiotika
bila akan menjalani operasi gigi, saluran kencing, atau tindakan bedan lainnya. Salah satu bagian
dari pengobatan SLE yang tidak boleh terlupakan adalah memberikan penjelasan kepada
penderita mengenai penyakit yang dideritanya, sehingga penderita dapat bersikap positif
terhadap terapi yang akan dijalaninya.

Artritis gout

Arthritis pirai atau gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal
asam urat pada jaringan sekitar sendi.gout juga suatu istilah yang dipakai untuk sekelompok
gangguan metabolik yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi asm urat ( hiperurisemia).
Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat
proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu. Ada sejumlah faktor yang agaknya
mempengaruhi timbulnya penyakit gout, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup. (
Misnadiarly, 2009 )
Arthritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar diseluruh dunia.
Artitis pirai merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal
monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam ekstraseluler.
Manifestasi klinis deposisi urat meliputi artitis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang
merusak tulang, batu asam urat dan yang jarang adalah gagal ginjal. Gangguan metabolisme
yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat
lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl. ( Edward Stefanus, 2010 )
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagai mana yang disampaikan oleh
Hipocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja sedangkan pada wanita jarang
sebelum menopause. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika Serikat adalah
13,6/1000 pria dan 6,4/1000 perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf
hidup. Prevalensi diantara pria African American lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
pria Caucasian. ( Edward Stefanus, 2010 )
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artitis pirai (AP). Pada tahun 1935
seorang dokter kebangsaan belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15 pasien artitis
pirai dengan kecacatan dari suatu daerah di Jawa Tengah. Penilaian lain mendapatkan
bahwa pasien gout yang berobat rata-rata sudah mengidap penyakit selama lebih dari 5 tahun.
Hal ini mungkin disebabkan banyak pasien gout yang mengobati sendiri. Satu study yang lama
di Massachusetts mendapat lebih dari 1% dari populasi dengan kadar asam urat kurang dari 7
mg/100ml pernah mendapat serangan artitis gout akut.

Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak dengan baik,
juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya,
sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang
diperantarainya.
Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat dibagi menjadi tiga
tipe, yaitu:
a. Sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang dihubungkan dengan
jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua subtipe yaitu sutura dan sindemosis;
b. Sendi kartilago dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong oleh ligament,
sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan simpisis; dan
c. Sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat mengalami pergerakkan, memiliki
rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi oleh kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus
tendon-tendon yang melintasi sendi, tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh.
Sinovium menghasilkan cairan sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak membeku, dan
mengandung lekosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan
disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan sinovial mempunyai fungsi sebagai sumber nutrisi
bagi rawan sendi.
Jenis sendi sinovial :
1) Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ;
2) Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila ;
3) Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi sinkond multi axial ;
4) Trochoid : rotasi, mono aksis ;
5) Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi axis. Secara fisiologis sendi yang
dilumasi cairan sinovial pada saat bergerak terjadi tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser
ke tekanan yang lebih kecil. Sejalan dengan gerakan ke depan, cairan bergeser mendahului beban
ketika tekanan berkurang cairan kembali ke belakang. (Evelyn Pearce, 2010)
Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus yang terdiri atas sel kondrosit,
dan matriks. Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein yang terbenam di dalam bahan
dasar amorf. Berdasarkan atas komposisi matriksnya ada 3 macam tulang rawan, yaitu :
a. tulang rawan hialin, yang terdapat terutama pada dinding saluran pernafasan dan ujung-ujung
persendian;
b. tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis, aurikulam dan tuba auditiva; dan
c. tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus fibrosus, diskus intervertebralis, simfisis pubis
dan insersio tendo-tulang. Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban pada
sendi sinovial. Rawan sendi tersusun oleh kolagen tipe II dan proteoglikan yang sangat hidrofilik
sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi menerima
beban yang kuat. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi
setelah cedera atau penambahan usia (Evelyn Pearce, 2010)
Anatomi-Fisiologi Sendi
Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi
diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis
kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi membran
sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk meminyaki sendi. Bagian luar kapsul
diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di tempatnya
dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan,
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi ganda
yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi
menjadi mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi
baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula. Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul,
yaitu :
a. Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung 70-80% air, hal inilah
yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi elastic
b. Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat tahan terhadap tarikan.
Makin kearah ujung rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal kolagennya akan
tahan terhadap tarikan
Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain seperti enzim. (Evelyn
Pearce, 2010)
Kebanyakan orang tahu bahwa asam urat menyebabkan rasa nyeri, kaku, dan kadang-
kadang pembengkakan pada sendi. Tapi, asam urat juga dapat mempengaruhi otot dan tendon
(tempat otot melekat), yang mungkin tidak bengkak tetapi tetap sakit.

2. Etiology
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit/penimbunan Kristal asam
urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam
urat abnormal dan kelainan metabolic dalam pembentukan purin dan eksresi asam urat yang
kurang dari ginjal.
Beberapa faktor lain yang mendukung seperti :
a. Faktor genetic seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan asam urat berlebihan (
Hiperuricemia ), retensi asam urat atau keduanya.
b. Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan ginjal yang kan
menyebabkan :
- Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia
- Karena penggunaan obat obatan yang menurunkan eksresi asam urat seperti : aspirin, diuretic,
levodopa, diazoksid, asam nikotinat, aseta zolamid dan etambutol.
c. Pembentukan asam urat yang berlebih :
- Gout primer metabolic disebabkan sistensi langsung yang bertambah.
- Gout sekunder metabolic disebabkan pembentukan asam urat berlebih karena penyakit lain
seperti leukemia.
d. Kurang asam urat melalui ginjal
e. Gout primer renal terjadi karena eksresi asam urat di tubulus distal ginjal yang sehat.
f. Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal misalnya glomeronefritis kronik
atau gagal ginjal kronik.
95 % penderita gout ditemukan pada pria. Gout sering menyerang wanita pada post
menopause usia 50 60 tahun. Juga dapat menyerang laki laki usia pubertas dan atau usia
diatas 30 tahun. Penyakit ini paling sering mengenai sendi metarsofaringeal, ibu jari kaki, sendi
lutut dan pergelangan kaki.

D. Manifestasi Klinis
Gejala awal dari artritis gout adalah panas, kemerahan dan pembengkakan pada sendi yang
tipikal dan tiba-tiba. Persendian yang sering terkena adalah persendian kecil pada basis dari ibu
jari kaki. Beberapa sendi lain yang dapat terkena ialah pergelangan kaki, lutut, pergelangan
tangan, jari tangan, dan siku. Pada serangan akut penderita gout dapat menimbulkan gejala
demam dan nyeri hebat yang biasanya bertahan berjam-jam sampai seharian, dengan atau tanpa
pengobatan. Seiring berjalannya waktu serangan artritis gout akan timbul lebih sering dan lebih
lama.
Pasien dengan gout meningkatkan kemungkinan terbentuknya batu ginjal.
Kristal-kristal asam urat dapat membentuk tophi (benjolan keras tidak nyeri disekitar sendi) di
luar persendian. Tophi sering ditemukan di sekitar jari tangan, di ujung siku dan sekitar ibu jari
kaki, selain itu dapat ditemukan juga pada daun telinga, tendon achiles (daerah belakang
pergelangan kaki) dan pita suara (sangat jarang terjadi).
Secara klinis ditandai dengan adnya artritis,tofi dan batu ginjal. Yang penting diketahui
bahwa asm urat sendiri tidak akan mengakibatkan apa-apa. Yang menimbulkan rasa sakit adalah
terbentuk dan mengendapnya kristal monosodium urat. Pengendapannya dipengaruhi oleh suhu
dan tekanan. Oleh sebab itu, sering terbentuk tofi pada daerah-daerah telinga,siku,lutut,dorsum
pedis,dekat tendo Achilles pada metatarsofalangeal digiti 1 dan sebagainya. Pada telinga
misalnya karena permukaannya yang lebar dan tipis serta mudah tertiup angin,kristal-kristal
tersebut mudah mengendap dan menjadi tofi. Demikian pula di dorsum pedis,kalkaneus karena
sering tertekan oleh sepatu. Tofi itu sendiri terdiri dari kristal-kristal urat yang dikelilingi oleh
benda-benda asing yang meradang termasuk sel-sel raksasa. Serangan sering kali terjadi pada
malam hari. Biasanya sehari sebelumnya pasien tampak segar bugar tanpa keluhan. Tiba-tiba
tengah malam terbangun oleh rasa sakit yang hebat sekali. Daerah khas yang sering mendapat
serangan adalah pangkal ibu jari sebelah dalam,disebut podagra. Bagian ini tampak
membengkak, kemerahan dan nyeri ,nyeri sekali bila sentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa
hari sampai satu minggu,lalu menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit,tapi dapat
merusak tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat predileksi kedua untuk serangan ini. Tofi
merupakan penimbunan asm urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia,tulang rawan,bursa
dan jaringan lunak. Sering timbul ditulang rawan telinga sebagai benjolan keras. Tofi ini
merupakan manifestasi lanjut dari gout yang timbul 5-10 tahun setelah serangan artritis akut
pertama.
Pada ginjal akan timbul sebagai berikut:
1. Mikrotrofi dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan nefrosis
2. Nefrolitiasis karena endapan asam urat
3. Pielonefritis kronis
4. Tanda-tanda aterosklerosis dan hipertensi
Tidak jarang ditemukan pasien dengan kadar asam urat tinggi dalam darah tanpa adanya
riwayat gout yang disebut hiperurisemia asimtomatik. Pasien demikian sebaiknya dianjurkan
mengurangi kadar asam uratnya karena menjadi faktor resiko dikemudian hari dan kemungkinan
terbentuknya batu urat diginjal.

Anda mungkin juga menyukai