Anda di halaman 1dari 27

Meningkatkan Proses Fermentasi Vitamin B12 dengan

Penambahan Rotenon untuk Mengatur Metabolisme


Pseudomonas denitrificans

Disusun oleh
Adira Nofeadri Ryofi (1506723856)
Hayatul Husna (1406529853)

Tugas Makalah KSK Biokimia 3


Periode 2017/2018

UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2017
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Penulisan
makalah ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah KSK
Biokimia III, dengan pemicu sebuah jurnal Appl Biochem Biotechnol 173:673
681 Tahun 2014 yang berjudul Improved Vitamin B12 Fermentation Process by
Adding Rotenone to Regulate the Metabolism of Pseudomonas denitrificans.

Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai


pihak sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Endang Saefudin selaku pengajar mata kuliah KSK Biokimia
III yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
dan memberikan bimbingan kepada penulis
2. Teman-teman yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan
makalah ini.
Akhir kata penulis berharap agar Tuhan Yang Maha Esa memberikan
balasan untuk segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Depok, 27 Oktober 2017

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Halaman Muka ......................................................................................................... i


Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
1.3 Metode Penulisan.......................................................................................... 2
1.4 Sistematika Penulisan ................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Pseudomonas denitrifikasi ............................................................................ 3
2.2 Rotenon ......................................................................................................... 3
2.3 Vitamin B12 ................................................................................................. 5
2.4 Jalur Glikolisis .............................................................................................. 7
2.5 Fluks glikolitik ............................................................................................ 10
2.6 Sintesis Vitamin B 12 dengan bakteri Pseudomonas denitrifikasi ............. 11
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 13
3.1 Alat dan Bahan ........................................................................................... 13
3.1.1 Alat .................................................................................................... 13
3.1.2 Bahan ................................................................................................. 13
3.2 Metode Penelitian ....................................................................................... 13
3.2.1 Preparasi Mikroorganisme dan Media Fermentasi ............................ 13
3.2.2 Fermentasi menggunakan labu kocok. .............................................. 14
3.2.3 Metode Analisis ................................................................................. 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 16
4.1 Efek Rotenon terhadap Pertumbuhan Sel dan Biosintesis Vitamin B12 .... 16
4.2 Efek Rotenone pada Glikolitik Flux P. denitrificans ................................ 17
4.3 Efek Rotenon pada Prekursor Anterior untuk Biosintesis Vitamin B12 .... 18
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 22
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 22
5.2 Saran ........................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vitamin B12 adalah salah satu metabolit sekunder yang secara eksklusif hanya
diproduksi oleh beberapa jenis bakteri dan archaea. Vitamin B12, juga dikenal
sebagai sianokobalamin, termasuk dalam famili senyawa kobalamin, yang terdiri dari
cincin corrinoid dan ligan atas dan bawah serta dapat menghambat perkembangan
anemia pernisiosa pada hewan. Secara fisiologis bentuk aktif vitamin B12 meliputi
adenosilkobalamin dan metilkobalamin, yang merupakan kofaktor penting untuk
sintesis metionin dan mutasi (R) -metilmalonil-CoA pada hewan dan manusia.
Sianokobalamin dapat dihasilkan dari 3 macam proses yaitu : isolasi dari
jaringan hewan, sintesis kimia dan fermentasi mikrobia penghasilnya. Isolasi dari
jaringan hewan sukar untuk dilakukan dan menghasilkan produk dalam jumlah
rendah. Sintesis kimia membutuhkan 70 langkah reaksi sehingga sangat tidak efisien.
Fermentasi merupakan cara yang paling menguntungkan karena menghasilkan
produk dalam jumlah besar dan proses isolasinya mudah dilakukan. Banyak mikrobia
menghasilkan sianokobalamin secara alamiah, salah satu diantaranya adalah
Pseudomonas denitrificans. Mikrobia mensintess kobalamin dalam bentuk
turunannya yaitu adenosilkobalamin, metilkobalamin dan hidrokso(aquo)kobalamin.
Pseudomonas denitrificans telah diketahui menghasilkan sianokobalamin bukan
turunan yang lain. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak penelitian yang
dilakukan difokuskan pada bagaimana meningkatkan produktivitas vitamin B12 oleh
P. denitrificans, termasuk optimalisasi proses fermentasi dan manipulasi teknik
metabolik.
Biosintesis mikroba de novo dari vitamin B12 terjadi melalui dua rute
alternatif: jalur aerobik atau anaerobic pada masing-masing bakteri dan archaea.
Beberapa strain juga dapat mensintesis cobalamin dengan menyerap corrinoids
melalui jalur penyelamatan (slavege pathway. Meskipun P. denitrificans adalah
mikroorganisme khas yang memiliki jalur aerobik untuk biosintesis vitamin B12,
telah dibuktikan bahwa konsentrasi DO harus dikendalikan pada tingkat yang
membatasi selama fase biosintesis vitamin B12. Dari segi efeknya pasokan oksigen
pada proses fermentasi mikroba, banyak literatur menyebutkan bahwa gen yang
mengkodekan enzim dalam siklus asam tricarboxylic (TCA) dan heksosa jalur
monofosfat (HMP) regulasinya turun dalam oksigenasi rendah, namun pada fluks
glikolitik menunjukkan peningkatan yang besar karena oksigenasi berkurang.
Rotenone adalah inhibitor spesifik kompleks I dari rantai pernafasan
mitokondria, yang dapat mengganggu konsumsi oksigen di dalam sel. Dilaporkan
bahwa penggunaan rotenone dapat secara signifikan meningkatkan fluks glikolitik
pada beberapa mikroorganisme.
2

Penelitian sebelumnya telah jelaskan bahwa keterbatasan oksigen terlarut


lebih menguntungkan untuk fermentasi vitamin B12, karena berpengaruh terhadap
kecepatan fluks glikolitik di Pseudomonas denitrificans. Dalam penelitian kali ini,
sebuah strategi baru ingin diimplementasikan untuk diselidiki lebih lanjut
karakteristik metabolisme P. denitrificans di bawah tingkat pasokan oksigen yang
berbeda, dengan perlakuan secara eksogen menambahkan rotenone (penghambat
rantai pernafasan yang mengganggu konsumsi oksigen) ke dalam media fermentasi,
Kemudian dibandingkan proses fermentasi tanpa perlakuan rotenone.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan rotenon pada fluks glikolitik dan
pertumbuhan sel bakteri P. denitrificans.
2. Untuk mengetahui apakah peningkatan fluks glikolitik bermanfaat untuk
produktivitas vitamin B12.
1.3 Metode Penulisan
Untuk membuat makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka
melalui buku dan internet.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulis dalam menyusun makalah ini dilakukan secara sistematis, sehingga
permasalahan-permasalahan dapat terjawab dengan baik, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menguraikan materi perkuliahan dan pemicu jurnal
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan proses dan alur penelitian pada pemicu jurnal.
BAB IVPEMBAHASAN
Pada bab ini membahas keterkaitan pemicu jurnal terhadap literatur.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi kesimpulan.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pseudomonas denitrifikasi


Pseudomonas denitrifikasi merupakan bakteri gram negatif bersifat aerobic dan
mampu berperan dalam proses denitrifikasi. Bakteri ini hanya membutuhkan nutrien
yang sederhana untuk pertumbuhannya serta hidup pada kisaran pH netral dan suhu
mesofilik. Namun beberapa bakteri kelompok ini dapat pula dijumpai bertahan hidup
pada kondisi suhu, pH serta faktor-faktor fisik dan kimia yang ekstrim (Fardiaz,
1988).
Berikut merupakan taksonomi dari Pseudomonas Denitrifikasi :
Domain : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Pseudomonadales
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Species : Pseudomonas denitrificans
Bakteri Pseudomonas Denitrifikasi memiliki peranan dalam sintesis vitamin
B12, dimana suatu mutan kobalamin yan belum sempurna dapat diisolasi dari bakteri
ini. Mutan tersebut diidentifikasi atas ketidakmampuannya dalam mendegradasi
etanolamin tanpa adanya kobalamin.
2.2 Rotenon
Rotenon merupakan salah satu anggota dari senyawa isoflavon, sehingga rotenon
termasuk senyawa golongan flavanoida. Rotenon memiliki nama lain yaitu
Tubotoxin, dimana kandungan terbesarnya terdapat di dalam tanaman tuba. Tuboxin
memiliki rumus kimia C23H22O6 merupakan insektisida alami yang kuat dengan titik
lelehnya 163C dan larut dalam alkohol, karbon tetraklorida, kloroform, dan banyak
larutan organik lainnya. Jika terbuka terhadap cahaya dan udara mengalami
perubahan warna kuning terang menjadi kuning pekat, orange dan terakhir menjadi
4

hijau tua dan akan diperoleh kristal yang mengandung racun serangga (Casacchia,
2009: 215).
Rotenon merupakan racun sel yang sangat kuat dan merupakan racun akut.
Rotenon murni yang belum diolah bahkan lebih beracun dari pada pestisida sintetis
dari golongan karbaril atau malathion. Keracunan berat rotenon bisa menyebabkan
kerusakan ginjal dan hati. Walaupun kadar racunnya sangat tinggi, rotenon bisa
terurai dengan cepat karena sinar matahari. Rotenon sangat beracun bagi serangga
namun relatif tidak beracun untuk tanaman dan mamalia (Zubairi, 2004: 1).
Rotenon dapat dipakai sebagai racun kontak dan racun perut untuk
mengendalikan serangga. Beberapa percobaan menunjukkan bahwa rotenon efektif
untuk mengendalikan kumbang pemakan daun dan beberapa jenis ulat. Di Amerika,
Rotenon dilaporkan telah dengan efektif mengendalikan kumbang pada tanaman
kentang yang telah kebal terhadap insektisida sintetis. Di Indonesia, hanya satu merk
dagang pestisida dengan bahan aktif rotenon yang telah terdaftar di komisi pestisida
Departemen Pertanian dengan merk dagang Chemfish 5 EC. Chemfish 5 EC
mengandung rotenon 5 % dan dipakai untuk membunuh ikan yang tidak diinginkan
pada tambak ikan. Rotenon diketahui aman untuk para petani, karena diketahui hanya
beracun untuk hewan berdarah dingin dan kurang beracun untuk hewan berdarah
panas. Rotenon tidak stabil di udara, cahaya dan kondisi alkali. Rotenon juga cepat
didegradasi oleh tanah dan air. Oleh karena itu, toksisitas rotenon akan hilang setelah
2-3 hari setelah terkena cahaya matahari dan udara, sehingga baik untuk lingkungan
dan aman untuk pertanian dan penggunaan lainnya (Hien, 2003: 83).

Gambar. 1 Struktur Rotenon


Sumber : Handbook on Pesticides (Hayes WJ. 1991)
5

Di dalam sel hidup rotenon dapat mengganggu rantai transport elektron di


mitokondria dengan cara menghambat transfer elektron dari pusat zat besi-belerang
pada kompleks I ke ubiquinone. Hal ini mengakibatkan penghambatan pada
fosforilasi oksidatif menghasilkan ATP yang terbatas. Selanjutnya transfer elektron
yang tidak lengkap ke oksigen dapat menyebabkan terbentuknya spesies oksigen
reaktif yang mana spesi ini dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi mitokondria.
2.3 Vitamin B12
Vitamin B12 atau kobalamin merupakan vitamin yang larut dalam air dan
memiliki peranan dalam fungsi otak, sistem saraf, dan pembentukan darah. Vitamin
B12 disintesis secara eksklusif oleh mikroorganisme. Secara struktur, vitamin B12
adalah vitamin yang paling kompleks dan mengandung elemen kobal yang jarang
tersedia secara biokimia. Biosintesis dari struktur dasar vitamin ini hanya dapat
dilakukan oleh bakteri, namun konversi antara bentuk-bentuknya yang berbeda dapat
terjadi dalam tubuh. Vitamin B12 atau cobalamin mempunyai 4 analog, yaitu
cyanocobalamin, methylcobalamin, adenosylcobalamin, dan hydroxycobalamin. Di
dalam sel, cyanocobalamin dan hydroxycobalamin termasuk bentuk tidak aktif,
sedangkan methylcobalamin dan adenosylcobalamin merupakan bentuk aktif.

Gambar.2 Struktur Vitamin B12


Sumber : https://upload.wikimedia.org/e/ec/Cobalamin.png
Absorbsi intestinal vitamin B12 terjadi dengan perantaraan tempat-tempat
reseptor dalam ileum yang memerlukan pengikatan vitamin B12, suatu glikoprotein
6

yang sangat spesifik yaitu faktor intrinsik yang disekresi sel-sel parietal pada mukosa
lambung. Setelah diserap vitamin B12 terikat dengan protein plasma, transkobalamin
II untuk pengangkutan ke dalam jaringan.Vitamin B12 di dalam tubuh memiliki
beberapa peranan, diantaranya:
Produksi energi
Fungsi sistem saraf, yakni dalam proses pembentukan myelin
Produksi material genetik DNA dan RNA
Produksi asetilkolin
Berperan dalam kesehatan otak; seperti membantu pada kasus depresi
Jika dikaitkan dengan usia, dapat memperlambat penurunan kognitif
Membantu sintesis sel darah merah
Menjaga kesehatan kardiovaskular, yaitu bekerjasama dengan asam
folat mengendalikan kadar homosistein.
Vitamin B12 terlibat dalam dua reaksi di dalam tubuh, yaitu pemindahan
gugus metil dari FH4 ke homosistein untuk memebentuk metionin serta penyusunan
ulang gugus metil pada metil malonil koA untuk membentuk suksinil KoA.
Tetrahidrofolat menerima gugus satu karbol dari serin atau dari sumber lain ,
selanjutnya karbon ini mengalami reduksi ke tingkat metil. Karbon ini kemudian
dipindahkan ke vitamin B12 membentuk metilkobalamin. Vitamin B12 memindahkan
gugus metil ke metionin homosistein membentuk metionin. Gugus metil pada
metionin selanjutnya dipindahkan ke senyawa lain melalui SAM. Selain itu vitamin
B12 juga berperan seta dalam perubahan metilmalonil koA menjadi suksinil koA.
Vitamin B12 berperan penting dalam metabolisme folat serta dalam sintesis
siklus asam sitrat menengah, suksinil-KoA. Methylcobalamin diperlukan untuk
fungsi enzim yang mengandung folat yaitu metionin sintase. Enzim ini diperlukan
untuk sintesis asam amino, metionin, dari homosistein. Metionin dalam siklusnya
diperlukan untuk S-adenosil metionin yang merupakan donor kelompok metil yang
digunakan dalam banyak reaksi metilasi biologis termasuk metilasi sejumlah situs
dalam DNA, RNA, dan protein. Sintesis metionin yang terganggu dapat
7

menyebabkan akumulasi homocysteine yang berakibat pada peningkatan risiko


penyakit kardiovaskular.
Kekurangan atau defisiensi vitamin B12 menyebabkan anemia megaloblastik.
Karena defisiensi vitamin B12 akan mengganggu reaksi metionin sintase. Anemia
terjadi akibat terganggunya sintesis DNA yang mempengaruhi pembentukan nukleus
pada ertrosit yang baru. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan sintesis purin dan
pirimidin yang terjadi akibat defisiensi tetrahidrofolat. Homosistinuria dan
metilmalonat asiduria juga terjadi. Kelainan neurologik yang berhubungan dengan
defisiensi vitamin B12 dapat terjadi sekunder akibat defisiensi relatif metionin.
2.4 Jalur Glikolisis
Glikolis merupakan tahap awal terjadinya respirasi sel, yaitu proses yang
menghasilkan perubahan satu molekul glukosa menjadi dua molekul piruvat. Proses
ini dapat berlangsung di dalam sel yang paling sederhana dan tidak memerlukan
oksigen. Lintas glikolisis memiliki lima fungsi utama di dalam sel, yaitu :
Glukosa diubah menjadi piruvat, yang dapat dioksidasi dalam siklus asam
sitrat.
Banyak senyawa dalain glukosa dapat memasuki lintas glikolisis pada tahap
antara (intermediet).
Dalam beberapa sel lintas tersebut diubah untuk sintesis glukosa.
Lintas tersebut mengandung zat antara yang terlibat dalam reaksi metabolik
lainnya.
Untuk tiap-tiap molekul glukosa yang dikonsumsi, secara netto dihasilkan duo
molekul ATP melalui fosforilasi tingkat substrat.
Dalam proses glikolitik dilibatkan sepuluh reaksi reaksi enzimatik sitoplasmik
seperti yang diringkaskan di bawah ini.
Langkah 1. Heksokinase mengkatalisis fosforilasi -D-glukosa menjadi -D-
glukosa-6-fosfat secara irreversibel. Diperlukan ATP dan Mg2+. Aktifitas
heksokinase diinhibisi oleh pembentukan produknya.
8

Langkah 2. Glukosa-6-fosfat isomerase mengkatalisis isomerasi dari -D-


glukosa-6-fosfat menjadi -D-fruktosa-6-fosfat. Reaksinya merupakan reaksi
reversibel yang berlangsung dengan bebas.
Langkah 3. Fosfofruktokinase memfosforilasi -D-fruktosa-6-fosfat menjadi
-D-fruktosa-1,6-bifosfat secara irreversibel. Diperlukan ATP dan Mg2+.
Fosfofruktokinase diatur secara alosterik dengan sejumlah efektor, yang
kesemuanya terlibat dalam transduksi energi.
Langkah 4. Fruktosa-1,6-bifosfat aldolase memecah -D-fruktosa-1,6-bifosfat
menjadi D-gliseraldehida-3-fosfat dan dihidroksiaseton fosfat.
Langkah 5. Trifosfat isomerase mengubah dihidroksiaseton fosfat menjadi D-
gliseraldehida-3-fosfat.
Langkah 4 dan 5 menghasilkan pembentukan dua molekul d-gliseraldehida-3-
fosfat dari satu molekul -D-fruktosa-1,6-bifosfat. Lintas glikolitik sampai
disini disebut tahap pertama glikolisis, dan diperlukan dua molekul ATP
untuk menyediakan kebutuhakn energi. Lima langkah sisanya embentuk tahap
kedua glikolisis dan menghasilkan dua molekul ATP untuk masing-masing
dari dua senyawa berkarbon tiga yang diperoleh dari reaksi di atas.
Langkah 6. Gliseraldehida-3-fosfat dehidrogenase mengkatalisis oksidasi D-
gliseraldehida-3-fosfat disertai dengan fosforilasi zat antara asam karboksilat
untuk menghasilkan D-1,3-bisfosfogliserat. NAD+ direduksi menjadi NADH
+ H+. ini merupakan satu-satunya reaksi redoks yang terjadi dalam glikolisis.
Langkah 7. Fosfogliserat kinase mengubah d-1,3-bisfosfogliserat menjadi D-
3fosfogliserat. Langkah ini menghasilkan ATP.
Langkah 8. Enzim phosphoglyceromutase berpindah P dari 3-fosfogliserat
dari karbon ketiga untuk karbon kedua untuk membentuk 2-fosfogliserat.
Langkah 9. Enzim enolase menghilangkan molekul air dari 2-fosfogliserat
untuk membentuk asam fosfoenolpiruvat (PEP). Hal ini terjadi untuk setiap
molekul 2-fosfogliserat.
9

Langkah 10. Enzim piruvat kinase transfer P dari PEP ke ADP untuk
membentuk asam piruvat dan ATP. Hal ini terjadi untuk setiap molekul PEP.
Reaksi ini menghasilkan 2 molekul asam piruvat dan 2 molekul ATP.
Dalam reaksi glikolisis, glukosa akan diubah menjadi piruvat yang dikuti dengan
produksi ATP. Pada kondisi aerob glikolisis akan dilanjutkan dengan siklus asam
sitrat dan fosforilasi oksidatif. Dalam keadaan aerob piruvat akan masuk ke dalam
mitokondria dan dioksidasi secara lengkap menjadi CO2 dan H2O. Sebaliknya dalam
kondisi anaerob piruvat akan diubah menjadi laktat. Namun pada jasad tertentu
smisalnya khamir, piruvat akan diubah menjadi etanol dalam keadaan anaerob.

Gambar.3 Siklus Glikolisis Aerob dan Anaerob


Sumber : https://books.google.co.id/books?id=gxhap2ZN9HQC&hl=id
10

2.5 Fluks glikolitik


Fluks glikolitik atau laju merupakan ketika suatu molekul diproses melalui
jalur glikolisis dan diatur responnya secara ketat terhadap lingkungan selulernya.
Karena fungsi utama jalur glikolitik adalah membentuk ATP, fluks melalui jalur ini
harus diatur sehingga kecepatan pembentukan ATP sesuai dengan kecepatan
penggunaannya. Pengaktifan alosterik fosfofruktokinase-1 oleh AMP dan inhibisinya
oleh ATP adalah suatu jenis pengaturan umpan balik dimana ATP mengontrol
kecepatan sintesisnya sendiri. Fosfofruktokinase-1 adalah enzim penentu kecepatan
jalur glikolitik sehingga pengaturan fofofruktokinase-1 mengubah fluk melalui jalur
keseluruhan. AMP merupakan suatu aktivator alosterik fosfofruktokinase-1 adalah
kecepatan penggunaan ATP yang peka. Artinya kadar AMP di dalam sitosol
merupakan indikator yang lebih baik daripada konsentrasi ATP itu sendiri.
Konsentrasi AMP di dalam sitosol ditentukan oleh posisi kesetimbangan reaksi
adenilat siklase.

tersebut sedemikian rupa sehingga hidrolisis ATP menjadi ADP dalam reaksi yang
memerlukan energi meningkatkan baik konsentrasi ADP maupun AMP di dalam
sitosol. Namun, jumlah ATP jauh lebih banyak daripada AMP atau ADP, sehingga
sedikit penurunan konsentrasi ATP di dalam sitosol menyebabkan persentase yang
jauh lebih besar meningkat dalam kumpulan AMP yang sedikit. Misalnya, pada otot
rangka kadar ATP terletak antara 5 mM sampai 10 mM dimana penurunannya tidak
lebih dari 20% selama olahraga yang berat.pada saat yang sama kadar ADP dapat
meningkat 50% dan kadar AMP yang berada dalam rentang mikromolar meningkat
300%.
Efek ATP pada fosfofruktokinase-1 bersifat bifasik karena terdapat dua
tempat pengikatan ATP yaitu tempat pengikatan substrat dan pengikatan alosterik.
Pada konsentrasi ATP yang rendah, peningkatan ATP akan meningkatkan kecepatan
fosfofruktokinase-1 karena ATP berlaku sebagai substrat dan terikat di tempat
katalitik. Pada kondisi fisiologis di dalam sel, konsentrasi ATP selalu tinggi sehingga
11

tempat pengikatan substrat berada dalam keadaan jenuh. Dengan demikian, di dalam
sel peningkatan konsentrasi ATP akan menurunkan fluks melalui fosfofruktokinase-1
dengan meningkatkan inhibisi alosterik. Inhibisi oleh ATP dihambat oleh pengikatan
AMP pada tempat pengaktifan alosterik AMP.
Pada sebagian besar jaringan, pengaturan fosfofruktokinase-1 ikut berperan
mengatur kecepatan fosforilasi glukosa oleh heksokinase. Heksokinase yang terdapat
di hampir semua jaringan kecuali hari dan sel B pankreas, dihambat oleh glukosa 6-
fosfat pada konsentrasi yang dijumpai di dalam sel. Seiring dengan penurunan fluk
melalui fosfofruktokinase-1, terjadi penumpukan fruktosa 6-fosfat dan glukosa 6-
fosfat, dan glukosa 6-fosfat yang menghambat heksokinase. Glukosa 6-fosfat juga
merupakan substrat untuk sintesis glikogen dan jalur lain metabolisme glukosa, dan
kecepatan penggunaan glukosa 6-fosfat pada jalur ini juga mempengaruhi kecepatan
heksokinase. Selain itu pada hati dan jaringan adiposa fosfofruktokinase-1 diatur oleh
Fruktosa 2,6-bifosfat, dimana zat ini memperantarai efek insulin dan glukagon di
jalur glikolitik. Pengaturan glikolisis di berbagai jaringan diselaraskan dengan
pengaturan metabolisme glikogen, oksidasi piruvat dalam siklus asam trikarboksilat,
glukoneogenesis, sintesi asam lemak, dan jalur lain.
2.6 Sintesis Vitamin B 12 dengan bakteri Pseudomonas Denitrifikasi
Di perindustrian, Pseudomonas denitrificans merupakan salah satu jenis bakteri
yang banyak digunakan dalam menghasilkan vitamin B12 (Martens dkk, 2002).
Sintesis vitamin B12 melalui Pseudomonas denitrificans berjalan dalam proses
aerobik, berlainan dengan sintesis menggunakan bakteri Pseudomonas shermanii dan
Salmonella typhimurium yang terjadi secara anaerob. Kedua jalur ini secara umum
berbeda pada tahap penyisi[an kobal-nya. Biosintesis vitamin B12 dalam
Pseudomonas denitrificans melibatkan sedikitnya 20 gen (Cameron dkk, 1989) yang
mengkonversi -aminolevulinic acid sebagai bahan pre-cursor hingga menjadi
molekul kobalamin melalui pembentukan cincin korrin (Battersby, 1994). Banyaknya
gen yang terlibat di dalam biosintesis vitamin B12 akan memperbesar kemungkinan
didapatnya mutan yang memiliki produktivitas lebih baik dibandingkan dengan galur
asalnya, setelah dilakukan proses mutasi padanya.
12

Gambar.4 Diagram Biosintesis Vitamin B12 secara Aerob


13

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Instrumen HPLC HP1100 (Agilent), Gelas Erlenmeyer, Labu ukur,
Neraca, Labu kocok, Rotary shaker, termometer, dan pH meter.
3.1.2 Bahan
Strain penghasil vitamin B 12, sukrosa, pepton, (NH4)2SO4,
(NH4)2HPO4, MnSO4.H2O, ZnSO4.7H2O, NaOH 2M, KH2PO4, MgSO4.7H2O,
CoCl2.6H2O, 5,6-dimethylbenzimidazole (DMBI), asam asetat glasial, NaCN
10% (w/v), dan NaNO3 8%.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Preparasi Mikroorganisme dan Media Fermentasi
Bakteri Pseudomonas Denitrifikasi yang digunakan berasal dari
indutri strain penghasil vitamin B 12, dimana bakteri ini dijaga dalam wujud
agar-agar yang mengandung 30 gram/liter sukrosa, 10 gram/liter pepton, 0.25
gram/liter (NH4)2SO4, 1.5 gram/liter (NH4)2HPO4, 0.1 gram/liter
MnSO4.H2O, 0.1 gram/liter ZnSO4.7H2O, 20 gram/liter agar. Kemudian
sebelum strerilisasi, pH diatur menjadi 7.2 dengan penambahan NaOH 2M.
Media pembibitan terdiri dari 35 gram/liter maltosa, 20 gram/liter
pepton, 5.0 gram/liter KH2PO4, 2.0 gram/liter (NH4)2SO4, 0.8 gram/liter
(NH4)2HPO4, 0.2 gram/liter MnSO4.H2O, 1.5 gram/liter MgSO4.7H2O, 0.02
gram/liter ZnSO4.7H2O, 0.02 gram/liter CoCl2.6H2O, 0.0045 gram/liter, 5,6-
dimethylbenzimidazole (DMBI), dan pH dibuat menjadi 7.207.40.
Media fermentasi yang digunakan terdiri dari 60 gram/liter maltosa, 25
gram/liter pepton, 10 gram/liter betaine, 1.0 gram/liter (NH4)2SO4, 2.0
gram/liter MgSO4.7H2O, 0.8 gram/liter KH2PO4, 0.08 gram/liter ZnSO4
.7H2O, 0.15 gram/liter CoCl2.6H2O, 0.08 gram/liter DMBI lalu pH diatur
menjadi 7.20-7.40.
14

3.2.2 Fermentasi menggunakan labu kocok.

Pertumbuhan bakteri 1 mm sel yang


dalam bentuk agar- Sel segar dicuci tersuspensi dipindahkan
agar (18x180 mm) menggunakan 10 ml ke labu erlenmeyer
pada suhu 28C air sterilisasi yang berisi 50 ml
selama 48 jam media bibit

Inkubasi pada Pemindahan ke labu


Pembibitan pada
suhu28C dengan erlenmeyer yang
suhu 28C dengan
pengocokan pada berisi 30 ml media
pengocokan pada 180
kecepatan 180 rpm fermentasi dan 10%
rpm
selama 96 jam. inokulum

3.2.3 Metode Analisis


Perhitungan Biomassa sel

Endapan dicuci Endapan


Hasil fermentasi
menggunakan dikeringkan
disentrifugasi pada
air suling sampai berat
5000 rpm selama 10
sebanyak dua konstan pada
menit
kali suhu 105C

Menentukan konsentrasi vitamin B12 pada larutan fermentasi


dengan HPLC
15

Campuran disaring,
25 ml sampel fermentasi
Rebus selama 30 tambahkan 20 l
ditambahkan dengan 2.5 ml
NaCN 10% (w/v) ke
NaNO3 8% (w/v) dan 2.5 menit dalam 1 ml fasa
ml asam asetat glasial
cairnya

Analisis dilakukan dengan laju alir 1.7 ml/menit Lapisan atas fasa cair
dan panjang gelombang 360 nm. Fasa geraknya kemudian
merupakan 250 mM asam fosfat/asetonitril diinjeksikan ke
(30/70, v/v) dalam sistem HPLC

Asam piruvat yang terkandung di dalam cairan fermentasi diuji


menggunakan HPLC dengan panjang kolom 300 mm x 7.8 mm, fasa geraknya
merupakan H2SO4 0.01 M, laju alir 0.4 ml/menit, temperatur kolom 50C,
volume injeksi 10 l, dan panjang gelombang 210 nm.
Aktifitas spesifik dari fosfofruktokinase dan piruvat kinase
menggunakan kit yang diperoleh dari Nanjing Jiancheng Biological
Engineering Institute. Konsentrasi gula total dari gula ditentukan
menggunakan metode pereaksi asam dinitrosalisiklik (DNS). Konsentrasi 5-
aminolevulinic acid (ALA) dalam media fermentasi ditentukan berdasarkan
literatur. Konsentrasi glutamat dalam media fermentasi diuji menurut metode
yang dilaporkan oleh Ebert.
16

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Efek Rotenon terhadap Pertumbuhan Sel dan Biosintesis Vitamin B12
Untuk mengetahui efek rotenon terhadap pertumbuhan sel dan biosintesis
vitamin B12 pada P. denitrificans, berbagai konsentrasi rotenon (0, 2.5, 5, 10, dan 20
mg/L) ditambahkan secara eksogen ke media kultur pada fase pertumbuhan pra-
eksponensial (12 jam fermentasi). Setelah 96 jam fermentasi shake-flask, dry cell
weight (DCW) akhir dan produksi vitamin B12 dihitung, dan hasilnya tercantum
pada Tabel 1.
Konsentrasi DCW (dry cell weight) Vitamin B12 (mg/L)
Rotenon
(mg/L) n1 n2 n3 Mean SD a n1 n2 n3 Mean +- SDB
0 22.53 22.67 23.06 22.750.27A 47.62 48.85 48.37 48.280.62C
2.5 22.46 22.54 22.83 22.610.19A 49.53 50.12 50.81 50.150.64B
5 20.65 21.09 21.77 21.170.56B 54.21 54.77 55.11 54.700.45A
10 18.86 18.87 19.44 10.060.33C 45.09 45.54 45.92 45.520.42D
20 16.4 16.62 16.63 16.650.13D 40.67 41.01 42.18 41.290.79E

Tabel.1 Pengaruh lima konsentrasi rotenon terhadap pertumbuhan sel dan produksi
vitamin B12 oleh Pseudomonas denitrificans
Dengan peningkatan penambahan rotenon ke dalam media fermentasi, DCW
mengalami penurunan yang signifikan, yang menandakan bahwa pemberian rotenon
memiliki efek negatif pada pertumbuhan sel P. denitrificans. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, rotenone dapat mengganggu konsumsi oksigen dalam sel, yang akan
mengakibatkan suplai ATP menurun untuk pertumbuhan sel. Oleh karena itu,
penambahan rotenon lebih banyak pada media fermentasi P. denitrificans akan
menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel lebih parah.
Tidak seperti pertumbuhan sel, konsentrasi rotenon rendah (2,5 dan 5 mg L-1)
memiliki efek positif terhadap biosintesis vitamin B12 (Tabel 1). Bila rotenon 2,5 dan
5 mg/L ditambahkan ke media fermentasi, hasil produksi vitamin B12 mencapai
50,15 0,64 dan 54,70 0,45 mg/L, yang keduanya lebih tinggi daripada perlakuan
tanpa rotenon (48,28 0,62 mg / L). Namun, setelah penambahan konsentrasi
rotenon yang selanjutnya ditingkatkan menjadi 10 dan 20 mg / L, produksi vitamin
B12 mengalami penurunan yang cukup drastis, karena terjadinya penghambatan
pertumbuhan sel.
17

Gambar.5 Kurva waktu dan aktivitas spesifik piruvat kinase dan


fosfofruktokinase dengan pemberian rotenon 0 dan 5 mg/L selama fermentasi
Pseudomonas denitrificans
4.2 Efek Rotenone pada Fluks Glikolitik P. denitrificans
Seperti yang dijelaskan pada Tabel 1, dibandingkan dengan proses fermentasi
tanpa perlakuan rotenon, penambahan rotenon 5 mg/L negatif terhadap pertumbuhan
sel, namun produktivitas vitamin B12 mengalami peningkatan yang nyata. Untuk
memperjelas apakah peningkatan produktivitas vitamin B12 ditandai dengan
peningkatan fluks glikolitik pada perlakuan rotenon, aktivitas spesifik dari enzim
glikolitik kunci diuji.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5, dibandingkan dengan proses
fermentasi tanpa perlakuan rotenon, rotenon 5 mg/L jelas dapat mengaktifkan kedua
18

enzim phosphofruktokinase dan piruvat kinase selama fase fermentasi secara


keseluruhan. Melalui perhitungan lebih lanjut, aktivitas spesifik phosphofruktokinase
dan piruvat kinase meningkat sebesar 33.33 dan 39.34, 43.75 dan 52.31, dan 27.27
dan 20.97% pada 24, 48, dan 72 jam.
Seperti kita ketahui, asam piruvat adalah produk akhir dalam metabolik jalur
glikolitik. Untuk lebih memastikan bahwa perlakuan dengan rotenone dapat
mempercepat fluks glikolitik pada P. denitrificans, diselidikilah kinetika asam piruvat
selama proses fermentasi. Pada Gambar 6, saat proses fermentasi diimplementasikan
dengan perlakuan rotenon 5 mg/L selama 12 jam, asam piruvat yang diperoleh secara
signifikan lebih tinggi daripada tanpa perlakuan rotenone selama 24-96 jam, dan
berbanding lurus dengan aktivitas kinetika enzim kunci glikolitik.
Berdasarkan kinetika dari kedua enzim kunci dan asam piruvat, bisa
menunjang proses fermentasi dengan perlakuan rotenon 5 mg/L serta dapat
meningkatkan fluks glikolitik secara signifikan pada P. denitrificans.
4.3 Efek Rotenon pada Prekursor Anterior untuk Biosintesis Vitamin B12
-aminolevulinat (ALA) adalah prekursor awal untuk biosintesis vitamin B12
oleh P. denitrificans, yang dapat disintesis melalui C5 pathway dimana glutamat
sebagai substratnya. Oleh karena itu, akumulasi glutamat sangat penting untuk
pembentukan ALA, selanjutnya glutamat akan mempengaruhi produktivitas vitamin
B12. Untuk mengetahui efek perlakuan rotenon pada prekursor anterior pada
biosintesis vitamin B12, kadar glutamat dan ALA dibandingkan dengan perlakuan
penambahan rotenon 0 dan 5 mg/L. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3, saat proses
fermentasi P. denitrificans diberi penambhan rotenone 5 mg / L selama 12 jam,
glutamat dan ALA yang diperoleh jelas lebih tinggi dari perlakuan tanpa penambahan
rotenone, sehingga prekursor anterior lainnya dapat berpotensi untuk menghasilkan
vitamin B12.
19

Gambar.6 Waktu versus konsentrasi asam pyruviat di bawah perlakuan rotenon 0 dan
5 mg/L selama fermentasi pada Pseudomonas denitrificans
Selama metabolisme karbon sentral pada sebagian besar mikroorganisme,
asam piruvat yang diproduksi dalam jalur glikolitik akan mengalir ke siklus TCA
untuk menghasilkan -ketoglutarat. Kemudian dihasilkan -ketoglutarat yang
selanjutnya bisa diubah menjadi glutamat melalui glutamin sintetase / jalur sintesis
glutamat. Seperti disebutkan di atas, dibandingkan dengan proses fermentasi P.
denitrificans tanpa perlakuan rotenon, penambahan rotenon 5 mg/L akan
meningkatkan aktivitas spesifik phosphofructokinase dan piruvat kinase yang terlibat
di dalam jalur glikolisis (Gambar 5), menghasilkan lebih banyak generasi asam
piruvat (Gambar 6). Setelah itu, asam piruvat yang terbentuk akan menghasilkan -
ketoglutarat, selanjutnya akan mempercepat biosintesis asam amino dan menyediakan
lebih banyak asam amino untuk biosintesis ALA (Gambar 7).
20

Gambar.7 Konsentrasi Asam 5-aminolevulinat dan Glutamat pada penambahan


rotenon 0 dan 5 mg/L selama fermentasi Pseudomonas denitrificans
Berdasarkan diagram metabolisme P. denitrificans dengan perlakuan rotenon
5 mg/L (ditunjukkan pada Gambar 8), dapat disimpulkan bahwa penambahan rotenon
5 mg / L dapat merusak keseimbangan metabolisme karbon melalui fluks glikolitik,
sehingga terjadi peningkatan prekursor anterior untuk biosintesis vitamin B12, seperti
glutamat dan ALA. Selanjutnya menghasilkan peningkatan produktivitas vitamin B12
dibandingkan dengan fermentasi tanpa penambahan rotenone. Penambahan rotenon
secara eksogen adalah strategi yang tidak praktis untuk meningkatkan produksi
vitamin B12 industri. Namun, karakteristik metabolik P. denitrificans di bawah
21

berbagai konsentrasi rotenon membuktikan bahwa tingkat kontrol DO akan menjadi


salah satu parameter penting untuk produktivitas vitamin B12.
Spesies Pseudomonas banyak memanfaatkan jalur Entner-Doudoroff untuk
metabolisme glukosa. Pada penelitian ini penulis hanya meneliti kinetika enzim
glikolitik kunci (phosphofructokinase dan piruvat kinase), asam piruvat, dan
prekursor anterior (glutamat dan ALA) selama proses fermentasi P. denitrificans
dengan penambahan rotenon 0 dan 5 mg/L. Meskipun informasi ini memberi
kesimpulan bahwa metabolisme fluks glikolisis diperkuat dengan penambahan
rotenone serta lebih menguntungkan untuk biosintesis vitamin B12, Studi lebih lanjut
harus dilakukan untuk membangun jaringan metabolisme karbon sentral berdasarkan
analisis label 13C, terutama hubungan antara Entner-Doudoroff dan jalur glikolisis di
P. denitrificans. Selanjutnya, juga diperlukan untuk menggambarkan perubahan
dinamika enzim dan intermediet yang lengkap yang terlibat dalam jalur biosintesis
vitamin B12.

Gambar.8 Diagram Metabolisme P. denitrificans yang diberi Perlakuan


Penambahan rotenone 5 mg/L
22

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Penelitian ini meneliti efek berbagai konsentrasi rotenon terhadap proses
metabolism Pseudomonas denitrificans. Dibandingkan dengan fermentasi tanpa
penambahan rotenone, dapat diamati bahwa perlakuan rotenon 5 mg/L tidak hanya
dapat mempercepat fluks glikolitik secara signifikan, tetapi juga menyediakan lebih
banyak anterior prekursor biosintesis vitamin B12, seperti glutamat dan asam 5-
aminolevulinic. Akibatnya, produktivitas vitamin B12 lebih tinggi, selain itu hasil
yang didapatkan juga sesuai dengan penelitian terdahulu dimana dengan membatasi
konsentrasi oksigen terlarut lebih menguntungkan biosintesis vitamin B12.

5.2 Saran
Meskipun informasi ini memberi kesimpulan bahwa metabolisme fluks
glikolisis dipercepat dengan penambahan rotenone serta lebih menguntungkan untuk
biosintesis vitamin B12. Studi lebih lanjut harus dilakukan untuk membangun
jaringan metabolisme karbon sentral berdasarkan analisis label 13C, terutama
hubungan antara Entner-Doudoroff dan jalur glikolisis di P. denitrificans.
Selanjutnya, juga diperlukan untuk menggambarkan perubahan dinamika enzim dan
intermediet yang lengkap yang terlibat dalam jalur biosintesis vitamin B12.
.
23

DAFTAR PUSTAKA
Fang, H., Kang, J., & Zhang, D. (2017). Microbial production of vitamin B12. A
Review and Future Perspectives of Microbial Cell Factories, 16:15.
Hayes WJ. (1991). Handbook on Pesticides, Volume 1. Academic Press. ISBN 0-12-
334161-2.
Heinz, S. et al. (2017). Mechanistic Investigations of the Mitochondrial Complex I
Inhibitor Rotenone in the Context of Pharmacological and Safety Evaluation. Sci.
Rep. 7, 45465.
JR Roth., JG Lawrence., & TA Bobik. (1996). Cobalamin (Coenzyme B12):
Synthesis and Biological Significance. University Utah : Departemen Biology.
Kang, Z., Zhang, J., Zhou, J., Qi, Q. S., Du, G. C., & Chen, J. (2012). Recent
advances in microbial production of -aminolevulinic acid and vitamin B12.
Biotechnology Advance, 30(6), 15331542.
Li, K. T., Zhou, J., Cheng, X., & Wei, S. J. (2012). Study on the dissolved oxygen
control strategy in largescale vitamin B12 fermentation by Pseudomonas
denitrificans. Journal of Chemical Technology and Biotechnology, 87, 1648
1653.
Li, K., Peng, W., Cheng, X., & Wei, C. (2014). Improved Vitamin B12 Fermentation
Process by Adding Rotenone to Regulate the Metabolism of Pseudomonas
denitrificans. Journal of Biochemistry and Biotechnology, 173:673-681.
Wang, Z.J., Wang, H.Y., Li, Y.L., Chu, J., Huang, M.Z., Zhuang, Y.P., & Zhang,
S.L. (2010). Improved vitamin B12 production by step-wise reduction of oxygen
uptake rate under dissolved oxygen limiting level during fermentation process.
Bioresource Technology, 101(8), 28452852.
http://lpi.oregonstate.edu/mic/vitamins/vitamin-B12 diakses pada 27/10/2017 pukul
19:04
http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Peranan_Vitamin_B12_M
ethylcobalamin_dalam_Neurologi.pdf diakses pada 27/10/2017 pukul 19:23
http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62297/4/BAB%20II%20Tinjau
n%20Pustaka.pdf diakses pada 27/10/2017 pukul 20:08
http://www.asbmb.org/asbmbtoday/201408/JournalNews/JBC/GlycolyticFlux/
diakses pada 27/10/2017 pukul 20:39
https://books.google.co.id/books?id=zosAg6HQAF4C&printsec=frontcover&hl=id#v
=onepage&q&f=false biologi molekular diakses pada 27/10/2017 pukul 23:00
https://books.google.co.id/books?id=gxhap2ZN9HQC&hl=id Biokimia kedokteran
dasar diakses pada 27/10/2017 pukul 22:34
https://books.google.co.id/books?id=KNYYSNIXcTsC&pg=PA64&dq=glikolisis
diakses pada 28/10/2017 pukul 16:23
24

http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/41530/3/Bab%20II_2005ita.pdf
diakses pada tanggal 26/10/2017 pukul 14.30

Anda mungkin juga menyukai