Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
Latar belakang
Globalisasi merupakan penyebaran praktik, relasi, kesadaran, dan organisasi ke berbagai
penjuru dunia, yang telah melahirkan transformasi dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Dari segi budaya, globalisasi umumnya dipahami sebagai proses penjajahan budaya,
westernisasi, Amerikanisasi, atau paling tidak proses pencampuran berbagai unsure budaya
global dan lokal yang menghasilkan glokalisasi ( Ritzer :2011)

Globalisasi pertama terjadi dan menyebar melalui integrasi ekonomi yaitu melalui
perdagangan, migrasi, dan arus modal. Gelombang pertama dari integrasi global adalah pada
tahun 1870-1914, dipicu dengan kombinasi penurunan biaya transportasi, seperti beralihnya alat
transportasi dari berlayar ke kapal uap, dan pengurangan hambatan tarif, juga dipelopori oleh
kesepakatan Anglo-Perancis. Kemudian adanya transportasi yang murah dan pencabutan mandat
hambatan dibuat dan membuat eksplorasi terhadap lahan yang berlimpah terjadi. Setelah itu baru
teknologi seperti kereta api muncul dan mencipatkan peluang besar bagi pemilik lahan untuk di
eksplor secara intensif.

Pola perdagangan kemudian menjadikan komoditas primer (tanah atau lahan) intensif
ditukar untuk melakukan produksi. Ekspor sebagai bagian dari pendapatan dunia berkembang
hampir dua kali lipat menjadi sekitar 8 persen (Maddison 2001). Hal ini terjadi karena produksi
komoditas primer menjadi sangat dibutuhkan orang. Enam puluh juta orang bermigrasi dari
Eropa ke Amerika Utara dan Australia untuk bekerja pada lahan baru yang tersedia. Karena tanah
berlimpah di daerah yang baru, asumsi masyarakat imigran adalah mereka akan memiliki
pendapatan yang tinggi dan sama. Terlebih lagi di lahan baru sumberdaya alam masih banyak
yang bias digali. Sedangkan eksodus tenaga kerja dari Eropa memperketat pasar tenaga kerja dan
menaikkan upah hingga relatif sama dengan pengembalian tanah. Kemudian gerakan
perdagangan semakin berkembang sesuai dengan peradaban yang ada.

Menrut Paul Hirst dan Grahame Thomson perkembangan globalisasi ini dari sisi sejarah
merupakan kegiatan perusahaan ke seluruh dunia. Mereka berdua mencatat pada abad ke-14
telah terjadi perdagangan di Eropa Barat dan daerah Levant. Pada abad ke-17 dan 18,dengan
dukungan dari negara, berdiri perusahaan-perusahaan besar colonial seperti
India Company, Mocovy Company. Kemudian berkembang hingga ke seluruh eropa termasuk
Belanda yang merupakan Bagian dari Eropa Utara. Kemudian Belanda mulai meyebarkan
praktik praktik globalisasi melalui perdagangan.

Terjadinya perdagangan erat kaitannya dengan keberadaan sumberdaya dan kebutuhan.


Maka dari itu perdagangan internasional dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain
perbedaan sumber daya alam, selera, penghematan biaya produksi, dan perbedaan
teknologi. Karena beberapa hal sumber daya alam memiliki setiap negara berbeda-beda yang
jarang suatu negara memiliki sumber daya alam yang lengkap dalam memenuhi kebutuhannya,
maka dari itu perdagangan internasional digunakan untuk pertukaran pemenuhan
kebutuhan. Penghematan Biaya Produksi (Efisiensi) memungkinkan terjadinya perdagangan
internasional akibat dari harga yang murah suatu barang negara lain karena negara lain
memproduksi dalam jumlah besar yang dapat diturunkan karna biasanya produksi dalam jumlah
besar akan lebih murah. Beberapa perdaganga internasional juga terjadi karena faktor
teknologi,negara dngan teknologi maju mampu menjual barang dengan harga murah kepada
negara yang memiliki teknologi sederhana.

Selain faktor pendorong, ada beberapa faktor yang dapat menjadi hambatan dalam
melakukan perdagangan internasional. Faktor-faktor penghambat perdagangan internasional
adalah, tingkat keamnanan negara. Faktor keamanan yang memengaruhi para pedagang untuk
melakukan perdagangan internasional Selain itu yang tidak kalah penting adalah kebijakan
ekonomi internasional oleh Pemerintah. Beberapa kebijakan ekonomi suatu negara yang
menghambat kelancaran perdagangan internasional. Contohnya, pembatasan jumlah impor,
pungutan biaya impor/ekspor yang tinggi, perijinan yang berbelit-belit. Yang terakhir adalah
tidak stabilnya kurs mata uang asing. Kurs mata uang asing yang tidak stabil membuat para
eksportir maupun importir mengalami kesulitan dalam menentukan harga valuta asing.
Kesulitan dari hal tersebut berdampak pula terhadap harga penawaran maupun permintaan dalam
perdagangan.

Umumnya Negara dengan sumberdaya alam melimpahakan akan diuntungkan dalam


perdagangan. Tetapi pada faktanya yang terjadi adalah paradox bagi negara yang memiliki
sumberdaya alam yang melimpah, yang dikenal sebagai Natural Resource Curse (Kutukan
sumberdaya alam). Dengan adanya sumberdaya yang melimpah membuat negara lebih sulit
berkembang, fenomena ini terjadi salah satunya pada negara dunia ke dua yaitu Belanda.
Belanda pernah mengalamai krisis yang disebut Dutch Deases yang menyebabkan keadaan
domestik Negara tersebut kurang stabil dan mempengaruhi sistem pembayaran di dunia.
Terjadinya Dutch deases kemudian dianggap penting sebagai pelajaran yang perlu dipahami oleh
Negara lain utntuk meihat dampak negative dari globalisasi.

Rumusan Masalah

Perdaganga merupakan salah satu faktor penting dalam berkembngnya globalisasi di dunia.
Namun pola dan sistem perdagangan yang tidak matang dan tidak sesuai dapat menimbulkan
dampak yang signifikan bagi suatu Negara. Berdasarkan Fenomena tersebut adapun rumusan
masalah dari tulisan ini adalah Bagaimana Dutch Deases dilihat sebagai kegagalan
penerapan sistem ekonomi global di Belanda pada tahun 1970.
BAB 2
KERANGKA KONSEP
Globalisasi adalah perubahan tatanan ekonomi dan politik, yang mana teknologi dan modal
telah di kombinasi dalam imperialism multi-faceted. Globalisasi memiliki dimensi idiology dan
tekhnologi. Dimensi tekhnologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi
tekhnologi adalah tekhnologi informasi yang telah menyatukan dunia.(Thomas L. Friedman).
Globalisasi adalah kebebasan dan kemampuan individu dan perusahaan untuk memprakarsai
transaksi ekonomi dengan orang- orang dari negara-negara lain.(Bank Dunia ).Dalam hal ini
globalisasi memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi dan politik suatu Negara.
Di belanda pembangunan ekonomi dilakukan dengan ekspor sumberdaya alam berupa gas bumi
secara besar-besaran. Namun dampak yang di timbulkan dari aktivitas perdagangan ini sangat
mengejutkan. Belanda memperoleh kerugian dan membawa dampak negatif bagi ekonomi
global. Untuk melihat paradox tersebut penulis menggunakan teori neo- marxisme.
Neo marxisme

Neo Marxis telah melakukan kritik terhadap neo liberalisme, mereka telah mengembangkan
perspektif mereka sendiri tentang teori kapitalisme. Sementara neo - liberalisme mendukung
kapitalisme, neo - Marxis, tentu saja, mengkritisi . Marxisme diyakini muncul sebagai kritik
terhadap perekonomian kapitalis yang cenderung eksploitatif daripada kontributif. Dasar
pemikiran Marxisme terletak pada tulisan das Kapital oleh Karl Marx. Dalam bukunya Karl
Marx menguraikan bahwa keberadaan perekonomian yang ekploitatif kapitalis telah
menciptakan struktur kelas dalam hubungan internasional yang diidentikkan dengan konflik
kelas, antara pemilik modal (borjuis) dan tidak memiliki modal (proletar). Konflik kelas tersebut
pada akhirnya akan diakhiri oleh suatu revolusi dengan cita-cita membentuk negara sosialis
(Mingst, 2009).
Pandangan Marxisme terhadap kapitalisme yang eksploitatif terdiri dari dua. Pertama,
kapitalisme adalah segala sesuatu yang melibatkan produksi yang bisa ditukarkan (jual beli)
dipertukarkan untuk hal lain. Intinya setiap barang memiliki nilai termasuk jam kerja orang.
Kedua, kapitalisme adalah semua hal yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan produksi yang
dimiliki oleh kapitalis. Ketiga, pekerja adalah orang yang bebas, akan tetapi untuk bertahan
hidup mereka harus menyerahkan ketenagakerjaan pada kapitalis, sedangkan kapitalis adalah
yang mengatur hubungan produksi sekaligus menentukan laba yang diberikan oleh pekerja
(Hobden dan Jones, 2001).

Pada bagian ini penulis mengambil Kapitalisme transnasional, untuk melihat bagaimana neo
maxisme dalam menjelaskan kegagalan praktek globaliasi di Belanda bias terjadi. Pertama,
Praktek transnasional jelas mempengaruhi mempengaruhi politik dan transnasional kapitalis
kelas bersifat lebih dominan (Carroll dan Carson 2003: 29-58). Namun, tidak terdiri dari
kapitalis dalam arti Marxis tradisional Artinya, mereka (misalnya eksekutif perusahaan) tidak
selalu memiliki sarana produksi. Kelas kapitalis transnasional mungkin tidak kapitalis dalam arti
tradisional, tetapi transnasional dalam berbagai cara. Pertama, "anggota" cenderung untuk
berbagi kepentingan global (serta lokal). Kedua, mereka berusaha untuk mengerahkan berbagai
jenis kontrol seluruh negara. Artinya, mereka melakukan kontrol ekonomi di tempat kerja,
kontrol politik dalam politik domestik dan internasional, dan budaya - kontrol ideologi dalam
kehidupan sehari-hari melintasi perbatasan internasional. Ketiga, mereka cenderung untuk
berbagi global daripada perspektif lokal pada berbagai isu. Keempat, mereka datang dari
berbagai negara, tetapi semakin mereka melihat diri mereka sebagai warga dunia dan bukan
hanya dari tempat kelahiran mereka. Akhirnya, di manapun mereka berada pada waktu tertentu,
mereka berbagi gaya hidup yang sama, terutama dalam hal barang dan jasa yang mereka
konsumsi. Praktek transnasional ketiga adalah budaya - ideologi dan di sini Sklair accords
penting untuk budaya - ideologi konsumerisme dalam globalisasi kapitalis. Sementara fokusnya
adalah pada budaya dan ideologi, ini akhirnya melibatkan ekonomi dengan menambahkan minat
konsumsi ke keprihatinan tradisional dengan produksi (dan perusahaan transnasional) dalam
pendekatan ekonomi secara umum, dan teori-teori Marxian pada khususnya. Hal ini
memperlihatkan bahwa kemampuan untuk melakukan kontrol ideologi atas orang-orang yang
tersebar secara luas di seluruh dunia meningkat secara dramatis, terutama melalui jangkauan
yang lebih besar dan kecanggihan iklan, media, dan membingungkan barang konsumsi yang
dipasarkan oleh dan melalui mereka.

Dengan perekonomian yang terus menerus meluas dengan dalih menemukan pasar baru dan
mendapatkan sumber daya alam, negara maju kapitalislah yang memiliki semua teknologi dan
faktor-faktor produksi. Terdapat kecenderungan negara kaya akan semakin kaya dan kuat,
sementara kekayaan sumber daya alam negara kecil terkuras dan semakin lama semakin miskin.
Teori Marxisme mengungkapkan bahwa globalisasi adalah kendaraan kapitalis yang paling
modern saat ini dimana globalisasi sebenarnya untuk meyakinkan bahwa kekuatan dan
kemakmuran negara besar terus berlangsung sementara yang miskin tetap miskin.

Struktur hubungan internasional antara negara kuat dan negara kecil ini telah dijelaskan oleh
sosiolog, Immanuel Wallerstein (1974) dalam bukunya the Modern World-system. Menurutnya
negara besar adalah negara yang memiliki kemampuan bergerak dalam industri skala besar,
menguasai teknologi, dalam bukunya Wallerstein menggunakan istilah negara core. Sedangkan
negara yang terbelakang dalam industri menguasai bahan mentah yang nantinya dieksploitasi
oleh negara core dilabeli dengan negara periphery. Klasifikasi ketiga adalah negara
semiperiphery yang berada di antara keduanya (Wallerstein, 1974).
Aktor-aktor kunci dalam Marxisme adalah kelas sosial, elite entitas non negara yang
transnational, dan multinational corporations. Pandangan terhadap individu ditentukan oleh aksi
kelas-kelas ekonomi. Pandangan terhadap negara, negara bukan merupakan agen yang otonom.
Negara akan selalu digerakkan oleh kepentingan pemilik modal. Marxisme menilain sistem
internasional sebagai suatu sistem yang sangat hierarkis yang mana hierarki-hierarki tersebut
didominasi oleh sistem kapital.

Pandangan Neo-Marxis tidak hanya berupa kritikan terhadap sistem kapitalisme saja,
melainkan menyediakan informasi data statistik menjelaskan hubungan kapitalisme dan dunia
ketiga yang semata-mata tidak selalu negatif. Pemikirna neo-marxis diwakili oleh dua orang
teoris, yakni Bill Warren dan Justin Rosenberg. Bill Warren mennyediakan penjelasan hubungan
kapitalisme dan dunia ketiga, sementara Justin Rosenberg menjelaskan hubungan dunia ketiga
dan relasi global sosial.

Kapitalisme merupakan perubahan positif mengakhiri feodalisme di Eropa sekaligus


menawarkan tiga hal penting, yakni akses sumber daya alam lebih besar, akses edukasi dan
kesehatan lebih baik daripada Eropa di abad pertengahan. Secara keseluruhan, meskipun
kapitalisme berdampak buruk secara ekonomi, tetapi Warren menyangkal kapitalisme
mengakibatkan kemunduran secara signifikan (Hobden dan Jones, 2001).
BAB III

PEMBAHASAN

Pada era 1970-an. Belanda sempat salah langkah, tergiur oleh sumber daya alam . Adanya
penemuan casdangan minyak yang luar biasa di Laut Utara, menyebabkan mereka meninggalkan
industri manufaktur yang secara tradisional menjadi penghidupan negara tesebut. Dan
pengalaman yang dapat dijadikan sebagai pelajaran dalam hal pembangunan di daerah kaya
sumberdaya alam diantaranya adalah kondisi yang terjadi di Belanda pada tahun 1970-an ini,
yang lebih dikenal dengan Dutch Disease. Pada masa itu Belanda menemukan gas alam di laut
utara, yang kemudian dilakukan proses penambangan. Oleh karena cadangan gas yang ada cukup
banyak, maka Belanda melakukan ekspor. Ekspor sumberdaya alam yang banyak diminati pasar
ini kemudian menghasilkan apresiasi terhadap nilai kurs riil mata uang Belanda. Apresiasi
terhadap nilai kurs ini jelas mengakibatkan harga produk dalam negeri, dalam hal ini sektor
manufaktur, menjadi relatif lebih mahal dan kurang kompetitif di pasar internasional. Akibatnya
industri dalam negeri menjadi lesu karena mengalami kesulitan dalam bersaing. Sedangkan
valuta asing hasil ekspor gas alam digunakan untuk membeli produk impor yang menjadi relatif
lebih murah.Di sisi lain, sumberdaya dalam negeri, seperti buruh, akan terserap ke sektor
sumberdaya alam karena memberikan tawaran upah yang lebih menarik. Konsekuensinya harga
sumberdaya tersebut akan semakin tinggi, sehingga akan semakin menyulitkan sektor-sektor
lainnya untuk berkembang, khususnya sektor-sektor yang tidak tekait dengan sektor
pertambangan. Kondisi ini membuat ketergantungan terhadap sektor pertambangan semakin
tinggi, sehingga perekonomian domestik akan menjadi sangat lemah dan rentan dengan gejolak
kursnegeri itu bukannya lebih makmur,perekonomannya malah kelojotan. Sejak kejadian itu
muncul istilah dutch disease alias penyakit Belanda untuk mengingatkan agar hati-hati dalam
memanfaatkan SDA.
Bagi pemerintah Belanda, gas alam adalah sumber pendapatan. Negara mendapatkan
keuntungan dari gas alam. Harga gas alam dikaitkan dengan harga minyak, dan jika harga
minyak terus naik, maka naik pula pendapatan negara dari gas alam. Namun kemudian muncul
pertanyaan : berapa lama Belanda dapat terus menikmati keuntungan dari energi yang berasal
dari sumberdaya alam itu? Menurut Perusahaan Minyak Alam Belanda : NAM, yang mengelola
gas alam, persediaan cukup untuk setidaknya 25 tahun yang akan datang jika produksi dilakukan
secara besar-besaran. Namun demikian, NAM yakin bahwa lambat laun akan semakin sulit untuk
memenuhi semua kebutuhan. Pelanggan di Belanda dan di luar negeri harus dilayani, yang
kebutuhannya semakin meningkat, sementara tekanan di lahan Slochteren sudah berkurang
secara signifikan. Masalah teknis untuk terus menyedot gas alam secara besar-besaran semakin
mendesak dari tahun ke tahun.

Konsekuensi yang harus dihadapi Belanda adalah harga sumberdaya tersebut lama
kelamaan akan semakin tinggi , sehingga akan semakin menyulitkan sektor-sektor lainnya untuk
berkembang, khususnya sektor-sektor yang tidak tekait dengan sektor pertambangan. Kondisi ini
membuat ketergantungan terhadap sektor pertambangan semakin tinggi, sehingga perekonomian
domestik akan menjadi sangat lemah dan rentan dengan gejolak kurs. Untuk mengatasi
permasalahan akibat Dutch Disease ini pun tidak mudah dan memerlukan waktu yang cukup
lama. Penghentian kegiatan sektor pertambangan bukanlah solusi, hal itu justru akan
memperlemah perekonomian domestik karena industri domestik sudah sulit untuk dipulihkan.
Dalam jangka panjang kondisi ini tidak hanya berpengaruh pada sektor ekonomi saja, tetapi juga
sosial dan politik. Sumberdaya alam dengan potensi keuangan yang cukup besar akan membuat
penguasa cenderung melakukan penyelewengan-Penyelewengan guna mempertahankan
kekuasaannya. Dengan kekuasaannya, penguasa dapat menggunakan dana yang ada untuk
meningkatkan popularitasnya, baik melalui kebijakan-kebijakan yang populer maupun money
politics. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan penguasa cenderung pragmatis, dimana tujuan
utama kebijakan adalah bagaimana agar citra penguasa tetap baik didepan rakyat dan tidak
bersifat substantif untuk meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan rakyatnya. Dalam hal ini
rakyat, khususnya rakyat yang awam, hanya dijadikan komoditi politik bagi penguasa untuk
mempertahankan kekuasaannya. Tanpa disadari, posisi rakyat diperlemah dan dipaksa untuk
selalu bergantung dengan penguasa. Sistem politik seperti ini jika terus dibiarkan akan merusak
sistem demokrasi dan kembali kepada sistem otorian. Inilah yang dimaksud dengan kutukan
sumberdaya alam (Resource Curse), dimana kekayaan sumberdaya alam tidak menjadikan
masyarakatnya lebih sejahtera, tetapi sebaliknya membuat masyarakat semakin sengsara akibat
konflik dan permasalahan yang muncul di daerah tersebut. Agar terhindar dari kutukan tersebut,
penguatan peran institusi negara perlu dilakukan agar bisa menjamin rasa keadilan. Negara
harus mampu menjamin bahwa pengelolaan kekayaan sumberdaya alam dapat memberikan
manfaat bagi seluruh rakyat.Daerah penghasil sumberdaya alam memang diberikan hak yang
lebih dari daerah lain setelah penerapan otonomi daerah. Namun dengan mekanisme fiskal yang
ada,
pemerintah pusat juga bisa merelokasikan dana hasil sumberdaya alam untuk memajukan
pembangunan di daerah daerah lain. Selain itu pemerintah daerah harus bisa memanfaatkan dana
bagi hasil sumberdaya alam tersebut untuk menumbuhkembangkan kegiatan-kegiatan produktif
dan mentransformasikan perekonomian pasca-sumberdaya alam. Sehingga ketika sumberdaya
alam telah habis, tidak akan ada gejolak dan perekonomian tetap dapat berjalan dengan baik dan
mampu memakmurkan rakyat. Keberhasilan dalam mengelola kekayaan alam tercermin antara
lain dari peningkatan daya beli dan kesejahteraan rakyat yang lebih merata, sehingga kalaupun
kegiatan di sektor sumberdaya alam telah menurun ataupun berhenti, masyarakat telah memiliki
kemampuan yang lebih untuk menghadapinya.
Namun yang terjadi di Belanda ini dapat kita katakan sebagai kegagalan penerapan
globalisasi dalma sistem ekomoni juga berpengaruh pada sistem politik. Yang dilakukan
pemerintah belanda melalui kebijakannya adalah memfokuskan perdagangannya dalam
mengekspor habis habisan gas bumi dan mengesampingkan aspek produksi lainnya. Dutch
Disease memberikan dampak yang signifikan pada perekonomian dan megakibatkan stagnasi
yang mengancam sistem pembayaran di dunia. Akibat Dutch Disease ini benyak negara yang
mengalami kesulitan dlam menjalankan roda perekonomiannya, sebagai contoh adalah
Venezuela dan Nigeria.

Namun Vanezuela mengalami dampak paling signifika . Karena Vanezuela tidak


memanfaatkan peran IMF dalam menyelamatkan sistem pembayaran mereka ketika krisis dan
sistem pembayarannya terancam bangkrut karena inflasi mencapai hampir 100% per tahunnya.
Industri kecil dan menengah yang memberikan kontribusi bagi perekonomian Ca-racas (ibu kota
Venezuela) saat itu menghadapi krisis sistem pembayaran sehingga output -nya menurun secara
drastis. Industri pentingdi Caracas termasuk bahan kimia, tekstil, kulit, makanan, besi, dan
produk kayu juga terkena dampaknya. Apalagi industri karet dan pabrik semen yang secara
bisnis menghadapi stagnasi sekuler.

Dampak bagi Venezuela akibat rusaknya sistem pembayaran sangat serius, yaitu bahan-
bahan pokok diatur secara ketat oleh pemerintah. Mereka tidak menyubsidi harga. Yang mereka
lakukan adalah menetapkan harga, yang harus dipatuhi oleh para produsen. Dengan inflasi
menembus lebih dari 90%, se-ringkali produsen merugi. Kondisi ekonomi yang sulit juga
membuat pembayaran untuk perusahaan-perusahaan asing, yang menjual bahan-bahan pokok di
Venezuela, harus menunggu lama untuk menerima pembayaran. Akhirnya banyak perusahaan ini
yang hengkang dari Venezuela. Penyakit Dutch Disease di Belanda terbukti merusak sistem
pembayaran dan mempengaruhi banyak Negara. (Koran Sindo Jabar Edisi 14 Maret 2016
Halaman 4)

Deutch Disease terjadi karena gabungan antara peningkatan ekspor bahan mentah dan
pemasukan modal jangka pendek yang terlalu besar kemudian menyebabkan nilai tukar mata
uang jadi menguat, meningkatkan inflasi serta menurunkan tingkat suku bunga. Penguatan nilai
mata uang mendatangkan berbagai penyakit (the Dutch disease) pada perekonomian. Pertama,
kurs yang menguat itu bagaikan pajak bagi ekspor sehingga jadi kian kurang mampu bersaing di
pasar dunia dan subsidi bagi barang impor sehingga harganya semakin murah menyaingi
produksi dalam negeri.

Terlebih karena terbatasnya tenaga kerja terampil dan yang memiliki pendidikan, suatu
Negara dianggap tak mampu danakhirnya beralih pada industri manufaktur yang menghasilkan
nilai tambah lebih tinggi. Dan di Negara dengan sumberdaya melimpah sebagian besar akan
memanfaatkan hasil bumi yang belum diolah. Dengan cara meng ekspor nilai tukar uang yang
menguat sekaligus menurunkan efisiensi perekonomian nasional karena mendorong realokasi
faktor produksi dari sektor traded yang lebih produktif ke sektor non-traded yang kurang
produktif. Sektor traded menghasilkan barang dan jasa yang diekspor dan diimpor. Sektor non-
traded menghasillkan komoditas yang dikonsumsi di pasar lokal, seperti real estate termasuk
perumahan, mal, dan lapangan golf. The Dutch disease sekaligus menimbulkan ketimpangan
regional karena bahan mentah yang sedang naik daun (boom) itu diproduksi lebih banyak di luar
negara . Pertambangan perlu teknologi padat modal yang kurang memerlukan tenaga kerja. Di
lain pihak, hasil pertanian dan industri manufaktur suatu negara akan kalah bersaing dengan
impor. ( Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ)
Booming ekspor terutama minyak dan gas bumi menjadi penyebab gagalnya
pembangunan juga sebagai faktor terjadinya Dutch Disease. Perekonomian Belanda perlahan-
lahan mengalami krisis. Yang terjadi pada tahun 1970-an merupakan anti klimaks dari keadaan
sebelumnya. Inflasi meningkat tajam, ekspor barang manufaktur turun, pertumbuhan pendapatan
nasional turun, dan tingkat penggangguran terus meningkat. Kemudian terjadi booming minyak
pada tahun 1970-an dan 1980-an yang membawa dampak serupa bagi Arab Saudi, Nigeria, dan
Meksiko.
Para ahli ekonomi mulai menyadari bahwa krisis ekonomi yang pernah terjadi di negeri
Belanda dapat saja menjadi fenomena umum yang disebabkan oleh kegembiraan berlebihan
atas surplus yang diperoleh dari ekspor minyak dan gas bumi. Energi terkait dengan neraca
modal nasional lewat kegiatan pengembangan dan pemanfaatan energi. Tentu didalam
pengembangannya dilakukan oleh penanam modal asing atau perusahaan multinasional.
Investasi asing langsung (foreign direct investment), terhadap minyak, gas bumi, batubara, panas
bumi dan pembangkit listrik dilakukan oleh perusahaan multinasional. Itu adalah bagian dari
modal swasta yang masuk (private capital inflow), besarnya relatif kecil dibandingkan dengan
modal pemerintah yang masuk (government capital inflow).

BAB IV
KESIMPULAN
Inilah kemudian yang dapat dilihat sebagai kegagalan globalisasi, dimana pada
globalisasi, free-trade sangat dianjurkan dan ketergantungan atau interdenpedensi dipercaya
sebagai cara yang mampu mengurangi konflik. Namun pada kenyataanya di Belanda dan Negara
lain yang mengalami Dutch Disease tidak demikian. Negara yang memiliki sumberdaya alam
seharusnya menjadi Negara yang mempunyai power dan ekonomi diatas rata-rata. Namun
dengan ideology kapitalis yang meracuni membuat hal tersebut tidak dapat dicapai dan Belanda
sendiri dapat dikatakan tidak siap dan tidak berhasil dalam menjalalnkan ekspor gas alam dengan
baik dan mengakibatkan kehancuran ekonomi domestik dan membawa dampak besar bagi
perekonomian secara global.
DAFTAR PUSTAKA
Barder Owen. July2006. A Policymakers Guide to Dutch Disease. Working Paper Number 91.
Melalui ; [http://www-3.unipv.it/webdept/dutch.pdf]

Citation. January 1998. Belajar Dari Fenomena Dutch Disease dan Strategi Pembangunan
Ekonomi Jepang. Melalui ;
[ https://www.researchgate.net/publication/295080521]

Eagleton, Terry. 2002. Marxisme dan Kritik Sastra (terj). Yogyakarta; Sumbu

Erling R ed Larsen. Escaping the Natural Resource Curse and the Dutch Disease? Norway's
Catching up with and Forging ahead of Its Neighbors. Melalui ;
[http://eml.berkeley.edu/~webfac/cbrown/e251_f03/larsen.pdf]

George Ritzer Douglas J.Goodman. 2008. Teori Sosiologi Klasik. Bantul : Kreasi Wacana.

George Ritzer.2011.Globalization The Essentials.John Wiley&Son Ltd.

Hobden, Stephen and Richard Wyn Jones. 2001. Marxist Theories of International Relations
dalam Baylish, John & Smith, Steve (eds), The Globalization of World Politics an Introduction
to International Relaions. New York: Oxford University Press

John clammer. 2003. Neo-Marxisme Antropologi studi ekonomi politik dan pembangunan.
Yogyakarta : Sadasiva.

Koran Sindo Jabar. Penyakit Belanda dan Sistem Pembayaran. Melalui ;


[http://beta.tirto.id/20160314-media-cetak/penyakit-belanda-dan-sistem-pembayaran-52451/]

Mingst, Karen. 2009. The Essentials of International Relations. New York: Norman Pub
Maddison Angus. Development Centre Studies: The World Economy : A Millennial Perspective.
This publication is available at [the OECD Online Bookshop]

Wallerstein Immanuel. The Modern World-System: Capitalist Agriculture and the Originsof the
European World-Economyin the Sixteenth Century. New York: Academic Press, 1976. Melalui ;
[https://thebasebk.org/wp-content/uploads/2013/08/The-Modern-World-System.pdf]

Anda mungkin juga menyukai