Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


pada kegiatan konstruksi merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh seluruh pelaku konstruksi di Indonesia. Hal ini sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum. Kewajiban ini semakin dipertegas dengan
dimasukkannya unsur K3 dalam proses pengadaan barang dan jasa,
sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang dan Jasa maupun pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.

Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya


Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi, mempunyai tugas dan peran
strategis dalam pembinaan penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, termasuk
yang menyangkut penerapan SMK3 Konstruksi ini. Mengingat urgensi
penyebarluasan informasi mengenai kebijakan maupun pengetahuan terkait
SMK3 Konstruksi, maka Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi setiap
tahunnya mengadakan kegiatan Bimbingan Teknis SMK3 Konstruksi yang
diperuntukkan bagi Pengguna Jasa maupun Penyedia Jasa.

Pada hakikatnya, materi Bimbingan Teknis SMK3 Konstruksi terdiri dari 3 (tiga)
bagian utama, yaitu materi mengenai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 09/PRT/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dan persyaratn
lainnya, materi-materi terkait Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Konstruksi, serta Workshop Penyusunan Rencana K3 Kontrak (RK3K).

ii
Materi ini kemudian dipecah menjadi 12 (dua belas) modul, disesuaikan dengan
jumlah kebutuhan tatap muka setiap harinya dalam pelaksanaan Bimbingan
Teknis, yaitu:
Modul 1. Kebijakan Pemerintah tentang K3 Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum
Modul 2. Peraturan Perundangan K3 dan Persyaratan Lainnya
Modul 3. Pengetahuan Dasar K3
Modul 4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PRT/M/2008
tentang Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
Modul 5. Sistem Manajemen K3 Konstruksi
Modul 6. Pengetahuan Dasar tentang HIV dan AIDS
Modul 7. Manajemen Risiko K3
Modul 8. Penerapan SMK3 dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Modul 9. K3 Pekerjaan Konstruksi
Modul 10. Manajemen Lingkungan dan Hygiene
Modul 11. Pra RK3K dan RK3K
Modul 12. Observasi Lapangan

Modul-modul ini telah dikaji dan disusun sedemikian rupa oleh Tim Penyusun
agar dapat dipahami dengan baik oleh para pembaca, tanpa mengubah
substansinya. Namun demikian, sebagaimana pepatah Tak Ada Gading Yang
Tak Retak, maka Tim Penyusun sangat terbuka bagi saran dan kritik yang
membangun, demi tersempurnakannya Modul Bimbingan Teknis SMK3
Konstruksi ini.

Akhir kata, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu, sehingga Modul Bimbingan Teknis SMK3 Konstruksi ini dapat
tersusun dengan baik dan semoga dapat memberikan manfaat bagi
penggunanya.

Jakarta, Mei 2012


Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar . ii
Daftar Isi ... iv
Daftar Gambar .. v
Tujuan Pengajaran .. vi

I. PENDAHULUAN 1
II. SEJARAH MUNCULNYA GERAKAN K3 ................................... 1
2.1. Sejarah Munculnya Gerakan K3 di Dunia .. 1
2.2. Sejarah Munculnya Gerakan K3 di Indonesia ... 6
III. PERAN KEMENTERIAN PU DALAM PENERAPAN SMK3
KONSTRUKSI..... 7
3.1. Permen PU No.09/PRT/M/2008 ...................................... 7
3.2. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 8
Kementerian PU ..............................................................
3.3. Pakta Komitmen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum 16
IV. TINDAK LANJUT PENYELENGGARAAN SMK3
KEMENTERIAN PU ................................................................... 18
4.1. Surat Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Nomor
UM.01.11-KK/268 18
4.2. Surat Edaran Kepala Badan Pembinaan Konstruksi
Nomor 37/SE/KK/2010 19
4.3. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor
09/SE/M/2011 . 20
V. KESIMPULAN ............................................................................ 21

LAMPIRAN I. Kebijakan K3 Kementerian Pekerjaan Umum . 22


LAMPIRAN II. Pakta Komitmen K3 Kementerian Pekerjaan Umum
Bersama Para Pejabat Eselon I dan Mitra Kerja.. 24

iv
LAMPIRAN III. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor
09/SE/M/2011
LAMPIRAN IV. Surat Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Nomor
UM.01.11-KK/268 tanggal tentang Tindak Lanjut
Penandatanganan Kebijakan K3 Konstruksi dan
Pakta Komitmen K3 Konstruksi.
LAMPIRAN V. Surat Edaran Kepala Badan Pembinaan Konstruksi
Nomor: 37/SE/KK/2010 tentang perihal
Penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) Pekerjaan Umum.

Daftar Pustaka .. vii


Tim Penyusun .. viii

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penandatangan Kebijakan K3 oleh Menteri PU 15


Gambar 2. Penandatangan Pakta Komitmen K3 oleh Menteri PU
bersama Para Pejabat Eselon I dan Mitra Kerja
17

:
:

vi
TUJUAN PENGAJARAN

A. TUJUAN UMUM
Para peserta memahami penerapan K3 Konstruksi.

B. TUJUAN KHUSUS
1. Peserta mampu menjelaskan sekaligus menerapkan K3 Konstruksi
sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 09/PRT/M/2008 tentang
Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum;
2. Peserta memahami 7 (tujuh) butir Kebijakan K3 Kementerian PU dan
mampu menjelaskannya pada unit kerjanya masing-masing;
3. Peserta memahami 5 (lima) butir Pakta Komitmen Kementerian PU
dan mampu menjelaskannya pada unit kerjanya masing-masing.

vii
KEBIJAKAN PEMERINTAH
TENTANG K3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

I. PENDAHULUAN

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan kebutuhan dasar


manusia dalam bekerja dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
aktivitas pekerjaan itu sendiri.
Dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja pada tempat kegiatan
konstruksi serta adanya tuntutan global dalam perlindungan tenaga
kerja, diperlukan upaya-upaya kedepan untuk mewujudkan tecapainya
zero accident di tempat kegiatan konstruksi.
Untuk kepentingan tersebut, perlu adanya pedoman yang secara
operasional dapat mengarahkan para pelaku kegiatan konstruksi agar
semaksimal mungkin dapat mencapai sasaran zero accident,

II. SEJARAH MUNCULNYA GERAKAN K3

2.1. Sejarah Munculnya Gerakan K3 di Dunia

Sejak zaman purba pada awal kehidupan manusia di bumi, untuk


memenuhi kebutuhan hidupnya manusia diharuskan untuk bekerja. Pada
saat bekerja mereka mengalami kecelakaan dalam bentuk cidera atau
luka. Dengan akal pikirannya mereka berusaha mencegah terulangnya
kecelakaan serupa.
Selama pekerjaan masih dikerjakan secara perseorangan atau dalam
kelompok kecil maka usaha pencegahan tidaklah terlalu sulit, namun hal
tersebut segera berubah, saat revolusi industri dimulai.

Sejarah perkembangan K3 mulai dari zaman pra-sejarah sampai dengan


zaman modern sekarang secara ringkas adalah sebagai berikut:

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 1


1. Zaman Pra-Sejarah
Pada zaman batu dan goa (Paleolithikum dan Neolithikum)
dimana manusia yang hidup pada zaman ini telah mulai
membuat kapak dan tombak yang mudah untuk digunakan serta
tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan. Disain
tombak dan kapak yang mereka buat umumnya mempunyai
bentuk yang lebih besar proporsinya pada mata kapak atau
ujung tombak. Hal ini adalah untuk menggunakan kapak atau
tombak tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena
dengan sedikit ayunan momentum yang dihasilkan cukup besar.
Disain yang mengecil pada pegangan dimaksudkan untuk tidak
membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak
tersebut.

2. Zaman Bangsa Babylonia (Dinasti Summeria) di Irak


Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak
agar aman dan tidak membahayakan bagi orang yang
membawanya. Pada masa ini masyarakat sudah mengenal
berbagai macam peralatan yang digunakan untuk membantu
pekerjaan mereka. Dan semakin berkembang setelah
ditemukannya tembaga dan suasa sekitar 3000-2500 Sm. Pada
tahun 3400 SM masyarakat sudah mengenal konstruksi dengan
menggunakan batu bata yang dibuat proses pengeringan oleh
sinar matahari. Pada era ini masyarakat sudah membangunan
saluran air dari batu sebagai fasilitas sanitasi. Pada tahun 2000
SM muncul suatu peraturan Hammurabi yang menjadi dasar
adanya kompensasi asuransi bagi pekerja.

3. Zaman Mesir Kuno


Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Firaun banyak
sekali dilakukan pekerjaan-pekerjaan raksasa yang melibatkan
banyak orang sebagai tenaga kerja. Pada tahun 1500 SM
khususnya pada masa Raja Ramses II dilakukan pekerjaan
pembangunan terusan dari Mediterania ke Laut Merah.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 2


Disamping itu Raja Ramses II juga meminta para pekerja untuk
membangun temple Rameuseum. Untuk menjaga agar
pekerjaannya lancar Raja Ramses II menyediakan tabib serta
pelayan untuk menjaga kesehatan para pekerjanya.

4. Zaman Yunani Kuno


Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah
Hippocrates. Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit
tetanus pada awak kapal yang ditumpanginya.

5. Zaman Romawi
Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai
memperkenalkan adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan
karena adanya paparan bahan-bahan toksik dari lingkungan
kerja seperti timbal dan sulfur. Pada masa pemerintahan Jendral
Aleksander Yang Agung sudah dilakukan pelayanan kesehatan
bagi angkatan perang.

6. Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran
terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan sehingga
menyebabkan cacat atau meninggal. Masyarakat pekerja sudah
mengenal akan bahaya vapour di lingkungan kerja sehingga
disyaratkan
bagi pekerja yang bekerja pada lingkungan yang mengandung
vapour harus menggunakan masker.

7. Abad ke-16
Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus
Aureolus Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang
kemudian lebih dikenal dengan sebutan Paracelsus mulai
memperkenalkan penyakit-penyakit akibat kerja terutama yang
dialama oleh pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli yang
bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica bahkan sudah

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 3


mulai melakukan upaya pengendalian bahaya timbal di
pertambangan dengan menerapkan prinsip ventilasi.

8. Abad ke-18
Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini
(1664 1714) dari Universitas Modena di Italia, menulis dalam
bukunya yang terkenal : Discourse on the diseases of workers,
(buku klasik ini masih sering dijadikan referensi oleh para ahli K3
sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa dokter-dokter pada
masa itu jarang yang melihat hubungan antara pekerjaan dan
penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat dia
mendiagnosa seseorang yaitu What is your occupation?.
Ramazzini melihat bahwa ada dua faktor besar yang
menyebabkan penyakit akibat kerja, yaitu bahaya yang ada
dalam bahan-bahan yang digunakan ketika bekerja dan adanya
gerakan-gerakan janggal yang dilakukan oleh para pekerja ketika
bekerja (ergonomic factors).

9. Era Revolusi Industri (Traditional Industrialization)


Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3
adalah :
a. Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti
mesin uap yang baru ditemukan sebagai sumber energi.
b. Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga
manusia
c. Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan
baku (khususnya bidang industri kimia dan logam).
d. Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih
besar berkembangnya industri yang ditopang oleh
penggunaan mesin-mesin baru.
e. Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pemajanan
karbon dari bahan-bahan sisa pembakaran.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 4


10. Era Industrialisasi (Modern Industrialization)
Sejak era revolusi industri sampai dengan pertengahan abad 20
maka penggnaan teknologi semakin berkembang sehingga K3
juga mengikuti perkembangan ini. Perkembangan pembuatan
alat pelindung diri, safety devices. dan interlock dan alat-alat
pengaman lainnya juga turut berkembang.

11. Era Manajemen dan Manjemen K3


Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun
1950-an hingga sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori
Heinrich (1941) yang meneliti penyebab-penyebab kecelakaan
bahwa umumnya (85%) terjadi karena faktor manusia (unsafe
act)
dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition).
Pada era ini berkembang sistem automasi pada pekerjaan untuk
mengatasi masalah sulitnya melakukan perbaikan terhadap
faktor manusia. Namun sistem automasi menimbulkan masalah-
masalah manusiawi yang akhirnya berdampak kepada
kelancaran pekerjaan karena adanya blok-blok pekerjaan dan
tidak terintegrasi dengan masing-masing unit pekerjaan. Sejalan
dengan itu Frank Bird dari International Loss Control Institute
(ILCI) pada tahun 1972 mengemukakan teori Loss Causation
Model yang menyatakan bahwa faktor manajemen merupakan
latar belakang penyebab yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan. Berdasarkan perkembangan tersebut serta adanya
kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984, akhirnya pada akhir
abad 20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan sistem
manajemen K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi
penggunaan sumber daya. Keterpaduan semua unit-unit kerja
seperti safety, health dan masalah lingkungan dalam suatu
sistem manajemen juga menuntut adanya kualitas yang terjamin
baik dari aspek input proses dan output. Hal ini ditunjukkan
dengan munculnya standar-standar internasional seperti ISO
9000, ISO 14000 dan ISO 18000.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 5


2.2. Sejarah Munculnya Gerakan K3 di Indonesia

Kemajuan perkembangan K3 yang dicapai di eropa sangat dirasakan


sejak timbulnya revolusi industri, namun perkembangan K3
sesungguhnya baru dirasakan beberapa tahun setelah egara kita
merdeka yaitu pada saat munculnya Undang-Undang Kerja dan Undang-
Undang Kecelakaan, meskipun permulaannya belum berlaku, namun
telah memuat pokok-pokok tentang K3.
Selanjutnya oleh Departemen Perburuhan pada tahun 1967 didirikan
lembaga Kesehatan Buruh yang kemudian pada tahun 1965 berubah
menjadi Lembaga Keselamatan dan Kesehatan Buruh.
Pada tahun 1966 didirikan Lembaga Higiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja di Departemen Tenaga Kerja, dan Dinas Higiene
Perusahaan/Sanitasi Umum dan Dinas Kesehatan Tenaga Kerja di
Departemen Kesehatan. Disamping itu juga tumbuh organisasi swasta
yaitu Yayasan Higiene Perusahaan yang berkedudukan di Surabaya.
Untuk selanjutnya organisasi Hiperkes (Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja) yang ada di Pemerintah dari tahun-ketahun selalu
mengalami perubahan-perubahan.
Jadi jelas bahwa perkembangan K3 di Indonesia berjalan bersama-sama
dengan pengembangan kesehatan kerja yaitu selain melalui institusi,
juga dilakukan melalui upaya-upaya penerbitas buku-buku, majalah,
leaflet K3, spanduk-spanduk, poster dan disebabarluaskan ke seluruh
Indonesia. Kegiatan lain adalah seminar K3, konvensi, lokakarya,
bimbingan terapan K3 diadakan secara berkala dan terus menerus.
Organisasi K3 adalah Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja (AHKKI)
yang memiliki cabang diseluruh Provinsi Wilayah NKRI dengan pusat di
Jakarta.
Program pendidikan keahlian K3 dilaksanakan baik dalam bentuk mata
kuliah pendidikan formal yang diberikan pada beberapa jurusan di
Perguruan Tinggi, juga diberikan dalam bentuk In formasl berupa kursus-
kursus keahlian K3 dan salah satu keahlian yang berkembang di tahun
2004 adalah HIMU = Higiene Industri Muda.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 6


III. PERAN KEMENTERIAN PU DALAM PENERAPAN SMK3
KONSTRUKSI

Dalam rangka mengemban misi bersama, yaitu guna mewujudkan tertib


penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, maka penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi wajib memenuhi syarat-syarat keamanan,
keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi. Oleh
karena itu, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan
Kementerian Pekerjaan Umum telah bersepakat menjalankan K3 pada
tempat kegiatan konstruksi dengan menetapkan Keputusan Bersama
Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
KEP.174/MEN/86 dan Nomor : 104/KPTS/1986 tentang, Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Keputusan
bersama ini mengatur antara lain mengenai persyaratan administrasi dan
persyaratan teknis yang merupakan pedoman dalam pelaksanaan
pekerjaan konstruksi yang mengatur bagaimana unsur-unsur K3
diterapkan di tempat pekerjaan konstruksi.
Menyikapi hal tersebut, diperlukan juga peraturan pemerintah yang
mengatur tugas, tanggung jawab dan wewenang dari para pelaku
kegiatan konstruksi antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.
Pemerintah juga telah mengeluarkan PP Nomor 30 tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.
Sebagai Pembina Jasa Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum
senantiasa berupaya memberikan perlindungan terhadap para pekerja
dalam bidang konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum telah
mengeluarkan aturan-aturan terkait K3 Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum, yaitu :

3.1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 09/PRT/M/2008

Kementerian Pekerjaan Umum, dalam upayanya memberikan


perlindungan terhadap para pekerja dalam bidang konstruksi, telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
09/PRT/M/2008 tanggal 01 Juli 2008, tentang Pedoman Sistem

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 7


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum. Pedoman ini merupakan kebijakan pemerintah
dalam rangka membudayakan K3 di sektor konstrusi Indonesia. Hal itu
menunjukkan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum selaku pembina
konstruksi memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang dalam
mengupayakan secara maksimal K3 dalam penyelenggaraan bidang
pekerjaan umum.

Selain itu, pedoman ini bisa menjadi acuan bagi Pengguna Jasa maupun
Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan SMK3 Konstruksi, agar masing-
masing mengetahui dan memahami tugas, tanggung jawab dan
kewajibannya dalam penyelenggaraan SMK3, sehingga dapat mencegah
terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, serta menciptakan
lingkungan kerja yang aman dan nyaman, yang pada akhirnya akan
meningkatkan produktivitas kerja.

3.2. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kementerian


Pekerjaan Umum

Keberhasilan penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


dalam suatu organisasi, tidak terkecuali di Kementerian Pekerjaan
Umum sangat ditentukan oleh sebuah komitmen yang merupakan suatu
cerminan tekad seluruh pimpinan dan pegawai di Kementerian Pekerjaan
Umum dalam membangun K3 yang selanjutnya dirumuskan menjadi
Kebijakan K3. Penetapan dan penandatanganan Kebijakan dan Pakta
Komitmen K3 dilakukan oleh Menteri Pekerjaan Umum pada tanggal 12
Februari 2009, bertepatan dengan Bulan K3 dan sekaligus Tahun K3.
Penandatanganan berlangsung di Pendopo Gedung Kementerian
Pekerjaan Umum dan disaksikan oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 8


Kebijakan K3 Kementerian Pekerjaan Umum , terdiri dari 7 (tujuh) butir
yaitu:
1. Memastikan semua peraturan perundangan tentang keselamatan
dan kesehatan kerja ditegakkan secara konsisten oleh semua pihak;
2. Memastikan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi nilai utama
pada setiap penyelenggaraan kegiatan;
3. Memastikan setiap orang bertanggung jawab atas keselamatan dan
kesehatan kerja masing-masing orang yang terkait dan orang yang
berada di sekitarnya;
4. Memastikan semua potensi bahaya di setiap tahapan pekerjaan baik
terkait dengan tempat, alat, maupun proses kerja telah diidentifikasi,
dianalis, dan dikendalikan secara efisien dan efektif guna mencegah
kecelakaan dan sakit akibat kerja;
5. Memastikan penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja guna mengeliminasi, mengurangi dan menghindari
risiko kecelakaan dan sakit akibat kerja;
6. Memastikan peningkatan kapasitas keselamatan dan kesehatan
kerja para pejabat dan pegawai sehingga berkompeten menerapkan
SMK3 di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum;
7. Memastikan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja ini
disosialisasikan dan diterapkan oleh para pejabat, pegawai dan mitra
kerja Departem Pekerjaan Umum.

7 (tujuh) butir kebijakan tersebut secara garis besar memiliki makna


sebagai berikut:

Butir (1): Memastikan semua peraturan perundangan tentang


keselamatan dan kesehatan kerja ditegakkan secara konsisten oleh
semua pihak.
Penjelasan Butir (1):
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja maka semua
peraturan perundangan dan persyaratan lainnya serta standar yang
terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja harus ditegakkan

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 9


secara konsisten bagi seluruh unit kerja dan mitra kerja di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum.
Contoh:
Sosialisasi tentang peraturan perundangan K3 secara terus-menerus
kepada setiap unit kerja dan mitra kerja

Butir (2): Memastikan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi


nilai utama pada setiap penyelenggaraan kegiatan.
Penjelasan Butir (2):
Segenap Pimpinan dan Pegawai di Lingkungan Kementerian Pekerjaan
Umum harus memastikan bahwa K3 menjadi nilai utama pada setiap
penyelenggaraan kegiatan, sehingga menjadi kewajiban kita untuk
senantiasa mengingatkan kepada diri sendiri mapun orang lain terhadap
bahaya yang ada di sekitar kita.
Contoh:
1. Pada setiap rapat laporan kemajuan pekerjaan konstruksi, pimpinan
rapat wajib menanyakan tentang K3 di lingkungan proyek maupun
unit kerjanya masing-masing;
2. Meminta Pihak Pengelola Gedung untuk memberikan penjelasan
tentang induksi keselamatan/safety induction pada awal kegiatan
(sebelum dimulainya kegiatan) tentang potensi bahaya K3 pada
tempat penyelenggaraan kegiatan.
3. Setiap pegawai baru juga wajib diberikan induksi keselamatan/safety
induction mengenai aspek K3 di lingkungan kerja barunya.

Butir (3): Memastikan setiap orang bertanggung jawab atas


keselamatan dan kesehatan kerja masing-masing orang yang terkait
dan orang yang berada di sekitarnya.
Penjelasan Butir (3):
Setiap orang mempunyai tanggung jawab atas keselamatan dan
kesehatannya (K3) untuk diri sendiri maupun orang lain. K3 adalah
merupakan pemberian perlindungan kepada setiap orang yang berada di
tempat kerja, yang berhubungan dengan pemindahan bahan baku,

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 10


penggunaan peralatan kerja konstruksi, proses produksi dan lingkungan
tempat kerja.
Dalam hal ini, penyelenggaraan kegiatan harus diupayakan secara
maksimal bagi tercapainya keselamatan bagi siapa saja yang terlibat,
dan juga bagi masyarakat umum lainnya.
Contoh:
1. Setiap orang wajib mengetahui kondisi bahaya (unsafe condition)
dan tingkah laku yang tidak aman (unsafe action) setiap saat
dimanapun kita berada;
2. Selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai potensi
bahaya pada setiap kegiatan yang mengandung potensi bahaya;
3. Megingatkan kepada orang lain mengenai kondisi bahaya (unsafe
condition) dan tingkah laku yang tidak aman (unsafe action) yang
ada;
4. Memasang Alat Pelindung Kerja (APK) pada lokasi yang
mengandung potensi bahaya, misalnya memasang barikade pada
pekerjaan galian atau pengaspalan, memasang pemisah (barrier)
antara mesin/alat dan manusia.

Butir (4): Memastikan semua potensi bahaya di setiap tahapan


pekerjaan baik terkait dengan tempat, alat, maupun proses kerja
telah diidentifikasi, dianalis, dan dikendalikan secara efisien dan
efektif guna mencegah kecelakaan dan sakit akibat kerja.
Penjelasan Butir (4):
Konsekuensi logis dalam pelaksanaan kegiatan adalah adanya potensi
bahaya atau risiko K3. Risiko K3 merupakan sesuatu yang melekat dan
tidak terpisahkan dari kegiatan itu sendiri. Setiap kegiatan yang
dilaksanakan terdapat risiko kecelakaan yang tidak dapat dihindari,
sehingga langkah yang harus dilakukan adalah mengelola risiko melalui
manajemen risiko. Keberhasilan dalam melaksanakan manajemen risiko
akan menentukan tingkat keberhasilan dalam upaya meminimalisir risiko
kecelakaan dan sakit akibat kerja.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 11


Menyikapi hal ini, maka sudah saatnya setiap unit kerja dapat
membentuk Kelompok Kerja K3, (sebagaimana Surat Edaran Kepala
Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia No.
37/SE/KK/2010 perihal, Penyelenggaraan Sitem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Pekerjaan Umum).
Diharapkan Kelompok kerja K3 ini dapat berperan aktif melaksanakan
tugas, diantaranya adalah melakukan manajemen risiko dan
melaksanakan penerapan SMK3 secara terkoordinasi dengan unit kerja
yang lain.
Contoh:
1. Selalu melakukan Manajemen Risiko K3 di awal kegiatan, yang
meliputi : identifikasi bahaya, penilaian tingkat risiko K3 serta upaya
pengendalian risiko K3 sampai pada tingkat risiko K3 yang dapat
diterima;
2. Setiap terjadi perubahan (lingkungan, sumber daya, kompleksitas
kerja), maka Manajemen Risiko K3 yang telah dilakukan wajib
ditinjau ulang;
3. Melibatkan seluruh pekerja terkait dalam melakukan Manajemen
Risiko K3.

Butir (5): Memastikan penerapan sistem manajemen keselamatan


dan kesehatan kerja guna mengeliminasi, mengurangi dan
menghindari risiko kecelakaan dan sakit akibat kerja.
Penjelasan Butir (5):
Dalam rangka penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3), semua kegiatan terkait SMK3 harus dimonitor
dan dievaluasi secara mandiri oleh unit kerja terkait dan dilaporkan
kepada Atasan Langsungnya untuk dikoreksi dan sekaligus untuk
mengetahui kendala apa yang ada dalam penerapannya. Setiap kegiatan
yang terkait SMK3 juga harus dibuktikan dengan rekaman/bukti kerja
untuk memastikan apakah risiko K3 sudah dilakukan langkah-langkah
pengendalian diantaranya yaitu eliminasi yaitu suatu upaya untuk
menghilangkan risiko kecelakaan dan sakit akibat kerja. Rekaman/bukti

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 12


kerja ini wajib dikendalikan dan dipakai sebagai acuan dalam evaluasi
atas penerapan SMK3.
Contoh:
1. Melakukan monitoring dan evaluasi (monev) SMK3 paling sedikit 6
(enam) bulan sekali;
2. Mengevaluasi kecelakaan yang terjadi;
3. Melakukan audit internal penyelenggaraan SMK3;
4. Membuat laporan kinerja K3 kepada Penanggung Jawab Kegiatan.

Butir (6): Memastikan peningkatan kapasitas keselamatan dan


kesehatan kerja para pejabat dan pegawai sehingga berkompeten
menerapkan SMK3 di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum.
Penjelasan Butir (6):
Dalam rangka membangun budaya K3, sudah selayaknya para pejabat
dan pegawai di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum meningkatkan
kapasitasnya untuk dapat menerapkan K3 secara baik. Untuk dapat
mewujudkan hal itu, kata kuncinya adalah kemampuan atau kompetensi
yang harus dimiliki oleh setiap pimpinan dan seluruh pegawai dalam
menjalan tugas dan kewajibannya.

Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum yang telah


ditetapkan pada tanggal, 01 Juli 2008, menjadi titik awal bagi Badan
Pembinaan Konstruksi melakukan secara terus menerus pembinaan
melalui program sosialisasi dan bimbingan teknis baik kepada Pengguna
Jasa (Satker, PPK dan staf) maupun Penyedia Jasa (Mitra Kerja) di
lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.
Contoh:
1. Mengikuti Audit Internal K3, untuk menjadi Auditor yang kompeten;
2. Mengikuti Pelatihan/Bimbingan Teknis K3, untuk menjadi Petugas
K3/Ahli K3 yang bersertifikat.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 13


Butir (7): Memastikan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
ini disosialisasikan dan diterapkan oleh para pejabat, pegawai dan
mitra kerja Departem Pekerjaan Umum.
Penjelasan Butir (7):
Kita sadari bahwa penerapan K3 belum sepenuhnya menjadi sikap
mental dan budaya bagi para pimpinan, pegawai dan mitra kerja, ini
terbukti bahwa tingkat kekerapan (frequency rate) dan tingkat keparahan
(severity rate) kecelakaan kerja masih relatif tinggi dan cenderung
meningkat.

Menyadari kondisi tersebut, maka sudah menjadi tanggung jawab dan


kewajiban semua pihak yang terkait dalam mengemban tugas di bidang
K3, untuk mengantisipasi sedini mungkin bahaya K3 melalui penerapan
prinsip-prinsip K3 di tempat kerja. Kegiatan ini bersifat preventif dan
implementatif secara berkelanjutan, perlindungan kepada seluruh
pegawai/pekerja termasuk mitra kerja serta pengamanan peralatan
produksi, pengamanan kualitas lingkungan kerja, peningkatan derajad
kesehatan, peningkatan kompetensi bidang K3, penyebarluasan
informasi kebijakan K3 dan pengembangan SMK3 menuju tercapainya
nihil kecelakaan kerja guna peningkatan produktifitas kerja.

Dengan telah ditetapkannya Kebijakan dan Pakta Komitmen K3,


diharapkan menjadi acuan bagi para pejabat, pimpinan dan mitra kerja
dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam bidang K3 dan sekaligus
mensosialisasikannya melalui kegiatan struktural/rutinnya.
Contoh:
1. Memasang Kebijakan K3 dan Pakta Komitmen K3 pada setiap
ruangan kerja;
2. Mensosialisasikan isi Kebijakan K3 dan Pakta Komitmen K3 kepada
seluruh pejabat, staf maupun mitra kerja di lingkungan Kementerian
PU.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 14


Gambar 1. Penandatangan Kebijakan K3 oleh Menteri PU

3.3. Pakta Komitmen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi


Kementerian Pekerjaan Umum

Pakta Komitmen K3 yang ditandatangan oleh Menteri Pekerjaan Umum,


juga ditandatangan oleh seluruh jajaran Eselon I dan Mitra Kerja (dalam
hal ini diwakili oleh Ketua LPJKN) merupakan bukti nyata bahwa
Kementerian Pekerjaan Umum mempunyai niat dan kesungguhan untuk
menerapkan K3 sekaligus menjadikan K3 sebagai budaya di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum, sehingga seluruh pimpinan, pegawai
dan mitra kerja mempunyai tanggung jawab dan kewajiban dalam
menjalankan SMK3
Pakta Komitmen (K3) tersebut terdiri dari 5 (lima) butir yaitu sebagai
berikut:
Butir (1): KETELADANAN UNTUK KESELAMATAN.
Departemen Pekerjaan Umum bersama Mitra Kerja menjadi keteladanan
dalam implementasi Sistem Manajemen K3 pada penyelenggaraan
konstruksi;

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 15


Butir (2): KEUTAMAAN UNTUK KESELAMATAN.
Departemen Pekerjaan Umum bersama Mitra Kerja mengutamakan K3
menjadi faktor kunci sukses penyelenggaraan konstruksi;

Butir (3): INTEGRASI UNTUK KESELAMATAN.


Departemen Pekerjaan Umum bersama Mitra kerja menghasilkan
perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pemanfaatan, pemeliharaan
dan pembongkaran konstruksi yang selamat;

Butir (4): KOMPETENSI UNTUK KESELAMATAN.


Departemen Pekerjaan Umum bersama Mitra Kerja mendayagunakan
segala kapasitas dan kompetensi individual kenihilan kecelakaan
konstruksi;

Butir (5): PENGETAHUAN UNTUK KESELAMATAN.


Departemen Pekerjaan Umum bersama Mitra Kerja memutakhirkan
pengetahuan secara berkesinambungan untuk mengeliminasi,
mengurangi dan menghindari pelbagai faktor risiko kecelakaan
konstruksi.

Adalah tekad kita bersama untuk bersinergi menjadi pelaku konstruksi di


Indonesia yang berkapasitas dan kompeten sehingga proses konstruksi
menjadi lebih efisien, efektif, serta produk konstruksi berkualitas,
bermanfaat dan lingkungan tetap terjaga kelestariannya.

Dalam konteks kita sebagai pimpinan, pegawai dan mitra kerja di


Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum, maka kegiatan yang kita
laksanakan akan selalu diupayakan menuju pada pencapaian
kelestarian lingkungan kerja yang sehat, berkesinambungan dalam
pelaksanaan tugas pembangunan, berdaya saing tinggi dan berhasil
guna tanpa kecelakaan kerja/zero accident.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 16


Gambar 2. Penandatangan Pakta Komitmen K3 oleh Menteri PU
bersama Para Pejabat Eselon I dan Mitra Kerja

IV. TINDAK LANJUT PENYELENGGARAAN SMK3 KEMENTERIAN PU

Penandatanganan Kebijakan dan Pakta Komitmen K3, adalah bentuk


pendeklarasian penerapan K3 secara nasional, sekaligus upaya
mendukung terciptanya budaya K3 di lingkungan Kementerian
Pekerjaan Umum.
Penetapan Kebijakan dan Pakta Komitmen K3 merupakan upaya konkret
untuk memenuhi hak-hak dasar dan perlindungan manusia, disamping
itu juga untuk meningkatkan kesadaran, partisipasi dan tanggungjawab
untuk menciptakan perilaku dan sekaligus membudayakan K3 di
Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Harus kita sadari bahwa
penerapan K3 merupakan bentuk investasi sumber daya manusia,
karena hal ini akan berpengaruh terhadap ketenangan bekerja,
keselamatan, kesehatan dan produktivitas, sehingga dapat
meningkatkan kinerja.
Tindaklanjut dari Kebijakan dan Pakta Komitmen K3 yang dilakukan oleh
Kementerian PU adalah :

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 17


4.1. Surat Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Nomor UM.01.11-KK/268

Surat Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Nomor: UM.01.11-KK/268


tanggal, 16 Februari 2009 perihal Tindak Lanjut Penandatanganan
Kebijakan K3 Konstruksi dan Pakta Komitmen K3 Konstruksi, kepada
Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal Bina Marga,
Direktur Jenderal Cipta Karya, Direktur Jenderal Sumber Daya Air,
Direktur Jenderal Penataan Ruang dan Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (copy surat
terlampir),.
Isi Surat Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Nomor: UM.01.11-KK/268
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Lembar Kebijakan K3 dan Pakta Komitmen K3 ditempatkan pada
tempat yang strategis di ruang kantor, ruang rapat, lobby pada unit
kerja masing-masing di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum,
sehingga dapat dibaca oleh semua pihak;
2. Mensosialisasikan tentang isi Kebijakan dan Pakta Komitmen K3
Konstruksi di lingkungan unit kerja masing-masing.
3. Melakukan pelatihan-pelatihan serta menunjuk Petugas K3 untuk
melakukan pemantauan di lingkungan kantor unit kerja.
4. Memasang rambu/papan peringatan pada tempat yang strategis di
lingkungan kantor unit kerja masing-masing.
5. Mengadakan/memasang alat pemadam api ringan (APAR) disetiap
ruangan/kantor unit kerja.
6. Mengingatkan kepada personel yang terlibat dalam penanganan
kegiatan konstruksi/proyek di lokasi kerja, agar menerapkan Sistem
Manajemen K3 Konstruksi.
7. Melaporkan secara berkala hasil pelaksanaan/penerapan Sistem
Manajemen K3 dan kejadian kecelakaan kerja di lingkungan unit
kerja masing-masing.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 18


4.2. Surat Edaran Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Nomor
37/SE/KK/2010

Surat Edaran Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Nomor :


37/SE/KK/2010 tanggal, 28 Januari 2010, perihal Penyelenggaraan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Pekerjaan Umum, yang ditujukan kepada seluruh Pejabat Eselon I di
lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.
Isi Surat Edaran Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Nomor:
37/SE/KK/2010 tersebut adalah sebagai berikut:
1. Setiap penyelenggaraan kegiatan pada Unit Kerja di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum diwajibkan
menerapkan/melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Berpedoman pada Permen PU No. 09/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) Konstruksi;
b. Melaksanakan Kebijakan Menteri Pekerjaan Umum tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang ditandatangani
pada tanggal 12 Pebruari 2009 di Jakarta;
c. Melaksanakan Pakta Komitmen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) Konstruksi Departemen Pekerjaan Umum Bersama
Mitra Kerja yang ditandatangani pada tanggal 12 Februari 2009
di Jakarta;
d. Memperhatikan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
2. Setiap Penyelenggara konstruksi maupun pemanfaat bangunan
wajib menerapkan SMK3 pada kegiatan konstruksi maupun non
konstruksi terutama yang berhubungan dengan kepentingan umum
(masyarakat).
3. Agar dibentuk Kelompok Kerja K3 di setiap Unit Kerja dalam
merencanakan dan melaksanakan SMK3 di masing-masing unit
kerja.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 19


4. Dalam rangka menyebarluaskan dan mensosialisasikan
penyelenggaraan SMK3, maka:
a. Lingkungan Unit Kerja/Kantor yang telah melaksanakan SMK3
perlu memasang/menempel tulisan/stiker pada tempat-tempat
yang mudah dibaca yang berbunyi : KEGIATAN DI UNIT
KERJA INI MENERAPKAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
b. Lokasi Pekerjaan Konstruksi yang menjalankan K3 perlu
memasang spanduk/papan pengumuman di lokasi
kegiatan/pekerjaan yang bertuliskan PELAKSANAAN
PEKERJAAN INI MENERAPKAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
KONSTRUKSI
5. Bagi Penyedia Barang/Jasa (pemasok barang berbahaya) yang
memerlukan penanganan khusus, wajib melengkapi Material Safety
Data Sheet (MSDS) dengan Petunjuk Penggunaan, Penyimpanan
maupun Pembongkaran/Pemusnahan.

4.3. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/SE/M/2011


Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/SE/M/2011 tentang
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Monitoring dan Evaluasi (Monev) SMK3
Kegiatan Konstruksi dan Pemanfaatan Bangunan. Pelaksanaan Monev
SMK3 adalah dalam rangka untuk mengetahui tingkat penerapan SMK3
dan sekaligus memberikan rekomendasi guna peningkatan penerapan
SMK3. Monev SMK3 juga merupakan bentuk pembinaan dalam upaya
mewujudkan budaya K3.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 20


V. KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan yang harus dapat diperoleh dari modul ini adalah :
1. Pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Pekerjaan Umum
mempunyai komitmen yang kuat dalam penyelenggaraan SMK3
Konstruksi yang dibuktikan dengan penetapan Kebijakan K3 dan
Pakta Komitmen K3
2. Dengan ditandatanganinya Kebijakan dan Pakta Komitmen K3 ini,
Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa di lingkungan Kementerian PU,
memiliki keterikatan untuk menyelenggarakan SMK3 Konstruksi atau
dengan kata lain tidak menjadi slogan saja. Hal ini berarti bahwa
pelaksanaan K3 di tempat kerja dan upaya mewujudkan budaya K3
menjadi komitmen seluruh pimpinan, pegawai dan mitra kerja di
Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.
3. K3 merupakan syarat utama yang berpengaruh besar terhadap nilai
investasi serta daya saing sebuah usaha/kegiatan. Oleh sebab itu,
sebagai pembina jasa konstruksi, kondisi itu harus kita jadikan
sebagai tantangan, sekaligus peluang dalam meraih keberhasilan
bidang jasa konstruksi.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 21


LAMPIRAN I

KEBIJAKAN K3 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 22


Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 23
LAMPIRAN II

PAKTA KOMITMEN K3 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


BERSAMA PARA PEJABAT ESELON I DAN MITRA KERJA.

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 24


Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 25
LAMPIRAN III

SURAT KEPALA BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI


NOMOR UM.01.11-KK/268
TENTANG TINDAK LANJUT PENANDATANGANAN KEBIJAKAN K3
KONSTRUKSI DAN PAKTA KOMITMEN K3 KONSTRUKSI

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 26


Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 27
Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 28
LAMPIRAN IV

SURAT EDARAN KEPALA BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI


NOMOR 37/SE/KK/2010
TENTANG PERIHAL PENYELENGGARAAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) PEKERJAAN UMUM

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 29


Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 30
Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 31
LAMPIRAN V

SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 09/SE/M/2011


TENTANG PETUNJUK PELAKSAAAN (JUKLAK) MONITORING DAN
EVALUASI KEGIATAN KONSTRUKSI DAN PEMANFAATAN BANGUNAN

Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 32


Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi 33
DAFTAR PUSTAKA

1. PT. Nindya Karya (2007). Buku Panduan Sistem Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan Kerja (SMK3) Proyek. Jakarta: PT. Nindya Karya
2. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2004). Himpunan Peraturan
Perundangan K3 oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Jakarta: Aspektindo.
3. Ridley, John (2001). Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Erlangga.
4. OHSAS 18001-2007;
5. PT. Adhi Karya (Persero), Tbk. (2011). Panduan K3. Jakarta: PT. Adhi
Karya (Persero), Tbk.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PRT/M/2008 tentang
Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
7. http://www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw120209sony.htm, 23 Mei 2012;
8. http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/data-lain-lain/sejarah-bulan-k3-
nasional, 23 Mei 2012;
9. http://k3-mandiri.blogspot.com/, 23 Mei 2012;
10. http://www.artikelk3.com/tahukah-anda-sejarah-k3-muncul.html, 23 Mei
2012.

viii
TIM PENYUSUN

Dewi Chomistriana, ST, M.Sc


Dra. Savitri Rusdyanti, M.Soc.Sci
Disaintina Ari Nusanti, ST, MM
Joko Setiyo, ST, M.Si
Ir. J.B. Nugraha, Dipl.SE, M.Eng
Dominggus Manuputty
Daony R. Silitonga, ST
Reni Maulidina Surosa, S.Kom
Melinda Bramanti, S.Sos
Teni Agustina Rahyadi, S.IP

ix

Anda mungkin juga menyukai