Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ETIKA BISNIS DALAM PERIKLANAN


Studi Kasus Pelanggaran Etika dalam Beriklan

DISUSUN OLEH

MUHAMMAD SYAKIR (55114110037)

Program Kelas Karyawan - Magister Manajemen


Universitas Mercu Buana
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang Etika
Bisnis dalam Periklanan. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas
mata kuliah Business Ethic and Good Corporate Governance, Program
Kelas Karyawan Magister Manajemen Universitas Mercu Buana.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-


dalamnya kepada Bapak Dr. Mukhamad Najib selaku pengajar mata
kuliah.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari


sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya.
Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun, guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi saya
untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Jakarta, Januari 2015

Muhammad Syakir

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................. 2

Daftar Isi............................................................................................. 3

Bab 1. Pendahuluan........................................................................... 4

1.1. Latar Belakang........................................................................ 4


1.2. Batasan Masalah..................................................................... 5
1.3. Perumusan Masalah................................................................5
1.4. Manfaat dan Tujuan Penulisan................................................5

Bab 2. Kajian Pustaka........................................................................ 6

2.1. Berbisnis dengan Etika............................................................ 6


2.2. Iklan......................................................................................... 7

Bab 3. Pembahasan........................................................................... 10

3.1. Etika Periklanan.......................................................................10


3.2. Studi Kasus Pelanggaran Etika dalam Beriklan...................... 11

Bab 4. Penutup...................................................................................15

4.1. Kesimpulan.............................................................................. 15
4.2. Saran..................................................................................... 15

Daftar Pustaka ................................................................................. 16

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, perusahaan-perusahaan


sangat gencar dalam melakukan promosi produknya. Hampir setiap hari kita
terpapar dengan gencarnya promosi produk melalui iklan. Iklan dapat dilihat
dimana saja. Saat kita berkendara untuk beraktivitas di setiap harinya,
banyak sekali baliho, spanduk maupun banner iklan terlihat. Saat pergi ke
pusat perbelanjaan, lembaran-lembaran leaflet dapat kita jumpai dan
dapatkan. Di dalam rumah melalui media televisi, iklan pun hadir silih
berganti. Di era digital saat ini, melalui telepon seluler ataupun internet, iklan
pun menghampiri kita.

Dengan banyaknya iklan yang menyebar di segala bentuk media


promosi, maka semakin sering kita terpapar dengan informasi dari iklan
produk tersebut. Namun kita perlu cermati pula, informasi yang kita terima
sudah sesuaikah dengan etika yang ada.

Informasi melalui iklan yang kita temui tiap harinya, ada yang
memenuhi nila-nilai etika, adapula yang tidak. Kita sebagai, calon konsumen,
harus kritis terhadap materi iklan yang ditampilkan. Materi iklan yang baik
adalah materi yang dengan mudah dikenali dan secara tidak langsung
tersimpan dalam alam bawah sadar kita mengenai produk yang diiklankan
tersebut.

Berbagai proses kreatif ditampilkan dalam menyajikan iklan di tiap


media. Namun apakah semua sudah sesuai dengan Etika Pariwawa
Indonesia (EPI) yang dikeluarkan oleh Dewan Periklanan Indonesia.

Dalam Etika Pariwara Indonesia, amandemen 2014 halaman 3


disebutkan bahwa EPI ini mengukuhkan adanya kepedulian yang setara
pada industri periklanan, antara keharusan untuk melindungi konsumen
atau masyarakat, dengan keharusan untuk dapat melindungi para pelaku
periklanan agar dapat berprofesi dan berusaha dan memperoleh
imbalan dari profesi atau usaha tersebut secara wajar.

Dapat kita temui berbagai macam iklan yang materinya tidak sesuai
dengan etika dan moral. Baik itu melalui media cetak, elektronik dan
sebagainya. Pesan yang disampaikan agak berlebihan dan bisa
multitafsir, sehingga dapat menjerumuskan. Terkadang pesan tersebut
seharusnya tidak dapat dikonsumsi semua usia.

4
Sebagai masyarakat, kita perlu kritis dan peduli terhadap hal
tersebut. Sebagai pelaku periklanan juga harus tahu batasan-batasan
apakah yang dibolehkan dan tidak boleh.

1.2. Batasan Masalah

Pembahasan pada makalah ini adalah kaitan antara etika bisnis


dan periklanan melalui studi kasus pelanggaran etika dalam beriklan.
Periklanan yang disebutkan pada makalah ini adalah iklan-iklan komersial
dan yang divisualkan melalui papan reklame.

1.3. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah etika yang baik dalam periklanan?


2. Bagaimanakah sikap kita terhadap iklan-iklan yang melanggar etika?

1.4. Manfaat dan Tujuan Penulisan

Manfaat dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat mengetahui batasan-batasan dalam beriklan sesuai dengan


etika yang ada
2. Dapat mengetahui peran kita sebagai masyarakat untuk berpikir kritis
terhadap materi periklanan

5
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Berbisnis dengan Etika

Sebuah bisnis dipandang dari tiga sudut pandang yaitu sudut


pandang ekonomis, moral dan hukum. Secara sudut pandang ekonomis,
bisnis adalah kegiatan ekonomis untuk menghasilkan untung. Good
business adalah bisnis yang membawa banyak untung. Tujuan bisnis
adalah memaksimalkan keuntungan. Secara sudut pandang moral,
mencari keuntungan dalam bisnis adalah sah dan wajar, asal tidak dicapai
dengan merugikan pihak lain. Sedangkan secara sudut pandang hukum,
bisnis yang baik adalah bisnis yang patuh pada hukum. Dapat disimpulkan
bahwa bisnis yang baik adalah bisnis yang menghasilkan untung, dan
diperbolehkan oleh sistem hukum, serta sesuai moral.

Dalam menjalankan bisnis, perusahaan yang menjalankan aktivitas


bisnisnya harus mengikuti norma-norma dan aturan yang berlaku.
Kegiatan bisnis penuh dengan pasang surut, siasat, taktik maupun cara-
cara strategis dan bahkan saling jegal antarpesaing sering kali terjadi.
Bisnis yang dilakukan sesuai dengan aturan, norma, dan etika akan
menguntungkan perusahaan itu sendiri maupun masyarakat luas.
Reputasi perusahaan yang baik pun akan didapatkan dan menjadi sebuah
competitive advantage yang sulit ditiru.

Terdapat beberapa penelitian yang menjelaskan kaitan antara etika


dengan kinerja perusahaan. Penelitian yang diterbitkan pada jurnal
Business and Society Review di tahun 1999, menulis bahwa 300
perusahaan besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang
berlandaskan pada kode etik akan meningkatkan market value added
sampai dua-tiga kali daripada perusahaan lain yang tidak melakukan hal
serupa. Penelitian lain ditemukan bahwa perusahaan yang merumuskan
komitmen korporat mereka dalam menjalankan prinsip-prinsip etika
memiliki kinerja finansial (berdasar penjualan tahunan/revenue) yang lebih
bagus dari perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa. Penelitian
tersebut dilakukan oleh DePaul University di tahun 1997.

Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan


main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat
dalam praktek bisnis sehari-hari, etika bisnis dapat menjadi batasan bagi
aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat
dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha
pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis
tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan
hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.

6
Lalu, bagaimanakah bisnis yang beretika? Adakah standar
etikanya? Etika itu tidak ada standarnya. Jika mengacu kepada hukum
atau regulasi yang formal, itu bisa dijadikan sebagai standar etika. Namun
masih banyak pula aspek yang belum masuk. Misalnya, bagaimana kita
memformalkan itikad baik? Menyembunyikan informasi? Dan sebagainya.

Prinsip imbal balik menjadi sebuah solusi para pemikir etik di


dunia sebagai dasar pedoman pengukurannya. Prinsip imbal balik atau
prinsip imperatif dalam etika, dimana sesuatu tindakan dianggap tidak
beretika apabila orang lain melakukannya kepada kita, maka kita tidak
bisa menerimanya. Kesimpulan lain dikatakan bahwa suatu tindakan
dianggap beretika apabila kita tidak berkeberatan jika orang lain
melakukan hal itu terhadap diri kita. Namun ada sebuah permasalahan
ketika tidak semua memiliki wawasan atau pandangan yang sama.
Semakin tinggi tingkat pendidikan atau semakin luas wawasan seorang,
maka biasanya semakin komprehensif analisisnya terhadap etika.

2.2. Iklan

Perusahaan akan melakukan aktivitas pemasaran dalam


menjalankan roda bisnisnya. Aktivitas pemasaran muncul dalam semua
bentuk. Dalam literatur, Manajemen Pemasaran (Koller & Kotler), Mc
Carthy mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas ini sebagai sarana bauran
pemasaran dari empat jenis yang luas, yang disebutnya sebagai 4P dari
pemasaran. 4P terdiri dari produk (product), harga (price), tempat (place),
dan promosi (promotion). Perusahaan harus melakukan bauran
pemasaran ini agar produknya bisa sampai kepada konsumen.
Perusahaan harus memperhatikan produk yang dijual baik, produk dijual
pada tempat yang tepat dan harga yang tepat, serta promosi produk yang
cocok.

Debaish dan Muralidhar (2013) menyatakan bahwa sasaran dari


promosi adalah meningkatkan penjualan, memelihara atau meningkatkan
pangsa pasar, menciptakan atau meningkatkan pengenalan merk,
menciptakan iklim yang menguntungkan untuk penjualan mendatang,
menginformasikan dan mengedukasi pasar, serta menciptakan
keuntungan kompetitif. Media promosi meliputi iklan, penjualan langsung,
sales promotion, public relation dan publisitas, personal selling dan iklan
secara online.

Ada dua pendekatan dalam melakukan promosi sebuah produk,


yaitu above the line dan below the line. Promosi above the line, biasanya
merupakan bentuk yang biasa dalam mengiklankan sebuah produk. Media
promosi ini meliputi surat kabar, majalah, televisi, film, radio, papan

7
reklame. Tipe ini dapat menjangkau untuk konsumen yang lebih luas,
namun biasanya membutuhkan biaya yang lebih mahal dan sulit juga
untuk mengetahui efektivitas dari pesan yang dibawa. Promosi below the
line merupakan cara promosi yang memungkinkan untuk berkomunikasi
langsung dengan konsumen dan lebih terarah obyek promosinya.

Pengertian iklan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia melalui


website http://kbbi.web.id/iklan adalah berita pesanan untuk mendorong,
membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang
ditawarkan; pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa
yg dijual, dipasang di media massa (seperti surat kabar dan majalah) atau
di tempat umum.

Menurut Etika Pariwawa Indonesia (EPI), hasil amandemen 2014


yang dikeluarkan oleh Dewan Periklanan Indonesia, iklan merupakan suatu
bentuk komunikasi tentang produk dan/atau merk kepada khalayak
sasarannya, agar mereka memberikan tanggapan yang sesuai dengan
tujuan pengiklan.Termasuk dalam iklan adalah iklan korporat, iklan layanan
masyarakat, iklan promo program, pemerekan (branding), ajang (event), dan
pawikraya (merchandising).

Dapat disimpulkan bahwa iklan adalah bentuk komunikasi tidak


langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan suatu produk
sehingga mengubah pikiran konsumen untuk melakukan pembelian. Iklan
berfungsi sebagai pemberi informasi tentang produk yang ditawarkan di
pasar dan juga sebagai pembentuk pendapat umum tentang sebuah
produk.

Sebagai pemberi informasi, maka diharapkan informasi yang


diharapkan adalah informasi yang jelas, benar dan jujur sesuai dengan
hak konsumen yang terdapat pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 tahun 1999.

Perusahaaan dalam menetapkan sebuah keputusan untuk memilih


jenis iklan yang dibutuhkan, harus mempertimbangkan 5 M dalam dunia
periklanan 5 M tersebut adalah :

1. Mission.
Kita harus mengetahui tujuan dari penjualan dan sasaran dari iklan
tersebut
2. Money.
Hal ini terkait dengan tahapan dalam product life cyle-nya, pangsa
pasar dan basis konsumen, suasana kompetisi, frekuensi iklan,
kemampuan substitusi produk
3. Message.

8
Pemunculan pesan, evaluasi dan seleksi pesan, pelaksanaan
pesan dan review tanggung jawab sosial
4. Media.
Terkait dengan jangkauan, frekuensi, dampak, tipe media
mayoritas, waktu iklan
5. Measurement.
Terkait dengan dampak komunikasi dan dampak penjulan.

9
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1. Etika Periklanan

Menurut Cunningham (1999) Etika periklanan didefinisikan sebagai


apa yang benar atau baik dalam melakukan fungsi periklanannya. Hal ini
berhubungan dengan pertanyaan apa yang seharusnya dilakukan, bukan
hanya dengan secara hukum dilakukan. (Drumwright, 2009)

Ini sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8


tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dimana salah satu hak
konsumen adalah mendapatkan informasi yang jelas, benar dan jujur.

Iklan-iklan yang beredar di tengah-tengah masyarakat terkadang


ada yang menyalahi nilai-nilai etika di masyarakat. Aturan-aturan
mengenai etika periklanan sudah tercantum dalam Etika Pariwara
Indonesia. Yang terbaru adalah hasil amandemen 2014.

Tata krama dalam periklanan sesuai Etika Pariwara Indonesia, hasil


amandemen 2014 meliputi isi iklan, ragam iklan, pemeran iklan, wahana
iklan.

Hal-hal yang diatur dalam isi iklan adalah hak kekayaan intelektual;
bahasa; tanda asteris (*); pencantuman harga; garansi; janji
pengembalian uang; budaya; rasa takut dan takhayul; kekerasan;
keselamatan; perlindungan hak-hak pribadi; hiperbolisasi; waktu
tenggang; penampilan pangan; penampilan uang; kesaksian konsumen;
anjuran (endorsement); perbandingan; perbandingan harga;
merendahkan; peniruan; istilah ilmiah dan statistik; ketiadaan produk;
ketaktersediaan hadiah; syarat dan ketentuan; pornografi dan pornoaksi;
manfaat produk; khalayak anak.

Ragam iklan yang diatur adalah minuman keras; rokok dan produk
tembakau; obat-obatan; produk pangan; vitamin, mineral dan suplemen;
produk peningkatan kemampuan seks; kosmetika dan produk perawatan
tubuh; alat dan perlengkapan kesehatan di rumah tangga; alat dan
fasilitas kebugaran atau perampingan; jasa layanan kesehatan; jasa
penyembuhan alternatif; organ tubuh transplantasi dan darah; produk
terbatas; jasa profesional; properti; peluang usaha dan investasi;
penghimpunan modal; dana sosial dan dana amal; lembaga pendidikan
dan lowongan kerja; gelar akademis; berita keluarga; penjualan darurat
dan lelang likuidasi; iklan pamong, politik dan elektoral; iklan layanan
masyarakat; judi dan taruhan; senjata, amunisi dan bahan peledak;
agama; iklan multiproduk; iklan tersisip (build-in), terlebur (build-in

10
content), sesuai pesanan (tailor-mode), dan sejenisnya; iklan penggoda
(teaser); iklan waktu blokiran (blocking time) di media elektronik dan
sisipan khusus di media cetak.

Dalam EPI diatur juga tentang tata krama pemeran iklan. Pemeran
iklan yang dimaksud adalah anak, perempuan, jender, pejabat negara,
tokoh agama, anumerta, pemeran sebagai duta merek (brand
ambassador), tuna daksa (penyandang cacat), tenaga medis, pemeran
lainnya, hewan, tokoh animasi.

Mengenai tata krama dalam wahana iklan juga diatur, yaitu media
cetak, media televisi, media radio, media bioskop, media luar griya (out-of-
home-media), media digital, layana pesan singkat (SMS-Short Message
Service) dan layanan multimedia singkat (MMS-Multimedia Service),
promosii penjualan, pemasaran/penjualan langsung (direct
marketing/selling), perusahaan basis data (database), penajaan
(sponsorship), gelar wicara (talk show), periklanan informatif (informative
advertising), pemaduan produk (product placement/integration),
penggunaan data riset, subliminal, subvertensi (subvertising)

3.2. Studi Kasus Pelanggaran Etika dalam Beriklan

Aturan-aturan mengenai etika periklanan sudah tercantum dalam


Etika Pariwara Indonesia. Yang terbaru adalah hasil amandemen 2014.
Oleh karena itu dalam pembahasan kali ini coba dilakukan studi untuk
melihat pelanggaran apa saja yang dilakukan para pengiklan dalam
mempromosikan produknya. Iklan yang dibahas akan dibatasi pada iklan-
iklan komersial saja yaitu iklan yang bertujuan untuk meningkatkan
pemasaran suatu produk dan jasa. Pembahasana difokuskan kepada
iklan yang divisualkan dalam media papan reklame.

11
Iklan dalam Papan Reklame

No Gambar No Gambar
1 4

Sumber gambar : http://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/


http://blog.umy.ac.id/priambodo18/file 2015/01/01/151/944759/iklan-seronok-
s/2010/11/poster1.jpg resahkan-warga-Quq.jpg
2 5

Sumber gambar :
Sumber gambar : http://static.republika.co.id/uploads/image
http://assets.kompasiana.com/statics/ s/detailnews/iklan-rokok-yang-dinilai-
files/1401634414814365950.jpg berbau-mesum-di-papan-reklame-
_150106151211-624.jpg
3

Sumber gambar :
http://1.bp.blogspot.com/-
S1veUgXmhhA/UsZvFBiKhoI/AAAAA
AAAAIw/F4Va9Xf9Xjw/s1600/img004
73-20120704-0834.jpg

12
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa tata krama dalam
periklanan sesuai Etika Pariwara Indonesia, hasil amandemen 2014
meliputi isi iklan, ragam iklan, pemeran iklan, wahana iklan. Melalui studi
kasus enam iklan ini akan dibahas satu persatu.

Iklan nomor 1 adalah iklan dua provider telekomunikasi XL dan


Telkomsel. Kedua provider itu memang sedang berkompetisi sengit untuk
mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas. Etika periklanan yang
dilanggar adalah dari isi iklannya. Iklan XL menyalahi dalam sisi bahasa
karena menggunakan kata-kata superlatif yaitu termurah, namun iklan
Telkomsel juga menyalahi dalam konteks merendahkan, karena dalam isi
iklannya bernada merendahkan pesaingnya, XL. Penegasan dari konteks
merendahkan dari Telkomsel adalah dengan gaya pemeran tokoh
animasinya yang menunjuk reklame sebelah (XL) sebagai obyek yang
dimaksud.

Iklan nomor 2 adalah dari produsen sepeda motor yaitu Honda.


Dalam iklannya tertulis Yakin di depan...?! Biasa aja tuh.... Semua orang
sudah tahu bahwa slogan Di depan... adalah milik kompetitor Honda,
yaitu Yamaha. Sehingga pesan dalam iklan tersebut melanggar dalam
konteks merendahkan pesaingnya, walaupun memang tidak secara
eksplisit disebutkan obyeknya untuk merendahkan.

Iklan nomor 3 adalah iklan shampo Clear. Pada iklan ini jelas
tertulis Shampo anti ketombe No. 1*. Tata krama yang dilanggar adalah
penggunaan kata-kata superlatif yaitu nomor satu. Dalam iklan tersebut
juga terdapat tanda asteris (*) pada kata No. 1. Tanda asteris pada iklan
tersebut harus diikuti dengan pencantuman penjelasan tentang maksud
dari penandaan tersebut. Pencantuman penjelasan tersebut harus dibuat
sedemikian rupa, sehingga mudah terbaca oleh khalayak. Pada gambar
memang tidak terlihat, karena terhalang dengan pohon ketika pengambil
gambar memotretnya. Jikalau ada penjelasan dari tanda asteris (*)
tersebut biasanya terletak di paling bawah dan kecil ukurannya.

Iklan nomor 4 adalah iklan minuman keras Anker Stout. Iklan


tersebut berada di persimpangn jalan di Kota Medan. Sesuai aturan
bahwa, Iklan media luar griya yang memuat produk minuman keras,
hanya boleh ditempatkan pada lokasi atau gerai, yang telah
memperoleh izin mendistribusikan produk minuman keras. Penyusun
tidak bisa memastikan apakah lokasi tersebut sudah mendapatkan izin
dari pemerintah setempat. Kita bisa melihat dari sisi lain yaitu dari sisi
pemeran. Terdapat tiga pemeran perempuan dimana yang satu tampak
belahan dadanya, yang satu lagi tampak perutnya, dan yang satunya lagi
tampak pahanya. Terlihat jelas ada upaya eksploitasi terhadap
perempuan. Padahal dalam tata krama iklan tidak boleh melecehkan,
mengeksploitasi, mengobyekkan, atau mengornamenkan perempuan

13
sehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat, harkat, dan
martabat perempuan. Dari sisi isi iklan ada pelanggaran tata krama terkait
pornografi dan pornoaksi dimana iklan seharusnya tidak boleh
mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dalam bentuk dan dengan
cara apa pun. Penampilan ketiga perempuan tersebut juga tidak sesuai
budaya ketimuran Indonesia.

Iklan nomor 5 adalah iklan rokok A Mild. Iklan ini memang sudah
sesuai dari sisi ragam iklannya, semua persyaratan dipenuhi yaitu seperti
tidak merangsang atau menyarankan orang untuk merokok; tidak
menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan
manfaat bagi kesehatan, atau mengarahkan khalayak bahwa merokok
tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak memperagakan atau
mengungkapkan dalam bentuk gambar dan/atau tulisan, bungkus atau
batang rokok, termasuk bentuk-bentuk lainnya, yang mengarahkan
khalayak untuk menafsirkannya sebagai bungkus atau batang rokok,
ataupun orang yang sedang, atau akan merokok; tidak ditujukan
kepada, atau menampilkan dalam bentuk gambar dan atau tulisan;
anak, remaja, atau wanita hamil; tidak mencantumkan bahwa nama
produk terkait adalah rokok; menyertakan peringatan tentang bahaya
merokok sesuai dengan ketentuan hukum; tidak beriklan atau menaja
program yang menyangkut masalah kesehatan. Namun dari sisi isi iklan
sangat bermasalah yaitu terdapat teks Mula-mula malu-malu, lama-lama
mau, dan dipertegas dengan pemeran pria dan perempuan yang sedang
setengah berpelukan. Iklan ini melanggar tata krama terkait dengan
pornografi dan pronoaksi karena mengeskploitasi seksualitas. Dalam
pesannya seperti memberikan kesan terhadap anjuran untuk berzina.

Mungkin masih banyak lagi pelanggaran terhadap etika periklanan


ini. Sesuai dengan link dari EPI, yaitu http://www.p3i-pusat.com/rambu-
rambu/kasus, terdapat kumpulan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di
dunia periklanan. Kita sebagai masyarakat harus proaktif terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang ada, dan melaporkan kepada yang
berwajib. Sesuai dengan prinsip imbal balik atau prinsip imperatif dalam
etika, dimana sesuatu tindakan dianggap tidak beretika apabila orang lain
melakukannya kepada kita, maka kita tidak bisa menerimanya.
Kesimpulan lain dikatakan bahwa suatu tindakan dianggap beretika
apabila kita tidak berkeberatan jika orang lain melakukan hal itu terhadap
diri kita. Dengan kita melaporkan, maka kita merasa ada sesuatu yang
tidak kita terima dari pelaku bisnis. Maka dengan proses check and
balance yang baik maka suasana etika dalam berbisnis dapat kita jaga
bersama-sama.

14
BAB 4
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Bisnis yang baik adalah bisnis yang menghasilkan untung, dan


diperbolehkan oleh sistem hukum, serta sesuai moral. Beriklan adalah
salah satu proses bisnis, sehingga dalam beriklan pun harus mematuhi
hukum dan sesuai moral. Etika yang baik dalam periklanan sesuai dengan
aturan hukum contohnya adalah mematuhi segala regulasi yang ada
seperti yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia.
Sebagai masyarakat kita harus memahami regulasi mengenai
periklanan apakah sudah sesuai hukum yang berlaku atau belum, maupun
sudah sesuai moralkah iklan yang ada. Masyarakat harus proaktif untuk
melaporkan setiap pelanggaran yang ada, sehingga terjadi check and
balances.

4.2. Saran
Regulasi terhadap dunia periklanan harus benar-benar
tersosialisasi kepada pelaku bisnis maupun masyarakat sebagai
konsumennya. Dengan adanya regulasi yang dipahami kedua belah
pihak, maka proses etika dalam berbisnis akan tetap terjaga.

15
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku dan Jurnal

Arijanto, Agus. 2012. Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis. Cetakan Kedua.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller,. 2009. Manajemen Pemasaran, Edisi
ke 13, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

The Times 100 Business Case Studies. 2011. Creating a Winning


Marketing Mix. The Times 100 and Wilson and Wilsom Pulishing Ltd.

The Times 100 Business Case Studies. 2011. The Use of Social Media in
Promotion. The Times 100 and Wilson and Wilsom Pulishing Ltd.

Debasish, Sathya Swaroop dan Mohan Muralidhar. 2013. Print Advertising


: Consumer Behaviour. SCMS Journal of Indian Management.

Drumwright, Minnette E. dan Patrik E. Murphy. 2009. The current state of


advertising ethics. Journal of Advertising, Vol. 38, No. 1, hlm. 83-107.
American Academy Advertising.

B. Dokumen-dokumen
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
2. Etika Pariwara Indonesia, Amandemen 2014. Dewan Periklanan
Indonesia

16

Anda mungkin juga menyukai